See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/344085996
RENCANA INDUK SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA PECATU
Book · September 2019
CITATIONS
0
READS
2,643
3 authors, including:
I Kadek Budi Sandika STMIK STIKOM Indonesia 16PUBLICATIONS 58CITATIONS
SEE PROFILE
Anak Agung Gde Ekayana
Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Indonesia 23PUBLICATIONS 110CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by I Kadek Budi Sandika on 04 September 2020.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
i
RENCANA INDUK
SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA PECATU
HALAMAN JUDUL
PENULIS:
DR. I KADEK BUDI SANDIKA, S.T., M.PD.
ANAK AGUNG GDE EKAYANA, S.Pd., M.PD.
I GEDE PUTU EKA SURYANA, S.Pd., M.SC.
PENERBIT STMIK STIKOM INDONESIA Alamat Redaksi: Jalan Tukad Pakerisan No. 97 Panjer
Denpasar Selatan-Bali 80225 Web: www.stiki-indonesia.ac.id e-mail: [email protected]
ii
Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah di Desa Pecatu
Penulis : Dr. I Kadek Budi Sandika, S.T., M.Pd.; Anak Agung Gde Ekayana, S.Pd., M.Pd.; I Gede Putu Eka Suryana, S.Pd., M.Sc.
Editor : Putu Sugiartawan
Tata Halaman : Penerbit STMIK STIKOM Indonesia Desain Sampul : Dewa Gede Ariadi Artawa
Cetakan Pertama September 2019 14,8 x 21,0 cm, x + 66 halaman
Penerbit:
STMIK STIKOM Indonesia
Jalan Tukad Pakerisan No. 97 Panjer Denpasar Selatan-Bali 80225 Tel/Fax: 0361-246875
Situs: www.stiki-indonesia.ac.id e-mail: [email protected]
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang
© 2019: Dr. I Kadek Budi Sandika, S.T., M.Pd.; Anak Agung Gde Ekayana, S.Pd., M.Pd.; I Gede Putu Eka Suryana, S.Pd., M.Sc.
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku inidalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari penulis dan penerbit.
Sitasi:
Sandika, I Kadek Budi; Ekayana, Anak Agung Gde; dan Suryana, I Gede Putu Eka. 2019. Rencana Induk Sistem Pengelolaan Sampah di Desa Pecatu. Denpasar: STMIK STIKOM Indonesia
iii
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan rahmat yang dilimpahkan, baik kesehatan dan pemikiran yang jernih dan mulia di dalam proses penyusunan buku ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak yang telah membantu penyelesaian buku ini diantaranya:
1. KEMENRISTEK DIKTI yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk dapat memberikan sumbangsih pemikiran untuk dapat kami berikan kepada masyarakat sekitar kami, tentunya dengan dukungan moril serta materiil sehingga kegiatan pengabdian dapat terealisasi.
2. Ketua STMIK STIKOM Indonesia yang tanpa henti-henti selalu memberikan dorongan motivasi dalam semangat berkarya. Disamping itu selalu memberikan ruang untuk berkarya dengan selalu medukung baik moril maupun materiil.
3. Kepala LPPM STMIK STIKOM Indonesia yang membantu dalam membina dalam wujud program-program yang berkwalitas dalam mendukung kegiatan penelitian maupun pengabdian masyarakat.
4. Prebekel Desa Pecatu serta pengurus BUMDesa Pecatu yang telah memberikan segenap tenaga serta waktu dalam membimbing kami di lapangan sehingga kebermanfaatan pengabdian kami dapat maksimal.
5. Serta rekan-rekan yang telah mendukung dalam penyelesaian laporan ini yang tidak kami sebutkan satu persatu.
Akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Esa jualah senantiasa penulis berharap semoga pengorbanan dan segala sesuatunya yang dengan tulus dan ikhlas telah diberikan dan penulis dapatkan akan selalu mendapat limpahan rahmat sehingga buku ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Denpasar, Agustus 2019
Tim Penyusun
iv
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan buku ini tentang “Grand Desain of Waste Management System at Pecatu Village“. Buku ini disusun untuk memenuhi kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Pecatu dengan tenggang waktu yang diberikan, dalam rangka menyusun desain pengelolaan sampah terpadu di Desa Pecatu Kecamatan Kuta Selatan Badung. Kami mengambil tema tersebut dengan tujuan mengevaluasi pengelolaan yang selama ini telah berlangsung serta memberikan model pengelolaan yang dapat memberikan berdampak posistif untuk kemajuan pengelolaan di Desa Pecatu.
