• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH IDENTITAS PERSAHABATAN AMERIKA SERIKAT DAN ISRAEL TERHADAP PENOLAKAN KEANGGOTAAN PALESTINA DI PBB

N/A
N/A
Syafiyah Naurah Dewi

Academic year: 2023

Membagikan "PENGARUH IDENTITAS PERSAHABATAN AMERIKA SERIKAT DAN ISRAEL TERHADAP PENOLAKAN KEANGGOTAAN PALESTINA DI PBB"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/324770165

PENGARUH IDENTITAS PERSAHABATAN AMERIKA SERIKAT DAN ISRAEL TERHADAP PENOLAKAN KEANGGOTAAN PALESTINA DI PBB

Preprint · April 2018

DOI: 10.13140/RG.2.2.25606.88641

CITATIONS

0

READS

2,302 1 author:

Rudi Candra

Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo, Indonesia 1PUBLICATION   0CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Rudi Candra on 26 April 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.

(2)

1

PENGARUH IDENTITAS PERSAHABATAN AMERIKA SERIKAT DAN ISRAEL TERHADAP PENOLAKAN KEANGGOTAAN PALESTINA DI PBB

Oleh: Rudi Candra

Latar Belakang

Konflik antara Israel dan Palestina adalah permasalahan yang sangat pelik untuk bisa diselesaikan. Awal perseteruan bangsa Israel dengan rakyat Palestina bermula sejak Inggris memberikan sebagian tanah Palestina ke Israel selepas perang dunia pertama. Perseteruan ini semakin memanas disaat bangsa Yahudi mendeklarasikan berdirinya negara Israel di tanah Palestina pada 14 Mei 1948. Keputusan ini tidak hanya ditentang rakyat Palestina, tetapi juga hampir seluruh negara-negara Arab. Hal ini diwarnai dengan penyerangan pasukan sekutu Arab yang terdiri dari Suriah, Mesir, Jordan, Lebanon dan Irak ke negara Israel sehari kemudian, pada 15 Mei 1948. Sehingga terjadilah perang Arab-Israel pertama.

Sejarah buruk hubungan Israel dan bangsa Palestina kembali mencuat ketika pada tanggal 27 Desember 2008 hingga 18 Januari 2009 Israel melakukan serangan ke jalur Gaza, untuk melumpuhkan kekuatan Hamas. Sebuah kelompok bersenjata yang menginginkan kemerdekaan penuh bangsa Palestina. Selama ini perjuangan bangsa Palestina untuk meraih kemerdekaan melalui dua cara. Pertama melalui kekuatan senjata seperti yang dilakukan kelompok Hamas di bawah komando Perdana Menteri Palestina Ismail Haniya. Kedua melalui proses diplomasi seperti yang dilakukan kelompok Fatah yang dipimpin oleh Mahmoud Abbas.

Perjuangan untuk meraih kemerdekaan bangsa Palestina melalui proses diplomasi yang ditempuh Mahmoud Abbas dengan pengajuan proposal menjadi anggota penuh organisasi bangsa-bangsa (PBB). Namun, keinginan tersebut akhirnya ditentang keras oleh pemerintah Amerika Serikat. Alasan Amerika menolak pengajuan keanggotaan Palestina di PBB karena ditakutkan permalasahan Palestina bisa mengganggu stabilitas di dalam organisasi, dan lebih yakin pendirian negara Palestina hanya bisa dilakukan dengan pembicaraan khusus dengan pemerintah Israel dan tidak membawa permasalahan ini ke PBB.

Penolakan Amerika ini memunculkan sebuah pertanyaan, sesungguhnya hal apa yang mendasari penolakan tersebut? Bukankah dengan masuknnya Palestina menjadi anggota

(3)

2

PBB semakin mempermudah jalan dalam menciptakan perdamaian dan menetralisir konflik Israel dengan Palestina? Ataukah memang perdamaian di Timur Tengah yang diawali perdamaian Israel-Palestina bukanlah suatu yang diinginkan pemerintahan Amerika, mengingat bila perdamaian tercipta di wilayah tersebut, maka keinginan Amerika untuk mengendalikan kawasan tersebut semakin sulit tercapai? Atau barangkali, penolakan tersebut hanyalah “pesananan” pemerintah Israel yang tidak menginginkan kemerdekaan dienyam sepenuhnya oleh rakyat Palestina? Mengingat Amerika dan Israel adalah “dua kawan akrab” yang kebijakan politik luar negeri kedua negara tersebut tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya.

Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dan untuk memudahkan dalam pembahasan, maka tulisan ini akan dibagi menjadi empat bahasan.

Pada bahasan pertama akan diangkat sejarah lahir dan terusirnya bangsa Israel dari tanah Palestina sebelum mereka datang kembali untuk mendirikan Negara Israel di tanah tersebut. Hal ini dirasa perlu untuk sekedar melihat kembali mengapa tanah Palestina menjadi sebuah kawasan yang diperebutkan oleh kedua bangsa; Israel dan Arab.

Bahasan kedua dan ketiga akan difokuskan pada latar belakang hubungan yang melandasi persahabatan antara pemerintah Israel dan Amerika Serikat, inti dari bahasan ini untuk lebih menguatkan asumsi akan persamaan identitas pemerintah Israel-Amerika yang menjadikan kebijakan politik luar negeri kedua negara ini kedepannya selalu berkaitan.

