PENGARUH MODUL DIGITAL TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA
PADA KONSEP VEKTOR
(Kuasi Eksperimen di MAS Manaratul Islam)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
ANNISA RIZKIANA 1112016300005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Pengaruh Modul Digital terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Vektor disusun oleh Annisa Rizkiana, 1112016300005, Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, Januari 2018
Yang Mengesahkan, Pembimbing
Erina Hertanti, M.Si NIP. 19720419 199903 2 002
iii -
iv
v ABSTRAK
ANNISA RIZKIANA, NIM. 1112016300005. Pengaruh Modul Digital terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Vektor. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh modul digital terhadap hasil belajar siswa pada konsep vektor. Penelitian ini dilakukan selama 3 minggu, yaitu tanggal 23 Oktober – 08 November 2017 di MAS Manaratul Islam. Dalam penelitian ini terdapat dua sampel, yaitu kelas X MIA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X MIA 2 sebagai kelas kontrol. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi experiment dengan desain nonequivalent control group dan teknik pengambilan sampel berupa purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu instrumen tes berupa 20 soal pilihan ganda dan instrumen nontes berupa angket. Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji-t yang dilakukan terhadap data posttest diperoleh nilai thitung >
ttabel. Hal ini menunjukkan bahwa secara signifikan, pembelajaran menggunakan modul digital berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Selain itu, pada hasil N- Gain kelas eksperimen mengalami peningkatan pada jenjang kognitif memahami (C2), menerapkan (C3) dan menganalisis (C4) yang lebih unggul dibandingkan kelas kontrol. Hal ini juga didukung oleh hasil angket respon siswa yang mendapatkan respon positif terhadap pembelajaran menggunakan modul digital dengan persentase 75,15. Sementara, pada jenjang kognitif C1 (mengingat), pembelajaran menggunakan buku teks pelajaran lebih unggul dibandingkan pembelajaran menggunakan modul digital.
Kata Kunci : Modul Digital, Vektor, Hasil Belajar.
vi ABSTRACT
ANNISA RIZKIANA, NIM. 1112016300005. The Effect of Digital Module to the Achievements of Student on the Concept of Vector. Skripsi of Physics Education Program, Science Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teacher Training, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
This research aims to know the effect of digital module to th acievements of student on the concept of vector. The research was conducted for 3 weeks, on 23 October to 08 November 2017 in MAS Manaratul Islam. In this research there are two sample, that class X MIA 1 as experiment class and class X MIA 2 as control class. The research method used is quasi experiment with nonequivalent control group design and sampling technique in the form of purposive sampling. The instrument used in this research is a test instrument in the form of 20 multiple choice questions and nontes instrument in the form of a questionnaire. Based on result of hypothesis test by using t-test conducted to posttest data obtained tcount >
ttable. This shows that learning using digital module affect student learning outcomes. In addition, in the experimental N-Gain test the experimental class increased in cognitive understanding level (C2), applying (C3) and analyzing (C4) which was superior to the control class. This is also supported by the results of questionnaire responses of students who get a positive response to learning using digital modules with a percentage of 75.15. Meanwhile, at cognitive level C1 (remembering), learning using textbooks is more superior than learning using digital modules.
Keywords: Digital Module, Vector, Achievements.
vii
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia- Nya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Modul Digital terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Vektor”. Sholawat serta salam, semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan kita semua selaku umatnya hingga akhir zaman. Aamin ya Rabbal’alamiin.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Secara khusus, terima kasih tersebut disampaikan kepada:
1. Prof Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dwi Nanto, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Erina Hertanti, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan bimbingan saran dan pengarahan selama proses pembuatan skripsi.
5. Ai Nurlaela, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama menjadi mahasiswi pendidikan fisika.
6. Seluruh dosen, staff, dan karyawan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya jurusan pendidikan IPA, Program Studi Pendidikan Fisika yang telah memberikan ilmu pengetahuan, pemahaman, dan pelayanan selama proses perkuliahan.
7. Drs. Nurdin Muhammad, M.M selaku kepala MAS Manaratul Islam yang telah memberikan izin melakukan penelitian di sekolah tersebut.
viii
8. Muhammad Reza Suherfy, S.Pd.I selaku guru bidang studi fisika yang telah memberi motivasi, bimbingan dan saran kepada penulis selama penelitian berlangsung.
9. Hj. Titin Ummi Haniek, M.Pd, Ahmad Sobari, S.Pd, dan guru-guru MAS Manaratul Islam yang telah memberi motivasi, saran dan doa kepada penulis selama penelitian berlangsung.
10. Keluarga tercinta, khususnya Bapak (Saidi), Mamah (Nur Asiah), dan Adik (Salsabila Nursalima serta Alm. Taufik Dwi Cahyo) yang selalu memberikan doa dan dukungan, serta menjadi motivasi yang luar biasa kepada penulis.
11. Teman seperjuangan, Khilda Fauzia, Siti Chotdijah, Mutiah Hanifah, Iin Sanita, Fitri Cahya Ningrum, Binti Soleha, Choerun Nisa, dan Nurul Azizah yang telah memberikan motivasi dan dukungan dalam berbagai bentuk kepada penulis.
12. Keluarga Pendidikan Fisika 2012, yang senantiasa memberi pembelajaran serta pengalaman yang berarti.
13. Keluarga POSTAR, Ari Mulyasari, Rizka M.Z , Syarifatul Hilwa, Eliyana Safitri, Amalia Husein, Refika Nurul Afifa, Nurul Zuliyanti, dan Nur Asih R., yang selalu memberikan dukungan dalam berbagai bentuk kepada penulis.
