• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KESEPIAN (LONELINESS) TERHADAP KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA ORANG DEWASA AWAL DI KOTA MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PENGARUH KESEPIAN (LONELINESS) TERHADAP KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA ORANG DEWASA AWAL DI KOTA MAKASSAR"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH:

AMANDA AYU ARISTIANTI 4513091062

SKRIPSI

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR 2019

(2)

i

PENGARUH KESEPIAN (LONELINESS) TERHADAP KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA ORANG DEWASA AWAL DI

KOTA MAKASSAR

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Makassar Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Oleh:

AMANDA AYU ARISTIANTI 4513091062

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR 2019

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

(6)

v

PERSEMBAHAN

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat, karunia dan hidayahNya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh suka

dan duka. Skripsi ini saya persembahkan untuk ibu tercinta, keluarga besar, sahabat-sahabat yang telah memberi motivasi, dosen-dosen, dan

teman-teman seperjuangan Fakultas Psikologi Universitas Bosowa Makassar yang telah memberi banyak pelajaran dan pengalaman yang

sangat berharga selama masa perkuliahan.

(7)

vi

MOTTO

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan”

(Q.S. Al Insyirah: 5-6)

“ Teruslah berharap, berdoa dan berusaha.”

“Apa yang telah kamu mulai adalah tanggung jawab yang kamu harus

seleseikan.”

(8)

vii

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan syukur penulis panjatkan pada kehadirat Allah SWT yang telah memberi Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Kesepian (loneliness) terhadap Kecanduan Internet (internet addiction) pada Orang Dewasa Awal di Kota Makassar”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Bosowa Makassar.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan dikarenakan oleh segala keterbatasan dan kemampuan yang penulis miliki. Namun penulis berusaha untuk mempersembahkan skripsi ini sebaik-baiknya agar dapat memiliki manfaat bagi banyak pihak. Oleh karena itu, penulis akan menerima segala kritik dan saran yang membangun dalam perbaikan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, sehingga skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati yang paling dalam, penulis mengucapkan terima kasih yang begitu besar kepada:

1. Ibunda tercinta yang telah memberikan motivasi, perhatian, pengertian dan kesabaran kepada penulis. Serta doa dan kasih sayang yang tiada hentinya agar penulis dapat tetap semangat dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini.

Terima kasih Ibu untuk segalanya, semoga Allah selalu memberi kesehatan dan kebahagiaan untuk Ibu.

(9)

viii

2. Keluarga besar Sungkono, khususnya Le’sus, bude Narti & Pakde Darus, Mas Basuki & Mba Indri, Mas Sugeng & Mba Tuti, Mas Chandra & Mba Rahma, Mas Novan dan Mas Upi yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil kepada penulis. Semoga Allah membalas kebaikan kalian dan semoga rezeki nya semakin dilancarkan dan diberikan kesehatan selalu.

3. Bapak H. Andi Budhy Rakhmat, M.Psi., Psikolog selaku pembimbing pertama yang telah memberikan waktu luang, tenaga, solusi, dan pengarahannya selama proses penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Sitti Syawaliyah Gismin, M.Psi., Psikolog selaku pembimbing kedua yang telah memberikan waktu luang, tenaga, solusi, dan pengarahannya selama proses penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Musawwir, S.Psi., M.Pd selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Bosowa yang selalu menanyakan perkembangan skripsi ini. Terimakasih juga atas kesediaannya Bapak Arie Gunawan HZ, M.Psi., Psikolog menjadi dosen expert untuk mereview skala dalam penelitian ini.

6. Ibu Hasniar A. Radde, S.Psi., M.Si dan Ibu Sulasmi Sudirman, S.Psi., M.A.

selaku dosen penguji yang telah memberikan saran-saran dalam penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Titin Florentina P., M.Psi., Psikolog selaku penasehat akademik yang sangat sabar dan selalu menyemangati penulis dengan penuh kasih sayang.

8. Seluruh dosen-dosen Fakultas Psikologi, selama proses perkuliahan telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis. Semoga senantiasa diberi kesehatan oleh Allah SWT.

9. Bapak Jufri, S.Si, Ibu Hj. Darmawati, S.E, dan Ibu Jerniati, S.E yang telah membantu penulis selama proses perkuliahan dan pengurusan kelengkapan

(10)

ix

administrasi serta memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

10. Nanda Arina, Faradila Mahmud, Andyna M.E, Rusniyanti sebagai teman diskusi pada saat mengerjakan proposal. Handini Saraswati dan Riska yang telah menyempatkan waktu untuk memberikan masukan dan menjadi teman diskusi dalam mengerjakan skripsi ini. Terima Kasih banyak kalian teman diskusi terbhaiiqqq. Semoga mendapatkan pahala yang berlimpaah.

11. Adek lettingku Yusuf Hampan (Uchu) terima kasih telah bersedia menjadi teman diskusi dan berbagi literature, semoga sukses selalu.

12. Ogan; Tia, Faradila, Saras, Yuni, Nurfitri, Ruslia, Iin yang telah menjadi teman kerabat sahabat bahkan saudara bagi penulis. Terima kasih telah bersedia berbagi cerita, tawa, canda, tangis dan memberikan semangat dan bantuan selama masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini selesai.

Senang dan bangga mengenal kalian teman rasa saudara di tanah rantau.

13. Sepupu-sepupu tersayang; Alfin, Desy, Mas Andre, Mba Pung yang tidak pernah bosan menanyakan perkembangan skripsi ini, dan selalu menanyakan “Kapan ujian? Kapan wisuda? dan Kapan ke Jakarta?”. Yang dapat membuat penulis termotivasi untuk cepat menyelesaikan skripsi ini.

14. Ponakan-ponakan tergemas; Zidane, Chasbi, Kinan, Raisa, Aurum yang selalu membuat penulis gemas dan ingin cepat-cepat menyelesaikan skripsi ini lalu kembali ke Jakarta agar dapat bertemu kalian.

15. Anak-anak asuhku; Naira, Alfiyah dan Al Fatih yang selalu menjadi penghibur dirumah bagi penulis ketika sedang merasa lelah dan murung.

16. Sinta, Icha, dan Riza yang telah menjadi tempat mencurahkan segala keluh kesah penulis selama masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi. Dan

(11)

x

selalu meyakinkan bahwa penulis dapat melewati segala tantangan dan rintangan yang datang. Thank you so much and I miss you guys so much !!!

17. Anugrah Magfira, Ika Rizka, Ade Nurul Ajerina, Wulandari, Rini, Cahyani, Kak Cunnul, Kak Ami, Nunu, Widy, Eky, Laksmita, dan Lukas terima kasih telah menjadi penghibur di sela-sela kegalauan revisi skripsi.

18. Aini Yustina teman diskusi segala hal; bimbingan, persiapan ujian dan persiapan wisuda (Alhamdulilah ).

19. Ko haris dan Adi yang paling baik hati dan tidak sombong, syukur dofu sudah banyak membantu penulis dalam hal printing heheh. Semoga kebaikan kalian dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Aamiin

20. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 “13orfomology” yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan selama proses perkuliahan dan memberikan begitu banyak cerita. Sangat senang bertemu kalian.

21. Seluruh responden dalam penelitian ini yang telah bersedia dan meluangkan waktu untuk mengisi skala penelitian. Serta semua pihak yang terlibat penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.

22. Semoga kebaikan dan dukungan yang telah kalian berikan kepada penulis dapat balasan yang terbaik dari Allah SWT.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 17 September 2019

Amanda Ayu Aristianti

(12)

xi ABSTRAK

PENGARUH KESEPIAN (LONELINESS) TERHADAP KECANDUAN INTERNET (INTERNET ADDICTION) PADA ORANG DEWASA AWAL DI

KOTA MAKASSAR

AMANDA AYU ARISTIANTI 4513091062

[email protected]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kesepian (loneliness) terhadap kecanduan internet (internet addiction) pada orang dewasa awal di kota Makassar. Responden dalam penelitian ini adalah orang dewasa awal yang berada di kota Makassar dengan jumlah responden sebanyak 350 orang.