Pada pembahasan terakhir, akan diketengahkan sebuah kasus terbaru dengan latar belakang konflik dua Negara Israel & Palestina, dan keikut sertaan pemerintah Amerika dalam melindungi kepentingan Negara “sahabat” mereka; Israel. Dalam isu internasional yang muncul dalam organisasi internasional PBB.

Argumen yang akan dibangun dalam tulisan ini adalah bahwa perjalanan sejarah sangat mempengaruhi terciptanya identitas khusus sebuah Negara. Menjadi suatu yang wajar selanjutnya, jika suatu Negara lebih mudah untuk bekerja sama dengan Negara yang memiliki kemiripan identitas apalagi memiliki identitas yang sama, untuk mencapai satu tujuan bersama.

(4)

3

Asumsi yang diyakini adalah bahwa persamaan identitas Israel-Amerika menjadikan kebijakan politik luar negeri kedua negara saling menopang. Sangat kontras tentunya dengan identitas yang dimiliki Palestina, yang selama ini menjadi lawan politik kedua negara tersebut. Terlebih label “teroris” yang disematkan kepada kelompok perlawanan Hamas di Palestina semakin mengukuhkan posisi Palestina. Sehingga seringkali kebijakan-kebijakan pemerintahan Amerika terhadap permasalahan Palestina terkesan kurang bijak dan lebih condong membela Israel.

Sejarah Konflik Palestina-Israel

Mayoritas Rakyat Palestina adalah keturunan Arab, sedangkan rakyat Israel adalah keturunan Yahudi. Sebenarnya bangsa Arab dan Yahudi memiliki nenek moyang yang sama, yaitu Nabi Ibrahim As. Namun persamaan ini tidak lantas menjadikan dua bangsa ini bersatu, melainkan keduanya sama-sama mengklaim bahwasannya tanah Palestina adalah hak salah satu dari kedua bangsa. Hal inilah yang melatar belakangi sulitnya perdamaian di antara keduanya.

Sejarah kependudukan bangsa Yahudi di Palestina diawali dengan kemenangan David (Daud As.) putra Musa As. melawan Goliat (Jalut, dalam versi al-Qur’an), yang menjadikannya raja di wilayah ini, terjadi di kurun waktu 1000 – 922 SM. Wilayah kekuasaannya membentang dari tepi sungai Nil di Mesir hingga sungai Efrat di Iraq. Sejarah kegemilangan bangsa Yahudi di zaman itulah yang mendasari keinginan mereka untuk kembali menguasai wilayah-wilayah tersebut sekarang, keinginan ini lebih sering dikenal dengan istilah doktrin zionisme. Sehingga bendera Israel yang terdiri dari dua garis biru diartikan dua sungai, yaitu Nil dan Efrat, dengan bintang David di tengahnya adalah intepretasi dalam mewujudkan keinginan tersebut.

Namun pada tahun 922-800 SM, sepeninggal Sulaiman As. terjadi perang saudara dalam wilayah Israel, menjadikan bangsa tersebut terbagi menjadi 2 kerajaan. Bagian utara bernama Israel beribukota Samaria dan bagian selatan bernama Yehuda beribukota Yerussalem. Tahun-tahun selanjutnya terjadilah konflik dan penaklukan di wilayah Palestina dengan beberapa kali pergantian pengusa, mulai dari kerajaan Yunani (330-322 SM) sampai dengan imperium Romawi (300-190 SM). Pada masa Romawi inilah terjadi pemberontakan bangsa Yahudi yang mengakibatkan mereka dibumi hanguskan dan diusir dari negeri

(5)

4

Palestina sehingga pada saat itu negeri Palestina menjadi area bebas Yahudi. Pada saat inilah bangsa Arab mulai menempati wilayah Palestina, dan bahasa arab digunakan sebagai bahasa percakapan sehari-hari. Sampai masuknya Islam, keberadaan dan kebudayaan bangsa arab semakin lekat dengan wilayah Palestina. Pada kekuasaan khalifah Utsman bin Affan (626 M) negeri Palestina mencapai puncak perdamaian, ditandai kehidupan penduduk yang rukun walaupun berada dalam keberagaman agama.

Pada saat perang dunia pertama (PD I) meletus, Imperium Ottoman yang berkuasa di Palestina selama 400 tahun (1516-1917 M) digulingkan. Selanjutnya wilayah Palestina dikuasai oleh Inggris. Pada masa kekuasaan Inggris inilah, awal mula pendirian negara Israel di tanah Palestina dirumuskan. Ditandai dengan pengiriman surat dari menteri luar negeri Britania Raya/Inggris oleh Arthur James Balfour kepada Lord Rothschild (Walter Rothschild dan Baron Rothschild) pemimpin komunitas Yahudi Inggris, untuk dikirimkan kembali kepada Federasi Zionis. Surat ini menyatakan posisi yang disetujui pada rapat kabinet Inggris tanggal 31 Oktober 1917. Sesungguhnya pemerintah Inggris mendukung rencana Zionis mendirikan tanah air bagi bangsa Yahudi di Palestina, dengan sebuah syarat untuk tidak melakukan hal-hal yang merugikan hak-hak komunitas yang ada di sana. Dokumen ini dikenal dengan Deklarasi Balfour.1 Setelah deklarasi ini, eksodus besar-besaran warga Yahudi di berbagai penjuru dunia ke Palestina mulai terjadi.

