MATERI PELATIHAN MANAJEMEN DIRI
Pengenalan Secara Umum Manajemen Diri Apa itu manajemen diri?
Menurut Gie (1995), manajemen diri adalah dorongan yang berasal dari diri seseorang sehingga nantinya seseorang dapat mengendalikan kemampuannya untuk mencapai hal-hal yang baik.
Menurut Ardini (2017), manajemen diri adalah seseorang memiliki keahlian untuk mengendalikan diri seperti fisik, emosi, pikiran, jiwa dengan memanfaatkan kemampuan yang dimiliki setiap individu.
Menurut Komalasari (2014), manajemen diri adalah kemampuan individu untuk mengarahkan perilakunya atau kemampuan untuk melakukan hal-hal yang terarah bahkan meskipun upaya-upaya itu sulit.
Menurut kalian kecerdasan dulu atau kesadaran dulu yang harus hadir saat mengendalikan diri?
Revolusi sains bukanlah revolusi pengetahuan. Di atas segalanya, revolusi sains adalah revolusi ketidaktahuan. Sains modern berprinsip kepada konsep Ignoramus
“kami tidak tahu”.
1) Kita sadar dulu kita tidak tahu cara mengendalikan diri kita
2) Semakin sadar kita tak tahu semakin kita sadar bahwa kita tidak ada apa- apanya dalam hal mengendalikan diri
3) Tanpa disuruh kesadaran akan kebodohan kita membantu sekian persen kita menuju kecerdasan.
4) Tidak perlu cerdas, hanya perlu sadar kita bodoh dalam mengendalikan diri 5) “Tidak menjadi orang yang selalu merasa benar”
Sadar -> Mengendalikan -> Merawat Contoh Kemampuan Manajemen Diri
Sebelumnya kemampuan manajemen diri banyak, tapi yang paling utama bakal kita bahas adalah manajemen waktu, manajemen emosi, motivasi diri, dan pengambilan keputusan.
Tapi sebelum ini mulmed sudah pernah bikin kuesioner gak? Di litbang pernah bikin Organisasi itu bukan tentang cara melatih hardskill ya tapi softskill juga Yang paling susah manajemen apa?
1. Manajemen waktu
Kegiatan apa di lain suaka yang sedang dilakukan? Bisa gak manaje nya?
Pertanyaan yang familiar gak sih di wawancara tahap 2? Kalian jawab apa coba? Itu pertanyaan studi kasus, komitmen, dan manajemen risiko.
a) Daripada To Do List lebih baik pakai time blocking (rundwon perhari menyesuaikan kalender organisasi)
b) Memprioritaskan yang lebih urgent dari berbagai tanggung jawab yang ada (biasanya self serving bias/keberpihakan yang menguntungkan pribadi) lebih baik
1) Internal (memikirkan feedback dan goals = manfaatkan organisasi untuk orientasi masa depan/pekerjaan)
2) Pimpinan
Feedback (organisasi harus cukup worth it untuk menyediakan jaminan materi dan psikologis)
Reward (bukan hanya tentang materi, validasi seorang pimpinan mampu menjadi reward ampuh)
Medianya dengan Coaching / Belajar bareng-bareng (GROW = Goal, Reality, Option, Will)
2. Manajemen emosi
Sadar -> Mengendalikan -> Goals -> Merawat a) Bagaimana cara kalian menghadapi masalah?
1) Penyangkalan (mencari distraksi lain untuk mengalihkan suasana kacau) Membuat terlena dalam zona nyaman dan tak menyelesaikan masalah 2) Mentalitas korban (menyalahkan orang lain biar tenang)
Mana ini yang biasanya kalian lakukan? Beda-beda namun keduanya tetap tidak menyelesaikan masalah bukan?
