• Tidak ada hasil yang ditemukan

Objek dan Prinsip Hukum Islam

N/A
N/A
PANCA LUDYAZ HUDAYA

Academic year: 2024

Membagikan "Objek dan Prinsip Hukum Islam"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

i

“OBJEK DAN PRINSIP HUKUM ISLAM”

DI SUSUN OLEH;

PANCA LUDYAZ HUDAYA………. (22209134) MUH. FARHAN ADIPRAMANA MERONDA… (22209133) GILMAR ILMIAWAN……… (22209137) SANDRA ARTIKA RERE……….. (22209078) ANGGI………... (22209189)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI (TA 2023/2024)

(2)

1

ABSTAK

Berbicara mengenai hukum, baik itu hukum pidana, perdata, hukum dagang, hukum islam, hukum kesehatan ataupun hukum hukum yang lainnya, pastinya akan selalu ada subjek dan juga objek hukumnya, begitu pula halnya dengan hukum islam atau hukum syara’. Istilah subjek hukum dalam disiplin hukum Islam disebutkan dengan mahkum alaih. Kalau terdapat subjek hukum, maka akan selalu bergandengan dengan obyek hukum. Dalam disiplin hukum Islam, obyek hukum disebut juga dengan mahkum fih. Makalah ini bertujuan memberi pemahaman tentang objek hukum islam atau mahkum fih dalam disiplin hukum Islam. Selain kemudian membahas mengenai objek, dalam makalah ini pun kami akan membahas mengenai prinsip prinsip dalam hukum islam.

yakniPrinsip yang membentuk hukum Islam dan setiap cabang-cabangnya.

Kata kunci; mahkum fih, prinsip-prinsip hukum islam RUMUSAN MASALAH

1. apa itu objek, objek hukum, objek hukum islam ?

2. bagaimana kemudian objek hukum islam (mahkum fih) bisa dikatakan sebagai objek dalam hukum islam?

3. apa saja prinsip-prinsip yg digunakan dan menjadi landasan dalam hukum islam?

(3)

2

PEMBAHASAN A. OBJEK HUKUM ISLAM

1. Objek Hukum Dan Hukum Islam

Dalam konteks hukum dagang, Obyek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum (manusia/badan hukum) dan yang dapat menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum, Objek Hukum dapat berupa berupa benda atau barang ataupun hak yang dapat dimiliki dan bernilai ekonomis. oleh karenanya dapat dikuasai oleh subyek hukum begitu pula konteksnya dalam hukum lain seperti hukum pidana, kesehatan, bisnis, dan hukum hukum lain pasti akan membawa objek yang berbeda dalam hukum tersebut oleh karenanya Sebelum membahas lebih dalam mengenai objek hukum islam, maka kita akan membahas terlebih dahulu mengenai apa sebenarnya hukum islam itu.

Perlu di ketahui bahwasanya Al-Quran dan literatur hukum Islam sama sekali tidak menyebutkan kata hukum Islam sebagai salah satu istilah. Yang ada di dalam al-Quran adalah kata syarî’ah, fiqh, hukum Allah, dan yang seakar dengannya. Istilah hukum Islam merupakan terjemahan dari islamic law dalam literatur Barat.1 Terdapat istilah syarî’ah dalam hukum Islam yang harus dipahami sebagai sebuah intisari dari ajaran Islam itu sendiri. Syarî’at atau ditulis juga syarî’ah secara etimologis (bahasa) sebagaimana dikemukakan oleh Hasbi as-Shiddieqy adalah

“Jalan tempat keluarnya sumber mata air atau jalan yang dilalui air terjun” yang kemudian diasosiasikan oleh orang-orang Arab sebagai; at-thariqah al-mustaqîmah, sebuah jalan lurus yang harus diikuti oleh setiap umat muslim. Pergeseran makna dari denonatif, sumber mata air, menjadi jalan yang lurus tersebut memiliki alasan yang bisa dinalar. Setiap makhluk hidup pasti membutuhkan air sebagai sarana menjaga keselamatan dan kesehatan tubuh, guna bisa bertahan hidup di dunia. Demikian juga halnya dengan pengertian “jalan yang lurus” di dalamnya mengandung maksud bahwa syariat sebagai petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebaikan serta keselamatan baik jiwa maupun raga. Jalan yang lurus itulah yang harus senantiasa dilalui oleh setiap manusia untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan dalam hidupnya.2

1 Mardani, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), hlm. 14

2Rohidin, hukum islam; pengantar hukum islam, (Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books, 2016), hlm. 5.

