NILAI-NILAI DAN PRINSIP-PRINSIP GERAKAN POLITIK ISLAM
MENURUT AL-QUR’AN DAN SUNNAH
DOSEN PENGAMPU:
M KHOLIDUL ADIB
Nilai-nilai dan Prinsip-prinsip
Gerakan Politik Islam menurut Al- Qur’an dan Sunnah
Dalam al-Qur’an dan al-Hadits, terdapat beberapa ayat yang secara langsung atau tidak langsung
berkaitan dengan kekuasaan dan politik.
Ayat-ayat dan hadits banyak memberikan wawasan dan petunjuk tentang pesan-pesan politik dalam
Islam, peran negara, kepemimpinan, tata
pemerintahan, dan hubungan antara pemerintah dan rakyat, sifat-sifat pemimpin, pentingnya
musyawarah, keadilan dan lain-lain.
Ayat-ayat al-Qur’an dan al-Hadits tentang politik sebagai sumber moral etik dalam Konstitusi Politik Nasional
Dalam kajian fiqh siyāsah (hukum tata negara dalam Islam), Islam tidak hanya mencakup sistem kepercayaan dan ibadah, tetapi juga
sistem kemasyarakatan dan kenegaraan dimana terdapat prinsip-prinsip politik dalam Islam
tidak terlepas dari nilai-nilai universal.
Di antara ayat-ayat dan hadits yang mengandung pinsip-prinsip hukum tata negara dalam Islam yang dapat digunakan sebagai sumber moral etik dalam Konstitusi Politik Nasional adalah
sebagai berikut:
Manusia sbg Khalifah di muka bumi (QS. Al Baqarah: 30).
لُ عَ جْ عَ عَ ولُ اعَ ۖ ةً عَ يلِ عَ لِ جْ عَ جْ يلِ لٌ لِ اعَ ي نِّ"لِ لِ #عَ$لِا&عَ'عَجْ لِ (عَ)*لُعَ +عَاعَ ,جْ"لِ -عَ
.لُ/نِّ0عَ لُ-عَ 1عَ/لِ'جْ2عَ)لِ 3لُ4نِّ5عَ لُ 6لُ2جْ عَ-عَ 7عَا8عَ/نِّ (لُلِ 5جْ9عَ-عَ ا:عَيلِ /لُ5لِجْ 9لُ 6جْ8عَ ا:عَيلِ
;عَو'لُعَ جْ عَ عَ ا8عَ <لُعَ جْ عَ ي نِّ"لِ +عَاعَ ۖ(عَعَ
Artinya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui." (QS. Al Baqarah: 30).
Pertama, prinsip al-Syūra (consultation)
Pertama, prinsip al-Syūra (consultation) atau musyawarah yang diperintahkan oleh al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam surat Ali Imron (3) ayat 159:
ۖ(عَلِ وجْ=عَ 6جْ8لِ و>*لُعَ جْ عَ ?لِجْ 0عَجْ @عَيلِ Aعَ اB*ةًعَ CعَDجْEلُ وجْعَ-عَ ۖ<جْ:لُعَ CعَDجْلِ Fلِ*عَ 6عَ8لِ ةٍ 'عَ=جْعَ ا'عَ4لِعَ
Fعَ*عَ ;*عَ"لِ ۚFلِ*عَ ىعَ عَ جْ E*عَوعَJعَعَ Cعَ8جْKعَعَ ,عَا"لِعَ ۖLلِ8جْعَ جْ يلِ <جْMلُجْ-لِاNعَ-عَ <جْ:لُعَ Lجْلِ OجْJعَPجْ-عَ <جْ:لُDجْعَ Qلُجْ اعَ
6عَيلِ EنِّوعَJعَ'لُجْ ?*لُ2لِ9لُ
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.
Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (QS. Ali Imran: 159).
lanjutan
Anjuran musyawarah juga terdapat dalam surat al-Syūra (42) ayat 38 yang berbunyi:
<جْ:لُDنٰجْ Sعَعَ ا'*عَ8لِ-عَ <جْ ۖ:لُDعَيجْ)عَ ىنٰ وجْNلُ <جْMلُLلُ8جْعَ-عَ Uعَ ۖونٰ V*عَ و8لُاعَ عَ-عَ <جْ:لِ)نِّLعَلِ وجْ)لُاعَ JعَPجْ 6عَ9جْWلِ*عَ -عَ
ۚ;وجْ0لُلِ Dجْ9لُ
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima
(mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarah antara mereka; dan
mereka menginfakkan sebagian dari rezeki
yang Kami berikan kepada mereka.”
