BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG
Laporan Kasus : Panoftalmitis Pasca Implantasi Glaucoma Drainage Device
Penyaji : Viendri Firhand Nisa
Pembimbing : Dr. dr. Elsa Gustianty, Sp.M(K)
Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing
Dr. dr. Elsa Gustianty, Sp.M(K)
January 27th, 2023
Panophthalmitis Post Implantation of Glaucoma Drainage Device Viendri Firhand Nisa; Elsa Gustianty
Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Univeritas Padjadjaran, Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo
Abstract
Introduction: Glaucoma progression is related to increased intraocular pressure (IOP), which is a modifiable factor. The plate-based tube shunt technique has a good effect in reducing IOP. Glaucoma Drainage Device (GDD) can be performed in patients who have failed medical therapy or have undergone previous filtration surgery. Endophthalmitis progressing to panophthalmitis is a rare complication but has a poor prognosis.
Purpose: to describe the manifestations and management of panophthalmitis after GDD implantation.
Case Report: A 19-year-old male patient came with complaints of a red and swollen of his right eye since three days ago. Complaints are accompanied by pain that is felt continuously, vision is gradually blurry, eyes are watery and discharge is excreted. The patient had a history of GDD implantation in March 2022.
Ophthalmological examination revealed movement of the right eyeball is restricted in all directions, scleral abscess at the superotemporal region, anterior chamber inflammation, corneal ulcer, and hypopyon. After examination, the patient was diagnosed with panophthalmitis, corneal ulcer, and suspected infected GDD post- implantation GDD on the right eye. The patient underwent treatment and received intravenous and topical antibiotics, systemic steroids, and antiglaucoma drugs and planned to undergo debridement.
Discussion: One of the most severe complications of GDD is endophthalmitis. The risk of developing endophthalmitis after surgery is rare, approximately 0.5% at five years. Conditions of long-term drug use and inflammation are predisposing factors.
Treatment with antibiotics, steroids, and surgery is necessary for this condition.
Conclusion: Clinical manifestations and risk factors for infection need to be considered during follow-up. Prompt therapy is necessary to prevent morbidity.
The choice of therapy begins with topical, intravitreal or intravenous antibiotics.
Implant repair and implant removal are still controversial and need to be adjusted according to the patient's condition.
Keywords: Complication, Endophthalmitis, Glaucoma Drainage Device, Panophthalmitis
I. Pendahuluan
Glaukoma merupakan kumpulan neuropati optik progresif yang ditandai dengan adanya kerusakan struktural dan fungsional. Progresifitas glaukoma berkaitan dengan peningkatan tekanan intraokular (TIO) yang merupakan faktor yang dapat di modifikasi. Stabilitas nilai TIO menjadi salah satu tujuan
penatalaksanaan glaukoma. Terapi medikamentosa kerap menjadi pilihan utama dalam menurunkan TIO diikuti dengan laser maupun operasi.1-3
Beragam pilihan operasi pada glaukoma memiliki indikasi tersendiri.
Trabekulektomi merupakan teknik operasi filtrasi yang sering dilakukan. Teknik plat based tube shunt memiliki efektifitas yang baik dalam menurunkan TIO.
Glaucoma drainage device (GDD) dapat dilakukan pada kondisi pasien yang gagal terapi medikamentosa ataupun telah menjalani operasi filtrasi sebelumnya. 1,3,4 Komplikasi pasca implantasi GDD dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Pendangkalan bilik mata depan dan hipotoni, tube-cornea touch, oklusi tube, migrasi plat atau retraksi tube, diplopia, dan erosi tube atau ekspos plat merupakan komplikasi yang dapat terjadi. Endoftalmitis yang berlanjut menjadi panoftalmitis merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi memiliki prognosis yang buruk. Manajemen yang tepat diperlukan untuk mencegah morbiditas lebih lanjut.1,2,4 Laporan kasus ini bertujuan untuk memaparkan manifestasi dan tatalaksana panoftalmitis pasca implantasi GDD.