(4)

3

Secara terminologis (istilah) syarî’ah diartikan sebagai tata aturan atau hukum-hukum yang disyariatkan oleh Allah kepada hamba-Nya untuk diikuti. Diperjelas oleh pendapat Manna’

alQhaththan, bahwa syarî’at berarti “segala ketentuan Allah yang disyariatkan bagi hamba-hamba- Nya, baik menyangkut akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah”.3

Ulama-ulama Islam juga mendefinisikan Syariat sebagaimana dikutip dalam buku Pengantar dan Sejarah Hukum Islam berikut:

“Syariat ialah apa (hukum-hukum) yang diadakan oleh Tuhan untuk hamba-hamba-Nya, yang dibawa oleh salah seorang Nabi Nya s.a.w, baik hukum-hukum tersebut berhubungan dengan cara mengadakan perbuatan yaitu yang disebut sebagai hukumhukum cabang dan amalan, dan untuknya maka dihimpunlah ilmu fiqih; atau berhubungan dengan cara mengadakan kepercayaan (i’tiqâd), yaitu yang disebut hukum-hukum pokok dan kepercayaan, dan untuknya maka dihimpunlah ilmu kalam. Syariat (syarâ’) disebut juga agama ad-dîn dan almillah).4

Syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, dan kemudian wajib diikuti oleh umat Islam berdasar keyakinan dan disertai akhlak, baik dalam hubungannya dengan Allah dengan sesama manusia dan juga alam. Syariat sebagai norma hukum yang disyariatkan oleh Allah ini kemudian diperinci oleh Muhammad, sehingga selain terdapat di dalam al-Quran, syariat juga terdapat dalam as-Sunnah (qauliyyah, fi’liyyah, dan taqrîriyyah). Hadits Nabi juga menjelaskan bahwa “Umat Islam tidak akan pernah tersesat dalam perjalanan hidupnya di dunia ini selama mereka berpegang teguh atau berpedoman kepada al-Quran dan sunah Rasulullah”. Posisi syariat adalah sebagai pedoman dan tolok ukur bagaimana manusia dapat hidup di jalan yang benar atau tidak. Selama di dalam hidup tetap berpatokan kepada ketentuan al-Quran dan Hadits Nabi maka hidupnya akan menjadi terarah.5

Mahmud Syaltut dalam al-Islâm: ‘Aqîdah wa Syarî’ah mengatakan, “Syariah adalah

peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh Allah atau ditetapkan dasar-dasarnya oleh Allah agar manusia berpegang teguh kepadanya dalam hubungannya dengan Tuhannya, berhubungan dengan

3 Rohidin, hukum islam; pengantar hukum islam…, hlm. 5.

4 Rohidin, hukum islam; pengantar hukum islam…, hlm. 6.

5 Rohidin, hukum islam; pengantar hukum islam…, hlm. 6-7.

(5)

4

saudaranya sesama muslim, berhubungan dengan saudaranya sesama manusia, berhubungan dengan alam semesta, dan berhubungan dengan kehidupan.6

2. Objek Hukum Islam (Mahkûm Fîh)

Mahkum fih dikenal juga dengan mahkum bih. Mahkum fih merupakan perbuatan mukallaf yang berkaitan dengan perintah syari’ (Allah dan Rasul) yang ketika disifati dengan hukum taklifi menjadi wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram. Kalau dalam konteks hukum wadh’i, perbuatan mukallaf bisa berbentuk jinayat dan muamalah. Kadang tidak berupa perbuatan mukalaf, misal ketika seseorang mendapatkan bulan ramadhan, maka menjadi sebab baginya untuk wajib berpuasa. Makkum fih yang berkaitan dengan perbuatan manusia sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 277;7

