MODUL DASAR- DASAR
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PKM121
PENILAIAN RISIKO SESI KE-5
DISUSUN OLEH:
DECY SITUNGKIR, S.K.M., M.K.K.K
PENILAIAN RISIKO
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu:
1. Mahasiswa memahami konsep manajemen risiko 2. Mahasiswa memahami tahapan identifikasi bahaya 3. Mahasiswa memahami tahapan penilaian risiko 4. Mahasiswa memahami tahapan evaluasi risiko
B. URAIAN MATERI
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan yang menyebabkan hilangnya sumber daya atau harta benda. Bahaya dapat menyebabkan kecelakaan atau insiden yang membahayakan manusia, peralatan, material, dan lingkungan. Bahaya didefinisikan sebagai tingkat kemungkinan yang signifikan bahwa bahaya tersebut dapat menyebabkan insiden atau luka pada orang, yang ditentukan oleh kemungkinan dan tingkat keparahan yang diakibatkannya. Manajemen K3 yang baik harus digunakan untuk mengelola dan menghindari bahaya dan risiko K3 ini.(Goetsch, 2015)
Manajemen risiko adalah bagian penting dari manajemen keselamatan dan kesehatan (K3) dan dapat digambarkan sebagai uang dengan dua sisi.
Aplikasi manajemen umum untuk berbagai tindakan yang dapat menimbulkan risiko dikenal sebagai manajemen risiko.
Gambar 5.1 Manajemen Risiko
Dalam Ramli (2013) konsep manajemen risiko telah dikembangkan oleh berbagai lembaga atau institusi sesuai dengan kebutuhan masingmasing.
Australia melalui Lembaga Standarisasi mengembangkan standar AS/NZS 4360 mengenai manajemen risiko. Standar ini bersifat generik, sehingga dapat digunakan dan diaplikasikan untuk berbagai jenis risiko atau bidang bisnis seperti keuangan, operasi dan K3, menurut standar AS/NZS 4360 tentang standar manajemen risiko, proses manajemen risiko mencakup sebagai berikut:
a. Penentuan konteks b. Identifikasi risiko c. Analisa risiko d. Evaluasi risiko e. Pengendalian risiko
1) PENENTUAN KONTEKS
Langkah awal mengembangkan manajemen risiko adalah menentukan konteks. Dalam penentuan konteks yang akan dikembangkan seperti menyangkut risiko keselamatan kerja, kebakaran, kesehatan kerja, hIgiene industri, dan lainnya. Dari konteks tersebut masih dapat dikembangkan lebih lanjut misalnya manajemen risiko untuk rumah sakit, industri, kilang minyak, konsuktruksi dan lainnya. Setelah menetapkan konteks manajemen risiko,
langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi bahaya dan evaluasi risiko serta menentukan langkah atau strategi pengendaliannya
2) IDENTIFIKASI BAHAYA
Identifikasi bahaya merupakan proses mengidentifikasi bahaya yang ada di tempat kerja. Bahaya merupakan segala sesuatu yang memiliki kemungkinan menyebabkan cedera kepada orang, kerusakan properti, kerusakan lingkungan, atau kombinasi dari ketiganya. Risiko: kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan dengan konsekuensi yang ditentukan dalam periode yang ditentukan atau dalam keadaan yang ditentukan. Risiko dapat dinyatakan baik sebagai frekuensi (jumlah peristiwa yang ditentukan dalam unit waktu) atau sebagai probabilitas (probabilitas terjadinya peristiwa tertentu setelah peristiwa sebelumnya), tergantung pada situasinya.(Ramli, 2013)
Jenis-jenis bahaya antara lain:
a. Bahaya mekanik yaitu bahaya yang terkait dengan mesin yang digerakkan oleh tenaga, baik secara otomatis maupun dengan pengoperasian manual.
Contoh
b. Bahaya fisik yaitu bahaya yang terkait dengan lingkungan, contoh kebisingan, getaran, radiasi, suhu
c. Bahaya ergonomi yaitu bahaya yang timbul akibat ketidaksesuaian pekerja, peralatan kerja, tugas yang dilakukan, dan lingkungan kerja, misalkan sikap tubuh yang buruk saat mengangkat, peralatan yang tidak ergonomis, gerakan berulang
d. Bahaya psikososial yaitu bahaya berkaitan dengan kondisi psikologis misalkan jam kerja yang panjang, relasi antar rekan kerja yang tidak baik, peran yang ambigu
e. Bahaya listrik yaitu bahaya yang bersumber dari energi listrik. Contoh : bekerja dengan peralatan listrik di lantai yang basah atau sumber kelembaban lainnya, kontak dengan kawat telanjang yang membawa arus, dan menggunakan tangga logam untuk bekerja pada peralatan listrik
3) PENILAIAN RISIKO
Penilaian risiko dilakukan setelah melakukan identifikasi bahaya.