II. Laporan Kasus
Pasien laki-laki berusia 19 tahun datang ke IGD Pusat Mata Nasional (PMN) Rumah Sakit Mata Cicendo pada tanggal 14 November 2022 dengan keluhan mata kanan merah dan bengkak sejak tiga hari yang lalu. Keluhan disertai dengan nyeri yang dirasakan terus menerus, pandangan berangsur buram, mata berair dan keluar kotoran. Keluhan tersebut dirasakan sejak satu minggu yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat kelilipan. Pasien memiliki riwayat gigi berlubang dan belum berobat. Pasien memiliki riwayat mata merah berulang. Pasien memiliki riwayat operasi pemasangan implan GDD dengan diagnosis neurovaskular glaukoma dan riwayat panuveitis ec cytomegalovirus (CMV) mata kanan pada bulan Maret 2022 di RS Mata Cicendo. Pasien kontrol rutin hingga bulan April 2022. Riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus disangkal.
Pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Posisi bola mata sulit dinilai, dengan gerak bola mata kanan terhambat ke segala arah. Pemeriksaan tajam penglihatan dasar mata kanan no light perception (NLP) dan mata kiri 1.0.
Pemeriksaan tekanan intraokular (TIO) kanan palpasi N+ dan mata kiri dalam batas normal. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan didapatkan adanya palpebra edema, hiperemis, dan sekret kekuningan. Pada konjungtiva didapatkan kemosis, injeksi siliar effron grade IV, abses sklera at regio superotemporal kesan implan GDD sulit dinilai. Pada kornea mata kanan didapatkan edema, hecting intak at regio temporal, inflitrat, pewarnaan fluorescein positif dengan ukuran ulkus 4 x 5 mm, dan pemeriksaan seidel negatif. Pemeriksaan bilik mata kanan kesan terdapat plak hipopion. Pemeriksaan pupil, iris dan lensa mata kanan sulit untuk dinilai. Pada USG mata kanan ditemukan vitreus opacity ec suspek sel radang, gambaran double layer, dan T sign. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri dalam batas normal.
Pasien dilakukan apus sekret konjungtiva, ditemukan adanya bakteri gram + coccus susunnan satu-satu dua-dua bergerombol 15-20 sel/LPB, leukosit > 30 sel/LPB, tidak ditemukann achantamoeba maupun jamur.
Gambar 2.1 Gambaran klinis mata kanan sebelum perawatan A.Gambaran broad beam
B. Gambaran red free filter setelah pemberian fluorescein
Dikutip dari : PMN RS Mata Cicendo
Diagnosis pada pasien ini adalah panoftalmitis OD + ulkus kornea OD + suspek infected GDD OD dd abses sklera OD + pasca implantasi GDD OD + karies dentis.
Pasien mendapatkan perawatan rawat inap selama tiga hari. Terapi yang diberikan adalah kompres NaCl + gentamycin, tetes mata artificial tears satu tetes/jam, levofloxacin satu tetes/jam, cyclopentolate tiga kali satu tetes perhari, injeksi ceftriaxon dua kali 1gr, injeksi metronidazol tiga kali 500gr, metilprednisolon tablet 54mg perhari, omeprazol tablet 20mg perhari, timolol maleat 0.5% dua kali satu
A B
tetes perhari, acetazolamide tablet tiga kali 250mg perhari, dan potassium chloride tablet 600mg perhari.
Satu minggu setelah perawatan, pasienn merasa keluhan nyeri dan bengkak mulai berkurang. Pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Posisi bola mata sulit dinilai. Pemeriksaan tajam penglihatan dasar mata kanan no light perception (NLP) dan mata kiri 1.0. Pemeriksaan tekanan intraokular (TIO) kanan palpasi N dan mata kiri dalam batas normal. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan didapatkan adanya palpebra edema minimal, dan sekret kekuningan berkurang. Pada konjungtiva didapatkan injeksi siliar effron grade III, abses sklera at regio superotemporal kesan implan GDD terisi pus. Pada kornea mata kanan didapatkan edema, hecting intak at regio temporal, pewarnaan fluorescein positif dengan punctate epitelial erosion (PEE), dan neovaskularisasi. Pemeriksaan bilik mata kanan Van Herick grade I, flare dan sel sulit dinilai, kesan tube GDD tertutup jaringan fibrotik. Pemeriksaan pupil mata kanan dilatasi, iris mata kanan terdapat nneovaskularisasi dan lensa mata kanan keruh. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri dalam batas normal.