Tanggal 30 Januari 1922, kongres Amerika Serikat menyetujui dan memberikan dukungan terhadap pendirian negara Israel di Palestina. Inilah tonggak awal hubungan baik antara komunitas Yahudi dengan pemerintahan Amerika Serikat terjalin secara resmi.

Dukungan Amerika adalah modal utama bagi pendirian negara Israel, mengingat Amerika adalah kekuatan terbesar dan pemegang kendali negara-negara dunia sesudah perang dunia ke-dua. Sehingga pada tanggal 14 mei 1948, bangsa Yahudi mendeklarasikan berdirinya negara Israel di tanah Palestina, dan hanya butuh waktu beberapa menit saja pemerintahan Amerika menyatakan pengakuannya.

1 Hafidz Algristian, tulisan lepas “Deklarasi Balfour: Awal Pengkhianatan Israel di Era Modern”, diambil dari http://algristian.wordpress.com/2009/01/26/deklarasi-balfour-awal-pengkhianatan-israel-di-era-modern/

pada 8 Januari 2012.

(6)

5 Peran Amerika atas Pendirian Negara Israel

Banyak yang meyakini bahwa Deklarasi Balfour adalah rumusan awal berdirinya negara Israel di tanah Palestina, namun sebenarnya jauh sebelum deklarasi Balfour dikeluarkan oleh pemerintahan Inggris, dukungan pendirian negara Israel di Palestina sudah diberikan tokoh-tokoh Amerika melalui Deklarasi Blackstone2 (Blackstone Memorial) pada tahun 1891; yaitu sebuah petisi yang ditulis oleh William Blackstone Eugene dan ditanda tangani oleh 431 warga terkemuka di Amerika Serikat. Deklarasi itu berisi: “Why not give Palestine back to the Jews again? According to God’s distributions of nations, it is their home, an inalienable possesion from which they were expelled by force … Now give Palestine back to the Jews?”. Untuk selanjutnya dukungan ini dikirimkan kepada Presiden Amerika Benjamin Harrison. Proses kampanye keperpihakan Amerika atas Yahudi secara langsung atau tidak, yang dilakukan pemerintah Amerika selanjutnya, sedikit banyak mempengaruhi politik luar negeri negara-negara di daratan Amerika & Eropa selanjutnya.

Dukungan lain dari pemerintahan Amerika atas pendirian negara Israel tercermin dari sikap presiden Franklin D. Roosevelt atas hasil konferensi zionis internasional pada tanggal 11 mei 1942 yang diselenggarakan di hotel Baltimore New York. Yang mengeluarkan keputusan bersama untuk merubah Palestina menjadi negara Yahudi dan mengusir semua warga Arab. Namun jika terjadi perlawanan, mereka tidak segan-segan akan menggunakan kekuatan militer. Hal lain yang dilakukan Roosevelt adalah mengadakan pertemuan dengan salah satu ketua zionis DR. Stephan Weiz. Dalam pertemuan tersebut Roosevelt menegaskan atas sikap dukungannya sebagai presiden terhadap rencana zionisme, tertulis dalam surat resmi pada bulan oktober 1944 yang dikirim langsung kepada salah satu anggota konggres dari partai Demokrat di wilayah New York. Dalam surat itu ditegaskan tentang semua program kerja partai Demokrat di tahun 1944. Khususnya sikap mereka terhadap program eksodus dan migrasi yahudi ke Palestina untuk mendirikan Negara Yahudi di Palestina.3

2 Abu Taqi Mayestino, artikel “Ada Apa di Balik Hubungan Israel-Amerika?” diambil dari

http://ibnumariam.wordpress.com/2010/06/22/ada-apa-dibalik-hubungan-israel-amerika/ diakses pada 9 Januari 2012.

3 Dr. Rif’at Sayyid Ahmad, disadur ulang oleh Stevany dalam tulisan lepas “66 Bukti Sejarah Pembelaan Amerika terhadap Israel” diakses di http://www.stevyhanny.blogspot.com/2009/01/66-bukti-sejarah- pembelaan-amerika.html pada 9 Januari 2012.

(7)

6

Kebijakan pemerintahan Amerika pada masa presiden Harry Truman tidak jauh berbeda. Dalam konferensi pers pada 16 agustus 1945, dia menyatakan dukungannya untuk mengeksodus orang-orang yahudi di Palestina. Bahkan pada tanggal 31 agustus 1945, Harry Truman mengirimkan surat resmi kepada perdana menteri Inggris Clamant Attlee. Isinya meminta pemerintahan Inggris agar segera mengizinkan seratus ribu pengungsi yahudi di Inggris yang selamat dari ancaman pemusnahan pasukan Nazi untuk dikirim ke Palestina.