Penelitian ini menggunakan skala kesepian (loneliness) yang telah diadaptasi oleh peneliti berdasarkan skala Gierveld (2006) yang mengacu pada dua tipe kesepian (loneliness) yang dikemukakan oleh Weiss dan skala kecanduan internet (internet addiction) yang telah diadaptasi oleh peneliti berdasarkan skala Kimberly Young (1998). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh kesepian (loneliness) terhadap kecanduan internet (internet addiction) pada orang dewasa awal di kota Makassar. Adapun besar pengaruh kesepian (loneliness) terhadap kecanduan internet (internet addiction) sebesar 14,8%.

Kata Kunci: Kesepian (loneliness), Kecanduan internet (internet addiction).

(13)

xii DAFTAR ISI

SAMPUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN HASIL PENELITIAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI HASIL PENELITIAN ... iii

SURAT PERNYATAAN ... iv

PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Kecanduan Internet (Internet Addiction) ... 9

1. Pengertian Kecanduan Internet (Internet Addiction) ... 9

2. Karakteristik Kecanduan Internet (Internet Addiction) ... 11

3. Faktor-faktor Kecanduan Internet (Internet Addiction) ... 12

4. Dampak-dampak Kecanduan Internet (Internet Addiction) ... 13

B. Kesepian (Loneliness) ... 15

(14)

xiii

1. Pengertian Kesepian (Loneliness) ... 15

2. Tipe Kesepian (Loneliness) ... 17

3. Faktor-faktor Kesepian (Loneliness) ... 18

C. Dewasa Awal ... 21

1. Pengertian Dewasa Awal ... 21

2. Ciri-ciri Dewasa Awal ... 22

3. Tahap Perkembangan Dewasa Awal ... 23

D. Pengaruh Kesepian (loneliness) terhadap Kecanduan Internet (internet addiction) pada orang dewasa awal di kota Makassar ... 24

E. Kerangka Pikir ... 27

F. Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Variabel Penelitian ... 32

C. Definisi Konseptual ... 33

1. Kesepian (loneliness) ... 33

2. Kecanduan Internet (internet addiction) ... 34

D. Definisi Operasional ... 35

1. Kesepian (loneliness) ... 35

2. Kecanduan Internet (internet addiction) ... 35

E. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 36

1. Populasi ... 36

2. Sampel ... 36

3. Teknik Sampling ... 37

F. Teknik Pengumpulan Data ... 38

(15)

xiv

1. Skala Kesepian (loneliness) ... 38

2. Skala Kecanduan Internet (internet addiction) ... 39

G. Uji Instrumen ... 42

1. Uji Validitas ... 42

2. Uji Reliabilitas ... 47

H. Teknik Analisis Data ... 49

1. Analisis Deskriptif ... 49

2. Uji Asumsi ... 50

3. Uji Hipotesis ... 52

I. Prosedur Penelitian ... 53

1. Persiapan Penelitian... 53

2. Pengumpulan Data ... 54

3. Pengolahan Data dan Laporan Penelitian ... 54

J. Jadwal Penelitian ... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Hasil Penelitian ... 56

1. Hasil Analisis Deskriptif ... 56

2. Hasil Analisis Uji Hipotesis ... 71

B. Pembahasan ... 75

1. Gambaran Deskriptif Kesepian (loneliness) pada orang dewasa awal di kota Makassar ... 75

2. Gambaran Deskriptif Kecanduan Internet (internet addiction) pada orang dewasa awal di kota Makassar ... 79 3. Pengaruh Kesepian (loneliness) terhadap Kecanduan

Internet (internet addiction) pada orang dewasa

(16)

xv

awal di kota Makassar ... 81

4. Limitasi Penelitian ... 85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90

LAMPIRAN ... 94

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Blue Print Kesepian (loneliness) Sebelum Uji Coba

Validitas Konstrak ... 39

Tabel 3.2 Blue Print Kecanduan Internet (internet addiction) Sebelum Uji Coba Validitas Konstrak... 40

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Konstrak Skala Kesepian (loneliness) dan Skala Kecanduan Internet (internet addiction) ... 44

Tabel 3.4 Blue Print Skala Kesepian (loneliness) Setelah Uji Coba Validitas Konstrak ... 45

Tabel 3.5 Blue Print Skala Kecanduan Internet (internet addiction) Setelah Uji Coba Validitas Konstrak ... 45

Tabel 3.6 Nilai Tingkat Reliabilitas Cronbach Alpha ... 48

Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Skala Kesepian (loneliness) dan Skala Kecanduan Internet (internet addiction) ... 48

Tabel 3.8 Norma Kategorisasi... 50

Tabel 3.9 Hasil Uji Normalitas ... 51

Tabel 3.10 Hasil Uji Linearitas ... 52

Tabel 3.11 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 55

Tabel 4.1 Hasil Analisis Deskriptif ... 61

Tabel 4.2 Kategorisasi Skor Variabel Kesepian (loneliness) ... 62 Tabel 4.3 Kategorisasi Skor Variabel Kecanduan Internet

(18)

xvii

(internet addiction) ... 63 Tabel 4.4 Hasil Analisis Regresi Sederhana ... 76

Tabel 4.5 Koefisien Regresi ... 77

Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis Dimensi Kesepian (loneliness) terhadap

kecanduan internet (internet addicction) ... 78

(19)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Gambaran Demografi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57

Gambar 4.2 Gambaran Demografi Berdasarkan Pekerjaan ... 57

Gambar 4.3 Gambaran Demografi Berdasarkan Waktu Rata-rata

Penggunaan Internet Perhari berdasarkan tujuan ... 58 Gambar 4.4 Gambaran Demografi Berdasarkan Waktu Rata-rata

Penggunaan Internet Perhari berdasarkan tujuan diluar

kepentingan untuk akademis, pekerjaan dan informasi... 59 Gambar 4.5 Gambaran Tingkat Kesepian (loneliness) ... 62

Gambar 4.6 Gambaran Tingkat Kecanduan Internet (internet addiction) ... 64

Gambar 4.7 Gambaran Tingkat Kesepian (loneliness) Berdasarkan

Jenis Kelamin ... 65 Gambar 4.8 Gambaran Tingkat Kesepian (loneliness) Berdasarkan

Pekerjaan ... 66 Gambar 4.9 Gambaran Tingkat Kecanduan Internet (internet

addiction) Berdasarkan Jenis Kelamin... 68 Gambar 4.10 Gambaran Tingkat Kecanduan Internet (internet

addiction) Berdasarkan Pekerjaan ... 69

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Penelitian ... 97

Lampiran 2 Tabulasi Data Penelitian ... 106

Lampiran 3 Hasil Uji Validasi Isi ... 123

Lampiran 4 Hasil Uji Validasi Konstrak ... 132

Lampiran 5 Hasil Uji Reliabilitas ... 144

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas ... 146

Lampiran 7 Hasil Uji Linearitas ... 148

Lampiran 8 Hasil Uji Hipotesis ... 150

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan zaman yang semakin maju membuat teknologi semakin canggih dan berkembang. Salah satu teknologi yang semakin berkembang dari waktu ke waktu adalah gadget. Gadget digunakan oleh semua kalangan masyarakat dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa.

Fitur-fitur yang terdapat didalamnya mampu menarik perhatian masyarakat dan sangat mudah untuk digunakan hanya dengan mengakses internet.

Istilah internet digunakan untuk menunjukkan semua jenis aktivitas online (Young, 1998). Beberapa aktivitas online yang dapat digunakan individu dalam gadgetnya yaitu seperti browsing, chatting, youtube, online shop, bermain social media ataupun bermain game online. Internet dapat menyajikan informasi yang dibutuhkan oleh para penggunanya kapan saja dan dimana saja dengan cepat dan mudah (Vondráčková & Šmahel, 2015).

Karena kemudahannya, internet menjadi sangat disukai oleh berbagai masyarakat di negara-negara belahan dunia termasuk Indonesia.