ْمُهَل َةاَك ﱠزلا ا ُوَتآ َو َة َﻼﱠصلا اوُماَقَأ َو ِتاَحِلاﱠصلا اوُل ِمَع َو اوُن َمآ َني ِذﱠلا ﱠنِإ َنوُن َز ْحَي ْمُه َﻻ َو ْمِهْيَلَع ٌف ْوَخ َﻻ َو ْمِهِّب َر َدْن ِع ْمُه ُر ْجَأ

Artinya:

Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan salat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.8

Mahkum Fih berarti perbuatan orang mukallaf sebagai tempat menghubungkan hukum syara’. Misalnya, dalam ayat 1 Surat al-Maidah Allah berfirman: “ Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-akad (janji-janji) itu ...”. Yang menjadi obyek perintah dalam ayat tersebut adalah perbuatan orang mukallaf yaitu perbuatan menyempurnakan janji yang diwajibkan dengan ayat tersebut.9

Dalam istilah ulama ushul fiqh, yang disebut mahkûm fîh atau objek hukum, yaitu sesuatu yang berlaku padanya hukum syara’. Objek hukum adalah perbuatan itu sendiri dan hukum itu berlaku pada perbuatan dan bukan pada zatnya. Hukum syara’ yang dimaksud, terdiri atas dua macam yakni hukum taklîfiy dan hukum wadh’iy. Hukum taklîfiy menyangkut tuntutan terhadap

6 Rohidin, hukum islam; pengantar hukum islam…, hlm. 12.

7 Doli Witro, dkk, “Subjek Hukum dan Objek Hukum: Sebuah Tinjauan Hukum Islam, Pidana, Dan Perdata”, Jurnal Ilmu Syari’ah dan Perbankan Islam, Vol. 6, No. 1 (Juni, 2021), hlm 49.

8 Al-qur-an dan terjemahannya; surah Al-Baqarah ayat 277

9 Khisni, Epistemologi Hukum Islam, (semarang: Unissula Press, 2012), hlm 29.

(6)

5

perbuatan mukallaf, sedangkan hukum wadh’iy terkait dengan hubungan satu aspek hukum dengan aspek hukum yang lain.10

Syarat Syarat Mahkum Fih/Pentaklifan

Terdapat beberapa syarat untuk absahnya sebuah taklif dalam perbuatan, diantaranya adalah:11 a) Perbuatan tersebut harus diketahui secara sempurna oleh seorang mukallaf sehingga

tergambar tujuan yang jelas dan mampu melaksanakannya. Dengan demikian seorang itu tidak diwajibkan melaksanakan sholat sebelum jelas rukun-rukun dan kaifiyahnya..

b) Perbuatan itu diketahui berasal dari dzat yang mempunyai kewenangan untuk memberikan taklif. Sebab dengan pengetahuan ini seseorang akan mampu mengarahkan kehendak untuk melaksanakannya. Yang perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah mengenai pengetahuan. Pengetahuan yang dimaksud adalah imkan al-Ilm (kemungkinan untuk mengetahui) bukan pengetahuan secara praktis. Artinya, ketika seorang itu telah mencapai taraf berakal dan mampu memahami hukum-huum syar’i dengan sendiri atau dengan cara bertanya pada ahlinya, maka ia telah dianggap sebagai orang yang mengetahui apa yang ditaklifkan kepadanya, (Wahab Khallaf,: 129).

c) Perbuatan tersebut harus bersifat mungkin untuk dilaksanakan atau ditinggalkan.

