KELOMPOK 2 IKM GLOBAL : ISU KESEHATAN NASIONAL Dosen Pengampu : Windi Chusnia Rahmawati
Anggota :
1. Hanifa Alkhansa (240612607674)
2. Claudia Catherine (240612613465)
3. Khoirunnisa Rosyidah (240612615992)
4. Ghiyats Fasya Adyan (240612601108)
5. Gerardus Reynard Andrean Setiyanto (240612609378) 6. Uswatun Hasanah (220612613867)
Apa itu stunting?
Stunting adalah gangguan pertumbuhan pada anak di bawah lima tahun yang disebabkan oleh kekurangan gizi, infeksi berulang, dan kondisi sanitasi yang buruk. Kondisi ini menyebabkan anak memiliki tinggi badan yang lebih rendah dari rata-rata untuk usianya, yang berdampak pada perkembangan fisik dan kognitif mereka. Berikut adalah beberapa poin penting yang berkaitan dengan masalah kesehatan stunting:
Penyebab Penyebab Stunting:
1. Kekurangan Gizi: Konsumsi makanan yang tidak memadai selama kehamilan dan seribu hari pertama kehidupan anak sangat memengaruhi pertumbuhannya.
2. Infeksi Berulang: Penyakit infeksi yang sering dialami anak dapat meningkatkan kebutuhan energi mereka dan dapat menyebabkan stunting jika tidak diimbangi dengan asupan gizi yang cukup.
3. Sanitasi Buruk: Kekurangan air bersih dan sanitasi dapat meningkatkan risiko infeksi seperti diare dan cacingan, yang menyebabkan stunting.
4. Pengetahuan Gizi: Kesalahan dalam pemberian makanan dapat terjadi karena orang tua, terutama ibu, tidak tahu makanan apa yang baik untuk anak mereka.
Dampak dari Stunting:
Perkembangan Otak: Stunting dapat mengganggu perkembangan otak anak, yang berdampak pada kemampuan mereka untuk belajar di kemudian hari.
Kesehatan Fisik: Stunting membuat anak lebih rentan terhadap penyakit dan infeksi, yang dapat mempengaruhi kesehatan mereka dalam jangka panjang.
Masalah Jangka Panjang: Stunting tidak hanya terlihat pada anak-anak, tetapi juga dapat berlanjut hingga dewasa, berdampak pada produktivitas dan kualitas hidup.
Solusi untuk Menangani Stunting :
Pendidikan Gizi: Meningkatkan pengetahuan orang tua tentang nutrisi yang baik dan cara membuat makanan yang sehat untuk anak.
Akses Kesehatan: Memperbaiki akses ibu hamil dan anak terhadap layanan kesehatan, seperti pemeriksaan kesehatan dan pelatihan gizi.
Sanitasi dan Air Bersih: Meningkatkan infrastruktur sanitasi dan akses air bersih untuk menghentikan penyebaran infeksi.
Risk Assessment (Penilaian Risiko)
Stunting disebabkan oleh malnutrisi kronis dan sering kali dimulai sejak dalam kandungan. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan bahwa prevalensi stunting secara nasional berada di angka 21,6%, dengan target pemerintah menurunkannya menjadi 14% pada tahun 2024. Daerah-daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, dan Kalimantan Selatan mencatat prevalensi tertinggi, yang menunjukkan ketimpangan akses terhadap pangan bergizi, layanan kesehatan, dan sanitasi.
Faktor-faktor yang diidentifikasi meliputi:
Gizi ibu hamil yang buruk: Anemia pada ibu hamil masih menjadi masalah besar, memengaruhi sekitar 48,9% ibu hamil di Indonesia (Riskesdas 2018).
Sanitasi buruk: Hanya 77,6% rumah tangga memiliki akses ke jamban layak, sementara kebiasaan buang air besar sembarangan masih terjadi di beberapa daerah terpencil (BPS, 2022).
Kurangnya edukasi: Banyak keluarga yang belum memahami pentingnya ASI eksklusif selama 6 bulan pertama dan makanan pendamping ASI (MPASI) yang bergizi.
Risk Management (Manajemen Risiko)
Untuk mengatasi risiko ini, pemerintah meluncurkan berbagai program dan kebijakan.
Salah satu langkah besar adalah Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting) yang melibatkan intervensi spesifik dan sensitif. Beberapa upaya nyata meliputi:
Pemberian Makanan Tambahan (PMT):
Ibu hamil dan balita di daerah-daerah prioritas mendapatkan makanan tambahan bergizi untuk mencegah kekurangan zat gizi mikro seperti zat besi, asam folat, dan vitamin A.
Perbaikan sanitasi:
Melalui program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), pemerintah mendorong masyarakat untuk membangun jamban sehat dan mengadopsi pola hidup bersih, seperti mencuci tangan dengan sabun.
Penguatan Posyandu:
Kader posyandu dilatih untuk memantau pertumbuhan anak secara rutin dan memberikan edukasi kepada ibu tentang pola asuh dan pemberian gizi yang baik.
Pendanaan desa:
Dana desa diarahkan untuk mendukung program pencegahan stunting, seperti pembangunan infrastruktur sanitasi dan penyelenggaraan pelatihan gizi.
Hasilnya mulai terlihat: prevalensi stunting turun dari 30,8% pada tahun 2018 menjadi 21,6% pada tahun 2022 (SSGI). Meskipun demikian, ada tantangan besar dalam memastikan pemerataan program di seluruh wilayah Indonesia, terutama daerah terpencil.
Risk Communication (Komunikasi Risiko)
Komunikasi risiko sangat penting untuk memastikan masyarakat memahami masalah stunting dan solusi yang tersedia. Pemerintah melibatkan berbagai pihak untuk menyebarkan informasi:
Kampanye nasional:
Program seperti “Isi Piringku” memberikan panduan sederhana tentang porsi makanan bergizi. Informasi ini disebarkan melalui media massa, media sosial, dan komunitas lokal.
Pelibatan tokoh masyarakat:
Di banyak daerah, tokoh agama dan kepala desa diajak untuk menjadi duta dalam kampanye pencegahan stunting.
Kerja sama lintas sektor:
Misalnya, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan untuk menyisipkan pendidikan gizi dalam kurikulum sekolah dasar.
Pentingnya komunikasi juga terlihat dalam pemanfaatan data lokal untuk menyusun kebijakan berbasis bukti. Contohnya, laporan SSGI digunakan untuk mengidentifikasi kabupaten/kota dengan angka stunting tinggi sehingga intervensi dapat diarahkan ke sana.
Kesimpulan
Penanganan stunting di Indonesia membutuhkan upaya yang terintegrasi. Dengan prevalensi yang terus menurun sejak 2018, program-program seperti PMT, STBM, dan penguatan posyandu terbukti efektif, meskipun tantangan tetap ada, terutama di daerah dengan akses terbatas. Data-data seperti Riskesdas dan SSGI menjadi acuan penting dalam perencanaan dan evaluasi, sementara pendekatan berbasis komunitas membantu memperkuat dampak program di lapangan. Kolaborasi lintas sektor dan komunikasi yang baik dengan masyarakat menjadi kunci untuk mencapai target stunting di bawah 14% pada tahun 2024.