Selanjutnya bahaya tersebut dianalisis untuk menentukan tingkat risiko menjadi risiko besar, sedang, kecil dan dapat diabaikan. Penilaian risiko dilakukan dengan beberapa teknik baik yang bersifat kualitatif, semi kuantitatif dan kuantitatif. Penentuan tingkat risiko ditinjau dari kemungkinan kejadian (likelihood) dan keparahan yang ditimbulkan (severity). Berbagai pendekatan dalam menggambarkan kemungkinan dan keparahan suatu risiko baik secara kualitatif, semukuantitatif atau kuantitatif.(Ramli, 2013)
KUALITATIF
Tabel 5.1 Contoh Kategori Kemungkinan Risiko (Likelihood)
Tingkat Uraian Contoh
A Hampir pasti terjadi Dapat terjadi setiap saat dalam kondisi normal
B Sering terjadi Terjadi beberapa kali dalam periode waktu tertentu
C Dapat terjadi Risiko dapat terjadi, namun tidak sering misalnya jatuh dari ketinggian di lokasi proyek kontruksi
D Kadang-kadang Kadang-kadang terjadi
E Jarang sekali Dapat terjadi dalam keadaan tertentu
Tabel 5.2 Contoh Kategori Keparahan atau Konsekuensi (Consequences)
Tingkat Uraian Contoh
1 Tidak signifikan Kejadian tidak menimbulkan kerugian atau cedera pada manusia
2 Kecil Menimbulkan cidera ringan, kerugian kecil dan tidak menimpulkan dampak serius terhadap kelangsungan bisnis
3 Sedang Cedera berat dan dirawat di rumah sakit, tidak menimbulkan cacat tetap, kerugian finansial sedang
4 Berat Menimbulkan cidera parah dan cacat tetap dan kerugian finansial besar serta menimbulkan dampak serius terhadap kelangsungan usaha
5 Bencana Mengakibat korban meninggal dan kerugian parah, bahkan dapat menghentikan kegiatan usaha selamanya
Kemudian hasil kemungkinan dan konsekuansi yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabel matrik risiko yang akan menghasilkan peringkat risiko.
Tabel 5.3 Matriks Risiko
Kemungkinan
Konsekuensi Tidak
signifikan
Kecil Sedang Berat Bencana
1 2 3 4 5
A T T E E E
B S T T E E
C R S T E E
D R R S T E
E R R S T T
Matriks tersebut kemudian dijabarkan menjadi peringkat risiko seperti ini:
Tabel 5.4 Matriks Peringkat Risiko
Ekstem (E) Kegiatan tidak boleh dilaksanakan atau dilanjutkan sampai risiko telah direduksi.
Tinggi (T) Kegiatan tidak boleh dilaksanakan sampai risiko telah direduksi Sedang (S) Perlu tindakan untuk mengurangi risiko, tetapi biaya pencegahan
yang diperlukan harus diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi
Rendah (R) Risiko dapat diterima. Pengendalian tambahan tidak diperlukan.
4) PENGENDALIAN RISIKO
Dalam hal ini hirarki pengendalian yang digunakan dalam mengurangi risiko terdiri dalam 5 bagian yaitu :
a. Eliminasi atau menghilangkan bahaya adalah langkah ideal yang dapat dilakukan dan menjadi pilihan pertama dalam melakukan pengendalian risiko. Ini berarti menghentikan peralatan atau prasarana yang dapat menimbulkan bahaya atau dengan kata lain peralatan tersebut tidak digunakan lagi
b. Substitusi
c. Prinsipnya adalah menggantikan sumber risiko dengan sarana/peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah atau tidak ada. Ciri khas tahap ini adalah melibatkan pemikiran yang lebih mendalam bagaimana membuat lokasi kerja yang lebih aman dengan melakukan pengaturan ulang lokasi kerja, memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, mengurangi frekuensi dalam melakukan kegiatan berbahaya.
d. Rekayasa engineering
Pada tahap ini dilakukan modifikasi atau perancangan alat atau mesin dan tempat kerja yang aman sehingga dapat mengurangi bahaya dan risiko.
e. Pengendalian administrasi
Tahap ini menggunakan prosedur, Standard Operational Procedure (SOP) atau panduan sebagai langkah untuk mengurangi risiko. Beberapa bentuk pengendalian secara administratif adalah sebagai berikut:
1. Melakukan rotasi kerja untuk mengurangi efek risiko 2. Membatasi waktu atau frekuensi untuk memasuki area 3. Melakukan supervisi pekerjaan
4. Membuat prosedur, instruksi kerja atau pelatihan pengamanan
5. Melakukan pemeliharaan pencegahan dan membuat prosedur house keeping
6. Membuat tanda bahaya.
f. Penggunaan Alat Pelindung Diri
Sarana pengaman diri adalah pilihan terakhir yang dapat kita lakukan untuk mencegah bahaya. Alat pelindung diri mencakup semua pakaian dan aksesoris yang digunakan pekerja yang didesain untuk menjadi pembatas sumber bahaya. Beberapa alat pelindung diri yaitu:
1) Alat pelindung kepala, digunakan untuk melindungi kepala dari bendabenda yang terjatuh. Contoh safety helmet, hood dan hair cap.