Kedua, al-Musāwa (equality) dan al-Ikha’ (brotherhood)
Al-Musāwa (equality) dan al-Ikha’ (brotherhood) yang mengandung arti persamaan dan persaudaraan. Prinsip ini
terdapat di dalam al-Qur’an surat al-Hujurat (49) ayat 13 yang berbunyi:
نَّ اِ ۚ وْ فُ نَّ انَّ نَّاِ نَّ اِ ااۤنَّنَّ نَّ ابً وْ فُ فُ وْ فُ نٰ وْ نَّ نَّنَّ ى"نٰ#وْفُ نَّ $رٍ&نَّ'نَّ (وْ)مِّ وْ فُ نٰ +وْنَّ ,نَّ ا#نَّاِ -فُانَّ ا.نَّ/فُانَّ/نٰيٰٓ
$رٌ2وْاِ ,نَّ رٌ 2وْاِ 3نَّ 4نَّنٰ نَّ اِ ۗ وْ فُ ى+نٰ7وْنَّ 4اِنٰ 8نَّوْ 3اِ وْ فُ )نَّ$نَّ&وْنَّ
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamudari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah di antara kamu adalah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”
Ayat terebut menegaskan bahwa Islam mengenut prinsip
persamaan di antara semua manusia di hadapan Sang Pencipta.
Ketiga, al-‘Adālah (justice)
Al-‘Adālah (justice) yang mengandung arti honesty, fairness dan integrity, yaitu keadilan yang harus ditegakkan tanpa
diskriminasi, penuh kejujuran, ketulusan dan integritas. Dalam surat al-Mâidah (5) ayat 8 berbunyi:
;لُانٰDعَNعَ <جْ#لُD*عَ8عَLلِجْ 9عَ عَ-عَ Xلِ ۖ5جْ0لِجْا)لِ 7عَاۤ/عَ:عَNلُ Fلِ*نٰ لِ 6عَيجْ8لِو*عَعَ وجْ لُوجْEلُ وجْDلُ8عَنٰ 6عَ9جْWلِ*عَ ا:عَ9*لُاعَ9نٰيٰٓ
ا'عَ)لِ Lلٌرٌۢيجْ4لِعَ Fعَ*نٰ ;*عَلِ ۗFعَ*نٰ و0لُ*عَ -عَ ى ۖونٰ0جْJ*عَ لِ ]لُLعَجْ عَ وعَMلُ ۗوجْلُ /لِجْ لِ ۗ وجْلُ /لِجْ عَ *عَ عَ ىنٰيٰٓ عَ ^ةٍوجْعَ
;عَوجْلُ 'عَجْ عَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai
penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah.
Karena (adil) itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
Lanjutan
Kemudian dalam surat al-An’am (6) ayat 125 disebutkan:
جْ عَ جْ 9عَ Fهٗ*عَ >لِ9*لُ ;جْعَ `جْLلِ9*لُ 6جْ8عَ-عَ ^لِ ۚا&عَPجْالِ&جْلِ aهٗعَ /جْbعَ cجْLعَdجْ9عَ Fهٗ9عَ/لِ:جْ9*عَ ;جْعَ Fلُ*نٰ `لِLلِ9*لُ 6جْ'عَعَ
eعَجْ Lنِّ Fلُ*نٰ لُ عَ جْ 9عَ (عَلِWنٰEعَ 7لِ ۗااۤ'عَ5*عَ ىلِ /لُ*عَ V*عَ9عَ ا'عَ *عَاعَEعَ اةً Lعَ=عَ ا0ةًينِّfعَ aهٗعَ /جْbعَ
;عَوجْDلُ8لِgجْ9لُ عَ 6عَ9جْWلِ*عَ ىعَ عَ
“Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah
(petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”
Keempat, al-Ḥurriyyah (freedom)
Al-Ḥurriyyah (freedom) artinya menganut kebebasan, yaitu manusia mempunyai kekebasan dalam beragama dan
berkeyakinan. Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 256:
6جْرٌۢ8لِgجْ9لُ-عَ hلِوجْAلُاi*عَ ا)لِ Lجْلُ #جْ9*عَ 6جْ'عَعَ ۚينِّOعَجْ 6عَ8لِ /لُNجْL*لُ 6عَي*عَ4عَ*عَ /جْعَ 6لِ ۗ9جْ/نِّ ىلِ aعَLعَEجْلِ يٰٓ عَ
<لٌيجْلِ عَ jلٌيجْ'لِPعَ Fلُ*نٰ -عَ ۗا:عَعَ ^عَاVعَلِ جْ عَ ى0نٰkجْولُجْ Uلِ-عَLجْلُ جْا)لِ (عَ5عَ'جْJعَPجْ /لِ0عَعَ Fلِ*نٰ ا)لِ
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam),
sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang
(teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Kelima, al-Amānah (trust)
Al-Amānah (trust) yaitu amanah dimana kekuasaan merupakan amanah yang harus dipelihara dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Dalam konteks kekuasaan, amanah merupakan mandat rakyat yang harus dilaksanakan karena di dalamnya
terdapat kontrak sosial yang tinggi. Dalam al-Qur’an surat al- Nisa’ (4) ayat 58 berbunyi:
;جْعَ .لِاD*عَ 6عَيجْ)عَ <جْJلُ'جْ#عَ=عَ ,عَلِ -عَ ااۙ:عَلِ Mجْعَ ىنٰيٰٓلِ CلِDنٰ8نٰعَ جْ -`*لُgعَلُ ;جْعَ <جْEلُLلُ8لُاجْ9عَ Fعَ*نٰ ;*عَلِ
LةًيجْVلِ)عَ ارٌۢةً يجْ'لِPعَ ;عَاEعَ Fعَ*نٰ ;*عَلِ ۗFهٖ)لِ <جْ#لُBلُلِ 9عَ ا'*عَلِ لِ Fعَ*نٰ ;*عَلِ ۗ+لِ/جْعَ جْا)لِ وجْ'لُ#لُ2جْعَ
“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi
pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.”