Mayoritas ulama menyatakan bahwa taklif itu tidak sah jika berupa perbuatan yang mustahil untuk dikerjakan, seperti mengharuskan untuk melaksanakan dua hal yang saling bertentangan, mewajibkan dan melarang dalam satu waktu, mengharuskan manusia untuk terbang dll. Meski demikian, ternyata masih ada sekelompok ulama yang memperbolehkan taklif pada perbuatan yang mustahil. Pendapat ini dipegangi oleh ulama-ulama dari kalangan Asy’ariyah. Mereka mengajukan hujjah andaikan taklif terhadap hal yang mustahil itu tidak diperbolehkan maka tidak akan pernah terjadi, sementara kenyataannya taklif itu telah terjadi, seperti pada kasus taklif yang diberikan pada Abu Jahal untuk beriman dan membenarkan risalah rasul. Dalam hal ini Allah telah mengetahui bahwa Abu jahal tidak akan pernah beriman. Pendapat ini disanggah jumhur bahwa maskipun pada

10 Rohidin, hukum islam; pengantar hukum islam…, hlm. 18.

11 Isnu Cut Ali, “Hukum, Hakim, Mahkum Fih Dan Mahkum ‘Alaih”, Jurnal Studi Pemahaman Dasar Ilmu Hukum Islam, Vol 2, No 1 (2021), hlm 85.

(7)

6

kenyataannya Abu jahal tidak beriman, namun taklif tersebut sebenarnya masih bersifat mungkin dan tidak mustahil bagi abu jahal, (Az-Zuhaili,: 137).

Masyaqqah (kesulitan)

Apabila masyaqqah tersebut itu wajar dan mampu diatasi, maka masyaqqah tersebut tidak berpengaruh (tidak memberatkan dan tidak pula meringankan). Contohnya seperti lapar ketika berpuasa, ini tidak dapat dijadikan alasan untuk meninggalkan puasa. Apabila masyaqqah tersebut tidak wajar dan tidak mampu diatasi oleh mukallaf, kecuali dengan kekuatan yang extra dan kesulitan yang sangat, maka hukumnya menjadi berbeda-beda / beragam. Misalnya:12

a) Masyaqqah yang tidak wajar yang muncul pada perbuatan mukallaf karena sebab khusus seperti puasa dalam keadaan sakit dan bepergian. Dalam masalah ini, Syari’ memberikan rukhshah, yakni boleh untuk tidak berpuasa, walaupun pada kesempatan lain di wajibkan untuk mengqadha.

b) Masyaqqah yang tidak wajar yang muncul bukan dari zat atau watak suatu perbuatan, namun semata-mata dari kemauan mukallaf sendiri untuk melakukan perbuatan yang berat.

Seperti diriwayatkan bahwa Nabi melihat seorang laki-laki berdiri di bawah terik matahari.

Ada seseorang bertanya pada Nabi, “wahai Rasulullah, lelaki itu nazar untuk berdiri di bawah terik matahari, tidak duduk, tidak berteduh, tidak berbicara dan ia sedang berpuasa.

Rasulullah menjawab, perintahkan dia supaya bicara, duduk, dan menyempurnakan puasanya. Karena masyaqqah itu diperbuat sendiri maka ia tetap diwajibkan meneruskan puasa, tidak diberi rukhshah.”

Dalam Qur-an surah an-Nisa’ Allah berfirman;

ﺎًﻔﻴِﻌَﺿ ُنﺎَﺴْﻧِْﻹا َﻖِﻠُﺧَو ۚ ْﻢُﻜْﻨَﻋ َﻒِّﻔَُﳜ ْنَأ ُﱠ ا ُﺪﻳِر

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.

(QS. an-Nisa’: 28).13

Apabila dalam suatu amalan terdapat kesulitan untuk mengerjakannya, maka Allah juga memberi keringanan dengan cara rukhshah. Sebagaimana sabda Rasul:

12 Shindu Irwansyah, “Perbuatan Dan Pertanggungjawaban Hukum Dalam Bingkai Ushul Fikih”, Jurnal Peradaban

dan Hukum Islam. Vol.1 No.1 (Maret, 2018), hlm 97

13 Al-qur-an dan terjemahannya; QS. an-Nisa’: 28

(8)

7

“Sungguh Allah mendatangkan rukhsah-Nya sebagaimana Ia mendatangkan ‘azîmah- Nya.” (HR. Ahmad ibn Hanbal dan alBaihaqi, dari Abdullah bin Umar).