2) Alat pelindung muka, berfungsi untuk melindungi percikan benda cair, benda padat atau radiasi sinar dan panas misalnya face shield dan topeng las.
3) Alat pelindung mata, berfungsi untuk melindungi mata dari percikan bahan-bahan korosif, kemasukan debu atau partikel kecil yang melayang di udara, paatau uap yang dapat
menyebabkan iritasi pada mata, dan
benturan benda keras. Contoh kaca mata (spectacles), goggles.
4) Alat pelindung pernafasan, berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi maupun rangsangan. Alat pelindung pernafasan dapat berupa masker yang berguna mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk kedalam pernafasan. Masker ini biasanya terbuat dari kain dan juga respirator yang berguna untuk melindungi pernafasan dari debu, kabut, uap logam, asap dan gas.
Respirator dapat dibedakan atas chemical respirator, mechanical respirator, dan cartidge atau canister respirator dengan Salt Contained Breating Apparatus (SCBA) yang digunakan untuk tempat kerja yang terdapat gas beracun atau kekurangan oksigen serta Air Supplay Respirator yang mensuplai udara bebas dari tabung oksigen.
5) Alat pelindung pendengaran, bekerja sebagai penghalang antara sumber bising dan telinga dalam. Selain dapat berfungsi melindungi telinga dari ketulian akibat kebisingan tetapi juga untuk melindungi telinga dari percikan api atau logam-logam yang panas misalnya pada pengelasan. Alat pelindung telinga dibedakan menjadi sumbat telinga (Ear plug) dan tutup telinga (Ear muff)
6) Alat pelindung badan, berfungsi untuk melindungi badan dari temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan kimia atau logam cair, semburan dari tekanan yang bocor, penetrasi benda tajam dan kontaminasi debu. Macammacam alat pelindung badan yaitu:
a. Apron dipakai untuk perlindungan dari rambatan panas nyala api.
b. Pakaian pelindung sehingga terhindar dari percikan api terutama pada waktu mengelas dan menempa. Lengan baju jangan digulung, sebab lengan baju akan melindungi tangan dari sinar api.
c. Baju parasut (Jumpsuit) untuk dipakai pada kondisi berisiko tinggi seperti menangani bahan kimia yang bersifat karsinogenik dalam yang dapat didaur ulang
d. Safety Harness untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh, biasanya digunakan pada pekerjaan konstruksi dan memanjat serta tempat tertutup atau boiler.
7) Alat pelindung tangan, berguna untuk melindungi tangan dari bendabenda tajam, bahan-bahan kimia, benda panas atau dingin, infeksi kulit dan kontak arus listrik. Macam-macam alat pelindung tangan
a. Sarung tangan kain, digunakan untuk memperkuat pegangan, memegang benda yang berminyak, bagian-bagian mesin atau bahan logam lainnya.
b. Sarung tangan asbes, digunakan terutama untuk melindungi tangan terhadap bahaya pembakaran api, memegang benda yang panas, seperti pada pekerjaan mengelas dan pekerjaan menempa.
c. Sarung tangan kulit digunakan untuk memberi perlindungan dari ketajaman sudut pada pekerjaan pengecoran.
d. Sarung tangan karet terutama pada pekerjaan pelapisan logam.
Sarung tangan ini menjaga tangan dari bahaya pembakaran asam atau melindungi dari kepanasan cairan pada bak atau panik dimana pekerjaan tersebut berlangsung
8) Alat pencegah tenggelam, yang melindungi jika jatuh ke dalam air misalnya pelampung dan jaring pengaman.
9) Alat pelindung kaki, berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan kimia, benda panas, kontak listrik. lantai licin, lantai basah, benda jatuh, dan aberasi.
Sepatu ini harus terbuat dari bahan yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan. Jenis alat pelindung kaki: sepatu pengaman (safety shoes) dan sepatu beralas karet
C. KESIMPULAN
Keselamatan kerja merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor manusia, faktor pekerjaan dan faktor lingkungan, dimana pendekatan yang dapat dilakukan untuk mencegah kecelakaan dengan melakukan pendekatan energi, manusia, administratif, teknis dan manajemen. Pencegahan kecelakaan dapat dilakukan dengan melakukan manajemen risiko. Langkah awal di dalam manajemen risiko dengan melakukan identifikasi bahaya di tempat kerja sehingga perusahaan dapat melakukan pengendalian risiko di tempat kerja demi keselamatan dan keamanan pekerja.
D. DAFTAR PUSTAKA
Goetsch, L. D. (2015). Occupational Safety and Health. Pearson.
Ramli, S. (2013). Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001 (Cetakan Ke). Dian Rakyat.