Keenam, al-Salām (peace)
Al-Salām (peace) atau perdamaian. Prinsip ini sangat penting dalam doktrin Islam. Prinsip perdamaian akan membuat umat menjadi tentram dan damai serta setiap warga bisa hidup dengan harmoni. Dalam al-Qur’an surat al-Anfâl (8) ayat 61 berbunyi:
jلُيجْ'لِ5*عَ وعَMلُ Fهٗ *عَلِ ۗFلِ*نٰ ىعَ عَ جْ E*عَوعَعَ -عَ ا:عَعَ 3جْDعَجْ اعَ <لِجْ 5*عَ لِ وجْ2لُDعَعَ ;جْلِ -عَ
<لُيجْلِ عَ جْ
“Tetapi jika mereka condong kepada perdamaian, maka
terimalah dan bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Ketujuh, al-Amru bi al-Ma’rūf wa al- Nahyu ‘An al-Munkar
Ketujuh, al-Amru bi al-Ma’rūf wa al-Nahyu ‘An al-Munkar (Menyeru Kebaikan Melarang Kemunkaran). Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan kekhususan dan keistimewaan umat Islam yang akan mempengaruhi kemulian umat Islam. Sehingga Allah kedepankan penyebutannya dari iman dalam firman-Nya dalam QS Ali Imron ayat 110 sebagai berikut:
F ا)لِ ;عَوDلُ8لِgجْلُ -عَ Lلِ#عَD'لُجْ 6لِعَ ;عَوجْ:عَDجْعَ -عَ nلِ-Lلُجْ 'عَجْا)لِ ;عَ-Lلُ8لُاجْعَ .لِاD*عَ لِ Cجْعَ Lلِجْ لُ ةٍ 8*عَلُ Lعَيجْعَ <جْJلُDEلُ
;عَو0لُPلِاعَ جْ <لُMلُLعَoعَEجْعَ-عَ ;عَوDلُ8لِgجْ'لُجْ <لُ:لُDجْ8نِّ <جْ:لُ*عَ Lةًيجْعَ ;عَا#عَعَ ]لِاJعَ#لِجْ لُ Mجْعَ 6عَ8عَ7عَوجْعَ-عَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Lanjutan
نِعَنَوْهَنْيَوَفِوَرُعْمَلْابِنَوَرُمُأْيَوَرُيْخَلْاىلْا نَوْعَدْيَةٌمُامْكُنْ مُنِكُتَلْوَ
نَوْحُلِفْمَلْامْهُكَ'ىِٕ)لْوَاوَ ۗ رُكُنْمَلْا 9نٰاۤ ۗ
Artinya: “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Q.S. Ali 'Imran : 104) Penjelasan Tafsir Al-Wajiz karya Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah: Dan
hendaklah ada di antara kalian wahai orang-orang mukmin, segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan dengan mengajarkan kebaikan dan menyuruh kepada kebaikan.
Kebaikan adalah segala yang berkaitan dengan kebaikan di dunia dan akhirat. Serta menyeru untuk berbuat ma’ruf:
kebaikan yang sesuai dengan syariat dan akal sehat. Serta
mencegah perbuatan munkar: yaitu segala yang dianggap
tidak baik oleh syariat dan akal sehat.