14. Yudistira Saputra, terima kasih atas segala dukungannya dan setia menjadi pendamping dalam berbagai keadaan.
15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga Allah membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dengan balasan yang terbaik. Aamiin
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangung sangat penulis harapkan untuk perbaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aaamiin
Jakarta, Januari 2018
Penulis
ix DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK... ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI... ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Perumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 7
A. Kajian Teoritis ... 7
1. Hakikat Modul ... 7
a. Pengertian Modul... 7
b. Pengertian Modul Digital ... 8
c. Manfaat Modul Digital ... 9
d. Karakteristik Modul Digital ... 10
e. Keuntungan Modul Digital ... 11
f. Komponen-Komponen Modul Digital ... 12
2. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar ... 13
3. Konsep Vektor ... 17
x
a. Peta Konsep Vektor ... 17
b. Materi Konsep Vektor ... 17
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 21
C. Kerangka Berpikir ... 24
D. Hipotesis Penelitian ... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27
B. Metode Penelitian... 27
C. Desain Penelitian ... 27
D. Variabel Penelitian ... 28
E. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29
F. Teknik Pengumpulan Data ... 29
G. Instrumen Penelitian... 30
1. Instrumen Tes ... 30
2. Instrumen Nontes ... 31
H. Kalibrasi Instrumen ... 31
1. Kalibrasi Instrumen Tes ... 32
2. Kalibrasi Instrumen Nontes ... 36
I. Analisis Data Tes ... 37
1. Uji Prasyarat Analisis ... 37
a. Uji Normalitas ... 37
b. Uji Homogenitas ... 38
2. Uji Hipotesis ... 38
3. Hipotesis Statistik ... 40
4. N-Gain ... 41
J. Analisis Data Nontes ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 43
A. Hasil Penelitian ... 43
1. Hasil Pretest ... 43
xi
2. Hasil Posttest ... 44
3. Rekapitulasi Hasil Belajar ... 45
a. Hasil Pretest dan Posttest ... 45
b. Kemampuan Kognitif Siswa ... 45
4. Hasil N-Gain ... 46
5. Hasil Uji Prasyarat Analisis Statistik ... 48
a. Uji Normalitas ... 48
b. Uji Homogenitas ... 49
6. Hasil Uji Hipotesis ... 49
7. Hasil Analisis Data Angket ... 50
B. Pembahasan ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 55
A. Kesimpulan ... 55
B. Saran ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 56 LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan antara Modul Digital dengan Modul Cetak ... 9
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 28
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 30
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Nontes (Angket) ... 31
Tabel 3.4 Interprestasi Koefisien Korelasi Nilai ... 33
Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes ... 33
Tabel 3.6 Interprestasi Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 34
Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes ... 34
Tabel 3.8 Kriteria Taraf Kesukaran ... 35
Tabel 3.9 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes... 35
Tabel 3.10 Kriteria Daya Pembeda ... 36
Tabel 3.11 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen Tes ... 36
Tabel 3.12 Uji Validitas Instrumen Nontes ... 36
Tabel 3.13 Kategori Uji Normalitas (Uji Chi Square) ... 38
Tabel 3.14 Kategori Uji Homogenitas (Uji fisher)... 38
Tabel 3.15 Kategori Uji Hipotesis (Uji T) ... 39
Tabel 3.16 Kategori Uji Hipotesis (Uji T’) ... 40
Tabel 3.17 Kategori Uji Hipotesis (Uji U) ... 40
Tabel 3.18 Kriteria Pengujian N-Gain ... 41
Tabel 3.19 Penilaian Alternatif Pernyataan Angket ... 42
Tabel 3.20 Kriteria Interval Data Nontes ... 42
Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Pretest dan Posttest Kelas Kontrol dan Kelas ... 45
Tabel 4.2 Hasil Rata-Rata N-gain Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 47
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Data Pretest dan Posttest Kelas ... 48
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretest dan Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 49
Tabel 4.5 Uji Hipotesis Pretest dan Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 49
xiii
Tabel 4.6 Hasil Angket Respon Siswa terhadap Pembelajaran menggunakan Modul ... 50
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Peta Konsep Vektor ... 17
Gambar 2.2 Gambar Sebuah Vektor PQ ... 18
Gambar 2.3 Resultan Vektor A + B dengan Metode Poligon ... 19
Gambar 2.4 Resultan Vektor A + B dengan Metode Jajargenjang... 19
Gambar 2.5 Komponen-Komponen Sebuah Vektor ... 20
Gambar 2.6 Bagan Kerangka Berpikir ... 26
Gambar 4.1 Diagram Frekuensi Hasil Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 43
Gambar 4.2 Diagram Frekuensi Hasil Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 44
Gambar 4.3 Diagram Hasil Pretest dan Posttest Kemampuan Kognitif Siswa pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 46
Gambar 4.4 Diagram N-Gain Hasil Belajar Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol... ... 47
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A PERANGKAT PEMBELAJARAN ... 60
Lampiran A.1 RPP Kelas Eksperimen ... 62
Lampiran A.2 RPP Kelas Kontrol ... 88
Lampiran B INSTRUMEN PENELITIAN 112
Lampiran B.1 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 115
Lampiran B.2 Instrumen Tes ... 116
Lampiran B.3 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ... 156
Lampiran B.4 Soal Instrumen Penelitian ... 158
Lampiran B.5 Kisi-Kisi Instrumen Nontes ... 164
Lampiran B.6 Lembar Angket ... 165
Lampiran B.7 Lembar Uji Validitas Instrumen Nontes ... 166
Lampiran B.8 Lembar Uji Validasi Ahli Media ... 167
Lampiran B.9 Lembar Uji Validasi Ahli Materi ... 173
Lampiran C ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN 173
Lampiran C.1 Data Hasil Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 180
Lampiran C.2 Hasil Pretest Kelas Eksperimen ... 181
Lampiran C.3 Hasil Pretest Kelas Kontrol ... 182
Lampiran C.4 Data Hasil Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ... 183
Lampiran C.5 Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 184
Lampiran C.6 Hasil Posttest Kelas Kontrol ... 185
Lampiran C.7 Uji Normalitas Data Pretest Kelas Eksperimen ... 186
Lampiran C.8 Uji Normalitas Data Pretest Kelas Kontrol ... 188
Lampiran C.9 Uji Normalitas Data Posttest Kelas Eksperimen ... 190
Lampiran C.10 Uji Normalitas Data Posttest Kelas Kontrol ... 192
Lampiran C.11 Uji Homogenitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 194
Lampiran C.12 Uji Hipotesis Data Hasil Pretest ... 195
Lampiran C.13 Uji Hipotesis Data Hasil Posttest ... 197
xvi
Lampiran C.14 Data Persentase Ranah Kognitif ... 199 Lampiran C.15 Hasil N-gain ... 201 Lampiran C.16 Data Hasil Angket Respon Siswa ... 206
Lampiran D SURAT-SURAT PENELITIAN 201
Lampiran D. 1 Surat Izin Penelitian ... 208 Lampiran D. 2 Surat Keterangan Penelitian ... 209
Lampiran E LAIN-LAIN 204
Lampiran E.1 Print Screen Modul Digital 211
Lampiran E.2 Lembar Uji Referensi 221
Lampiran E.3 Biodata Penulis 230
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks (tertulis maupun tidak tertulis) yang tersusun secara sistematis, digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.1 Bahan ajar tertulis merupakan bahan ajar dalam bentuk cetak seperti buku teks, modul, lembaran kerja siswa, dan sebagainya, sedangkan bahan ajar tidak tertulis merupakan bahan ajar dalam bentuk non cetak seperti kaset, CD audio, video, film, bahan ajar interaktif atau bahan ajar dalam bentuk program lainnya. Sementara, bahan ajar yang digunakan di sekolah biasanya dalam bentuk cetak yaitu buku paket atau lebih dikenal dengan buku teks pelajaran.