Seluruh ayat dan hadis di atas, menurut ulama ushul fiqh, bertujuan untuk memudahkan para mukallaf untuk melaksanakan taklif syara’ sehingga mereka dapat melaksanakan secara berkesinambungan.14

B. PRINSIP PRINSIP HUKUM ISLAM

Kata prinsip secara etimologi, adalah dasar, permulaan, atau aturan pokok. Juhaya S. Praja memberikan pengertian prinsip sebagai berikut, bahwa prinsip adalah permulaan; tempat pemberangkatan; titik tolak; atau al-mabda. Secara terminologi, kata prinsip adalah kebenaran universal yang inheren di dalam hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya; prinsip yang membentuk hukum dan setiap cabang-cabangnya.15

Terdapat beberapa prinsip prinsip yang menjadi titik tolak atau landasan dalam hukum islam yang diantaranya;

1. Prinsip pertama; tauhid

Tauhid adalah prinsip umum hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada dibawah satu ketetapan yang sama, yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat La’ilaha Illa Allah (Tidak ada tuhan selain Allah). Prinsip ini ditarik dari firman Allah dalam surah al-Imran ayat 64;

َكِﺮْﺸُﻧ َﻻَو َﱠ ا ﱠﻻِإ َﺪُﺒْﻌَـﻧ ﱠﻻَأ ْﻢُﻜَﻨْـﻴَـﺑَو ﺎَﻨَـﻨْـﻴَـﺑ ٍءاَﻮَﺳ ٍﺔَﻤِﻠَﻛ َٰﱃِإ اْﻮَﻟﺎَﻌَـﺗ ِبﺎَﺘِﻜْﻟا َﻞْﻫَأ َ ْﻞُﻗ ﱠَِ اوُﺪَﻬْﺷا اﻮُﻟﻮُﻘَـﻓ اْﻮﱠﻟَﻮَـﺗ ْنِﺈَﻓ ۚ ِﱠ ا ِنوُد ْﻦِﻣ ً َْرَأ ﺎًﻀْﻌَـﺑ ﺎَﻨُﻀْﻌَـﺑ َﺬِﺨﱠﺘَـﻳ َﻻَو ﺎًﺌْـﻴَﺷ ِﻪِﺑ َنﻮُﻤِﻠْﺴُﻣ

14 Rohidin, hukum islam; pengantar hukum islam, ….., hlm. 21

15 Husnul Fatarib, “Prinsip Dasar Hukum Islam”, jurnal Studi Terhadap fleksibilitas dan adabtabilitas hukum Islam.

Vol. 4, No. 01 (Juni, 2014), hlm 65-66

(9)

8 Yang artinya;

Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:

"Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)".

Prinsip tauhid ini menghendaki dan memposisikan untuk menetapkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan Allah (Al-Qur‟an dan As-Sunah). Barang siapa yang tidak menghukumi dengan hukum Allah, maka orang tersebut dapat dikategorikan kedalam kelompok orang-orang yang kafir, dzalim dan fasiq,16

2. Prinsip kedua, keadilan (Al-‘Adl)

keadilan dalam hukum Islam meliputi berbagai aspek, seperti keadilan dalam hubungan antara individu dengan dirinya sendiri, hubungan antara individu dengan masyarakat, hubungan antara individu dengan hakim dan lain-lain selama prinsip keadilan dimaknai sebagai prinsip moderasi. Menurut Wahbah Al-Zuhaili bahwa perintah Allah ditujukan bukan karena esensinya, sebab Allah tidak mendapat keuntungan dari ketaatan dan tidak pula mendapatkan kemudharatan dari perbuatan maksiat manusia. Namun ketaatan tersebut hanyalah sebagai jalan untuk memperluas perilaku dan cara pendidikan yang dapat membawa kebaikan bagi individu dan masyarakat. Penggunaan term “adil/keadilan” dalam al-Qur’an di antaranya: Manusia yang memiliki kecenderungan mengikuti hawa nafsu, adanya kecintaan dan kebencian memungkinkan manusia tidak bertindak adil dan mendahulukan kebatilan dari pada kebenaran (dalam bersaksi), perintah kepada manusia agar berlaku adil dalam segala hal terutama kepada mereka yang mempunyai kekuasaan atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan dalam bermuamalah/berdagang; kemestian berlaku adil kepada isteri; keadilan sesama muslim dan keadilan yang berarti keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi manusia (mukallaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban tersebut 17

16 Nur Saniah, dkk, “Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Islam Perspektif Al-Quran”, Jurnal Ilmu Alquran dan Tafsir,

Vol. 3, No. 2 (Desember, 2022), hlm 5-6

17 Husnul Fatarib, “Prinsip Dasar Hukum Islam”, jurnal Studi Terhadap fleksibilitas dan adabtabilitas hukum

Islam…, hlm 68-69.