Terlebih presiden Amerika tersebut pada tanggal 14 oktober 1946, mengeluarkan surat keputusan yang berisi anjuran bagi bangsa Yahudi di seluruh dunia untuk menempati tanah Palestina, walaupun tanah Palestina masih menjadi daerah jajahan Inggris. Puncaknya, pada tanggal 29 november 1947, pemerintah Amerika pada masa kepemimpinan Truman melakukan tekanan intensif kepada beberapa negara, untuk mendukung voting pemecahan Palestina menjadi dua wilayah; bangsa yahudi dan arab. Negara-negara yang sangat terlihat mendapat tekanan Amerika adalah Haiti, Liberia dan lainnya. Karena bila mereka menolak, maka rencana pembagian tersebut akan gagal. Sehingga beberapa usaha politik Amerika tersebut berbuah dideklarasikannya negara Israel di tanah Palestina.4

Politik Mutualisme Hubungan Israel-Amerika

Keuntungan apakah sesungguhnya yang didapatkan atau diinginkan negeri Paman Sam atas dukungan terhadap negara Israel? Mengingat mulai dari proses pembentukan negara Israel sampai saat ini, dukungan politik negeri Paman Sam terhadap pemerintahan Israel tidak pernah surut. Bahkan untuk hal-hal yang berlawanan dengan paham demokrasi maupun pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) demi membela kepentingan Israel, adalah hal wajar dan dapat dimaklumi. Menjawab pertanyaan ini setidaknya ada dua aspek yang melatar belakanginya, yaitu aspek ekonomi dan aspek politik.

Dilihat dari aspek ekonomi, adalah keinginan Amerika Serikat untuk menguasai wilayah-wilayah di Timur Tengah. Mengingat wilayah Timur Tengah merupakan kawasan yang memiliki cadangan minyak bumi terbesar di dunia. Bahkan, enam dari sepuluh negara- negara pemilik cadangan minyak terbesar di dunia dihuni oleh negara-negara dari kawasan ini. Berikut kami tampilkan tabel 10 negara pemilik cadangan minyak terbesar di dunia:

4 Ibid,.

(8)

7

No Urut Nama Negara Cadangan Minyak Mentah Jumlah % dari Total Minyak Dunia

1 Saudi Arabia 259,9 miliar barrel 19,2 %

2 Kanada 175,2 miliar barrel 12,94 %

3 Iran 137,6 miliar barrel 10,16 %

4 Irak 115,0 miliar barrel -

5 Kuwait 101,5 miliar barrel 7,5 %

6 Venezuela 99,4 miliar barrel -

7 Uni Emirat Arab 97,8 miliar barrel -

8 Rusia 60,0 miliar barrel -

9 Libya 44,3 miliar barrel 3,27 %

10 Negeria 37,2 miliar barrel -

Tabel negara-negara pemilik cadangan minyak terbesar di dunia.5

Mengapa penguasaan terhadap kepemilikan minyak sangatlah penting bagi negara Amerika Serikat (AS)? Hal ini disebabkan kebutuhan dalam negeri AS terhadap minyak sangatlah besar, bahkan bisa dipastikan seluruh infrastruktur ekonomi industri dalam negeri AS masih sangat tergantung dari minyak bumi.

Lalu apa peran Israel dalam mewujudkan keinginan tersebut? Amerika sadar, bersatunya negara-negara Arab di kawasan Timur Tengah adalah bencana buat mereka.

Efek kerugian atas embargo minyak yang dilakukan Liga Arab pada perang Arab-Israel pada tahun 1974 adalah buah dari persatuan bangsa Arab. Untuk menghindari hal ini kembali terjadi, politik adu domba atau taktik memecah belah dilakukan. Fungsi negara Israel di sini sebagai “bocah nakal” pemicu konflik di dalam kawasan. Semisal, penyerangan Israel ke Lebanon pada tahun 2006 telah membuat beberapa perbedaan kebijakan bahkan perselisihan dari negara-negara Arab sendiri. Negara Suriah dan Iran mengutuk keras serangan tersebut sedangkan di lain pihak negara-negara seperti Saudi Arabia dan Mesir sebagai pusat kiblat umat Islam, tidak memberikan reaksi apapun. Selanjutnya, serangan Israel ke jalur Gaza pada tahun 2009 kembali memunculkan perpecahan di dalam kawasan Timur Tengah. Saat itu negara-negara Arab berusaha memberikan bantuan, tetapi keputusan pemerintah Mesir di bawah pimpinan Husni Mubarok untuk menutup pintu

5 Agus N. Cahyo, “Tokoh-tokoh Timur Tengah yang Diam-diam jadi Antek Amerika dan Sekutunya” . (Cet.I;

Jogjakarta: Diva Press, 2011), hal. 51-55.

(9)

8

Ra’ffah, sebagai pintu masuk satu-satunya ke jalur Gaza telah meruntuhkan seluruh harapan tersebut. Di sinilah terlihat perbedaan arah politik luar negeri beberapa negara di kawasan Timur Tengah. Setidaknya pendekatan intensif yang dilakukan Amerika kepada sebagian negara Arab (semisal Mesir, Arab Saudi dan Kuwait) dan menekan negara Arab lainnya (semisal Iran, Irak dan Libya) terbukti efektif. Tentunya keberhasilan tersebut tidak bisa diukur tanpa diuji. Konflik regional yang dilakukan Israel adalah media penguji keberhasilan politih pecah belah Amerika Serikat.

Selain keuntungan ekonomi, ada keuntungan politik yang dicapai atas persahabatan dengan negara Yahudi tersebut. Keuntungan tersebut meliputi:

1. Meraih dukungan suara dan jabatan politik. Menurut Michael C. Hudson (2007), Direktur Center Contemporary Arab Studies, Georgetown University, terdapat dua aliran pemikiran di kalangan intelektual dan politisi AS perihal sikap AS terhadap Arab (khususnya Palestina). Pertama, aliran yang membela Israel, apa yang disebut dengan doktrin “Israel-First”. Kedua, aliran yang mendukung Amerika untuk bersikap “lebih adil” di Timur Tengah, disebut dengan aliran “evenhanded”.