Penyusunan buku ini tidak mungkin diselesaikan tanpa dukungan dan partisipasi dari semua pihak. Untuk itu perkenankan kami menyampaikan terima kasih kepada KEMENRISTEK DIKTI, Ketua STMIK STIKOM Indonesia serta Prebekel dan pengurus organisasi di Desa Pecatu yang telah membantu sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Kami sangat menyadari bahwa dalam menyusun buku ini masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi isi maupun penyajian, oleh karena itu kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan buku di kesempatan yang akan datang.
Denpasar, Agustus 2019
Tim Penyusun
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
UCAPAN TERIMAKASIH ... ii
PRAKATA ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Maksud dan Tujuan ... 4
1.3 Struktur Isi Buku ... 5
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 7
2.1 Data Desa dan Rencana Pengembangan Desa Pecatu ... 7
A. Kondisi Fisik, Geografis, dan Administratif Desa Pecatu ... 7
B. Kondisi Demografi Desa Pecatu ... 8
C. Kondisi Perekonomian Desa Pecatu ... 9
D. Kondisi Kesehatan Penduduk Desa Pecatu ... 10
E. Kondisi Sosial Budaya ... 11
F. Tata Ruang Desa Pecatu ... 12
G. Kelembagaan Pemerintah Desa Pecatu ... 13
H. Rencana Pengembangan Desa Pecatu ... 14
2.2 Data Kondisi Pengelolaan Persampahan Eksisting ... 15
A. Tingkat Pelayanan Persampahan di Desa Pecatu ... 15
B. Sistem Pengelolaan Sampah di Desa Pecatu ... 17
vi
2.3 Permasalahan ... 18
A. Masalah Teknis ... 18
B. Masalah Non Teknis ... 19
C. Permasalahan Utama ... 20
D. Target Penanganan ... 21
BAB III KAJIAN PUSTAKA ... 22
3.1 Definisi Sampah ... 22
3.2 Pengelolaan Sampah ... 23
3.3 Pengelolaan Sampah Tuntas (Zero Waste Management) ... 26
3.4 Perencanaan Strategis ... 31
3.5 Penerapan Teknologi Informasi untuk Pengelolaan Sampah ... 33
BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN ... 38
4.1 Visi dan Misi Pengelolaan Sampah di Desa Pecatu ... 38
4.2 Tujuan dan Target Penanganan ... 39
A.Tujuan Jangka Pendek ... 40
B. Tujuan Jangka Menengah ... 41
C. Tujuan Jangka Panjang ... 41
4.3 Strategi Pengembangan Pengelolaan Persampahan ... 42
A. Strategi Reduksi Timbulan Sampah (Aspek Budaya) ... 44
B. Strategi Peningkatan Peran Serta Masyarakat (Aspek Stakeholder) ... 45
C. Strategi Peningkatan Kualitas Sistem Pengelolaan Sampah (Aspek Teknis) ... 46
D. Strategi Pengembangan Kelembagaan dan Peraturan (Aspek Legal Institusional) ... 46
vii
E. Strategi Pengembangan Alternatif Sumber Pembiayaan (Aspek
Finansial) ... 47
4.4 Indikator Kinerja Kunci ... 48
BAB V RENCANA PENGEMBANGAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI DESA PECATU ... 50
5.1 Rencana Pengembangan dan Proyeksi Kebutuhan Daerah Pelayanan Pengelolaan Sampah di Desa Pecatu ... 50
5.1.1 Rencana Pengembangan Aspek Budaya ... 50
5.1.2 Rencana Pengembangan Keterlibatan Stakeholder ... 51
5.1.3 Rencana Pengembangan Aspek Teknis ... 53
5.1.4 Rencana Pengembangan Aspek Legal dan Institusional ... 54
5.1.5 Rencana Pengembangan Aspek Finansial ... 55
5.2 Rencana Tahapan Pengembangan ... 55
5.2.1 Rencana Jangka Pendek ... 56
5.2.2 Rencana Jangka Menengah ... 56
5.2.3 Rencana Jangka Panjang ... 57
5.3 Rencana Program ... 57
5.4 Rencana Pembiayaan ... 59
BAB VI PENUTUP ... 60
6.1 Kesimpulan... 60
6.2 Rekomendasi ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tata Ruang Wilayah Kecamatan Kuta Selatan ... 12 Gambar 2. Tata Ruang Wilayah Desa Pecatu ... 13 Gambar 3. Hirarki Pengelolaan Sampah ... 25 Gambar 4. Hubungan Strategi Pengelolaan Sampah dengan Tingkat Resiko dan Biaya yang Dibutuhkan ... 26