(10)

9 3. Prinsip Ketiga: Amar Makruf Nahi Munkar

Dua prinsip sebelumnya melahirkan tindakan yang harus berdasarkan kepada asas amar makruf nahi munkar. Suatu tindakan di mana hukum Islam digerakkan untuk merekayasa umat manusia menuju tujuan yang baik, benar, dan diridhai oleh Allah swt.

Amar makruf berarti mempunyai arti mendorong umat manusia menuju segala hal yang baik dan benar yang dikehendaki oleh Allah. Ia mempunyai fungsi sebagai social engineering hukum. Sedangkan nahi mungkar berarti mengontrol dan mencegah umat manusia dalam berbuat keburukan-keburukan atau bisa disebut dengan social control. Prinsip ini besar sekali peranan dan faedahnya bagi kehidupan beragama, bermasyarakat, dan beragama.Baik buruknya kondisi kehidupan tersebut, sangat bergantung pada ada tidaknya prinsip ini.18

Prinsip Amar Makruf Nahi Mungkar ini didasarkan pada surah Al-Imran ayat 110:

َنﻮُﻨِﻣْﺆُـﺗَو ِﺮَﻜْﻨُﻤْﻟا ِﻦَﻋ َنْﻮَﻬْـﻨَـﺗَو ِفوُﺮْﻌَﻤْﻟِ َنوُﺮُﻣَْ ِسﺎﱠﻨﻠِﻟ ْﺖَﺟِﺮْﺧُأ ٍﺔﱠﻣُأ َْﲑَﺧ ْﻢُﺘْـﻨُﻛ َنﻮُﻘ ِﺳﺎَﻔْﻟا ُﻢُﻫُﺮَـﺜْﻛَأَو َنﻮُﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا ُﻢُﻬْـﻨِﻣ ۚ ْﻢَُﳍ اًْﲑَﺧ َنﺎَﻜَﻟ ِبﺎَﺘِﻜْﻟا ُﻞْﻫَأ َﻦَﻣآ ْﻮَﻟَو ۗ ِﱠ ِ

yang artinya;

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

4. Prinsip Keempat: Persamaan atau Egaliter (alMusâwah)

Semua umat manusia mempunyai persamaan hak di hadapan undangundang yang harus dilaksanakan atas mereka semua, dari yang paling rendah sampai pemimpin-pemimpin, dengan derajat dan tingkatan yang sama, tanpa memandang warna, suku, bahasa atau tanah air. Tidak

18 Nur Saniah, dkk, “Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Islam Perspektif Al-Quran”, Jurnal Ilmu Alquran dan Tafsir…,

hlm 5-6

(11)

10

seorang pun atau kelompok mana pun dalam batas-batas Islam memiliki keistimewaan hak ataupun perbedaan dalam kedudukan.19

5. Prinsip Kelima: Tolong-Menolong (at-Ta’âwun)

Prinsip ini memiliki makna saling membantu antar sesama manusia yang diarahkan sesuai prinsip tauhid, terutama dalam peningkatan kebaikan dan ketakwaan.Prinsip ini merupakan tindak lanjut yang nyata sebagai prinsip membantu sesama.20

6. Prinsip Ketujuh: Toleransi (Tasaamuh)

Wahbah Az-Zuhaili, memaknai prinsip toleransi tersebut pada tataran penerapan ketentuan Al-Qur‟an dan Hadits yang menghindari kesempitan dan kesulitan, sehingga seseorang tidak mempunyai alasan dan jalan untuk meninggalkan syari‟at ketentuan hukum Islam. Dan lingkup toleransi tersebut tidak hanya pada persoalan ibadah saja tetapi mencakup seluruh ketentuan hukum Islam, baik muamalah sipil, hukum pidana, ketetapan peradilan dan lain sebagainya.21