Riset e-Marketer (kominfo.go.id, 2014) menunjukkan bahwa terdapat 5 besar urutan peringkat pengguna internet dari 25 negara tahun 2013 hingga tahun 2018 yang menunjukan bahwa Indonesia berada di peringkat ke-6 terbesar di dunia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia memiliki pengguna internet dengan jumlah yang tinggi. Khususnya di Kota Makassar, menjadi kota kedua terbesar di Indonesia setelah Kota Jakarta yang penggunaan internetnya tinggi dengan persentase sebesar 44%

(Tempo.co).

(22)

Berbagai manfaat dan fasilitas yang disediakan internet menimbulkan kesenangan dan kenyamanan tersendiri yang dirasakan oleh individu sehingga menjadikan internet sebagai suatu kebutuhan mereka. Internet dapat menjadi salah satu sarana untuk mendapatkan hiburan, saling bertukar informasi dan pengetahuan, serta menjalin komunikasi dengan kerabat dimanapun berada (Gresle & Lejoyeux, 2011).

Namun, terkadang hal tersebut dapat membuat individu tidak terkendali dan berlebihan dalam menggunakan internet. Individu yang menggunakan internet dengan menghabiskan waktu selama 6 jam perhari diluar dari pemakaian untuk kepentingan pendidikan dan pekerjaan, maka individu tersebut dapat dikatakan kecanduan terhadap internet (Young, 1998).

Young (1998) mengatakan bahwa kecanduan internet (internet addiction) adalah gangguan yang secara klinis dijelaskan sebagai gangguan kontrol impuls. Penggunaan internet yang berlebihan atau yang disebut juga kecanduan internet (internet addiction) dicirikan sebagai perasaan asik yang berlebihan atau kurang kontrol dalam menggunakan internet, ingin selalu menggunakan internet dengan segera sehingga dapat menyebabkan gangguan atau kecanduan (Weinstein et al, 2014).

Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) juga menemukan bahwa sebesar 42,59%

pengguna internet yang ada di Indonesia berasal dari kalangan yang berusia 19-34 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna internet terbanyak di Indonesia adalah orang dewasa (APJII.or.id).

(23)

Mendukung hal itu, Arnett (dalam Santrock, 2012) menyatakan jika pada rentang usia yang berkisar antara 18 sampai 25 tahun merupakan fase dewasa awal, pada masa dewasa awal ini ditandai dengan adanya kegiatan yang bersifat eksperimen dan eksplorasi. Internet sendiri dapat menjadi fasilitas orang dewasa awal dalam bereksperimen dan bereksplorasi dengan menggunakan berbagai aplikasi yang telah tersedia.

Adapun dampak buruk bagi individu yang dihasilkan akibat kecanduan internet (internet addiction) diantaranya yaitu dapat menyebabkan penurunan pada prestasi belajar, dapat menganggu hubungan dengan teman atau keluarga, dapat menyebabkan kinerja individu menurun serta dapat menganggu kesehatan fisik (Young, 1998). Hal ini didukung oleh hasil studi yang dilakukan Chien Chou (dalam Vondráčková &

Šmahel, 2015) menunjukkan bahwa kecanduan internet dapat menimbulkan dampak buruk secara fisik seperti kerusakan penglihatan dan kurang tidur.

Keluhan fisik lainnya yang disebutkan adalah seperti bahu yang sakit, punggung, tangan dan jari, serta mengakibatkan kelelahan.

Perilaku kecanduan internet (internet addiction) tersebut dapat disebabkan karena banyak hal seperti harga diri yang rendah, depresi, kecemasan sosial serta kesepian (Young, Yue & Ying dalam Young &

Nabuco de Abreu, 2011). Sehingga masalah-masalah tersebut dapat memicu individu menjadi lebih beresiko dan rentan untuk cenderung mengalami kecanduan internet. Dari masalah yang individu alami tersebut, maka individu menggunakan internet sebagai sarana untuk mengatasi masalah yang mereka alami.

(24)

Fenomena tersebut nampaknya terjadi di Kota Makassar, berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan terhadap beberapa orang dewasa awal yang berada di Kota Makassar yang dirangkum oleh peneliti, menemukan bahwa 7 orang termasuk dalam kategori yang cenderung kecanduan terhadap internet dengan pemakaiannya mencapai 8 hingga 16 jam perhari. Selain itu, hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap orang dewasa awal yang berada di Kota Makassar mengungkapkan bahwa:

“Saat waktu luang, saya ingin mengajak teman-teman nongkrong. Tetapi, kadang mereka tidak bisa jadi saya merasa sunyi. Mau ajak teman yang lain juga sama teman saya kan tidak terlalu banyak disini. Teman- teman semua tidak ada yang bisa diajak main jadi saya main game saja daripada sunyi dirasa.” (RA, 24 tahun).

“Ketika tidak ada orang-orang yang bisa saya ajak bicara, saya biasa menggunakan internet. Mau ajak teman-teman keluar juga tidak bisa karena mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Biasa saya jadi kecewa karena mereka tidak bisa menemani saya. Yaa jadi saya dirumah saja lama-lama bosan juga.” (E, 21 tahun)

“Kalau misalnya lagi dirumah, tidak ada saya bikin.

Sibuk orang-orang semua didalam kamar masing- masing, harusnya kan mereka bisa menjadi teman cerita. Saya jadi jenuh kaya sunyi sekali kurasa.

Biasanya saya main-main HP, game, sosmed, atau biasa saya chat saja orang-orang. Karena kalau sunyi begitu sedih kurasa.” (R, 22 tahun).

“Karena saya merasa bosan dan merasa sepi. Tidak ada teman, eh ada sih beberapa teman saya tapi kurang akrab jadi lebih baik main game saja lebih seru.

Game PUBG, buka-buka facebook, instagram itu saja.”

(C, 23 tahun).

“Biasa kalau lagi kosong, atau kalau lagi merasa sedih karena banyak masalahku dikampus sama pacarku keluarga juga. Main HP saja buka-buka sosmed, main game mobil legend chatting sm teman-temanku ku ajak jalan. Tapi tetap saja kaya kosong ku rasa walaupun lagi sama teman-temanku.” (S, 24 tahun).

(25)

Berdasarkan hasil wawancara diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kebanyakan individu merasa kesepian yang ditunjukkan melalui perasaan bosan, kekosongan, sedih dan kecewa terhadap teman-teman mereka karena menolak untuk bertemu dan tidak ada disaat mereka membutuhkan, selain itu mereka merasa bersedih karena tidak adanya rasa kebersamaaan dari orang-orang disekitar dan tidak memiliki seseorang yang akrab untuk berbagi cerita satu sama lain.

Oleh karena itu, mereka memilih untuk menggunakan internet hingga berjam-jam agar dapat mengatasi perasaan-perasaan tidak menyenangkan tersebut menjadi lebih menyenangkan. Namun, hal tersebut pada akhirnya membuat mereka menjadi kecanduan terhadap internet. Perasaan kurang menyenangkan yang dirasakan oleh individu tersebut terjadi karena kekurangan beberapa hal penting dalam hubungan sosial yang mereka miliki, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dalam ilmu psikologi perasaan tersebut dikenal dengan istilah kesepian (loneliness) (Peplau & Perlman, 1981).

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim, LaRose, & Peng (2009) menunjukkan bahwa individu yang merasa kesepian serta tidak memiliki keterampilan sosial yang baik sehingga membuat individu tersebut cenderung melakukan komunikasi melalui internet secara kompulsif dan mengarahkan individu tersebut menjadi kecanduan terhadap internet.

Weiss (dalam Perlman & Peplau, 1984) menjelaskan bahwa kesepian merupakan tidak adanya hubungan pribadi yang intim, yang dapat disebut dengan kesepian emosional. Serta kurangnya hubungan sosial atau rasa kebersamaan yang disebut dengan kesepian sosial. Perasaan ditolak

(26)

atau tidak diterima serta perasaan bosan termasuk dalam kesepian sosial.

Kesepian juga sering dikaitkan dengan perasaan tidak puas, ketidakbahagiaan, depresi, kecemasan, perasaan hampa, kebosanan dan kegelisahan (Russell dalam Perlman & Peplau, 1979).