Gambar 2.2 Gambaran klinis mata kanan satu minggu post perawatan A. Gambaran mata kanan
B. Gambaran superotemporal sklera
C. Gambaran red free filter setelah pemberian fluorescein Dikutip dari : PMN RS Mata Cicendo
Pasien direncanakan tindakan debridemen GDD implan dalam nakrose umum.
Pasien melanjutkan terapi mata kanan, antara lain tetes mata artificial tears enam kali satu tetes perhari, levofloxacin enam kali satu tetes perhari, cyclopentolate tiga kali satu tetes perhari, cefixime tablet 100mg perhari, metilprednisolon tablet 46mg perhari, omeprazol tablet 20mg perhari, timolol maleat 0.5% dua kali satu tetes
A B C
perhari, acetazolamide tablet tiga kali 250mg perhari, dan potassium chloride tablet 600mg perhari.
Gambar 2.3 Gambaran klinis mata kanan dua minggu post perawatan A. Gambaran mata kanan
B. Gambaran superotemporal sklera Dikutip dari : PMN RS Mata Cicendo
Pasien datang kontrol untuk persiapan operasi pada tanggal 9 desember 2022.
Pasien merasakan mata kanan tidak nyeri dan bengkak. Pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Posisi bola mata kesan ortotropia. Pemeriksaan tajam penglihatan dasar mata kanan no light perception (NLP) dan mata kiri 1.0.
Pemeriksaan tekanan intraokular (TIO) kanan palpasi N dan mata kiri 14mmHg.
Pemeriksaan segmen anterior mata kanan didapatkan adanya palpebra hiperemis minimal. Pada konjungtiva didapatkan injeksi siliar effron grade III, kesan implan GDD terisi pus minimal. Pada kornea mata kanan didapatkan edema berkurang, hecting intak at regio temporal, pewarnaan fluorescein negatif, dan neovaskularisasi.
Pemeriksaan bilik mata kanan Van Herick grade I, flare dan sel sulit dinilai, kesan tube GDD tertutup jaringan fibrotik. Pemeriksaan pupil mata kanan dilatasi, iris mata kanan terdapat neovaskularisasi dan lensa mata kanan keruh. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri dalam batas normal. USG ulang mata kanan pasien didapatkan vitreus opacity ec suspek sel radang, RKS kesan intak dengan axial length mata kanan 14 mm. Kondisi klinis mengalami perbaikan dan mendapat terapi konservatif bersama unit infeksi imunologi. Pasien melanjutkan terapi mata kanan, antara lain tetes mata artificial tears enam kali satu tetes perhari, levofloxacin enam kali satu tetes perhari, cyclopentolate tiga kali satu tetes perhari, cefixime tablet 100mg perhari, metilprednisolon tablet 32mg perhari, dan omeprazol tablet 20mg perhari.
A B
III. Diskusi
Plat based tube shunt menjadi salah satu pilihan yang menjanjikan dalam menurunkan TIO. Glaucoma drainage device (GDD) merupakan alat yang mengalirkan akuos dari bilik mata depan ke ruang plat di rongga subkonjungtiva.
Implan terbagi menjadi implan berkatup dan tidak berkatup. Katup yang terdapat pada implan memiliki peran dalam mempertahankan stabilitas tekanan intraokular.
Pemasangan implan dapat digunakan pada kondisi mata yang mengalami kegagalan trabekulektomi berulang, inflamasi aktif atau neovaskularisasi, dan sikatrik konjungtiva berat. Studi Primary Tube Versus Trabeculectomy masih berjalan dalam mengevaluasi efektifitas implan berbanding trabekulektomi sebagai pilihan intervensi primer setelah gagal menggunakan obat-obatan. Follow up setelah implantasi diperlukan untuk mengukur TIO dan komplikasi pasca implantasi.
Beberapa studi menyatakan follow up pada bulan ke 1, 6, 12, 24 diperlukan untuk mennilai outcome implantasi.1,5,6 Pasien telah dilakukan implantasi GDD pada bulan maret 2023 dengan diagnosis neovaskular glaukoma dan panuveitis inaktif mata kanan setelah pasien mendapat terapi medikamentosa sebelumnya. Kondisi tersebut sesuai indikasi pemasangan GDD. Setelah implantasi pasien hanya kontrol rutin 1 bulan lalu tidak melakukann kontrol kembali.