Buku teks merupakan buku tentang suatu bidang studi atau ilmu tertentu yang disusun untuk memudahkan para guru dan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran.2 Buku teks disusun secara lengkap dan sistematis, artinya buku disusun secara urut untuk memudahkan siswa belajar. Buku teks juga bersifat unik dan spesifik. Buku teks yang bersifat unik maksudnya buku tersebut hanya digunakan untuk sasaran dalam proses pembelajaran tertentu, sementara bersifat spesifik artinya isi buku teks dirancang sedemikian rupa guna mencapai kompetensi dari sasaran tersebut. Isi buku teks merupakan penjabaran atau uraian dari materi pokok bahan belajar yang ditetapkan dalam kurikulum. Dilihat dari sifat dan isinya, buku teks termasuk salah satu perangkat pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan dari kurikulum. Selain itu, buku teks juga dijadikan sebagai sarana atau sumber belajar untuk meningkatkan dan meratakan mutu pendidikan nasional, artinya buku teks harus berkualitas.
Menurut Greene dan Petty, buku teks yang berkualitas memiliki sepuluh kategori, yaitu: (1) Buku teks harus menarik minat siswa yang menggunakannya.
1M. Bruri Triyono, dkk., Pengembangan Bahan Ajar, (Magelang: UNIVERSITAS GADJAH MADA, 2009), h. 2.
2Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan Pemanfaatan, dan Penilaian. (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h. 15.
(2) Buku teks harus mampu memberikan motivasi kepada siswa yang menggunakannya. (3) Buku teks harus memuat ilustrasi yang menarik untuk siswa yang menggunakannya. (4) Buku teks sebaiknya mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga sesuai dengan kemampuan siswa yang menggunakannya. (5) Isi buku pelajaran harus berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya. (6) Buku teks harus dapat menstimulasi aktivitas-aktivitas pribadi siswa yang menggunakannya. (7) Buku teks harus dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang samar dan tidak bias, supaya tidak membuat siswa bingung ketika menggunakannya. (8) Buku teks harus mempunyai sudut pandang atau point of view yang jelas dan tegas. (9) Buku teks harus mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang dewasa. (10) Buku teks harus dapat menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para pemakainya.3
Berdasarkan hasil wawancara kepada guru dan siswa di tingkat SMA dan sederajat yang berada di daerah Jakarta Selatan, bahan ajar yang digunakan hanya buku teks pelajaran dan tidak ada bahan ajar pendamping. Selain itu, diperoleh juga informasi bahwa terdapat beberapa kekurangan dari buku teks pelajaran tersebut. Pertama, penyajian materi dalam buku teks terlalu terlalu luas dan banyak penurunan rumus. Kedua, keterbacaan buku rendah karena kalimat sulit dipahami. Ketiga, ilustrasi dalam buku kurang menarik. Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa buku yang digunakan masih belum memenuhi kualitas yang telah dijelaskan sebelumnya. Salah satu buku yang termasuk dalam kategori ini adalah buku pelajaran fisika.
Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala dan peristiwa atau fenomena alam serta berusaha untuk mengungkapkan segala rahasia dan hukum semesta.4 Objek fisika meliputi karakter, gejala dan peristiwa yang terjadi atau terkandung dalam benda-benda mati atau benda yang tidak melakukan pengembangan diri. Menurut Kusmana
3Musnar Muslich, Textbook Writing, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2010), h. 53.
4Betha Nurina Sari, “Sistem Pembelajaran KBK terhadap Motivasi Belajar Para Peserta Didik pada Bidang Studi Fisika”, https://www.scribd.com/doc/72882239/Simtem-Pembelajaran- Fisika. 09 Desember 2017.
dalam penelitiannya mengatakan bahwa pelajaran fisika dalam kehidupan sehari- hari merupakan pelajaran yang masih sulit dipahami oleh kebanyakan siswa.5
Kesulitan siswa dalam memahami pelajaran fisika tidak terlepas dari banyaknya konsep yang bersifat abstrak dan penggunaan rumus yang saling berhubungan. Dalam hal ini siswa sering merasa kesulitan untuk meng- aplikasikannya. Selain itu, kesulitan siswa juga sering terjadi pada saat memecahkan masalah suatu konsep yang hanya dapat diselesaikan dalam bentuk diagram.6 Salah satu konsep tersebut adalah vektor.
Menurut penelitian M. Jazuri, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam memahami vektor. Pertama, penggambaran konsep gaya vektor yang tidak didasarkan pada aturan-aturan penjumlahan vektor yang benar. Kedua, pemahaman tentang definisi konsep yang kurang tepat.
Ketiga, penggunaan rumus vektor yang menimbulkan miskonsepsi.7 Selain itu, kesulitan siswa dalam memahami suatu konsep disebabkan oleh terbatasnya bahan ajar yang digunakan. Hal ini disampaikan juga oleh Bahtiar Muslim dalam penelitiannya, bahwa terbatasnya bahan ajar yang digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar dapat menyebabkan siswa sulit memahami konsep sehingga mempengaruhi hasil belajarnya.8 Oleh karena itu, untuk melengkapi kekurangan buku teks dan terbatasnya bahan ajar yang digunakan, peneliti akan membuat bahan ajar pendamping bagi siswa, yaitu modul.
Modul merupakan bahan ajar yang dirancang untuk dipelajari oleh siswa secara mandiri.9 Modul juga memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan buku teks pelajaran. Kelebihannya terletak pada komunikasi dua arah, bisa digunakan
5Kusmana, “Pembelajaran Inkuiri dengan Menggunakan Media Analisis Ruang pada Pokok Bahasan Vektor”, Tesis pada Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2008, h. 1, tidak dipublikasikan.
6Budi Purwanto, Theory And Aplication Physics; for Grade X of Senior High School and Islamic Senior High School, (Solo: Bilingual, 2009), h. 49.
7M. Jazuri, “Analisis Kesulitan Peserta Didik dalam Memahami Konsep Fisika Materi Pokok Vektor pada Peserta Didik Kelas X Semester 1 MA YA Falah Grobogan”, Skripsi pada Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2009, h. 45, tidak dipublikasikan.
8Bahtiar Muslim, “Efektivitas Penggunaan Modul Pembelajaran Pendidikan Kewarga- negaraan dalam Upaya Pencapaian Hasil Belajar Siswa Kelas IX SMP Negeri 4 Kalasan”, Skripsi pada Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2012, h. 3, tidak dipublikasikan.
9Yudhi Munadi, Media Pembelajaran: Sebuah Pendekatan Baru, (Ciputat: GP Press Jakarta, 2012), h. 99.
untuk pendidikan dan pelatihan jarak jauh, interaktif dan dialogis, strukturnya jelas, memotivasi, menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang baru didapatkan, materi terbagi dalam penggalan-penggalan kecil, serta ada penugasan dan umpan balik.