Hal-hal yang dapat menyebabkan individu menjadi kesepian diantaranya yaitu karena pindah dari satu kota ke kota yang lain, pindah sekolah, terpisah dengan orang-orang terdekat seperti sahabat dan kekasih, dan berakhirnya sebuah hubungan juga dapat menyebabkan individu menjadi kesepian (Taylor et al, 2009). Individu dapat mengakhiri rasa kesepiannya ketika individu tersebut mendapatkan kehidupan sosial yang lebih memuaskan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hon & Chua (2015) pada mahasiswa Universitas Malaysia menunjukkan jika mahasiswa yang kesepian cenderung tidak menghargai dan takut dalam berkomunikasi tatap muka atau secara langsung. Selain itu, mahasiswa yang kesepian lebih aktif untuk menggunakan jejaring sosial seperti facebook dibanding dengan mahasiswa yang tidak kesepian.

Terkait dengan penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa individu yang kesepian cenderung menghabiskan waktu untuk menggunakan internet secara berlebihan, sehingga dapat mengarahkan individu menjadi kecanduan terhadap internet. Hal ini disebabkan karena internet menyediakan fasilitas yang menarik bagi mereka yang merasa kesepian untuk melakukan hubungan sosial dan interaksi secara online melalui aplikasi yang terdapat dalam gadget dengan orang lain yang individu tidak dapatkan dalam kehidupan nyata.

(27)

Hasil penelitian serupa yang dilakukan Tabak & Zawadzka (2017) pada remaja yang berada di Polandia menunjukkan remaja yang merasakan kesepian secara emosional mereka cenderung menggunakan internet secara berlebihan. Hal tersebut secara tidak langsung juga dapat menurunkan kualitas hidup mereka. Selain itu hasil penelitian Erdogan (2008) menemukan bahwa individu yang merasa kesepian, lebih banyak menghabiskan waktu mereka untuk berselancar di internet dibanding dengan individu yang tidak kesepian.

Berdasarkan pada uraian yang telah dijelaskan diatas, tampaknya individu yang mengalami kecanduan internet (internet addiction) dipengaruhi oleh perasaan kesepian (loneliness) yang mereka rasakan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan Pengaruh Kesepian (Loneliness) terhadap Kecanduan Internet (Internet Addiction) pada Orang Dewasa Awal di Kota Makassar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka rumusan masalahnya adalah “ Apakah terdapat pengaruh kesepian (loneliness) terhadap kecanduan internet (internet addiction) pada orang dewasa awal di kota makassar ?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yakni “untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh kesepian (loneliness) terhadap kecanduan internet (internet addiction) pada orang dewasa awal di kota makassar”.

(28)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi kemajuan perkembangan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang psikologi klinis dan psikologi sosial.

b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah hasil penelitian sebelumnya dan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya, berkaitan dengan topik yang sama yakni kecanduan internet (internet addiction) dan kesepian (loneliness).

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi kepada masyarakat khususnya pada pengguna internet mengenai dampak-dampak negatif yang diakibatkan karena penggunaan internet yang berlebihan.

b. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya pada pengguna internet bahwa pentingnya mengatur durasi penggunaan internet sebaik mungkin agar tidak mengarah dan mengalami kecanduan internet (internet addiction) sehingga dapat terhindar dari dampak-dampak yang diakibatkan dari kecanduan internet (internet addiction).

(29)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecanduan Internet (Internet Addiction)

1. Pengertian Kecanduan Internet (Internet Addiction)

Pertama kali yang memperkenalkan konsep kecanduan internet adalah seorang psikiater dari New York yang bernama Ivan Goldberg pada tahun 1995. Tujuan awal dari Ivan Goldberg adalah untuk menggambarkan kriteria diagnostik gangguan mental (Vondráčková &

Šmahel, 2015). Selanjutnya pada tahun 1996, Kimberly Young seorang ahli psikolog klinis Amerika menggunakan istilah kecanduan internet dan mempublikasikan hasil studinya yang dilakukan selama dua tahun mengenai perilaku dan penyalahgunaan internet. Young menjadi pelopor dalam bidang tersebut, dan menyelidiki aspek-aspek dasar dari kecanduan internet, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti lain (Gresle & Lejoyeux, 2011).

Young (1998) mengatakan bahwa Internet addiction merupakan sebuah gangguan kontrol impuls yang tidak melibatkan minuman keras dan tidak memabukkan. Definisi tersebut diambil dari model perjudian patologis, karena perjudian patologis dianggap sebagai model yang sangat mirip dengan kecanduan internet (Young, 1998). Dari pendapat yang dikemukakan oleh Young, diketahui jika internet addiction adalah gangguan yang secara klinis dijelaskan sebagai gangguan kontrol impuls. Selain itu, Young (1998) juga menyatakan bahwa individu yang menggunakan internet dengan menghabiskan waktu selama 6 jam

(30)

dalam sehari diluar untuk kepentingan pendidikan atau pekerjaan, maka individu tersebut dapat dikatakan kecanduan terhadap internet.

Pernyataan selanjutnya dikemukakan oleh Block (2008) bahwa definisi kecanduan internet secara konseptual merupakan gangguan impulsif-kompulsif yang melibatkan penggunaan secara online, yang terdiri dari setidaknya tiga subtipe: bermain game secara berlebihan, keasyikan seksual, dan e-mail / pesan teks.

Beberapa aktivitas online yang paling umum terkait dengan kecanduan internet misalnya seperti: game online, komunikasi online yang berlebihan (email, ruang obrolan, jejaring sosial), aktivitas cybersex yang berlebihan (mengunjungi situs pornografi secara online dan memulai hubungan cybersex), dan perjudian (Šmahel et al., 2009;

Subrahmanyam & Šmahel, 2011 dalam Vondráčková & Šmahel, 2015).

Weinstein et al (2014) memaparkan internet addiction merupakan hal yang dicirikan dengan perasaan asik yang berlebihan atau kurang kontrol dalam menggunakan internet, dan perasaan ingin selalu menggunakan internet dengan segera sehingga dapat menyebabkan gangguan atau kecanduan. Selain itu, Beard & Wolf (dalam Vondráčková & Šmahel, 2015) menambahkan jika kecanduan internet digambarkan sebagai perilaku yang terlalu sering dalam menggunakan internet sehingga menyebabkan kerusakan keadaan psikologis individu baik mental dan emosional, serta interaksi, pekerjaan, dan sosial mereka.

Dari berbagai pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kecanduan internet (internet addiction) merupakan sebuah gangguan

(31)

kontrol impuls pada saat individu menggunakan internet yang disertai dengan adanya perasaan asyik secara berlebihan sehingga menyebabkan kecanduan terhadap internet tersebut dan menimbulkan dampak buruk bagi individu.

2. Karakteristik Kecanduan Internet (Internet Addiction)

Young (1998) mengusulkan beberapa kriteria diagnostik untuk mengetahui individu yang termasuk dalam kategori kecanduan internet sebagai berikut:

1. Merasa sibuk dengan internet

2. Menggunakan internet dengan waktu yang semakin meningkat untuk mencapai kepuasan

3. Tidak berhasil untuk mengendalikan, mengurangi, atau menghentikan penggunaan internet

4. Merasa gelisah, murung, depresi, atau mudah tersinggung ketika mencoba untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan internet

5. Online lebih lama dari yang direncanakan

6. Membahayakan atau mempertaruhkan hilangnya hubungan yang signifikan, pekerjaan, pendidikan, atau peluang karier karena internet

7. Berbohong kepada anggota keluarga, atau yang lain untuk menyembunyikan sejauh mana keterlibatan dengan internet

8. Menggunakan internet sebagai cara melarikan diri dari masalah

(32)

Selanjutnya Block (2008) mengatakan bahwa kecanduan internet (internet addiction) kelihatannya sudah menjadi gangguan umum yang layak untuk dimasukkan dalam buku DSM-V.

Block (2008) juga menyarankan empat komponen untuk mendiagnosis kecanduan internet (internet addiction) yaitu:

1. Penggunaan yang berlebihan, sering dikaitkan dengan hilangnya rasa waktu atau mengabaikan dorongan dasar.

2. Penarikan, termasuk perasaan marah, ketegangan, atau depresi ketika tidak dapat mengakses internet.

3. Toleransi, termasuk kebutuhan untuk peralatan komputer yang lebih baik, lebih banyak perangkat lunak, atau lebih banyak jam penggunaan internet.