Komplikasi dapat terjadi setelah pemasangan implan. Penigkatan TIO setelah operasi, pendangkalan bilik mata depan dan hipotoni, tube-cornea touch, oklusi tube, migrasi plat atau retraksi tube, diplopia, dan erosi tube atau ekspos plat merupakan beberapa komplikasi yang dapat terjadi. Plat yang terekspos dan erosi tube dapat menjadi faktor risiko tinggi terjadinya infeksi. Terjadi peningkatan risiko 20 kali lipat terjadinya infeksi jika terdapat ekspos. Salah satu komplikasi yang paling berat yaitu endoftalmitis. Risiko terjadinya endoftalmitis setelah operasi jarang terjadi, sekitar 0,5% pada lima tahun. Beberapa studi retrospektif menyebutkan kejadian endoftalmitis dapat terjadi sekitar 0,8% sampai 6,3%.
Beberapa analisis regresi menyebutkan adanya risiko signifikan terjadi endoftalmitis pada usia kurang dari 18 tahun dan adanya erosi konjungtiva. Tidak terdapat perbedaan signifikan kejadian endoftalmitis diantara jenis GDD.1,2,6,7 Pada
kasus ini pasien tidak melakukan follow up secara berkala sehingga faktor risiko yang dapat menyebabkan komplikasi sulit dinilai. Usia yang muda pada kasus dapat meningkatkan kejadian komplikasi terutama endoftalmitis.
Endoftalmitis dapat terjadi karena infeksi atau steril. Mekanisme migrasi mikroorganisme secara langsung ke dalam tube dari permukaan okular atau konjungtiva dapat terjadi. Penipisan superior konjungtiva dapat terjadi dikarenakan gesekan mekanik terus menerus dengan palpebra superior saat berkedip. Erosi kerap terjadi pada kondisi konjunctiva yang sudah menipis dan sikatrik atau karena tarikan berlebih saat penutupan luka. Median interval waktu implantasi dengan diagnosis endoftalmitis sekitar 260 hari dengan kejadian onset delay delapan dari sembilan mata. Penggunaan obat topikal glaukoma yang lama, keratocojunctivitis sicca, trauma kimia, pterygium, trauma, dan kondisi inflamasi dapat menjadi faktor predisposisi kejadian endoftalmitis. Tanda terjadinya endoftalmitis antara lain tampaknya tanda inflamasi, hipopion, edema kornea, edema palpebra, vitritis, dan periplebitis retina.6-9 Pada kasus ini keluhan dan klinis menunjang diagnosis endoftalimitis yang berlanjut menjadi panoftalmitis. Adanya riwayat mata merah berulang, menggunakan tetes mata, riwayat panuveitis dan ulkus kornea dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya endoftalmitis. Keluhan tersebut dirasakan delapan bulan setelah implantasi GDD sesuai dengan median waktu kejadian endoftalmitis.
Kondisi endoftalmitis memerlukan terapi antibiotik topikal secara intensif dan intravitreal. Topikal fluroquinolon generasi ke-empat atau cefazolin fortifikasi 5%
(atau vancomycin 2,5%) dan tobramycin 1,5% dapat segera diberikan tiap jam.
Sedangkan pilihan antibiotik intravitreal antara lain vancomycin dan amikacin atau ceftazidim. Endoftalmitis yang dikarenakan spesies Streptococcus dan Haemophilus influenzae memiliki virulensi yang poten sehingga diperlukann manajemen segera. Pemberian antibiotik intravena dan steroid sistemik memiliki outcome signifikan pada kasus endoftamitis yang berkembang menjadi panoftalmitis. Perbaikan GDD memerlukan perpindahan posisi ke arah posterior atau perpindahan quadran dari posisi sebelumnya dan penambahan autograft konjungtiva, pedicle flap, atau patch graft pada konjungtiva yang menipis atau
terekspos. Terdapat beberapa pendapat mengenai pengangkatan GDD pada kasus endoftalmitis. Beberapa studi mengemukakan tidak terdapat perbedaan outcome jika dilakukan pengangkatan sebagai manajemen awal atau lanjutan. Sedangkan beberapa studi lain merekomendasikan pengangkatan segera karena GDD dianggap sebagai sumber infeksi dan pertimbangan ketidaknyamanan pasien karena penonjolan GDD.1,10-12 Pasien dirawat di RS selama 3 hari dan mendapat antibiotik intravena yaitu cefalosporin generasi ketiga, metronidazol, antibiotik topikal flroquinolon generasi kedua, steroid sistemik metilprednisolon, cyclopentolate tiga kali satu tetes perhari, anti glaukoma timolol maleat 0.5% dua kali satu tetes perhari dan acetazolamide tablet tiga kali 250 mg perhari. Pada kasus ini tidak dilakukan injeksi antibiotik intravitreal karena telah berlanjut menjadi panoftalmitis. Setelah dirawat pasien kontrol dan direncanakan debridemen GDD implan karena masih didapatkann pus didalam plat dan tube yang tertutup jaringan fibrotik.