Modul biasanya diberikan dalam bentuk cetak. Namun, sesuai dengan perkembangan teknologi, modul bisa ditransformasikan ke dalam bentuk elektronik yang lebih dikenal dengan e-module, modul elektronik, atau modul digital. Ada beberapa kelebihan dari modul digital dibandingkan dengan modul cetak, yaitu: (1) biaya produksi yang lebih murah, (2) tahan lama dan tidak akan lapuk dimakan waktu, dan (3) lebih praktis untuk dibawa.
Desain modul digital dalam penelitian ini mengikuti saran dari M. Jazuri, yaitu penyajian konsep secara utuh, penyelesaian soal menggunakan metode analisis, dan latihan soal secara intensif.10 Pertama, penyajian konsep secara utuh.
Salah satu pembahasan dalam konsep penjumlahan vektor, yaitu penguraian komponen vektor. Pada umumnya, penyajian pembelajaran subkonsep penguraian komponen vektor hanya terfokus pada rumus yang digunakan. Padahal, permasalahan dalam subkonsep tersebut juga meliputi pelukisan vektor secara grafis. Oleh karena itu, subkonsep penguraian vektor baik secara grafis maupun matematis dalam modul digital akan disajikan dalam bentuk animasi. Kedua, penyelesaian soal menggunakan metode analisis. Kesalahan dalam menganalisis suatu vektor sering terjadi ketika menentukan sudut (nilai sinus dan cosinus). Oleh karena itu, untuk meminimalisir kesalahan tersebut komponen vektor diuraikan pada sumbu x dan sumbu y, dilengkapi dengan penentuan sudut dari sumbu x positif yang akan disajikan dalam bentuk animasi. Ketiga, latihan soal secara intensif. Latihan soal akan diberikan dalam bentuk evaluasi pada setiap pertemuan. Evaluasi yang akan diberikan berupa soal pilihan ganda dilengkapi dengan animasi pada beberapa soal. Selain itu, evaluasi akan dilengkapi timer sebagai pengingat waktu. Setiap soal yang sudah dijawab akan langsung dikoreksi secara otomatis oleh sistem. Setelah itu, akan ditampilkan pembahasan dilengkapi dengan beberapa simulasi untuk mengetahui kesalahan ketika menjawab.
10M. Jazuri. loc.cit.
Selanjutnya, ketika semua soal selesai dijawab, sistem akan menampilkan skor akhir evaluasi.
Desain modul di atas diharapkan dapat menjadikan siswa lebih mudah memahami konsep vektor secara metode grafis maupun analisis. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Modul Digital terhadap Hasil Belajar Siswa pada Konsep Vektor”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi diantaranya:
1. Pada proses pembelajaran, guru jarang menggunakan bahan ajar pendamping buku teks pelajaran untuk menyajikan suatu materi.
2. Buku teks yang digunakan memiliki beberapa kelemahan terkait penyajian informasinya, bahasa yang digunakan, dan ilustrasi yang kurang menarik.
3. Kegiatan belajar mengajar di kelas yang hanya berfokus pada penjelasan guru dan penggunaan buku teks sebagai bahan ajar utama, mengakibatkan hasil belajar siswa menjadi rendah.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini akan dibatasi hanya pada hasil belajar siswa. Hasil belajar yang dimaksud, yaitu hasil belajar pada konsep vektor dengan menggunakan modul digital.
Pengukuran hasil belajar dalam penelitian ini hanya berorientasi pada ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Lorin W. Anderson, dkk. Ranah koginitif dalam penelitian ini dimulai dari C1 (mengingat), C2 (memahami), C3 (menerapkan), dan C4 (menganalisis).
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh modul digital terhadap hasil belajar siswa pada konsep vektor?
2. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa tiap aspek kognitif yang menggunakan modul digital?
3. Bagaimana respon siswa yang menggunakan modul digital?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui adanya pengaruh modul digital terhadap hasil belajar siswa pada konsep vektor?
2. Untuk mengetahui seberapa besar peningkatan hasil belajar siswa tiap aspek kognitif yang menggunakan modul digital?
3. Untuk mengetahui respon siswa yang menggunakan modul digital?
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi tentang pembelajaran menggunakan modul digital.
2. Memberikan pertimbangan dalam menentukan pengembangan bahan ajar, terutama dalam sistem belajar mandiri.
3. Memberikan alternatif pilihan bagi guru dalam menggunakan bahan ajar di kelas.
7 BAB II
KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Teoritis 1. Hakikat Modul
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar.1 Selain itu, bahan ajar memungkinkan siswa mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Bentuk bahan ajar paling tidak dapat dikelompokkan menjadi empat, salah satunya adalah bahan ajar cetak. Bahan ajar cetak antara lain handout, buku, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, dan modul.2
a. Pengertian Modul
Modul merupakan salah satu program yang disusun dalam bentuk satuan tertentu dan didesain sedemikian rupa untuk kepentingan belajar siswa. Satu paket modul biasanya memiliki komponen petunjuk guru, lembaran kegiatan siswa, lembaran kerja siswa, kunci lembaran kerja siswa, dan kunci lembaran tes. Modul ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara mandiri sesuai dengan percepatan pembelajaran masing-masing.3
Menurut Suharjono, modul merupakan materi yang disusun secara tertulis sedemikian rupa sehingga pembaca diharapkan dapat menyerap sendiri materi tersebut, dengan tujuan sebagai bahan pembelajaran mandiri siswa. Hal ini senada dengan pernyataan Andi Prastowo dalam bukunya mengatakan bahwa modul adalah sebuah bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar
1Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran : Mengembangkan Standar Kompetensi Guru.
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 173.
2Ibid., h. 174.
3Rudi Susilana dan Cepi Riyana, Media Pembelajaran: Hakikat Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h. 125.
mereka dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari guru.4 Sementara menurut Rusell dan Suharjono, modul merupakan suatu paket pembelajaran berkaitan dengan unit pelajaran terkecil memuat sebuah konsep tunggal.5 Sehingga dapat disimpulkan bahwa modul merupakan suatu paket pembelajaran yang disusun secara tertulis dan sistematis dengan bahasa yang mudah dipahami sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usia pembaca.
b. Pengertian Modul Digital
Perkembangan teknologi saat ini, mendorong terjadinya perpaduan antara teknologi cetak dengan teknologi komputer. Hal ini juga terjadi dalam kegiatan pembelajaran. Berbagai bahan ajar cetak, salah satunya modul dapat ditransformasikan penyajiannya ke dalam bentuk elektronik, sehingga ada istilah modul elektronik atau yang dikenal dengan istilah e-module atau modul digital.
