• Tidak ada hasil yang ditemukan

Definisi dan Data Kemiskinan di Indonesia

N/A
N/A
Michael Hans Bernard Krisnady

Academic year: 2024

Membagikan "Definisi dan Data Kemiskinan di Indonesia"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SETUMPUK CUCIAN BAJU DEMI MERAJUT MASA DEPAN ANAK:

SEBUAH ANALISIS MENGENAI MASYARAKAT MISKIN DAN RENTAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Michael Hans Bernard Krisnady 21/481011/TK/53090

Pendahuluan

Kompleksitas dalam menerjemahkan kemiskinan merupakan suatu tantangan tersendiri bagi negara-negara di dunia. Kemiskinan sendiri adalah salah satu isu besar khususnya bagi negara berkembang seperti Indonesia. Usaha dalam menerjemahkan definisi kemiskinan di Indonesia bisa dibilang sebagai langkah awal dalam mencari penyebab serta cara penanggulangan kemiskinan itu sendiri.

Individu atau sekelompok orang dapat dibilang miskin apabila mereka memiliki pendapatan dibawah angka garis kemiskinan. (BPS, 2022). Dilansir dari Profil Kemiskinan di Indonesia 2023 (BPS, 2023), sebanyak 25,90 juta penduduk Indonesia tergolong penduduk miskin dikarenakan memiliki pendapatan yang berada dibawah angka Rp550.458,00 per kapita per bulan (garis kemiskinan). Dengan definisi dan data di atas, tingginya angka kemiskinan di Indonesia seringkali diterjemahkan sebagai dampak dari banyak aspek yang saling berkaitan khususnya materi (income, assets, credit). Sedangkan menurut definisi Friedman (1979) tentang kemiskinan, kemiskinan disebabkan oleh ketidakmampuan seseorang dalam mengakses basis kekuasaan sosial.

Adapun basis kekuasaan sosial selain materi meliputi (tidak terbatas pada) organisasi sosial, organisasi politik, relasi, pengetahuan, keterampilan, dan informasi yang dapat secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kemiskinan tidak serta merta disebabkan oleh aspek materi, melainkan dapat juga disebabkan oleh tidak adanya akses terhadapsocially related objects.

Penerjemahan kemiskinan menurut hierarki kesulitan ekonominya dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu kemiskinan absolut dan juga kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut terjadi disaat seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya meliputi sandang, pangan, dan papan.

Selanjutnya kemiskinan relatif dapat diartikan sebagai kesenjangan dalam segala aspek yang diakibatkan oleh adanya ketidakseimbangan ekonomi

(2)

yang ada. (Todaro, 2011). Kedua jenis kemiskinan ini dapat dikerucutkan dalam mencari faktor yang menyebabkan kemiskinan khususnya di Indonesia. Menurut Sinurat (2023), satuan faktor yang secara dominan dapat menyebabkan kemiskinan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pertimbangan penyebab kemiskinan yang didasari oleh faktor IPM diperkuat dengan pernyataan Yakunina dan Bychkov (2015) yang menjelaskan bahwa tercakupnya dimensi kesehatan, tingkat pendidikan, dan harapan hidup dalam IPM sudah memayungi segala aspek dalam menerjemahkan penyebab kemiskinan.

Pendahuluan teori di atas merupakan landasan bagi penulis dalam menganalisis kasus kemiskinan yang sedang terjadi. Penulis mengambil studi kasus masyarakat miskin relatif yang berada di Provinsi Yogyakarta tepatnya yang bermukim di daerah Piyungan. Narasumber diklasifikasikan sebagai masyarakat miskin relatif karena memiliki penghasilan per bulan kurang dari angka garis kemiskinan dan juga banyaknya kesenjangan dalam segala aspek dalam kehidupan narasumber. Studi kasus dimulai dengan dilakukannya wawancara untuk mencari data primer langsung dari narasumber. Segala sesuatu yang ditulis maupun tidak ditulis sudah melalui persetujuan dengan narasumber.

Latar Belakang Permasalahan

Wawancara dilakukan bersama narasumber yang penulis kenal bersamaan dengan diadakannya acara Partai Buruh di Yogyakarta.