4. Reaksi negatif, termasuk argumen, berbohong, prestasi buruk, isolasi sosial, dan kelelahan.

Selain itu Weinstein (2014) juga mengemukakan beberapa kriteria untuk mendiagnosis kecanduan internet secara klinis yakni:

1. Gangguan fungsional dan psikososial.

2. Durasi kecanduan berlangsung setidaknya selama 3 bulan.

3. Menggunakan internet secara tidak penting selama 6 jam perhari.

3. Faktor – faktor Kecanduan Internet (Internet Addiction) 1. Gender

Karakteristik gender menjadi salah satu faktor seseorang dalam kecanduan terhadap internet. Pria lebih cenderung mengalami kecanduan internet daripada wanita, dikarenakan minat pria

(33)

terhadap aplikasi internet seperti game online, pornografi dan perjudian online lebih tinggi dibanding wanita (Vondráčková &

Šmahel, 2015).

2. Faktor situasional

Faktor situasional memiliki peran dalam kecanduan internet. Ketika seseorang sedang mengalami masalah pribadi seperti perceraian, perpindahan tempat tinggal, atau kematian maka internet dapat menjadi tempat pelarian psikologis mereka. Internet dapat mengalihkan perhatian mereka dari masalah dan situasi sulit yang sedang mereka hadapi (Young, Yue, & Ying, 2011).

3. Tujuan dan waktu yang digunakan dalam penggunaan internet Tujuan individu dalam menggunakan internet dapat menyebabkan individu tersebut mengalami kecanduan internet. Individu yang memiliki tujuan menggunakan internet untuk kepentingan pendidikan dan pekerjaan cenderung mengalami kemungkinan lebih kecil untuk menjadi kecanduan internet, individu dengan tujuan tersebut juga tidak mengalami peningkatan dalam menggunakan internet (Young, 1998).

4. Dampak – dampak Kecanduan Internet (Internet Addiction)

Young (1998) menyebutkan beberapa dampak-dampak yang diakibatkan dari kecanduan internet (Internet Addiction) yakni sebagai berikut:

1. Akademik

Dampak akademik yang dialami oleh siswa atau mahasiswa, karena mereka menggunakan internet secara berlebihan untuk menjelajahi

(34)

situs yang tidak berguna misalnya seperti bergosip di dalam grup chat dan bermain game. Sehingga mereka mengalami kesulitan untuk menyelesaikan tugas, tidak belajar ketika akan ujian, dan menjadi kurang tidur ketika harus bangun pagi untuk keesokan harinya. Selain itu, dampak dari penggunaan internet yang berlebihan pada siswa dan mahasiswa dapat menyebabkan penurunan pada prestasi belajar bahkan dapat dikeluarkan dari sekolah.

2. Hubungan

Hubungan pernikahan, hubungan dengan kekasih, hubungan dengan orangtua, dan hubungan pertemanan yang erat dapat terganggu akibat penggunaan internet yang berlebihan. Karena individu yang mengalami kecanduan internet akan membentuk hubungan baru dengan teman-teman secara online yang dianggap lebih menarik sehingga akan mengurangi waktu untuk hubungan dengan teman maupun keluarga pada kehidupan nyata.

3. Keuangan

Masalah lain yang muncul bagi individu yang mengalami kecanduan internet adalah keuangan. Individu tersebut harus membayar biaya penggunaan internet yang berlebihan dengan jumlah yang tidak sedikit.

4. Pekerjaan

Fasilitas internet yang disediakan oleh perusahaan justru disalahgunakan oleh karyawan. Para karyawan menggunakan internet tersebut untuk mengakses kebutuhan pribadi pada saat jam

(35)

kerja. Sehingga mengakibatkan para karyawan tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.

5. Fisik

Individu yang menggunakan internet secara berlebih cenderung akan mengalami pola tidur yang terganggu, karena mengakses internet hingga larut malam bahkan hingga pagi. Hal tersebut dapat menyebabkan individu mengalami kelelahan yang berlebihan dan sistem kekebalan tubuh yang menurun sehingga individu akan rentan terkena penyakit.

B. Kesepian (Loneliness)

1. Pengertian Kesepian (Loneliness)

Kesepian merupakan peringatan yang menyakitkan bagi individu yang mengalami kekurangan hal-hal penting dalam hubungan sosialnya (Perlman & Peplau, 1984). Peplau & Perlman (1981) memaparkan bahwa kesepian adalah pengalaman tidak menyenangkan yang terjadi ketika jaringan hubungan sosial seseorang kekurangan dalam beberapa hal penting, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Kekurangan yang bersifat kuantitatif seperti tidak memiliki teman atau hanya memiliki teman dengan jumlah yang sedikit sedangkan kekurangan kualitatif seperti merasa tidak puas dengan hubungan yang dimiliki (Taylor et al, 2009).

Weiss (dalam Perlman & Peplau, 1984) menjelaskan bahwa kesepian merupakan tidak adanya hubungan pribadi yang intim, yang dapat disebut dengan kesepian emosional. Serta kurangnya hubungan sosial atau rasa kebersamaan yang disebut dengan kesepian sosial.

(36)

Kesepian (loneliness) merupakan suatu reaksi emosional maupun reaksi kognitif ketika seseorang memiliki hubungan yang lebih sedikit dan lebih tidak memuaskan daripada yang diinginkan oleh orang tersebut (Archibald, Bartholomew, & Marx, 1995; Peplau & Perlman, 1982 dalam Baron & Byrne, 2005).

Selanjutnya de Jong Gierveld (dalam de Jong Gierveld et al, 2006) mengemukakan bahwa kesepian merupakan situasi yang dialami oleh seseorang yang merasa terdapat ada kekurangan yang tidak menyenangkan dalam kualitas hubungan tertentu. Situasi dimana seseorang merasa hubungan yang diterima tidak sesuai dengan yang diharapkan dan situasi dimana keintiman yang diharapkan belum dapat terwujud.

Kesepian adalah suatu perasaan terasingkan dari sebuah kelompok, perasaan tidak dicintai oleh orang disekeliling, tidak mampu untuk berbagi kekhawatiran pribadi, merasa berbeda serta merasa terpisah dari mereka yang berada disekitar (Beck & Young, 1978; Davis &

Feanzoi, 1986 dalam Myers, David G., 2012). Orang-orang yang merasa kesepian sering kali merasakan sulit untuk memperkenalkan diri mereka dan berpartisipasi dalam sebuah kelompok (dalam Myers, David G., 2012).

Dari berbagai pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kesepian (loneliness) merupakan sebuah perasaan tidak puas dan tidak menyenangkan yang dialami oleh seseorang, dikarenakan hubungan sosial yang dimiliki oleh seseorang tersebut tidak sesuai dengan apa yang telah diharapkan.

(37)

2. Tipe Kesepian (Loneliness)

Terdapat dua tipe kesepian yang telah dikemukakan oleh Weiss (dalam Taylor et al, 2009) sebagai berikut:

1. Emotional loneliness (Kesepian emosional)

Kesepian emosional merupakan bentuk isolasi yang menyakitkan.

Kesepian emosional dirasakan oleh individu yang merasa tidak memiliki hubungan pribadi dan merasa kehilangan sosok yang intim seperti orang tua atau kekasih hati.

2. Social loneliness (Kesepian sosial)

Kesepian sosial dialami dengan adanya perasaan bosan, perasaan ditolak atau tidak dapat diterima. Kesepian sosial dapat terjadi ketika seseorang merasa kurang dalam berintegrasi secara sosial atau kurang terlibat dalam sebuah komunitas pertemanan atau di tempat kerja.

Young (dalam Perlman & Peplau, 1984) membedakan tiga jenis kesepian berdasarkan durasi kesepian yang dialami oleh individu yakni sebagai berikut:

1. Transient, merupakan perasaan kesepian yang muncul sementara atau suasana hati yang merasa sepi namun hanya muncul sesekali. Pengalaman-pengalaman terkait ini belum banyak menjadi perhatian para peneliti atau dokter.