Komposisi dua aliran ini sangatlah jauh berbeda, mayoritas rakyat dan politisi pemangku kebijakan di Amerika lebih condong memilih doktrin “Israel-First”.

Bahkan seorang calon presidenpun bisa dipastikan tidak akan terpilih bila menganut paham “evenhanded”.6

2. Mendapatkan simpati dan pengaruh lobi zionis. Sudah dapat dipastikan hampir setiap presiden Amerika Serikat selalu membela kepentingan Israel, hal ini dilatar belakangi oleh adanya kekuatan besar dari lobi zionis. Terlebih, banyak lembaga- lembaga zionis AS mengusai 250-300 suara anggota konggres. Di antara lembaga- lembaga Zionis yang punya daya infiltrasi sangat besar terhadap berbagai lembaga penting AS adalah AIPAC (Komite Hubungan Amerika Israel), JINSA (Jewish Institute for National Security Affair), PNAC (Project for The New American Century) dan lain-lain.7

6 Riza Sihbudi, “Menyandera Timur Tengah”. (Cet.I; Jakarta: PT. Mizan Publika, 2007 M), h.324

7 Agus N. Cahyo, op. Cit., hal. 62.

(10)

9

3. Melindungi hagemoni Amerika. Setelah runtuhnya Uni Soviet, praktis tidak ada pesaing dan musuh yang mampu menandingi kekuatan Amerika. Tetapi dalam sebuah politik, seringkali dibutuhkan sebuah musuh dan kawan untuk melindungi kekuasaan. Dalam hal ini Amerika melihat beberapa negara Islam, semisal Palestina dan Iran sebagai musuh politik sedangkan Israel sebagai sahabat politik.

Sehingga munculnya musuh bersama (Palestina dan Iran) semakin memperkokoh hubungan persahabatan Amerika-Israel. Adanya hubungan koalisi tersebut secara langsung ataupun tidak semakin memperkokoh dan melindungi hagemoni Amerika.

Tentunya tidak hanya Amerika yang mendapat keuntungan dari persahabatan ini, dari sisi politik dan ekonomi, Israel sangat diuntungkan dari persahabatan ini. Dilihat dari sisi ekonomi, semenjak berdirinya negara Israel sampai akhir 1991, pemerintah Amerika Serikat telah memberikan pada Israel 53 milyar dolar Amerika dalam bentuk bantuan dan keuntungan-keuntungan Istimewa. Pemberian tersebut setara dengan 13 persen dari semua bantuan ekonomi dan militer AS yang diberikan ke seluruh dunia dalam periode tersebut.

Berikut data sebagian rincian bantuan keuangan AS yang didapatkan Israel, disampaikan oleh Paul Findley, mantan anggota kongres Amerika Serikat:8

 Bantuan Amerika untuk Israel dalam bentuk fiskal pada tahun 1979 adalah $4,9 miliar, hampir $5 miliar. Tingkat bantuan turun pada angka di atas $2,1 miliar pada tahun 1980. Namun tingkat bantuan meningkat kembali menjadi $3,7 miliar pada 1991.

 Pada saat terjadi krisis ekonomi Israel pada tahun 1985, pemerintah Amerika mengubah seluruh bantuan ekonomi bukan lagi pinjaman akan tetapi menjadi pemberian tunai, dengan total bantuan $4,1 miliar.

 Pada tahun 1990, pemerintah Amerika memberikan bantuan pinjaman sebesar $400 juta dalam bentuk pinjaman perumahan. Menanggapi gelombang imigrasi orang- orang yahudi dari negara Uni Soviyet dan Ethiopia.

8 Paul Findley, “Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel” diakses dari

media.isnet.org/antar/Munafik/BantuanAS.html pada tanggal 10 Januari 2012.

(11)

10

 Israel diberi kemudahan untuk pembelian senjata dan kebutuhan militer lainnya dalam bentuk kredit.

 Israel juga diberi kemudahan dalam mengekspor produk ke pasar Amerika tanpa dikenai pajak sepeserpun.

Sedangkan dari sisi politik, beberapa kebijakan politik luar negeri Amerika yang menguntungkan Israel adalah:

 Kemenangan voting atas pembagian wilayah Palestina yang diprakarsai AS menjadi dua bagian, pada tahun 1947. Satu wilayah diperuntukkan bagi bangsa Arab dan wilayah yang lain bagi bangsa Yahudi.

 Ikut campurnya negara Amerika dalam permasalahan konfrontasi Israel dengan negera-negara Arab, seringkali bertujuan melindungi kepentingan Israel. Misalnya, tekanan Amerika atas Mesir mengakibatkan presiden Mesir Anwar Sadat menandatangani proses perdamaian dengan Israel dalam perjanjian Camp David pada 17 September 1978.

 Kepemilikan negara Amerika atas hak veto di PBB untuk menggagalkan semua rencanan resolusi yang merugikan Israel. Sehingga hubungan persahabatan ini adalah media untuk melindungi kepentingan Israel di kancah internasional.