Narasumber bernama Mawar (nama samaran karena narasumber tidak ingin dicantumkan namanya) ini harus bekerja sebagai buruh cuci panggilan demi menghidupi kedua anaknya yang baru berumur 13 dan 10 tahun. Ibu Mawar merupakan satu-satunya tulang punggung ekonomi bagi kedua anaknya dikarenakan ditinggalkan pergi suaminya pada tahun 2017 silam. Sebelum ditinggal suaminya, wanita berumur 56 tahun ini sudah merasakan hidup dibawah garis kemiskinan dikarenakan pekerjaan suaminya sebagai tenaga buruh bangunan (bukan tukang) yang tidak menentu. Pada saat itu, ibu Mawar sudah memulai membantu mencari uang dengan cara menjadi buruh cuci panggilan meskipun tidak selalu dilakukan karena harus menjaga anak-anaknya yang masih kecil.

Puncaknya pada tahun 2017 silam, suaminya tiba-tiba meninggalkan pergi ibu Mawar dan kedua anaknya dengan membawa sejumlah tabungan beserta surat-surat penting keluarga. Peristiwa tragis tersebut menjadi titik balik bagi keluarga yang ditinggalkan khususnya ibu Mawar yang mau tidak mau harus menjadikan buruh cuci panggilan sebagai pekerjaan

(3)

utamanya tanpa pekerjaan sampingan karena juga harus mengurus anak-anaknya yang belum ‘mentas’.

Ibu Mawar mendeskripsikan pekerjaannya sebagai buruh cuci panggilan sebagai pekerjaan yang ‘angin-anginan’ dikarenakan penghasilannya yang tidak menentu. Sistematika dalam pekerjaan buruh cuci panggilan ini hampir sama seperti penyedia jasalaundryyang kita tau selama ini. Perbedaannya adalah yang dilakukan oleh ibu Mawar ini hanya seorang diri, dengan segala keterbatasan fasilitas yang ada di rumah yang berbentuk gubuk miliknya itu. Ibu Mawar mengatakan bahwa ia hanya mencuci pakaian pesanan secara manual dengan beberapa ember kecil, sikat kecil, dan juga dengan sabun detergent yang seringkali dicampur dengan air supaya tidak cepat habis. Konsumen dari pekerjaan ibu Mawar ini tidak lain kebanyakan dari tetangga-tetangganya. Hal ini lah yang juga menyebabkan pemasukan dari pekerjaan ini yang tidak menentu. Dalam seminggu, ibu Mawar mendapatkan pesanan baju yang harus dicuci paling banyak seberat 40 kilogram. Dengan harga satuan sebesar Rp4000,00 per kilogram, ibu Mawar hanya mendapatkan sekitar Rp90.000,00 sampai Rp120.000,00 per minggunya. Harga patokan per kilo yang murah ini disebabkan oleh jenis cuci kering karena ibu Mawar tidak memiliki setrika di rumahnya. Pemasukan yang sangat sedikit ini untungnya masih dapat tertolong oleh para tetangga yang biasanya membayar lebih pada bu Mawar. Sedikit catatan dari ibu Mawar bahwa jumlah pesanan dari tetangga-tetangganya sangat fluktuatif dikarenakan kelemahan dari jasa cuci ibu Mawar sendiri yaitu cuci kering. Ibu Mawar mengatakan bahwa selain para tetangga yang lebih memilik jasa cuci baju yang sudah sekalian disetrika, baju kotor yang dihasilkan mereka juga terkadang tidak sebanyak itu sehingga lebih memilih untuk mencuci sendiri saja.

Menjadi satu-satunya tulang punggung keluarga dengan kedua anaknya yang sedang menempuh pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, ibu Mawar merasa jalannya terlalu berat dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Ibu Mawar menjelaskan bahwa kondisi ekonomi keluarganya sekarang ‘besar pasak daripada tiang’ yang berarti lebih banyak pengeluaran daripada pemasukannya. Biaya pokok untuk memenuhi makan sehari-harinya diceritakan kurang lebih sebanyak Rp20.000,00 saja untuk membeli bahan makanan untuk dimasak dan Rp10.000,00 untuk uang jajan masing-masing anaknya. Untungnya, keluarga ibu Mawar merupakan salah satu dari sekian penerima Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) dengan nominal Rp300.000,00 per tahap/bulan. Meskipun begitu, masih banyak kebutuhan lain-lainnya

(4)

seperti biaya penunjang pendidikan dan pengeluaran insidental yang tidak disebutkan dengan detail nominalnya oleh ibu Mawar. Pengeluaran insidental inilah yang ibu Mawar bilang merupakan pengeluaran terbesar yang dimiliki oleh keluarga ini. Salah satu contohnya adalah anaknya yang mengalami patah tulang karena jatuh saat bermain dan juga kondisi kesehatan kulit tangan dan kaki ibu Mawar yang melepuh karena efek dari sabun cuci pakaian. Meskipun beliau memiliki bantuan BPJS, rawat jalan sewaktu di rumahlah yang selalu ‘entek akeh’ kata beliau.