“tidak ada seorang pun yang bertanggung jawab atas keadaan Anda kecuali Anda sendiri”
“Jika rasa-rasanya Anda sedang melawan dunia, kemungkinannya adalah bahwa Anda sedang melawan Anda sendiri”
“tidak ada orang yang bisa menyakiti Anda, kecuali Anda sendiri”
b) Cara mengendalikannya bagaimana?
1) Sadar : “Ketika Anda ingin menyelesaikan masalah di luar, selesaikan berisiknya pikiran Anda sendiri” (berdamai akan diri Anda)
Terima saja dulu eksistensi masalahnya
Mengeluh, menyampaikan apa yang kita rasa, menyampaikan keinginan kita tidak apa-apa
2) Mengendalikan: Tidak menjadi orang yang selalu merasa benar
Dengarkan semua orang dan perspektif
Pilah pilih prioritas masalah dan batasan tanggungjawab
Berorientasi pada solusi bukan terus distraksi 3) Goals pribadi dan organisasi
Indikator keberhasilan kuantitas produk (kinerja -> reward)
Indikator keberhasilan kualitas kompetensi (kompetensi ->
pengembangan/pelatihan/diskusi) 4) Merawat dan evaluasi diri
Menerima segala hal sebagai pengalaman yang baik karena apa yang tidak membuat kalian mati sekarang adalah hal yang membuatku lebih kuat. (ada perbedaan antara apa yang dialami dan apa yang kita tafsirkan. Jadi kuncinya amor fati!)
Tempatkan diri Anda sebagai aktor utama yang bersanding dengan aktor utama lainnya (kamu dapat mengendalikan hidupmu tapi jangan merasa istimewa)
3. Pengambilan keputusan (problem solving)
A. Tanggung Jawab dalam Pengambilan Keputusan
Kenapa kita cenderung susah untuk mengambil keputusan dan tanggungjawab?
Alasannya karena bermuara kepada keharusan untuk dipersalahkan dan dikambinghitamkan.
Adanya harapan transaksional dari diri pribadi ataupun orang lain yang harus dibayar dengan hasil yang diinginkan walau berakhir menghancurkan diri pribadi.
Padahal jika kamu tidak bisa menunjukkan sosok terbaik dirimu kepada semua orang, jangan jadikan itu beban pikiran. Tidak apa salah asal jangan menyangkal dan mengkambing hitamkan orang lain. Meminta maaf bukan berarti hidup kita gagal, tapi itu determinan bahwa kita cukup dewasa untuk menghadapi masalah.
Kemudian apa yang harus diingat untuk mempermudah mengambil keputusan?
a) Dalam mengambil keputusan kita bertanggungjawab akan semua hal konsekuensi bukan? Namun tanggungjawab bukan berarti tentang jobdesk kita yang tertera dalam proker atau lainnya terus berdampak kepada hal objektif seperti produk tidak naik atau lainnya namun lebih jauhnya lagi kita bertanggungjawab atas berbagai keadaan mental pribadi dan
ekspektasi orang lain yang hadir nantinya ketika tidak sesuai ekspektasi itu. (sepaket tanggungjawab)
b) Hubungan timbal balik. “Aku harus bertanggungjawab atas kebahagiaanku, sebanyak kebahagiaan yang aku terima”
Ketika ingin mengambil keputusan maka ingat
Organisasi sudah memberi kebahagiaan apa ke kamu? (baik objektif atau subjektif)
Orang-orang di organisasi kamu sudah memberi apa ke kamu?
Ketika ada feedback baik maka akan rasa menghargai setiap waktu orang-orang yang berusaha menjaga hubungan denganku
Jadi pada akhirnya kita tidak berorientasi kepada menanggungjawabi orang lain ekspektasi orang lain, tapi bertanggungjawab akan rasa ingin memberikan kebahagiaan atau hal yang baik pula ke organisasi atau orang di sekitar kita. Bukan tentang orang lain, tapi ketenangan hatimu sendiri.
c) Tidak perlu berharap menjadi lebih baik. Cukup jadi lebih baik!