Sejauh ini, tidak ada definisi pasti mengenai modul digital.6 Namun, dengan mengacu pada berbagai istilah yang berhubungan tersebut dapat diidentifikasi bahwa modul digital merupakan penggabungan istilah modul dalam bentuk bahan belajar elektronik (e-book). Dengan demikian, modul digital dapat didefinisikan sebagai sebuah bentuk penyajian bahan belajar mandiri yang disusun secara sistematis ke dalam unit pembelajaran terkecil untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, yang disajikan dalam format elektronik.
Berdasarkan pengertian mengenai modul dan modul digital tersebut, terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara modul cetak dengan modul digital. Perbedaan tersebut hanya terdapat pada format penyajian secara fisik. Dimana, modul digital membutuhkan perangkat komputer untuk menggunakannya. Sementara, komponen-komponen penyusun antara modul cetak dengan modul digital tidak memiliki perbedaan. Modul digital mengadaptasi
4Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif: Menciptakan Metode Pembelajaran yang Menarik dan Menyenangkan, (Yogyakarta: DIVA Press, 2012), cet. ke IV, h.
106.
5Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 36-37.
6Rati Fadliyati, “Hasil Produk E-Modul”, https://sites.google.com/site/elearningtp2010/
pengembangan-bahan-ajar/modul/hasil-produk-e-modul , 01 Oktober 2017.
komponen-komponen yang terdapat di dalam modul cetak pada umumnya. Tabel 2.1 berikut menjelaskan perbedaan antara modul digital dengan modul cetak.
Tabel 2. 1 Perbedaan antara Modul Digital dengan Modul Cetak :
Modul Digital Modul Cetak
Ditampilkan menggunakan kumpulan kertas monitor atau layar computer yang berisi informasi dan diberi cover
Ditampilkan berbentuk buku lembaran kertas yang tercetak berjilid dan diberi cover
Lebih praktis dibawa kemana-mana, tidak peduli berapa jumlah halaman yang ada dan tidak berbentuk tebal
Bisa digenggam dan dibawa kemana mana tapi lebih berat
Menggunakan CD memori atau memori card ,USB dll
Menggunakan buku sebagai media Biaya produksi lebih murah karena
tidak tercetak
Biaya produksi lebih mahal karena tercetak
c. Manfaat Modul Digital
Salah satu tujuan pembelajaran menggunakan modul digital sama dengan modul cetak, yaitu salah satu bentuk usaha untuk membelajarkan siswa secara mandiri dalam rangka meningkatkan kemampuan siswa menguasai satu unit pelajaran sebelum pindah ke unit yang lainnya. Sementara, manfaat modul digital antara lain:7
(1) Memungkinkan penyajian pembelajaran yang seragam pada kelas besar, tetapi landasan belajar secara individual lebih tinggi;
(2) Adanya fleksibilitas bagi siswa dan guru untuk pembelajaran unit kecil pelajaran yang dapat disusun dalam suatu format yang beraneka ragam;
(3) Menyiapkan kebebasan siswa yang maksimal dalam belajar secara independen;
(4) Menyiapkan partisipatif aktif siswa;
(5) Bila digunakan secara baik, membebaskan guru mengajar materi yang sama secara berulang-ulang dalam suatu kelas; dan
(6) Dapat dirancang untuk membangkitkan interaksi antarsiswa dalam belajar.
7Ibid., h. 37.
d. Karakteristik Modul Digital
Sebuah modul akan bermakna jika siswa dapat dengan mudah menggunakannya. Oleh karena itu, modul digital juga memiliki beberapa karakteristik yang sama dengan modul cetak sebagai berikut:8
1. Self Instruction; merupakan karakteristik pembelajaran menggunakan modul, seseorang dapat membelajarkan diri sendiri dan tidak tergantung pada pihak lain. Hal ini sesuai dengan tujuan modul, agar siswa mampu belajar mandiri.
Untuk memenuhi karakter self instruction, maka modul harus:
a) Memuat tujuan pembelajaran yang jelas, dan dapat menggambarkan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar;
b) Memuat materi pembelajaran yang dikemas dalam unit-unit kegiatan yang kecil/spesifik, sehingga memudahkan dipelajari secara tuntas;
c) Tersedia contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran;
d) Terdapat soal-soal latihan, tugas dan sejenisnya yang memungkinkan untuk mengukur penguasaan peserta didik;
e) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana, tugas atau konteks kegiatan dan lingkungan peserta didik;
f) Menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif;
g) Terdapat rangkuman materi pembelajaran;
h) Terdapat instrumen penilaian, yang memungkinkan siswa melakukan penilaian mandiri (self assessment);
i) Terdapat umpan balik atas penilaian peserta didik, sehingga peserta didik mengetahui tingkat penguasaan materi;
j) Terdapat informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud.
2. Self Contained; merupakan karakteristik sebuah modul yang memuat seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan. Tujuan dari self contained adalah memberikan kesempatan siswa mempelajari materi pembelajaran secara
8Daryanto, Menyusun Modul: Bahan Ajar untuk Persiapan Guru dalam Mengajar, (Yogyakarta: Penerbit Gaya Media, 2013), h. 9-11.
tuntas, karena materi belajar dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu kompetensi/
subkompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi/subkompetensi yang harus dikuasai oleh siswa.
3. Stand Alone (Berdiri Sendiri); merupakan karakteristik modul yang tidak tergantung pada bahan ajar lain, atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain. Artinya, siswa yang menggunakan modul tidak perlu bahan ajar yang lain untuk mempelajari atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika siswa masih menggunakan dan bergantung pada bahan ajar lain selain modul yang digunakan, maka bahan ajar tersebut tidak dikategorikan sebagai modul yang berdiri sendiri.
4. Adaptif; merupakan karakteristik modul yang sifatnya memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Artinya, modul dapat dikatakan adaptif jika modul tersebut menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel/ luwes yang dapat digunakan di berbagai perangkat keras (hardware).
5. User Friendly; merupakan karakteristik modul yang sifatnya memenuhi kaidah user friendly atau bersahabat dengan pemakainya. Artinya, setiap instruksi dan paparan informasi yang tampil pada modul bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai dengan keinginan. Selain itu, penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.
e. Keuntungan Modul Digital
Sesuai dengan pengertian yang sudah dijelaskan di atas, modul disusun untuk memudahkan siswa memahami materi pembelajaran secara mandiri. Selain itu, modul digital juga praktis jika dibawa kemana-mana dan memiliki biaya
produksi yang lebih murah. Sementara, keuntungan modul digital lainnya yang sama dengan modul cetak yaitu:9
1) Dapat meningkatkan motivasi siswa, karena setiap tugas pelajaran dibatasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan.
2) Setelah dilakukan evaluasi, siswa mengetahui benar pada modul yang mana siswa telah berhasil dan pada bagian modul yang mana mereka belum berhasil.
3) Siswa mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya.
4) Bahan pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester.