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Jumlah Penduduk Desa Pecatu Menurut Jenis Kelamin Tahun 2017 ... 9 Tabel 2. Nilai Faktor Substitusi Jenis Sampah ... 30
x
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah merupakan barang sisa, baik yang berasal dari aktivitas manusia maupun bersumber dari hewan dan tumbuhan, yang tidak dimanfaatkan lagi oleh manusia. Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan. Sampah yang dibuang sembarangan oleh oknum tidak bertanggungjawab, baik itu di pinggir jalan maupun pada lahan kosong, selain menimbulkan kesan kumuh (tidak bagus untuk dipandang), juga dapat menimbulkan bau yang tidak sedap serta mengundang hadirnya lalat yang menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang-orang sekitar.
Selain itu, jenis sampah yang dibuang tidak hanya sampah organik, tetapi juga sampah anorganik yang sulit terurai dengan cepat, sehingga akan mencemari lingkungan. Meskipun sudah memiliki tempat pembuangan sampah, penumpukan sampah yang menimbulkan bau dan banyak dikerumuni lalat sering ditangani dengan cara dibakar. Upaya penanganan seperti ini menimbulkan permasalahan lain, yaitu asap hasil pembakaran tersebut justru dapat mengganggu kesehatan pernapasan. Apalagi tiupan angin yang cukup kencang akan memperluas daerah yang terkena dampak asap tersebut. Oleh karena itu, permasalahan sampah
2 perlu mendapatkan penanganan secara efektif untuk dapat meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkannya.
Sampah yang timbul dapat bersumber dari kawasan permukiman warga (sampah rumah tangga), serta hasil dari aktivitas usaha, seperti pertokoan, hotel, sentra industri, dan sebagainya. Permasalahan sampah di desa Pecatu sejak pertengahan tahun 2017 ditangani oleh BUMDesa yang baru dibentuk oleh Pemerintahan Desa Pecatu. Pada tahap awal, unit ini menangani pengelolaan sampah di kompleks permukiman penduduk (lingkungan tanah pekarangan desa) di Desa Pecatu.
Mekanisme penanganan sampah yang berlangsung selama ini masih sederhana, yaitu sampah dikumpulkan, diangkut ke tempat pembuangan, dan dalam periode tertentu dilakukan pengurugan terhadap tumpukan sampah di tempat pembuangan. Badan pengelola dan pemerintah desa (sebelum BUMDesa terbentuk) telah merekrut tenaga kebersihan yang ditugaskan membersihkan areal wisata maupun kawasan pekarangan desa. Fasilitas transportasi yang disiapkan untuk pengangkutan sampah adalah truk sampah dan mini pick up/motor besar beroda tiga untuk menjangkau permukiman di gang sempit. Setelah semua sampah yang terkumpul dinaikkan ke kendaraan pengangkut, kemudian dibawa ke tempat pembuangan. Prosesnya diilustrasikan pada Gambar 1 berikut.
3 BUMDesa diberikan mandate untuk menangani permasalahan sampah di Desa Pecatu yang selama ini belum optimal, cenderung memindahkan masalah. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, di lokasi tempat pembuangan sampah, diperoleh data bahwa penanganan timbunan sampah sering terlambat. Timbunan sampah di tempat pembuangan sering terbakar, entah disengaja atau memang muncul titik api dengan sendirinya. Yang jelas, dari tempat pembuangan sampah sering mengepul asap tebal dari sampah yang terbakar. Kadang-kadang muncul asap hitam disertai bau yang cukup menyengat, mengepul dan tertiup angin.