IV. Simpulan
Komplikasi dapat terjadi pasca pemasangan implan GDD secara langsung atau lanjutan. Endoftalmitis merupakan komplikasi yang jarang namun memiliki prognosis yang buruk terhadap visus. Manifestasi klinis dan faktor risiko terjadinya infeksi perlu diperhatikan selama follow up. Terapi segera diperlukan untuk mencegah morbiditas. Pilihan terapi dimulai dengan pemberian antibiotik topikal, intravitreal maupun intravena. Perbaikan implan dan pengangkatan implantasi masih menjadi kontroversi dan perlu disesuaikan dengan kondisi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tanna AP, Boland MV, Giaconi JA, Krishnan C, Lin SC, Mederiros F, dkk. Glaucoma. Dalam: 2021-2022 BCSC: Basic and Clinical Science Course. San Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2021.
hlm. 271–79
2. Riva I, Roberti G, Oddone F, Konstas AGP, Quaranta L. Ahmed glaucoma valve implant: surgical technique and complications. Clin Ophthalmol. 2017;11:hlm. 357-367
3. Stein JD, Khawaja AP, Weizer JS. Glaucoma in adults : Screening, diagnosis, and management: A review. Jama, 2021; 325(2) hlm. 164- 174.
4. Lusthaus J, Goldberg I. Current management of glaucoma. Medical Journal of Australia. 2019; 210(4) hlm. 180-187.
5. Tan MC, Choy HY, Koh TCV, Aquino MC, Sng CC, Lim DK,dkk. Two- Year Outcomes of the Paul Glaucoma Implant for Treatment of Glaucoma. Journal of Glaucoma. 2022. Jun 2;31(6): hlm. 449-55.
6. Gedde SJ, Feuer WJ, Lim KS, Barton K, Goyal S, Ahmed II, dkk.
Postoperative complications in the primary tube versus trabeculectomy study during 5 years of follow-up. Ophthalmology. 2022 Dec 1;129(12):hlm.1357-67.
7. Kung FF, Knier CG, Garmany A, Mejia CA, Sargent JM, Jamali Dogahe S, dkk. Need for additional glaucoma surgery and complications following glaucoma drainage device surgery. Journal of glaucoma. 2021 Jun 23;30(6): hlm. 508-14.
8. Giaconi JA, Law SK, Coleman AL, Caprioli J, Nouri-Mahdavi K, dkk.
Pearls of glaucoma management. Berlin: Springer; 2016 hlm 349-60 9. Chow, A., Burkemper, B., Varma, R. et al. Comparison of surgical
outcomes of trabeculectomy, Ahmed shunt, and Baerveldt shunt in uveitic glaucoma. J Ophthal Inflamm Infect, 9 2018.
10. Islam YFK, Blake CR, Gibran, SK. Management of endophthalmitis related to glaucoma drainage devices: review of the literature and our experience. Eye. 2021. Hlm. 1850–8
11. Zheng CX, Moster MR, Khan MA, Chiang A, Garg SJ, Dai Y, et al.
Infectious endophthalmitis after glaucoma drainage implant suurgery:
clinical features, microbial spectrum, and outcomes. Retina.
2017;37:1160–7
12. Elhefny E, Mokbel T, Abou SW, Kishk H, Mohsen T, El-Kannishy A.
Long-term results of Ahmed glaucoma valve implantation in Egyptian population. Int J Ophthalmol. 2018.