5) Pendidikan lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun menurut jenjang akademik.
f. Komponen-Komponen Modul Digital
Bahan ajar yang baik harus memperhatikan komponen-komponen yang harus ada di bahan ajar. Modul digital juga memiliki komponen-komponen yang sama dengan bahan ajar, antara lain:10
1) Petunjuk belajar yang dicantumkan harus jelas.
2) Kompetensi yang akan dicapai berupa kompetensi dasar, maupun indikator yang harus dikuasai peserta didik.
3) Konsep-konsep yang disajikan harus jelas.
4) Latihan-latihan serta tugas yang diberikan kepada siswa untuk melatih kemampuan mereka.
5) Petunjuk kerja atau lembar kerja yang berisi kegiatan tertentu dilakukan oleh siswa.
6) Evaluasi berupa sejumlah pertanyaan yang ditujukkan kepada siswa untuk mengukur seberapa jauh penguasaan kompetensi yang berhasil mereka kuasai setelah mengikuti proses pembelajaran.
9Ervian Arif Muhafid, “Pengembangan Modul IPA Terpadu berpendekatan Keterampilan Proses pada Tema Bunyi di SMP Kelas VIII”, Skripsi pada Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2013, h.11, tidak dipublikasikan.
10Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, (Jogjakarta: DIVA Press, 2012), cet. IV, h. 112.
2. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar
Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Belajar adalah berusaha (berlatih dan sebagainya) supaya mendapat sesuatu kepandaian.11 Sementara, hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Menurut Hamalik, hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, dan sikap-sikap serta kemampuan peserta didik. Lebih lanjut Sudjana berpendapat bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.12 Sementara menurut Gagne, hasil belajar dibagi menjadi lima kategori, antara lain: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris.13 Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.14
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).
Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak termasuk kategori ranah kognitif.15 Kategori-kategori yang termasuk dalam ranah kognitif ini adalah:
a) Mengingat (Knowledge); merupakan kemampuan mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang. Pada jenjang kognitif pada tahap ini, yang dilakukan siswa adalah mengenali (mengidentifikasi) dan mengingat kembali.
11Kunandar, Penilaian Autentik : Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik berdasarkan kurikulum 2013, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h. 313.
12Ibid., h. 62.
13Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), cet. XIV, h. 22.
14Ibid.
15Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 49- 50.
Proses mengenali adalah mengambil pengetahuan yang dibuatkan dari memori jangka panjang untuk membandingkannya dengan informasi yang baru saja diterima, sedangkan proses mengingat kembali adalah pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang ketika soalnya menghendaki demikian. Artinya, dalam proses mengingat kembali, siswa mencari informasi di memori jangka panjang dan membawa informasi tersebut ke memori kerja untuk diproses.16
b) Memahami (Comprehension); merupakan kemampuan mengkontruksi makna dari materi pembelajaran, termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru. Pada jenjang kognitif ini, yang dilakukan siswa adalah menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpul- kan, membandingkan, dan menjelaskan.
c) Mengaplikasikan (Application); merupakan kemampuan menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu. Pada jenjang kognitif ini, adalah mengeksekusi atau melaksanakan dan mengimplementasikan.
d) Menganalisis (Analysis); merupakan kemampuan memecah-mecahkan materi jadi bagian-bagian penyusunannya menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan. Pada jenjang kognitif ini, yang dilakukan siswa adalah membedakan, mengorganisasikan, dan mendekonstruksikan.
e) Mengevaluasi (evalution); merupakan kemampuan mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan atau standar. Pada jenjang kognitif ini, yang dilakukan siswa adalah memeriksa dan mengkritik. Memeriksa ini dengan cara mengkoordinasi, mendeteksi, memonitor, dan menguji.
f) Mencipta; merupakan kemampuan memadukan bagian-bagian untuk mem- bentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinil. Proses kognitif yang dilakukan siswa pada tahap ini adalah merumuskan atau membuat hipotesis, merencanakan atau mendesain, dan memproduksi atau mengkontruksi.
16Lorin W Anderson dan David R. Krathwohl, Kerangka Landasan untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen, Terjemahan Agung Prihantoro, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010), h.104.
2) Ranah afektif
Ranah afektif merupakan ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.17 Dalam ranah afektif, seorang guru juga mengukur kemampuan berpendapat siswa dengan pertanyaan yang disusun berhubungan dengan respons yang melibatkan ekspresi, perasaan atau pendapat pribadi terhadap hal-hal yang relatif sederhana tetapi bukan fakta.18 Selain itu, pada ranah ini juga mengukur sikap siswa dimana ketika ditanya mengenai responsnya yang melibatkan sikap atau nilai yang telah mendalam di sanubarinya dan guru meminta dia untuk mempertahankan pendapatnya.19 Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar.
Kategorinya dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks. Jenis-jenis kategori ranah afektif sebagai berikut:20
a) Penerimaan (Receiving); merupakan semacam kepekaan dalam menerima stimulasi dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Hal ini mencakup kesadaran, keinginan untuk menerima stimulus, kontrol dan seleksi gejala rangsangan dari luar.
b) Menanggapi (Responding); merupakan reaksi yang diberikan oleh siswa terhadap stimulasi yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.
c) Penilaian (Valuing); merupakan penilaian yang berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.
d) Mengelola (Organization); merupakan pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Kategori yang
17Anas Sudijono, op.cit., h. 54.
18Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), cet. 10, h. 121.
19Ibid., h. 122.
20Nana Sudjana, op.cit., h. 30.
termasuk dalam evaluasi organisasi adalah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dan lain-lain.
e) Karakteristik (Characterization); merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki sesorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Hal ini mencakup keseluruhan nilai dan karakteristiknya.
3) Ranah Psikomotorik
Ranah psikomotorik adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hal ini sejalan dengan Simpson yang menyatakan bahwa hasil belajar ranah psikomotorik merupakan hasil belajar dalam bentuk ketrampilan dan kemampuan bertindak individu.21 Hasil belajar ranah psikomotorik merupakan hasil lanjutan dari hasil belajar kognitif dalam memahami sesuatu dengan hasil belajar afektif yang baru tampak dalam bentuk kecendrungan untuk berprilaku.
Ranah psikomotorik juga berhubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Dalam ranah ini yang termasuk ke dalam klasifikasi gerak dimulai dari gerak yang paling sederhana, misalnya melipat kertas sampai dengan merakit suku cadang televisi serta komputer.22 Ada 6 tingkatan keterampilan pada ranah psikomotorik, yaitu:23
a) Gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).
b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar.
c) Kemampuan perseptuan termasuk di dalamnya membedakan visual, auditif motorik, dan lain-lain.
d) Kemampuan di bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan.
e) Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.
f) Kemampuan yang berkenaan dengan non decursive komunikasi seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
21Anas Sudijono, op.cit., h. 57.