Keprihatinan ibu Mawar tentang kondisinya ini membuat beliau bergerak dalam komunitas sesama buruh dan berakhir pada jejaring Partai Buruh Yogyakarta. Meskipun bukan menjadi anggota tertulis, ibu Mawar sadar bahwa pekerjaannya sebagai buruh lepas tetap memiliki hak untuk dijamin perlindungannya oleh negara. Ibu Mawar mengatakan bahwa beliau takut apabila sewaktu-waktu pelanggan cuci bajunya (selain tetangga yang sudah dikenal) bisa saja tidak membayar jasa pekerjaannya. Hal lain yang membuat beliau turut berhimpun di Partai Buruh ini adalah mengenai jaminan sosial yang diterimanya. Hal ini disebabkan oleh kepergian suaminya yang menyebabkan administrasi dalam segala sesuatu yang melibatkan kartu keluarga terasa sulit kata beliau. Disaat ibu Mawar ingin mengurus pemindahan kartu keluarga dengan namanya sebagai kepala keluarga juga tergolong sulit karena status suaminya yang tidak jelas (belum meninggal dan cerai).

Kerentanan akan hak sebagai buruh lepas dan ketidakpastian administrasi dalam mencapai bantuan sosial inilah yang membuat kondisi kemiskinan ibu Mawar dan keluarga bisa semakin parah.

Pembahasan

Analisis yang penulis lakukan tidak mengarah pada akar penyebab dari kemiskinan ibu Mawar sendiri, tetapi mengarah pada penerjemahan kondisi eksisting tentang kemiskinan yang sedang menimpa ibu Mawar dan juga pemenuhan hak jaminan sosial masyarakat miskin oleh negara.

Kondisi yang dialami ibu Mawar merupakan salah satu contoh masyarakat yang termasuk dalam kondisi below poverty line. Mengutip dari pembahasan mata kuliah Pengembangan Masyarakat oleh Prof. Bobi Setiawan bahwa kondisi tersebut adalah kondisi dimana sebuah individu ataupun sekelompok orang yang pendapatan ekonominya jauh di bawah garis kemiskinan yang sudah ditetapkan sehingga kurang sampai tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Situasi ini termasuk klasifikasi

(5)

kemiskinan relatif menurut Todaro (2011). Kemiskinan ini didasari salah satunya oleh rendahnya pendapatan dari pekerjaan buruh cuci panggilan ini. Seperti disebutkan di atas, pematokan angka per kilogram oleh bu Mawar disebabkan oleh kurangnya produktivitas yang dihasilkan oleh usaha cuci manualnya. Hal ini dapat diartikan sebagai pendapatan yang kurang dari rata-rata disebabkan oleh produktivitas tenaga kerja yang rendah. (Adriana, 2020). Menurut Mankiw (2012), semakin banyak atau intens jasa yang dihasilkan oleh pekerja akan secara langsung mempengaruhi kualitas hidup pekerja tersebut. Dalam kasus ibu Mawar, dengan sedikitnya hasil cucian baju yang beliau sanggup kerjakan secara langsung berpengaruh pada kurangnya pendapatan sehari-hari beliau.

Ketidakmampuan dalam meningkatkan produktivitas ini, selain dari kesibukan mengurus kedua anaknya, juga merupakan suatu lingkaran yang terus berputar. Maksud dari lingkaran yang terus berputar ini yaitu fasilitas yang kurang memadai memaksa ibu Mawar untuk berproduktivitas bekerja secara minim. Produktivitas yang rendah ini menyebabkan pendapatan yang rendah dan pada akhirnya ibu Mawar tidak bisa memiliki modal yang cukup untuk meningkatkan fasilitas cuci bajunya.

.

Gambar 1. Ilustrasi Lingkaran Produktivitas

Pekerjaan ibu Mawar sebagai buruh cuci panggilan diklasifikasikan sebagai buruh lepas yang berarti pekerja harian lepas yang tidak memiliki jaminan kelangsungan masa kerja yang ditentukan (Afkarina, 2022).