Merangkum dari beberapa aspek keuntungan yang didapatkan kedua belah pihak tentunya semakin memperkokoh eratnya persahabatan di antara kedua negara. Politik mutualisme yang dibangun menjadikan mereka satu identitas. Sebab sering kali persahabatan yang kokoh muncul disebabkan adanya keuntungan yang sama-sama dirasakan kedua belah pihak.

Jika kita kembali menengok definis persahabatan itu sendiri, akan ditemukan sebuah arti; hubungan selaku sahabat dan hal ini sering ditandai dengan perjalanan bersama selama kurun waktu yang lama. Melihat bagaimana tindak tanduk dua negara (Israel-Amerika) dalam perjalanan politik dan arah kebijakan, susah untuk tidak mengatakan bahwa kedua negara ini saling bersahabat. Tercermin dari kesadaran untuk saling menopang dan melindungi kepentingan satu dengan lainnya.

(12)

11

Adanya pihak luar kemudian, yang merugikan salah satu kepentingan atau bahkan merugikan kepentingan kedua pihak akan menjelma menjadi musuh bersama. Sehingga seringkali inilah jawaban mengapa hubungan erat ini sangat sulit untuk disaingi, tanpa adanya koalisi yang lebih besar dan kuat tentunya.

Polemik Pengajuan Keanggotaan Palestina di PBB

Presiden Palestina Mahmoud Abbas di markas besar PBB di New York pada hari jum’at tanggal 23 September 2011 mengumumkan secara resmi pengajuan permohonan Palestina menjadi negara anggota penuh PBB. Pengumuman itu mendapatkan respon yang positif dari mayoritas delegasi yang menghadiri sidang majelis umum yang ke-66. Menandai resminya pengajuan tersebut, presiden Mahmud Abbas menyerahkan surat permohonan kepada sekretaris jenderal PBB Ban Ki-moon beberapa saat sebelum penyampaian pidatonya di hadapan anggota majelis.9

Pengajuan untuk menjadi anggota tetap PBB adalah salah satu usaha Mahmoud Abbas secara khusus dan rakyat Palestina secara umum, untuk mendapatkan kemerdekaan negara Palestina melalui jalur diplomatik. Banyak negara-negara anggota PBB secara resmi ataupun tidak, melihat pengajuan tersebut merupakan langkah positif bagi terwujudnya perdamaian di kawasan ini. Konflik Palestina-Israel yang telah berlangsung semenjak dideklarasikan negara Israel sampai saat ini telah merenggut begitu banyak nyawa bagi pejuang kedua belah pihak bahkan rakyat sipil. Sehingga, kedamaian antar mereka adalah sebuah harapan yang secepatnya diharapkan terwujud. Walaupun dalam kalangan rakyat Palestina sendiri ada sebagian rakyat yang sedikit pesimis terwujudnya kemerdekaan Palestina dapat dicapai melalui jalur diplomatik dan lebih yakin perlawanan militer adalah usaha konkrit yang harus dilakukan. Terlepas dari itu semua, sesungguhnya kemerdekaan adalah harga mati yang diperjuangkan seluruh rakyat Palestina.

Berbeda dengan pendapat Amerika, pengajuan proposal keanggotaan tetap PBB oleh presiden Mahmoud Abbas adalah tindakan yang kurang bijaksana. Pemerintah Amerika melihat bahwa permasalahan Palestina-Israel hanya akan membawa dampak instabilitas di

9 “Palestina Resmi Ajukan Permoihonan Anggota di PBB” di akses dari

http://metrotvnews.com/read/news/2011/09/24/65835/Palestina-Resmi-Ajukan-Permohonan-Keanggotaan- di-PBB pada tanggal 11 Januari 2011.

(13)

12

dalam organisasi PBB, dan mereka lebih yakin bahwasannya permasalah kemerdekaan Palestina hanya bisa diselesaikan dengan adanya dialog langsung yang terselenggara antara negara Palestina dan Israel. Kebijakan pemerintah Amerika atas penolakan pengajuan keanggotaan Palestina di PBB disampaikan langsung presiden Amerika dalam pidatonya di depan majelis umum Dewan Keamanan PBB di New York. Bahkan ia menambahkan, jika saja seluruh negara anggota PBB menyetujui permohonan tersebut, maka pemerintah Amerika akan menggunakan hak veto mereka untuk menggagalkan rencana itu.

Tentunya penolakan Amerika atas pengajuan keanggotan Palestina adalah bukti kuat adanya persahabatan erat yang terjalin antara pemerintahan Amerika dan Israel. Sikap melindungi kepentingan Israel di Timur Tengah adalah harga yang harus dibayar AS atas persahabatan tersebut, walaupun tindakan ini jelas-jelas berlawanan dengan konsep demokrasi, yang selama ini diusung oleh AS. Uniknya setelah penolakan atas pengajuan keanggotaan Palestina di PBB, pamor Obama kembali naik. Lewat poling yang dirilis oleh Jerussalem Post, pada hari rabu tanggal 28 september 2011 menunjukan, 54 persen warga Yahudi Israel melihat Obama memang mendukung mereka. Sementara, hanya 19 persen yang menyebutkan bahwa Obama masih mendukung Palestina. Poling terbaru kali ini berbanding terbalik dengan poling serupa yang dilakukan Mei 2011. Saat itu, 12 persen warga Israel menilai Presiden AS ke-44 itu pro terhadap Israel dan 40 persen lainnya menganggap Obama mendukung Palestina. Adanya popularitas keberpihakan atas Israel (Israel-First) menjadi hal penting, setidaknya untuk kembali meraih suara dalam pemilihan presiden di Amerika pada tahun 2012 ini, andai saja presiden ke-44 Amerika ini berupaya mencalonkan kembali dalam pemilihan tersebut.