2. Situational, kesepian situasional atau transisional merupakan individu sudah memiliki hubungan yang memuaskan tetapi menjadi merasa kesepian ketika hubungan tersebut mengalami sebuah perubahan tertentu. Perubahan hubungan tersebut

(38)

misalnya seperti kematian pada orang yang dicintai, perceraian atau pindah ke tempat tinggal yang baru.

3. Chronic, ketika kesepian situasional berlangsung dengan waktu yang lama maka hal tersebut dapat berubah menjadi kesepian kronis. Kesepian kronis merupakan keadaan individu yang tidak memiliki hubungan sosial yang memuaskan selama jangka waktu dua tahun atau lebih.

3. Faktor – faktor Kesepian (Loneliness)

Perlman & Peplau (1981) mengemukakan beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang berisiko menjadi kesepian atau untuk tetap kesepian seiring berjalannya waktu yakni sebagai berikut:

1. Changes in achieved social relations (Perubahan dalam hubungan sosial yang dicapai)

a. Termination (penghentian)

Berakhirnya hubungan emosional yang dekat adalah penyebab umum kesepian misalnya seperti perceraian dan berakhirnya hubungan dengan kekasih juga disertai dengan perasaan kesepian dan depresi.

b. Physical separation (Pemisahan fisik)

Pemisahan fisik terjadi ketika individu mengalami perpindahan dari satu kota ke kota yang lain. Sehingga terjadi pemisahan dari keluarga dan teman. Pemisahan tersebut dapat mengurangi frekuensi interaksi yang menyebabkan kepuasan yang disediakan oleh hubungan kurang tersedia dan dapat

(39)

menyebabkan perasaan ketakutan jika hubungan akan lemah karena ketidakhadiran.

c. Status change (Perubahan status)

Status yang dimiliki individu dalam suatu kelompok atau organisasi memiliki dampak yang besar terhadap interaksi dengan orang lain, baik di dalam maupun diluar kelompok.

Sehingga ketika individu mengalami perubahan status, hal tersebut dapat menyebabkan individu merasa kesepian.

Misalnya seperti, individu yang pensiun atau pengangguran akan mengalami hubungan sosial yang berkurang atau melemah terhadap mantan teman kerja hal tersebut dapat menyebabkan individu merasa kesepian.

2. Changes in desired social relations (Perubahan relasi sosial yang diinginkan)

a. Developmental changes (Perubahan perkembangan)

Perubahan usia serta keinginan seseorang yang tinggi untuk hubungan sosial dapat menyebabkan kesepian. Sullivan (dalam Perlman & Peplau 1981) mengemukakan jika urutan perkembangan untuk anak-anak dari berbagai usia memiliki kebutuhan dan keterampilan sosial yang berbeda. Dalam pandangannya, kesepian awalnya terjadi pada masa pra- remaja, dimana kebutuhan anak-anak untuk memiliki keintiman dengan teman sebayanya serta untuk penerimaan.

(40)

b. Situational changes (Perubahan situasional)

Ketika individu mengalami perubahan situasional seperti suasana hati atau sejenisnya maka keinginan individu untuk bersama orang lain akan berubah. Dalam penelitian yang dilakukan Schachter (dalam Perlman & Peplau, 1981) menunjukkan bahwa situasi stress atau ketidakpastian dapat mempengaruhi keinginan individu untuk bersama orang lain.

c. Changes in expectations (Perubahan harapan)

Tingkat hubungan sosial yang dijalani seseorang sampai pada taraf tertentu, terkait dengan jenis hubungan yang memungkinkan dalam situasi tertentu. Dalam beberapa kasus, harapan seseorang tentang kontak sosial di masa yang akan datang membantu untuk mencegah atau meminimalkan kesepian.

3. The quantity and quality of social contacts (Kuantitas dan kualitas kontak sosial)

a. Quantity & Quality of relationships (Kuantitas & kualitas hubungan)

Tingkat hubungan sosial seseorang merupakan penentu kesepian yang paling jelas. Perubahan dalam kontak sosial telah dianggap sebagai faktor pencetus dalam kesepian. Ketika kualitas dan kuantitas kontak sosial yang dimiliki individu terhadap orang lain tidak sesuai dengan yang diinginkan maka individu dapat merasa kesepian.

(41)

4. Personal factors contributing to loneliness (Faktor pribadi berkontribusi pada kesepian)

Karakteristik individu yang menyulitkan seseorang untuk membangun atau mempertahankan hubungan yang memuaskan akan meningkatkan kemungkinan kesepian. Individu yang kesepian cenderung pemalu, memiliki harga diri yang rendah serta keterampilan sosial yang rendah. Selain itu, kesepian juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik demografi dan pengalaman- pengalaman individu pada saat masa kecil.

5. Cultural and situational factors contributing to loneliness (Faktor budaya dan situasional berkontribusi terhadap kesepian)

Nilai-nilai budaya yang luas dan karakteristik situasi sosial tertentu dapat menyebabkan kesepian.

C. Dewasa Awal

1. Pengertian Dewasa Awal

Istilah adult berasal dari kata kerja Latin, yang memiliki arti “tumbuh menjadi kedewasaan”. Selain itu, kata adult berasal dari bentuk lampau partisipel dari kata kerja adultus yang berarti “telah tumbuh mejadi kekuatan dan ukuran yang sempurna” atau “telah menjadi dewasa”

(Hurlock, 1980).

Masa dewasa merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola- pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Oleh karena itu, orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan

(42)

pertumbuhannya dan siap untuk menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1980).

Arnet (dalam Santrock, 2012) mengatakan bahwa transisi dari masa remaja ke dewasa disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood) yang terjadi dari rentang usia 18 sampai 25 tahun. Pada masa dewasa awal ini ditandai oleh eksperimen dan eksplorasi. Banyak individu dewasa awal yang masih mengeksplorasi karir yang mereka inginkan, ingin menjadi sosok yang seperti apakah mereka, dan gaya hidup seperti apa yang mereka inginkan apakah melajang, hidup bersama atau menikah.

2. Ciri-ciri Dewasa Awal

Jeffrey Arnett (dalam Santrock, 2012) mendeskripsikan ciri-ciri pada orang yang beranjak dewasa sebagai berikut:

1. Eksplorasi identitas, ciri utama yang muncul pada orang dewasa awal adalah ketika mereka memulai untuk mengeksplorasi berbagai bidang di dalam kehidupan mereka terutama dalam relasi romantis dan pekerjaan. Dalam hal ini individu belajar lebih banyak mengenai siapa mereka dan apa yang mereka inginkan dari sebuah kehidupan.

2. Ketidakstabilan, selama masa dewasa awal ini sering terjadi ketidakstabilan dalam hal hubungan romantis, pekerjaan dan pendidikan.

3. Self-focused (terfokus pada diri), individu yang berada pada masa dewasa awal ini cenderung fokus pada dirinya sendiri. Mereka

(43)

kurang terlibat dalam kewajiban sosial, melakukan tugas dan berkomitmen pada orang lain.

4. Feeling in between (merasa berada pada masa peralihan), orang yang beranjak dewasa tidak menganggap dirinya sebagai remaja ataupun sepenuhnya sudah dewasa dan berpengalaman.

5. Usia dengan berbagai kemungkinan, pada masa ini merupakan sebuah peluang bagi individu untuk mengubah kehidupan mereka.

Terdapat dua cara dimana individu dewasa awal merupakan usia yang memiliki berbagai kemungkinan. Yang pertama, orang dewasa awal perlu rasa optimis untuk masa depannya, selanjutnya yang kedua individu yang mengalami kesulitan ketika bertumbuh besar, maka pada masa dewasa awal ini merupakan kesempatan untuk mengarahkan kehidupan menjadi ke arah yang lebih positif.