22Suharsimi Arikunto, op.cit., h. 122.
23Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: SINAR BARU ALGENSINDO, 2014), cet. XIV, h. 54.
3. Konsep Vektor a. Peta Konsep Vektor
Vektor yang dipelajari pada tingkat SMA kelas X mencakup materi antara lain penjumlahan vektor, penguraian vektor, perkalian vektor, serta penyelesaian secara grafis dan analisis.
b. Materi Konsep Vektor
Dalam fisika, untuk menyatakan suatu besaran, tidak cukup hanya mengetahui tentang nilai dari besaran tersebut. Beberapa besaran fisika juga perlu dinyatakan dalam suatu nilai dan arah. Besaran yang hanya memiliki nilai saja disebut besaran skalar, misalnya jarak, kelajuan, massa, dan lain-lain. Sementara, besaran yang memiliki nilai dan arah disebut besaran vektor, misalnya gaya, kecepatan, percepatan, perpindahan, dan lain-lain.
1) Notasi vektor
Sebuah vektor digambarkan dengan sebuah anak panah yang terdiri dari pangkal (titik tangkap), ujung dan panjang anak panah. Panjang anak panah menyatakan nilai dari vektor dan arah panah menunjukkan arah vektor. Pada
Vektor membahas tentang
Perkalian Vektor
Perkalian Silang
terdiri dari Penjumlahan vektor
dengan cara
Penguraian Vektor (analisis) Penggambaran
Vektor (grafis)
Poligon Jajargenjang terdiri dari
Perkalian titik
Gambar 2.1 Peta Konsep Vektor
Gambar 2.2 terlihat bahwa vektor dengan titik pangkalnya P, titik ujungnya Q serta sesuai arah panah dan nilai vektornya sebesar panjang PQ.
Keterangan :
Titik P : titik pangkal (titik tangkap) Titik Q : ujung
Panjang PQ : nilai (besarnya) vektor tersebut = |PQ|
Notasi (simbol) sebuah vektor dapat juga berupa huruf besar atau huruf kecil, biasanya berupa huruf tebal, atau berupa huruf diberi tanda panah di atasnya atau huruf miring. Contohnya : Vektor B, ⃗⃗ dan B. Sementara, nilai vektor B ditulis dengan B atau |B|.
2) Penjumlahan Vektor
Penjumlahan vektor dari beberapa vektor, berarti mencari sebuah vektor baru yang dapat menggantikan vektor-vektor yang dijumlahkan. Penjumlahan vektor dapat dilakukan dengan 2 metode, yaitu: metode grafis dan metode analisis. Penjumlahan vektor dengan metode grafis merupakan penjumlahan yang dilakukan dengan cara menggambarkan vektor-vektor yang akan dijumlahkan terlebih dahulu, kemudian vektor baru yang dihasilkan merupakan vektor resultan dan dapat diukur dengan menggunakan penggaris. Penjumlahan dengan metode grafis dapat dilakukan dengan metode poligon dan metode jajargenjang.
Sementara penjumlahan vektor dengan metode analisis merupakan penjumlahan vektor yang dapat dilakukan dengan menguraikan vektor-vektor yang akan dijumlahkan terlebih dahulu, kemudian menghitungnya dengan persamaan yang sudah ditentukan.
2.1 Metode Poligon
Pada metode ini, bila dua buah vektor A dan B akan dijumlahkan dengan cara poligon maka tahap-tahap yang harus dilakukan adalah seperti pada Gambar 2.3:
Gambar 2.2 Gambar Sebuah Vektor PQ
P Q
Langkah-langkah menggambar vektor dengan metode ini adalah:24 a. Lukiskan vektor A
b. Lukiskan vektor B dengan cara meletakkan pangkal vektor B pada ujung vektor A
c. Tarik garis dari pangkal vektor A ke ujung vektor B
d. Vektor resultan merupakan vektor yang mempunyai pangkal di vektor A dan mempunyai ujung di vektor B.
2.2 Metode Jajargenjang
Cara menggambarkan vektor resultan dengan metode jajargenjang sebagai berikut:
Langkah-langkah menggambar vektor dengan metode ini adalah:25
a. Lukiskan vektor pertama dan vektor kedua dengan titik pangkal berhimpit.
b. Lukis sebuah jajargenjang dengan kedua vektor tersebut sebagai sisi-sisinya.
c. Resultannya adalah sebuah vektor, yang merupakan diagonal dari jajargenjang tersebut dengan titik pangkal sama dengan titik pangkal kedua vektor tersebut.
Analisis vektor pada metode jajargenjang biasanya menggunakan persamaan kosinus adalah:26
| | √
24Marthen Kanginan, Fisika I untuk SMA/MA kelas X: berdasarkan Kurikulum 2013, (Jakarta: Erlangga, 2013), h. 45.
25Ibid., h. 47.
26Ibid., h. 49.
A B
A B
R = A + B
Gambar 2.4 Resultan Vektor A + B dengan Metode Jajargenjang A
B
A B
R = A + B Gambar 2.3 Resultan Vektor A + B dengan Metode Poligon
2.3 Metode Analisis
Penjumlahan dengan metode analisis, artinya setiap penjumlahan vektor yang membentuk sudut akan terlebih dahulu diuraikan terhadap komponen- komponennya (sumbu x dan sumbu y).
Komponen vektor A terhadap sumbu x:27 Ax = A cos θ Komponen vektor A terhadap sumbu y:28
Ay = A sin θ Besar vektor A:29
|A| = √ Arah vektor A terhadap sumbu x positif:30
tg θ 3) Perkalian Vektor
Ada dua jenis perkalian antara vektor dengan vektor. Pertama disebut perkalian titik (dot product) yang menghasilkan besaran skalar dan kedua disebut perkalian silang (cross product) yang menghasilkan besaran vektor.
3.1 Perkalian Titik
Perkalian titik (dot product) antara dua buah vektor A dan B akan menghasilkan vektor C, secara matematis didefinisikan sebagai berikut:31
•B = C
27Yohanes Surya, Fisika itu Mudah 1, (Tangerang: Bina Sumber Daya MIPA, 2001), h.
20.
28Ibid,.
29Supiyanto, Fisika SMA untuk SMA kelas X, (Jakarta: Phiβeta, 2007), h. 13.
30Ibid,.
31Ibid., h. 14.