Hadits Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Qلُعَ fجْعَ (عَلِ ,عَ-عَ Fلِ4لِجْ 0عَ4لِعَ jجْiلِJعَ5جْ9عَ <جْعَ 6جْ8عَ-عَ Fلِ لِا5عَلِ 4لِعَ jجْiلِJعَ5جْ9عَ <جْعَ ;جْا"لِعَ aلِ/نِّيعَ)لِ aلُLجْينِّOعَيلُجْ عَ Lةً#عَDجْ8لُ <جْ#لُDجْ8لِ ىعَ عَ 6جْ8عَ
;لِا'عَ9جْ"لِ جْ
Artinya: “Barangsiapa diantara kalian melihat
kemungkaran, maka hendaknya ia menghilangkannya dengan tangannya. Jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya. Orang yang tidak mampu dengan lisannya,
maka dengan hatinya. Dan dengan hati ini adalah lemah- lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Penjelasan: seseorang yang melihat kemunkaran dan ia
mampu menghilangkan dengan tangan, maka ia tidak
boleh berhenti dengan lisan jika kemungkaran tidak
berhenti dengan lisan, dan orang yang mampu dengan
lisan, maka ia tidak boleh berhenti hanya dengan hati.
Kedelapan, al-Ṭa’at (ketaatan)
Al-Ṭa’at (ketaatan). Prinsip kepemimpinan dalam ketatanegaraan Islam menuntut rakyat mematuhi kepala negara (imām, khalīfah), bahkan di kalangan sebagian pemikir muslim ada yang sangat berlebihan dengan mencari dasar legitimasi keistimewaan kepala negara atas rakyatnya pada al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana dijelaskan di dalam surat al-Nisa’ ayat 59 yang berbunyi:
يجْلِ <جْJلُجْ SعَاDعَعَ ;جْالِعَ <جْ ۚ#لُDجْ8لِ Lلِ8جْعَ جْ ىلِ -لُ-عَ +عَوجْPلُL*عَ ولُ يجْpلِعَ-عَ Fعَ*نٰ ولُ يجْpلِعَ وجْيٰٓDلُ8عَنٰ 6عَ9جْWلِ*عَ ا:عَ9*لُاعَ9نٰيٰٓ
Lلٌيجْعَ (عَلِ ,نٰ Lلِ ۗلِ نٰ جْ ^لِوجْيعَجْ -عَ Fلِ*نٰ ا)لِ ;عَوجْDلُ8لِgجْلُ <جْJلُDجْEلُ ;جْلِ +لِوجْPلُL*عَ -عَ Fلِ*نٰ ىعَلِ aلُ-جْ`*لُLلُعَ 7ةٍيجْNعَ
ا&ةً9جْ-لِاجْعَ 6لُ5عَ=جْعَ-*عَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.
Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Kesembilan, al-Mas’uliyyah (Pertanggungjawaban)
Al-Mas’uliyyah (Pertanggungjawaban). Dalam Islam diajarkan bahwa setiap umat manusia padahal pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat, sebagaimana hadits riwayat Imam Bukhāri dan Muslim sebagai berikut:
لٌوئُسْمَ وهُوَ عٍارَ سِانَّلا ىلَعَ يذِلا رُيمَلأَافَ ،هِتِيعَرَ نْعَ لٌوئُسْمَفَ عٍارَ مْكُ1لَكُ
ىلَعَ ةٌيعَارَ ةُأَرُمَلاوَ ،مْهُنَّعَ لٌوئُسْمَ وهُوَ هِتِيبَ لِهُأَ ىلَعَ عٍارَ لِجُرُلاوَ ،مْهُنَّعَ
وهُوَ هِدِ<يسَ لٌامَ ىلَعَ عٍارَ دِبْعَلاوَ ،مْهُنَّعَ ةٌلوئُسْمَ يَهُوَ هِدِلوَوَ اهُلَعَبَ تِيبَ
هِتِيعَرَ نْعَ لٌوئُسْمَ مْكُ1لَكُوَ عٍارَ مْكُ1لَكُفَ لاَأَ ،هِنَّعَ لٌوئُسْمَ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka.
Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai
pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya.
Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya. (HR. Bukhāri no.
2554 dan Muslim no. 1829)"
Kesepuluh. Prinsip untuk Taat kepada Pemimpin
Dasarnya : QS. An-Nisa ayat 59
اوْعْيْطِأَوَ هَ.لِلْا اوْعْيْطِأَ اوْنْمُآ نِيَذِلْا اهَ1يَأَ ايَ
يلْوَأَوَ لَوْسُرُلْا
5ءٍيشَ يفِ مْتَعَزَانْتَ نَإِفِ مْكُنْمُ رُمُلأَا هَ.لِلْا ىلْإِ هُوَ1دُّرُفِ
مِوْيْلْاوَ هَ.لِلْابِ نَوْنْمُؤْتَ مْتَنْكُ نَإِ لَوْسُرُلْاوَ
رُيْخَ كَلْذَ رُخَلآا
F لاًيَوَأْتَ نِسَحْأَوَ