B. Rasa Inisiatif dan Kemandirian dalam Melakukan Tugas
Ketika kita sudah selesai dari rasa takut bertanggungjawab dan dapat mengambil keputusan sebenarnya output dari hal itu adalah munculnya inisiatif dan kemandirian, minimalnya dalam melakukan tanggung jawab pribadi.
Perlu diingat bahwa bakat inisiatif dan kemandirian ini sangat langka dan mahal. Berguna bukan hanya di dunia kerja tapi dalam kehidupan sehari- hari. Ini pun indikator seorang calon pemimpin. Seorang pemimpin harus sudah selesai akan bakat ini.
Pemimpin tak perlu membuat kebijakan yang benar, kita pun yang dibawahnya seperti itu. Yang diperlukan hanya rasa inisiatif tinggi dalam mempertanggungjawabkan segala hal. Harus selalu siap menjadi garda
terdepan untuk menyelesaikan dan mengajukan diri menjawab segala hal yang menjadi tanggungjawab.
Jadi untuk memantapkan hal itu perlu dijelaskan dahulu a) Pemetaan jobdesk utama dalam proker = Produk
b) Pemetaan jobdesk pembantu jobdesk utama = Pelatihan/Diskusi/Rapat Isu c) Pemetaan jobdesk moral = Regenerasi, mengajar orang lain, partner
Hal ini agar semua orang paham akan tuntutan yang bukan hanya tanggung jawab utama tapi pembantuan dan moral diperlukan.
Cara melahirkan inisiatif dan kemandirian:
a) Rasa takut paket tanggung jawab (produk dan mental)
b) Orientasi kebutuhan pribadi (jangan fokus ke beratnya, tapi manfaatkan segala hal menjadi keuntungan)
c) Capek karna semuanya selaku aku? Bagaimana dengan partner aku?
Hadirkan pimpinan untuk jadi penengah dan membantu (proses lobbying untuk membuat porsi tepat dalam bekerja)
Menerima segala hal sebagai pengalaman yang baik. Ini waktunya untuk kita di latih cukup dewasa untuk mengubah tragedi jadi
kesempatan tumbuh dari segi kecerdasan pengetahuan dan emosional.
Bedakan baik dan gampangan. Kebaikan adalah kebaikan dan
gampangan adalah perkara yang berbeda. Yang jadi masalah bukan aku yang terlihat gampangan karena baik, tetapi orang yang
menggampangkan kebaikan.
4. Motivasi diri
Pernah di fase Demotivasi? (kehilangan motivasi untuk melakukan sesuatu) Ada yang bilang
Inspirasi -> Motivasi -> Aksi (Lingkaran setan jika tidak ada inspirasi) Padahal lakukan sesuatu, itu awal dari semua kesadaran
Aksi -> Inspirasi -> Motivasi
Seseorang bertanya kepada sang novelis bagaimana dia mampu menulis secara konsisten, dan tetap terinspirasi dan termotivasi. Dia menjawab, “Dua ratus kata yang kacau parah setiap hari, cuma itu." Idenya adalah bahwa jika dia memaksa diriya sendiri untuk menulis 200 kata yang buruk sekalipun, itu akan lebih menginspirasinya untuk menulis, dan sebelum dia menyadarinya, dia telah menulis ribuan kata dalam 1 halaman.
Jika kita mengikuti prinsip “lakukan sesuatu”, kegagalan terasa tidak penting.
Ketika standar kesuksesan hanya “melakukan sesuatu”—ketika setiap hasil dianggap
sebagai sebuah kemajuan dan penting, inspirasi dilihat sebagai sebuah imbalan ketimbang suatu prasyarat—kita mendorong diri kita lebih maju. Kita merasa bebas untuk gagal, dan kegagalan itulah yang menggerakkan kita ke depan.
Jangan takut, jangan berharap menjadi lebih baik. Cukup lakukan dan menjadi baik!