KESIMPULAN

Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa objek hukum islam di sebut mahkûm fîh.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkûm fîh adalah perbuatan mukallaf yang berkaitan atau dibebani dengan hukum syar’iy. Dalam derivasi yang lain dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan objek hukum atau mahkûm fîh ialah sesuatu yang dikehendaki oleh pembuat hukum (syâri’) untuk dilakukan atau ditinggalkan oleh manusia, atau dibiarkan oleh pembuat hukum untuk dilakukan atau tidak. Sedangkan Prinsip hukum Islam ialah kebenaran universal yang inheren di dalam hukum Islam dan menjadi titik tolak pembinaannya. Prinsip membentuk hukum Islam dan setiap cabang-cabangnya. Prinsip yang dimaksud diantaranya;

prinsip tauhid, keadilan, amar ma’ruf nahi munkar, al musawah, at-Ta’awin, dan toleransi

19 Nur Saniah, dkk, “Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Islam Perspektif Al-Quran”, Jurnal Ilmu Alquran dan Tafsir…,

hlm 12.

20 Nur Saniah, dkk, “Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Islam Perspektif Al-Quran”, Jurnal Ilmu Alquran dan Tafsir…,

hlm 13.

21 Nur Saniah, dkk, “Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Islam Perspektif Al-Quran”, Jurnal Ilmu Alquran dan Tafsir…,

hlm 14.

(12)

11

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Isnu Cut,“Hukum, Hakim, Mahkum Fih Dan Mahkum ‘Alaih”, Jurnal Studi Pemahaman Dasar Ilmu Hukum Islam, Vol 2, No 1 (2021).

Fatarib, Husnul, “Prinsip Dasar Hukum Islam”, jurnal Studi Terhadap fleksibilitas dan adabtabilitas hukum Islam. Vol. 4, No. 01 (Juni, 2014).

Irwansyah, Shindu, “Perbuatan Dan Pertanggungjawaban Hukum Dalam Bingkai Ushul Fikih”, Jurnal Peradaban dan Hukum Islam. Vol.1 No.1 (Maret, 2018).

Khisni, Epistemologi Hukum Islam, (semarang: Unissula Press, 2012).

Mardani, Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015).

Rohidin, hukum islam; pengantar hukum islam, (Yogyakarta: Lintang Rasi Aksara Books, 2016).

Saniah, Nur, dkk, “Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Islam Perspektif Al-Quran”, Jurnal Ilmu Alquran dan Tafsir, Vol. 3, No. 2 (Desember, 2022).

Witro, Doli, dkk, “Subjek Hukum dan Objek Hukum: Sebuah Tinjauan Hukum Islam, Pidana, Dan Perdata”, Jurnal Ilmu Syari’ah dan Perbankan Islam, Vol. 6, No. 1 (Juni, 2021).

Referensi

Dokumen terkait

Berangkat dari asumsi di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar yang dianut oleh kedua sistem hukum yang berbeda tersebut dalam hal

objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat untuk subjek hukum dan menjadi objek dalam suatu hubungan hukum.objek hukum berupa benda atau barang atau hak

Tugas membuat makalah dengan topik Hukum Islam dan Hukum Adat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pengantar Hukum

Diantara prinsip-prinsip muamalah dalam Islam adalah; harta milik Allah ,kemaslahatannya di peruntuk bagi semua manusia; Allah memberi kewenangan kepada manusia untuk mengelola harta;

Makalah ini membahas tentang prinsip-prinsip dasar perencanaan

Dokumen ini membahas prinsip-prinsip hukum yang penting untuk ditaati dalam memeriksa dan memutuskan perkara guna memastikan keadilan dan kepastian

Makalah ini membahas tentang prinsip-prinsip kritik

Makalah ini membahas pengantar hukum pidana dan pentingnya pemahaman hukum bagi mahasiswa