A Ax
Ay
θ
Gambar 2.5 Komponen-Komponen Sebuah Vektor x
y
Dimana A dan B adalah vektor dan C adalah besaran skalar. Besar C dapat di- definisikan sebagai:
C = A.B cos θ Sifat-sifat perkalian titik:32
1. Bersifat komutatif : A • B = B • A
2. Bersifat distributif : A • (B + C) = A • B + A • C 3. Jika A dan B saling tegak lurus : A • B = 0
4. Jika A dan B searah : A • B = A.B 5. Jika A dan B berlawanan arah : A • B = - A.B 3.2 Perkalian Silang
Perkalian silang (cross product) antara dua buah vektor A dan B akan menghasilkan C, didefinisikan sebagai berikut:33
C = A x B sin θ
Vektor A, B dan C merupakan besaran vektor. Dimana, arah vektor C dapat diperoleh dengan cara membuat putaran dari vektor A ke B melalui sudut θ, atau dengan aturan putaran tangan kanan. Sifat-sifat perkalian silang, sebagai berikut:34 1. Tidak bersifat komutatif : A x B = - B x A
2. Jika A dan B saling tegak lurus, maka : A x B = A.B 3. Jika A dan B searah atau berlawanan arah : A x B = 0
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Sebagai acuan dalam penelitian ini, ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan modul digital antara lain sebagai berikut:
1. M. Jazuri, dalam penelitiannya berjudul “Analisis Kesulitan Peserta Didik dalam Memahami Konsep Fisika Materi Pokok Vektor pada Peserta Didik Kelas X Semester 1 MA YA FALAH Grobongan”, memberikan informasi
32Bob Foster, Akselerasi Fisika untuk SMA/MA kelas X, (Bandung: Duta, 2015), h.35.
33Supiyanto, op.cit, h. 15.
34Bob Foster, op.cit, h. 36.
bahwa kesulitan siswa dalam memahami konsep fisika materi vektor yaitu kesulitan memahami gambar dan melakukan perhitungan.35
2. Agnes Amila Wigati, dkk, dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Modul Fisika Berbasis Inkuiri Terbimbing terhadap Minat dan Hasil Belajar Siswa”, memberikan informasi bahwa peningkatan hasil belajar siswa menggunakan modul pembelajaran fisika ditunjukkan dengan nilai N- gain sebesar 0,74 termasuk ke dalam kategori tinggi.36
3. Senja Ayu Hapsari, dalam penelitiannya yang berjudul “Pengembangan Modul Fisika Braille Materi Vektor untuk Siswa Tunanetra kelas X SMA/MA Inklusi di Yogyakarta”, memberikan informasi bahwa penggunaan modul fisika dalam materi vektor terbukti berpengaruh terhadap prestasi belajar tunanetra dan disarankan kepada peneliti sebaiknya dikembangkan pula alat peraga 3 dimensi untuk memperjelas gambar yang ada dalam modul.37
4. Bahtiar Muslim, dalam penelitiannya yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Modul Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam Upaya Pencapaian Hasil Belajar Siswa Kelas IX SMP Negeri 4 Kalasan”, memberikan informasi bahwa nilai rata-rata siswa yang menggunakan modul pembelajaran lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang menggunakan buku teks pelajaran.38 5. Iin Safrina, dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Modul Digital
Interaktif terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa pada Konsep Suhu dan Kalor”, memberikan informasi bahwa penggunaan modul interaktif pada materi suhu dan kalor memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan
35M. Jazuri, “Analisis Kesulitan Peserta Didik dalam Memahami Konsep Fisika Materi Pokok Vektor pada Peserta Didik Kelas X Semester 1 MA YA Falah Grobogan”, Skripsi pada Institut Agama Islam Negeri Walisongo, Semarang, 2009, h. 45, tidak dipublikasikan.
36Agnes Amila Wigati, dkk, “Pengaruh Penggunaan Modul Fisika Berbasis Inkuiri Terbimbing terhadap Minat dan Hasil Belajar Siswa”, http://Jurnal.fkip.unila.ac.id , 01 Januari 2017.
37Senja Ayu Hapsari, “Pengembangan Modul Fisika Braille Materi Vektor untuk Siswa Tunanetra kelas X SMA/MA Inklusi di Yogyakarta”, Skripsi pada UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2013, h. 62, tidak dipublikasikan.
38Bahtiar Muslim, “Efektivitas Penggunaan Modul Pembelajaran Pendidikan Kewarga- negaraan dalam Upaya Pencapaian Hasil Belajar Siswa Kelas IX SMP Negeri 4 Kalasan”, Skripsi pada Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2012, h. 89, tidak dipublikasikan.
kemampuan C1 sampai C4. Disarankan pada peneliti berikutnya, pada modul interaktif, tombol navigasi media didesain lebih efektif, agar dapat mempermudah penggunaan modul interaktif.39
6. Sukardiyono dan Yeni Ristya Wardani, dalam jurnalnya yang berjudul
“Pengembangan Modul Fisika berbasis Kerja Laboratorium dengan Pendekatan Science Process Skills untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika”, memberikan informasi bahwa pembelajaran menggunakan modul fisika dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan N-gain sebesar 0,70 sehingga dapat dikategorikan tinggi. Selain itu, peneliti juga menyarankan pengembangan modul fisika tersebut dapat dilakukan pada selain materi suhu dan kalor serta diharapkan dapat diterapkan pada kelas dan sekolah lain.40
7. Ahmad Furqon Muzaky, dan Jeffry Handhika, dalam prosiding yang berjudul
“Penggunaan Alat Peraga Sederhana berbasis Teknologi Daur Ulang untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Materi Vektor dalam Kelas Remedial SMKN 1 Wonoasri Tahun Pelajaran 2014/2015”, memberikan informasi bahwa tingkat pemahaman konsep vektor masih rendah. Hal ini memperlihatkan bahwa konsep vektor cukup abstrak karena hanya dapat digambarkan melalui diagram atau grafik tertentu. Oleh karena itu, untuk mempelajari konsep tersebut dibutuhkan media yang tepat.41
8. Hermawanto, Kusairi, dan Wartono, dalam jurnalnya yang berjudul
“Pengaruh Blended Learning terhadap Penguasaan Konsep dan Penalaran Fisika Peserta Didik Kelas X”, memberikan informasi bahwa materi yang disajikan dengan tulisan, grafik, gambar, animasi dan simulasi dapat
39Iin Safrina, “Pengaruh Modul Digital Interaktif terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa pada Konsep Suhu dan Kalor”, Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2014, h. 61, tidak dipublikasikan.
40Sukardiyono dan Yeni Ristya Wardani, “Pengembangan Modul Fisika berbasis Kerja Laboratorium dengan Pendekatan Science Process Skills untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika”, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, 2013, h. 194.
41Ahmad Furqon Muzaky dan Jeffry Handhika, “Penggunaan Alat Peraga Sederhana berbasis Teknologi Daur Ulang untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Materi Vektor dalam Kelas Remedial SMKN 1 Wonoasri Tahun Pelajaran 2014/2015”, prosiding dalam Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika, IKIP PGRI MADIUN, vol. 6, 2015, ISSN : 2302-7827, h.
130.