Kegagalan negara Palestina menjadi anggota tetap PBB adalah kabar baik bagi Israel.

Andai saja Palestina berhasil menjadi anggota tetap PBB maka secara otomatis pemerintahan Palestina adakan mendapatkan dukungan dari dunia internasional, suatu hal yang tidak diharapkan Israel tentunya. Hal yang lebih ditakutkan lagi atas keanggotaan Palestina di PBB, adanya batas wilayah yang jelas dan disepakati secara resmi antar kedaulatan Palestina dan Israel. Berakibat keinginan bangsa Yahudi untuk mengusai seluruh wilayah Palestina semakin sulit tercapai.

(14)

13

Namun, kegagalan Palestina dalam keanggotaan PBB tidak melenturkan semangat presiden Mahmoud Abbas untuk mencari simpati masyarakat Internasional. Diterimanya proposal keanggotaan Palestina di UNESCO, sebuah badan yang bernaung di bawah PBB yang bertugas mengurus bidang pendidikan, kebudayaan dan ilmua pengetahuan adalah sedikit obat pelipur. Setidaknya banyak pihak menilai, keberhasilan ini selain kemajuan politik yang di dapat Abbas juga merupakan batu loncatan untuk kembali meraih harapan kembali guna menjadi anggota tetap PBB.

Sedangkan bagi Israel dan Amerika, diterimanya keanggotaan Palestina di UNESCO adalah malapetaka, kemarahan pemerintahan dua negara ini dilampiaskan dengan pembekuan dana bantuan untuk lembaga ini. Bantuan kepada UNESCO dari Amerika Serikat mempunyai nilai yang besar, 22% dari total keuangan, sedang dari Israel 3%.10

Penutup

Mengenyam kemerdekaan adalah harapan semua bangsa, tak terkecuali bangsa Palestina. Tentunya perjuangan untuk mendapatkan kemerdekaan dan perdamaian bukanlah tanpa kendala. Kondisi politik dalam negeri Palestina dan politik dalam negeri Israel serta keadaan lingkungan negara-negara tetangga ataupun organisasi internasional turut memperlambat proses pencapaian kemerdekaan yang mereka inginkan. Ketiga hal inilah yang menurut Aidil Chandra Alim yang dikemukanan dalam sebuah paper dengan judul “Babak Baru Penyelesaian Konflik Israel-Palestina di Era Barack Obama: Peluang Kontribusi Indonesia” menjadi tantangan bagi Mahmoud Abbas untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Rincian ketiga faktor tersebut adalah:

- Faktor I, Lingkungan Internal Palestina.

Kendala pertama yang paling signifikan adalah lemahnya persatuan nasional Palestina akibat rivalitas antara faksi Fatah (Palestina National Authority/PNA) yang berkedudukan di tepi Barat, berhadapan dangan faksi HAMAS di jalur Gaza yang mendapatkan suara mutlak terbanyak dalam Pemilu Legislatif tahun 2006.

10“Kemajuan Dipolamasi Mahmoud Abbas dan Fatah” diakses dari

http://www.detiknews.com/read/2011/11/07/173428/1762222/103/kemajuan-diplomasi-mahmoud-abbas- dan-fatah pada tanggal 11 Januari 2012.

(15)

14

Setidaknya kemerdekaan bangsa Palestina akan lebih mudah dicapai andaikata kedua faksi yang sering berbeda arah kebijakan ini dapat bersatu.

- Faktor II, Isu Palestina Dalam Politik Domestik Israel.

Kondisi politik dalam negeri Israel yang berpaham demokrasi berbasis ideologi Zionisme, dengan spektrum politik terdiri dari kelompok kiri (sosialisme zionis), kelompok kanan-tengah, dan kelompok konserfatif (kanan), serta kelompok ekstrim kanan (ortodoksi zionis). Keseluruhan dari partai-partai ini berkompetisi dalam siklus empat tahunan dengan mengusung isu krusial meliputi keamanan nasional, pencapaian tujuan ideologi zionisme, serta preservasi identitas dan eksistensi Israel di tengah-tengah sentimen permusuhan Bangsa Arab. Salah satu wujud kompetisi ini adalah upaya dari setiap partai manapun yang berkuasa untuk melancarkan serangan terhadap Palestina sebagai bentuk loyalitas politik serta sarana untuk meraih suara pemilih. Hal ini menjelaskan pola peningkatan aksi militer Israel terhadap Palestina yang biasanya terjadi menjelang pemilu di Israel.

- Faktor III, Lingkungan Strategis Eksternal.

Lemahnya persatuan negara-negara Arab menjadi faktor mengapa kemerdekaan bangsa Palestina susah untuk diraih. Sebagai contoh, lambatnya reaksi kolektif negara-negara Arab bahkan terkesan ragu-ragu dalam menanggapi agresi Israel ke Jalur Gaza pada 27 Desember 2008, dapat dilihat dari baru terselenggaranya dua KTT yang dilaksanakan di dua tempat terpisah untuk membahas tragedi invasi Israel atas Palestina, di Doha Qatar pada tanggal 16 Januari 2009 dan di Kuwait pada tanggal 19-20 Januari 2009.