1. Petugas kebersihan mengumpulkan sampah
2. Sampah terkumpul dinaikkan ke kendaraan pengangkut
3. Sampah dibuang di tempat pembuangan
Gambar 1. Alur Penanganan Sampah Saat Ini
4 Akibatnya, masyarakat sekitar sering terkena polusi udara (asap dan bau) serta banyak didatangi kerumunan lalat. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak bagi kesehatan jika berlangsung dalam jangka panjang. Bahkan, masyarakat sekitar yang terkena dampak mencoba mengajukan keluhan dan menghimpun tanda tangan untuk memindahkan lokasi pembuangan sampah di tempat sebelumnya.
Berdasarkan uraian tersebut, tantangan yang dihadapi selama ini adalah penanganan sampah di Desa Pecatu yang belum tersistem dan terkelola dengan baik. Oleh karena itu, perlu disusun rancangan induk sistem pengelolaan sampah di Desa Pecatu yang dapat menjadi dasar bagi unit yang ditugaskan untuk menangani permasalahan sampah tersebut.
1.2 Maksud dan Tujuan
Pembuatan rencana induk sistem pengelolaan sampah di Desa Pecatu dimaksudkan untuk membantu berbagai pihak di Desa Pecatu yang berkepentingan dengan upaya penanganan sampah untuk mewujudkan Pecatu yang bersih dan hijau (Pecatu Clean and Green). Secara spesifik, buku rencana induk ini disusun untuk dapat digunakan sebagai pedoman dalam upaya:
5 - Penanganan sampah rumah tangga dan/atau sampah sejenis sampah rumah tangga oleh unit jasa pengelolaan sampah di desa Pecatu.
- Edukasi warga dalam pengurangan volume timbulan sampah di Desa Pecatu (reduce), optimalisasi pemanfaatan kembali barang-barang sisa yang masih dapat digunakan (reuse) dan pemrosesan bahan yang dapat diubah menjadi barang baru yang dapat dilakukan setiap warga di sumber timbulannya (recycle).
- Penyusunan rencana anggaran dalam upaya investasi pembangunan dan pengembangan sistem pengelolaan sampah oleh Pemerintahan Desa dan Pemerintah Daerah serta pihak ketiga.
1.3 Struktur Isi Buku
Buku ini terdiri dari enam (6) bab. Bab pertama berupa pendahuluan yang memuat tentang latar belakang perlunya penyusunan buku ini, maksud dan tujuan pembuatan buku, serta struktur isi buku. Bab kedua menjabarkan gambaran umum wilayah, seperti data desa, kondisi pengelolaan sampah eksisting, serta permasalahan. Bab ketiga menjabarkan tentang pengelolaan sampah menurut hasil kajian atau telah dirumuskan pada peraturan maupun petunjuk teknis dari berbagai referensi. Bab
6 keempat mengulas tentang strategi pengembangan sistem pengelolaan sampah di Desa Pecatu, mulai dari visi dan misi, tujuan dan target penanganan, strategi pengembangan pengelolaan persampahan, serta indikator kinerja kunci. Bab kelima menjabarkan detail rencana pengembangan yang dijabarkan pada bab empat, seperti rencana pengembangan dan proyeksi kebutuhan pelayanan, rencana tahapan pengembangan, rencana program, dan rencana pembiayaan. Bab keenam merupakan penutup yang memuat kesimpulan dan rekomendasi.