3. Tahap Perkembangan Dewasa Awal

Setelah individu berhasil mencapai identitas yang stabil di masa remaja, individu akan memasuki masa dewasa awal. Dimana pada masa dewasa awal ini individu akan melanjutkan ke tahap perkembangan selanjutnya, yakni keintiman versus isolasi (Santrock, 2012). Menurut Erikson (dalam Santrock, 2012) keintiman merupakan sebuah proses untuk menemukan diri sendiri sekaligus peleburan diri sendiri dalam diri orang lain. Selain itu, keintiman juga membutuhkan komitmen terhadap orang lain. Erikson (dalam Santrock, 2012) juga mengungkapkan jika individu gagal dalam mengembangkan relasi yang intim pada masa dewasa awal, maka individu tersebut akan mengalami isolasi.

(44)

D. Pengaruh Kesepian (loneliness) terhadap Kecanduan Internet (internet addiction ) pada Orang Dewasa Awal di Kota Makassar

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh kesepian terhadap kecanduan internet pada orang dewasa awal. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) juga menemukan bahwa sebesar 42,59% pengguna internet yang ada di Indonesia berasal dari kalangan yang berusia 19-34 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna internet terbanyak di Indonesia adalah orang dewasa (APJII.or.id).

Internet memberikan manfaat dan fasilitas yang dapat menimbulkan kesenangan dan kenyamanan tersendiri yang dirasakan oleh individu sehingga menjadikan internet sebagai suatu kebutuhan mereka. Namun, pada kenyataanya individu terkadang tidak terkendali dan berlebihan dalam menggunakan internet sehingga dapat mengarahkan individu menjadi kecanduan internet. Young (1998) mengemukakan jika individu yang menggunakan internet dengan menghabiskan waktu selama 6 jam perhari diluar dari pemakaian untuk kepentingan pendidikan dan pekerjaan, maka individu tersebut dapat dikatakan kecanduan terhadap internet.

Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan terhadap beberapa orang dewasa awal yang berada di Kota Makassar yang dirangkum oleh peneliti, menemukan bahwa 7 orang termasuk dalam kategori yang cenderung kecanduan terhadap internet dengan pemakaiannya mencapai 8 hingga 16 jam perhari. Hal tersebut disebabkan orang dewasa awal mengalami perasaan bosan, kekosongan, sedih dan kecewa terhadap teman-teman mereka karena menolak untuk bertemu dan

(45)

tidak ada disaat mereka membutuhkan, selain itu mereka merasa bersedih karena tidak adanya rasa kebersamaaan dari orang-orang disekitar dan tidak memiliki seseorang yang akrab untuk berbagi cerita satu sama lain.

Perasaan kurang menyenangkan yang dirasakan oleh individu tersebut terjadi karena kekurangan beberapa hal penting dalam hubungan sosial yang mereka miliki, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dalam ilmu psikologi perasaan tersebut dikenal dengan istilah kesepian (loneliness) (Peplau & Perlman, 1981).

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Pontes et al (2014) menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kecanduan internet dengan kesepian pada anak-anak sekolah di Portugis dan remaja di Lisbon. Anak- anak dan remaja yang merasa kesepian lebih memilih aktifitas online untuk merubah suasana hati mereka agar lebih menyenangkan sehingga membuat anak-anak atau remaja mengulangi hal yang sama dan akhirnya membuat mereka menjadi pecandu internet.

Penelitian yang dilakukan Ingvadóttir (2014) terkait penggunaan facebook dengan kesepian menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara penggunaan facebook dengan kesepian. Yang artinya jika semakin banyak waktu yang dihabiskan oleh mahasiswa untuk menggunakan facebook maka semakin kesepian yang mereka rasakan.

Sebaliknya, semakin sedikit waktu yang digunakan untuk menggunakan facebook maka semakin rendah kesepian yang mereka akan rasakan.

Adapun penelitian serupa yang dilakukan Hon & Chua (2015) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswa yang kesepian dengan mahasiswa yang tidak kesepian. Mahasiswa yang

(46)

kesepian lebih sering dalam menggunakan facebook dan menggunakan facebook sebagai kebutuhan pemenuhan diri. Dalam penelitian ini juga menemukan bahwa mahasiswa yang kesepian cenderung menghindari berkomunikasi secara langsung. Hal ini berarti mahasiswa yang kesepian menggunakan internet dan jejaring sosial untuk mendapatkan kepuasan yang mereka tidak dapatkan dalam dunia nyata.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bozoglan et.al (2013) pada mahasiswa Turki menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara kesepian dengan kecanduan internet. Kesepian menjadi faktor paling penting yang dapat mempengaruhi kecanduan internet.

Selanjutnya penelitian serupa yang dilakukan oleh Hamburger & Ben- Artzi (2003) pada mahasiswa departemen Psikologi di Universitas Bar-Ilan dan di Jordan Valley College Israel menemukan bahwa mahasiswa perempuan yang kesepian penggunaan internetnya lebih tinggi dibandingkan dengan teman-temannya yang kurang kesepian. Perasaan kesepian tersebut mendorong mereka untuk mencari hubungan sosial alternatif dengan cara melalui internet.

(47)

E. Kerangka Pikir

Salah satu teknologi yang semakin berkembang dari waktu ke waktu adalah gadget. Gadget digunakan oleh semua kalangan masyarakat dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Fitur-fitur yang terdapat dalam gadget sangat menarik dan mudah digunakan hanya dengan mengakses internet.

Menurut Arnett (dalam Santrock, 2012) pada individu dewasa awal ditandai dengan adanya kegiatan yang bersifat eksperimen dan eksplorasi.

Sehingga internet dapat dijadikan fasilitas untuk individu dewasa awal dalam bereksperimen dan bereksplorasi dengan menggunakan berbagai aplikasi yang ada. Berbagai fasilitas tersebut dapat menimbulkan kesenangan dan kenyamanan bagi individu dan menjadikan internet sebagai suatu kebutuhan mereka. Namun, terkadang hal tersebut dapat membuat individu berlebihan dalam menggunakan internet. Young (1998) menyebutkan bahwa individu yang menggunakan internet dengan menghabiskan waktu selama 6 jam perhari diluar dari pemakaian untuk pekerjaan dan pendidikan, maka individu tersebut dapat dikatakan kecanduan terhadap internet.

Young (1998) mengatakan bahwa kecanduan internet (internet addiction) adalah gangguan yang secara klinis dijelaskan sebagai gangguan kontrol impuls. Penggunaan internet yang berlebihan atau yang disebut juga kecanduan internet (internet addiction) dicirikan sebagai perasaan asik yang berlebihan atau kurang kontrol dalam menggunakan internet, ingin selalu menggunakan internet dengan segera sehingga dapat menyebabkan gangguan atau kecanduan (Weinstein et al, 2014).

(48)

Kecanduan internet (internet addiction) tersebut dapat disebabkan karena banyak hal seperti harga diri yang rendah, depresi, kecemasan sosial serta kesepian (Young, Yue & Ying dalam Young & Nabuco de Abreu, 2011).

Sehingga masalah-masalah tersebut dapat memicu individu menjadi lebih beresiko dan rentan untuk cenderung mengalami kecanduan internet. Dari masalah yang individu alami tersebut, maka individu menggunakan internet sebagai sarana untuk mengatasi masalah yang mereka alami.

Hasil wawancara awal terhadap 10 mahasiswa yang berada di Kota Makassar yang dirangkum oleh peneliti, menemukan bahwa 7 dari 10 mahasiswa termasuk dalam kategori yang cenderung kecanduan terhadap internet dengan pemakaiannya mencapai 8 hingga 16 jam perhari. Selain itu, dari hasil wawancara awal yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kebanyakan individu merasa kesepian yang ditunjukkan melalui perasaan bosan, kekosongan, sedih dan kecewa terhadap teman-teman mereka karena menolak untuk bertemu dan tidak ada disaat mereka membutuhkan, selain itu mereka merasa bersedih karena tidak adanya rasa kebersamaaan dari orang-orang disekitar dan tidak memiliki seseorang yang akrab untuk berbagi cerita satu sama lain.

Oleh karena itu, mereka memilih untuk menggunakan internet hingga berjam-jam agar dapat mengatasi perasaan-perasaan tidak menyenangkan tersebut menjadi lebih menyenangkan. Namun, hal tersebut pada akhirnya membuat mereka menjadi kecanduan terhadap internet. Perasaan kurang menyenangkan yang dirasakan oleh individu tersebut terjadi karena kekurangan beberapa hal penting dalam hubungan sosial yang mereka miliki, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dalam ilmu psikologi perasaan

(49)

tersebut dikenal dengan istilah kesepian (loneliness) (Peplau & Perlman, 1981).