Menilik peran organisasi internasional , khususnya PBB. Fungsi ideal PBB tidak pernah dapat terlaksana secara efektif, khususnya dalam kasus-kasus Palestina, disaat fungsi ideal PBB bertentangan dengan kepentingan negara-negara maju. Hal ini dapat dijelaskan dengan dua cara, pertama, mayoritas negara-negara maju memiliki keterikatan erat dengan Israel. Kedua, kuatnya lobi kepentingan Israel di negara-negara maju tersebut, termasuk dalam mempengaruhi mekanisme dan hasil elektoral serta distribusi kekuasaan pada negara-negara yang bersangkutan.

Berbagai hambatan dan kendala di atas seyogyanya bukanlah sebagai faktor yang melemahkan semangat juangan seluruh rakyat Palestina untuk meraih kemerdekaan yang

(16)

15

mereka cita-citakan, akan tetapi semakin banyak rintangan seharusnya semakin besar pula semangat untuk meraihnya. Bukankah hampir setiap negara dalam meraih kemerdekaan dengan pengorbanan. Wallau ‘Alam.

Bahan Bacaan

Algristian, Hafidz. “Deklarasi Balfour: Awal Pengkhianatan Israel di Era Modern”, diakses dari http://algristian.wordpress.com/2009/01/26/deklarasi-balfour-awal-pengkhianatan- israel-di-era-modern/.

Cahyo, Agus N, 2011. “Tokoh-tokoh Timur Tengah yang Diam-diam jadi Antek Amerika dan Sekutunya”. Cetakan I, Jogjakarta: Diva Press.

Chandra Alim, Aidil, 2009. “Babak Baru Penyelesaian Konflik Israel-Palestina di Era Barack Obama: Peluang Kontribusi Indonesia”. Yogyakarta.

D.H, Astrid & A. Nadhif, Faisal, 2011. “Sejarah Perang-perang Besar Dunia”. Cetakan I, Yogyakarta: Familia.

David, Ron, 2007. “Arab Israel Untuk Pemula”. Cetakan I, Yogyakarta: Resist Book.

Dr. Rif’at Sayyid Ahmad, “66 Bukti Sejarah Pembelaan Amerika terhadap Israel” diakses di http://www.stevyhanny.blogspot.com/2009/01/66-bukti-sejarah-pembelaan-

amerika.html.

Findley, Paul. “Mengungkap Fakta Hubungan AS-Israel” diakses pada tanggal 10 Januari 2012 melaui http://www.media.isnet.org/antar/Munafik/BantuanAS.html .

Mayestino , Abu Taqi. “Ada Apa di Balik Hubungan Israel-Amerika?” diakses dari http://ibnumariam.wordpress.com/2010/06/22/ada-apa-dibalik-hubungan-israel- amerika/ .

Sihbudi, Riza, 2007. “Menyandera Timur Tengah”. Cetakan I, Jakarta: PT. Mizan Publika.

“Kemajuan Diplomasi Mahmoud Abbas dan Fatah” diakses pada tanggal 11 Januari 2012 melaui

http://www.detiknews.com/read/2011/11/07/173428/1762222/103/kemajuan- diplomasi-mahmoud-abbas-dan-fatah .

“Palestina Resmi Ajukan Keanggotaan di PBB” di akses pada tanggal 11 Januari 2012 melalui http://metrotvnews.com/read/news/2011/09/24/65835/Palestina-Resmi-Ajukan- Permohonan-Keanggotaan-di-PBB .

View publication stats

Referensi

Dokumen terkait

(3) Kurs Dolar Amerika Serikat tidak berpengaruh terhadap indeks bursa efek Indonesia pada ketiga cakupan waktu penelitian, yaitu; seluruh periode penelitian, periode

Kedua paragraph tersebut telah menggambarkan topik global dari teks pidato Presiden Obama, mengenai hubungan Amerika Serikat dan dunia Islam belakangan ini, yang

Penelitian ini untuk menguji pengaruh kebijakan quantitative easing Amerika Serikat terhadap indeks LQ45 yang terdapat pada Bursa Efek Indonesia. Observasi sampel dalam

Persepsi masyarakat yang dimaksud pada penelitian ini adalah para pengguna facebook yang tergabung dalam anggota fan grup Kedutaan Besar Amerika Serikat dalam pemberian

Serangan siber yang dilakukan Amerika Serikat dan Israel dalam tujuannya menyerang fasilitas program nuklir Natanz Iran, ternyata memberikan dampak ke dalam

Saat Perang Dagang terjadi, dimana Amerika Serikat dan Cina berlomba- lomba untuk menaikkan pajak terhadap barang impor dari kedua negara, Vietnam justru

(3) Kurs Dolar Amerika Serikat tidak berpengaruh terhadap indeks bursa efek Indonesia pada ketiga cakupan waktu penelitian, yaitu; seluruh periode penelitian, periode

Kaitan antara Doktrin Monroe dengan tradisi demokrasi di Amerika Serikat , antara lain: Pertama, bangsa Amerika selama satu setengah abad (tahun 1817- Perang Dunia