7
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH
2.1 Data Desa dan Rencana Pengembangan Desa Pecatu A. Kondisi Fisik, Geografis, dan Administratif Desa Pecatu
Desa Pecatu memiliki luas wilayah 2.685,17 Ha, yang terdiri dari 1.813,5 Ha tanah kering, 750 Ha tanah perkebunan milik perorangan, 81,16 Ha tanah untuk fasilitas umum dan 40,51 Ha tanah hutan. Secara geografis dan administratif, Desa Pecatu berbatasan dengan Kelurahan Jimbaran (patok beton tukad Cengiling) di bagian utara, Desa Ungasan (patok beton tukad Gau) di bagian timur, Samudera Indonesia di bagian selatan dan barat (Potensi Desa Pecatu, 2017). Perbatasan dengan samudera Indonesia memberikan kesempatan hadirnya variasi potensi yang dimiliki oleh Desa Pecatu. Diantaranya adalah tebing (cliff) maupun pantai (beach) dengan pasir nan eksotis berwarna putih dikarenakan hasil pembentukan karst/organisme terumbu karang.
Kawasan desa Pecatu memiliki topografi wilayah berupa perbukitan dengan tinggi tempat antara 175 s.d. 2.000 mdpl.
Curah hujan di desa Pecatu berkisar antara 1.000 – 1.500 mm per tahun dengan jumlah bulan hujan per tahun selama 5 bulan. Ketersediaan air tanah maupun permukaan
8 masyarakat Desa Pecatu tergolong cukup minim, sehingga masyarakat memanfaatkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa masyarakat Desa Pecatu membuat sumur penampungan, lahan pemanen air hujan serta bak tampungan untuk air hujan. Semua bangunan itu digunakan untuk memanfaatkan air hujan secara maksimal yakni tidak habis di musim kemarau dan tidak menjadi bencana ketika musim hujan. Suhu rata-rata harian berkisar pada 32o C (Profil Desa Pecatu, 2013). Dengan suhu demikian tergolong tinggi untuk kisaran suhu rata-rata. Suhu yang tinggi cenderung memperceat proses pembentukan tanah namun untuk masyarakat yang tinggal di Daerah Pecatu perlu mengadaptasi kondisi tersebut, baik dari jenis pakaian maupun desain bangunan sehingga mampu meningkatkan kenyamanan termal.
B. Kondisi Demografi Desa Pecatu
Jumlah penduduk desa Pecatu berjumlah 7.893 jiwa pada tahun 2017, yang tersebar di 9 Banjar Dinas, dengan rincian seperti pada Tabel 1. Adapun jumlah kepala keluarga dari masyarakat desa Pecatu sebanyak 2.199 KK. Kepadatan penduduk di desa Pecatu sebesar 299,24 jiwa per km2. Tingkat pendidikan warga Pecatu yang paling dominan
9 adalah lulusan SMA sebanyak (27%), diikuti tamatan SD sebanyak 24,64% dan tamatan SMP sebanyak 9,26% dari populasi penduduk Desa Pecatu. (Potensi Desa Pecatu, 2017). Banyaknya jumlah masyarakat yang belum menuntaskan pendidikan mempersempit peluang kerja namun masyarakat di Dsa Pecatu cenderung mandiri sehingga memilih membuka peluang kerja, misal dengan berternak.
Tabel 1. Data Jumlah Penduduk Desa Pecatu Menurut Jenis Kelamin Tahun 2017
No Banjar Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
1 Buana Sari 334 352 686
2 Kauh 592 672 1.264
3 Kangin 478 503 981
4 Karang Boma 435 465 900
5 Tambyak 314 305 619
6 Giri Sari 377 369 746
7 Tengah 508 500 1.008
8 Labuhan Sait 463 444 907
9 Suluban 392 390 782
Jumlah 3.893 4.000 7.893
Sumber: laporan data penduduk desa Pecatu (Oktober 2017)
C. Kondisi Perekonomian Desa Pecatu
Tahun 2017, jumlah angkatan kerja (usia 18-56 tahun) di Desa Pecatu sebanyak 4649 orang. Hanya 3201 orang yang bekerja penuh, sementara 386 orang masih sekolah, dan 460 orang adalah ibu rumah tangga (Perkembangan Desa Pecatu,
10 2017). Mata pencaharian penduduk Pecatu sebagian besar adalah di bidang pertanian (petani dan peternak) sebanyak 43,74%, diikuti dengan pekerjaan sebagai karyawan swasta sebesar 28,09%, dan memiliki pekerjaan wiraswasta sebanyak 18,99%. Jenis usaha atau lembaga ekonomi yang ada di Desa Pecatu terdiri dari jasa keuangan non bank 12 unit, jasa keterampilan 18 unit, industri rumah tangga 42 unit, jasa penginapan pendatang dan akomodasi wisata 116 unit, dan jasa perdagangan 140 unit. (Potensi Desa Pecatu, 2017).