Weiss (dalam Perlman & Peplau, 1984) menjelaskan bahwa kesepian merupakan tidak adanya hubungan pribadi yang intim, yang dapat disebut dengan kesepian emosional. Serta kurangnya hubungan sosial atau rasa kebersamaan yang disebut dengan kesepian sosial. Perasaan ditolak atau tidak diterima serta perasaan bosan termasuk dalam kesepian sosial.

Kesepian juga sering dikaitkan dengan perasaan tidak puas, ketidakbahagiaan, depresi, kecemasan, perasaan hampa, kebosanan dan kegelisahan (Russell dalam Perlman & Peplau, 1979).

Dari hasil wawancara awal yang dilakukan peneliti, mengindikasikan bahwa kecanduan internet (internet addiction) yang dialami oleh individu dipengaruhi oleh kesepian (loneliness) yang mereka rasakan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berfokus pada bagaimana kesepian (loneliness) mempengaruhi kecanduan internet (internet addiction) yang dialami pada orang dewasa awal di Kota Makassar.

(50)

Kriteria Kecanduan Internet (internet addiction)

1. Merasa sibuk dengan internet

2. Menggunakan internet dengan waktu yang meningkat

3. Tidak berhasil untuk mengendalikan, mengurangi, atau menghentikan penggunaan internet

4. Merasa gelisah, murung, depresi, atau mudah tersinggung ketika mencoba untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan internet 5. Online lebih lama dari yang direncanakan 6. Membahayakan atau mempertaruhkan

hilangnya hubungan yang signifikan, pekerjaan, pendidikan, atau peluang karier karena internet

7. Berbohong kepada anggota keluarga, atau yang lain untuk menyembunyikan sejauh mana keterlibatan dengan internet

8. Menggunakan internet sebagai cara melarikan diri dari masalah

Tipe Kesepian (loneliness) 1. Kesepian Emosional

(emotional loneliness) 2. Kesepian Sosial (social

loneliness)

Keterangan : Hasil Pengaruh

Wilayah penelitian

Masalah-masalah yang dapat menyebabkan individu rentan menjadi kecanduan internet (internet addiction) (Young, Yue

& Ying dalam Young & Nabuco de Abreu, 2011):

1. Harga diri rendah 2. Depresi

3. Kesepian

Individu menjadi lebih fokus dengan gadget dibandingkan membangun sebuah percakapan dalam sebuah lingkungan

Individu menjadi lebih fokus dengan gadget dibandingkan membangun sebuah percakapan dalam sebuah lingkungan

keinginan

- Tidak dapat mengendalikan diri dan berlebihan ketika menggunakan internet

- Menggunakan waktu kosong dengan menggunakan internet secara berlebihan

kebutuhan

- Dapat mengendalikan diri dan tidak berlebihan ketika menggunakan internet

- Menggunakan waktu kosong dengan hal yang lebih produktif

(51)

F. Hipotesis

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis yang diajukan yaitu:

terdapat pengaruh kesepian (loneliness) terhadap kecanduan internet (internet addiction) pada orang dewasa awal di Kota Makassar.

(52)

32 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif.

Penelitian kuantitatif merupakan metode – metode untuk mengkaji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel (Creswell, 2016).

Variabel – variabel diukur dengan instrumen-instrumen penelitian, sehingga data terdiri dari angka-angka yang dapat dianalisis berdasarkan prosedur- prosedur statistik.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Adapun variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Independent Variable

Indpendent variable atau biasa disebut variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2014). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kesepian (loneliness).

2. Dependent Variable

Dependent variable atau biasa disebut dengan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2014). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecanduan internet (internet addiction).

Adapun variabel yang di uji dalam penelitian ini adalah:

(53)

a. Independent Variable (IV) : Kesepian (loneliness)

b. Dependent Variable (DV) : Kecanduan Internet (internet addiction)

Adapun desain model penelitian:

IV DV

C. Definisi Konseptual 1. Kesepian (loneliness)

Weiss (dalam Perlman & Peplau, 1984) menjelaskan bahwa kesepian merupakan tidak adanya hubungan pribadi yang intim, yang dapat disebut dengan kesepian emosional. Serta kurangnya hubungan sosial atau rasa kebersamaan yang disebut dengan kesepian sosial.

Sehingga Weiss membagi dua tipe kesepian sebagai berikut:

a. Kesepian Emosional (Emotional loneliness)

Kesepian emosional merupakan bentuk isolasi yang menyakitkan.

Kesepian emosional dirasakan oleh individu yang merasa tidak memiliki hubungan pribadi dan merasa kehilangan sosok yang intim seperti orang tua atau kekasih hati.

b. Kesepian Sosial (Social loneliness)

Kesepian sosial dialami dengan adanya perasaan bosan, perasaan ditolak atau tidak dapat diterima. Kesepian sosial dapat terjadi ketika seseorang merasa kurang dalam berintegrasi secara sosial atau kurang terlibat dalam sebuah komunitas pertemanan atau di tempat kerja.

(54)

2. Kecanduan Internet (internet Addiction)

Young (1998) mengatakan bahwa Internet addiction merupakan sebuah gangguan kontrol impuls yang tidak melibatkan minuman keras dan tidak memabukkan. Definisi tersebut diambil dari model perjudian patologis, karena perjudian patologis dianggap sebagai model yang sangat mirip dengan kecanduan internet (Young, 1998). Dari pendapat yang dikemukakan oleh Young, diketahui jika internet addiction adalah gangguan yang secara klinis dijelaskan sebagai gangguan kontrol impuls. Adapun Young (1998) mengusulkan beberapa kriteria diagnostik untuk mengetahui individu yang termasuk dalam kategori kecanduan internet sebagai berikut:

1. Merasa sibuk dengan internet

2. Menggunakan internet dengan waktu yang semakin meningkat untuk mencapai kepuasan

3. Tidak berhasil untuk mengendalikan, mengurangi, atau menghentikan penggunaan internet

4. Merasa gelisah, murung, depresi, atau mudah tersinggung ketika mencoba untuk mengurangi atau menghentikan penggunaan internet

5. Online lebih lama dari yang direncanakan

6. Membahayakan atau mempertaruhkan hilangnya hubungan yang signifikan, pekerjaan, pendidikan, atau peluang karier karena internet

7. Berbohong kepada anggota keluarga, atau yang lain untuk menyembunyikan sejauh mana keterlibatan dengan internet

Gambar

Tabel 4.5 Koefisien Regresi .........................................................................
Gambar 4.1 Gambaran Demografi Berdasarkan Jenis Kelamin  ................... 57
Tabel 3.1 Blue Print Kesepian (loneliness) Sebelum Uji Coba Validitas  Konstrak
Tabel  3.2  Blue  Print  Kecanduan  Internet  (internet  addiction)  Sebelum  Uji Coba Validitas Konstrak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi tersebut didukung oleh studi Algoe, dkk (2008) bahwa seseorang yang merasa bahwa dirinya telah dibantu atau diberi hadiah oleh orang lain, akan lebih

Dari ketiga pendapat dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang-orang tertentu yang membuat si penerima

Komponen ini mendominasi pikiran individu (gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat butuh), dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku sosial). 2) Withdrawal symptoms

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Ilmu Pendidikan. © Nur Ismi Maharani 2015 Universitas

Menurut pendapat dari para peneliti, dapat diambil kesimpulan bahwa pemaafan ialah menghapus rasa dendam pada diri individu dan mengampuni kesalahan orang lain yang telah

Sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang mendukung hasil penelitian yaitu terdapat hubungan positif antara dukungan sosial orang tua terhadap student

organisasi, reward management yang baik dalam organisasi akan membuat komitmen. organisasi menjadi lebih baifk sehingga individu akan semakin setia karena

Witherington (Aunurrahman, 2009:35) menyatakan bahwa belajar merupakam perubahan kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola proses yang baru yang