Buruh lepas ini merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki jaminan hukum yang minim apabila sistem pekerjaannya seperti ibu Mawar. Tidak

(6)

adanya surat perjanjian kerja dalam hubungan transaksional yang ada, sesuai dengan Pasal 1 Angka 14 Undang-Undang Ketenagakerjaan, membuat ibu Mawar rentan tertimpa tindak penipuan. Adapun peraturan yang memayungi pengawasan hukum terhadap pekerja harian lepas ada pada Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945, dinyatakan bahwa setiap individu memiliki hak untuk mendapatkan imbalan yang layak dalam hubungan transaksional kerja. Kelemahan yang ibu Mawar miliki ini dapat ditanggulangi dengan tergabungnya ibu Mawar dalam Partai Buruh atau dalam kata lain serikat pekerja. Dengan tergabungnya ibu Mawar kedalam serikat pekerja ini, beliau mendapatkan media atau wadah dalam memperjuangkan serta membela haknya sebagai pekerja. Kondisi ini juga dapat mengeliminasi penerjemahan miskin secara aspek sosial yang telah disebutkan oleh Friedman (1979).

Pandangan dan Kesimpulan

Pandangan penulis terhadap kondisi yang dialami ibu Mawar dan juga cara beliau untuk bertahan dalam kemiskinan ini tertuju pada kehadiran negara dalam menanggulangi dan juga mengamankan hak-hak pekerja. Negara harus hadir dalam penanggulangan kemiskinan sesuai analisis penyebab kemiskinan menurut Yakunina dan Bychkov (2015), dimana Indeks Pembangunan Manusia harus segera ditingkatkan oleh program-program strategis yang tepat sasaran. Program-program tersebut tidak semerta-merta harus memberikan bantuan langsung material seperti bantuan langsung tunai yang diterima oleh ibu Mawar. Program yang harus menyelesaikan permasalahan IPM dapat berupa kemudahan dalam mengakses pendidikan dan juga kesehatan. Pemerintah juga harus mulai hadir dalam ruang-ruang diskusi yang selalu didorong oleh para serikat pekerja. Pertukaran argumentasi dalam pembuatan suatu kebijakan yang didukung oleh para pekerja merupakan langkah awal dalam membuat kebijakan atau program yang tepat. Diharapkan dengan langkah-langkah dari pemegang kebijakan dan juga serikat pekerja ini dapat mengurangi kondisi kemiskinan secara dominan di Indonesia.

(7)

REFERENSI

Adriana, T. (2020). Pengaruh Tingkat Kesehatan, Tingkat pendidikan, dan Produktifitas terhadap Kemiskinan di Kalimantan. Jurnal Ekonomi Daerah (JEDA), 8(2), 1689–1699.

Afkarina, D. A. (2022). Jaminan Hak Asasi Manusia Terhadap Warga Miskin Dalam Perspektif Sustainable Development Goals.

Aliyah, R. (2018). Identifikasi Harapan Hidup “Buruh Lepas.”

Badan Pusat Statistik. (2022)

Badan Pusat Statistik. (2024). Keadaan Pekerja di Indonesia Agustus 2023

Friedman, J. (1967). n, Urban Poverty in Latin America, some theoretical Considerations, dimuat dalam :Development dialogue, Vol 1, April 1979

Kementerian Sosial. (2020). Petunjuk Teknis Bantuan Sosial PKH. In Petunjuk Teknis Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai Program Keluarga Harapan Tahun 2020 (Issue 28).

Mankiw, G. (2012). Macroeconomics. New York: Worth Publishers.

Renata, I. G. E. (2021). Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Harian Lepas pada Usaha Dagang di Desa Guwang Kabupaten Gianyar.

9(7), 1152–1162.

Setiawan, H. (2020). Analisa Pendapatan dan Kesejahteraan Buruh Harian Lepas

Sinurat, P. P. R. (2023). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Sebagai Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Registratie,

Todaro, M. P. (2011). Pembangunan Ekonomi. Jakarta. Erlangga.

Yakunina, R. P., & Bychkov, G. A. (2015). Correlation analysis of the components of the human development index across countries

Referensi

Dokumen terkait

Indonesia sebagai negara berkembang memenuhi aspek standar kemiskinan diantaranya merupakan produsen barang primer, memiliki masalah tekanan penduduk, kurang

Oleh karena itu, setiap negara atau pemerintahan daerah dapat memiliki definisi dan patokan garis kemiskinan mereka sendiri untuk mencerminkan kondisi lokal.. Misalnya, di Indonesia,

Dokumen ini membahas tentang definisi dan syarat Hadist Ahad serta

Dokumen ini membahas tentang definisi mahasiswa dan sifat yang dimiliki oleh

Dokumen tersebut berisi definisi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuksiomay

Dokumen ini membahas tentang definisi aplikasi, termasuk definisi dari Dhanta póster Azhar, Jogiyanto, Ramzi, Nazrudin Safaat HINGE, dan Deslianti &

Dokumen ini membahas tentang definisi teknologi informasi dan teknologi informasi secara

Dokumen ini membahas tentang pengertian pembangunan dan definisi pembangunan menurut para