D. Kondisi Kesehatan Penduduk Desa Pecatu
Kualitas ibu hamil dari penduduk Pecatu sudah baik, dimana semuanya telah memeriksakan kandungannya ke puskesmas, rumah sakit, dokter praktik maupun bidan praktik. Tempat persalinan yang dipilih adalah rumah sakit umum dan rumah bersalin, dimana semua persalinan telah dibantu oleh dokter. Angka kelahiran tahun 2017 sebanyak 82 jiwa, dimana 1 orang bayi yang baru lahir meninggal dunia. Jumlah balita yang mengalami kelainan organ tubuh, fisik dan mental sebanyak 1 orang. Selama tahun 2017 tidak ditemukan wabah penyakit yang mengakibatkan korban meninggal dunia, seperti sakit demam berdarah.
(Perkembangan Desa Pecatu, 2017). Terkait permasalahan
11 sampah, maka sangatlah berpotensi untuk menimbulkan penyakit tersebut dan jenis penyakit lainnya. Hal ini perlu diperhatikan dan ditangani untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan.
E. Kondisi Sosial Budaya
Penduduk Pecatu masih homogen dengan mayoritas umat beragama Hindu (97,8%) yang merupakan etnis Bali. Hanya 1,67 % penduduk Pecatu yang beragama Islam, 0,5%
beragama Nasrani, dan sisanya adalah penganut kepercayaan. Desa Pecatu memiliki satu Desa Adat dengan 3 Banjar Adat, yaitu Banjar Adat Kangin, Banjar Adat Tengah, dan Banjar Adat Kauh. Masing-masing banjar adat memiliki kelompok remaja yang disebut Sekaa Teruna Teruni (STT) yang masih aktif melakukan aktivitas sosial untuk remaja dilingkungannya. (Potensi Desa Pecatu, 2017).
Selain itu, di Desa Pecatu terdapat satu peninggalan leluhur berupa Pura yang merupakan salah satu dari enam (6) pura besar di Bali, yaitu Pura Luhur Uluwatu. Di samping itu, terdapat empat (4) pura yang terkait dengan Pura Uluwatu, yang disebut Prasanak Pura Uluwatu, yaitu Pura Kulat, Pura Pangleburan, Pura Selonding dan Pura Pererepan. Pura Uluwatu menjadi salah satu obyek wisata yang banyak
12 dikunjungi wisatawan. Pengelolaan obyek wisata ini sudah ditangani badan khusus dibawah Desa Adat Pecatu, yaitu Badan Pengelola Obyek Wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu.
F. Tata Ruang Desa Pecatu
Kawasan desa Pecatu termasuk dalam zona limitasi karena termasuk dalam radius kawasan suci pura Uluwatu. Pada Peta tersebut akan dijelaskan zonasi rencana dan pelaksanaan pemanfaatan ruang Desa Pecatu. Adapun beberapa jenis peruntukan diantaranya adalah kawasan peruntukan pariwisata, kawasan peruntukan permukiman, kawasan peruntukan pendidikan tinggi, dan kawasan lindung.
Gambar 2. Tata Ruang Wilayah Kecamatan Kuta Selatan
(https://www.villabalitropic.com/wp-content/uploads/2017/06/suluban-25- are-peta-RDTR-2014.jpg)
13 Gambar 3. Tata Ruang Wilayah Desa Pecatu
(https://www.villabalitropic.com/wp-content/uploads/2017/06/padang- padang-1982-ha-peta-tata-ruang-RDTR-2003-.jpg)
G. Kelembagaan Pemerintah Desa Pecatu
Unsur kelembagaan pemerintahan desa Pecatu terdiri dari Aparat Desa, BPD, LPM/LKD, PKK, Karang Taruna, dan Bumdesa. Aparat desa terdiri dari Perbekel, Sekretaris Desa, Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat, Kepala Urusan Umum, Kepala Urusan Keuangan, dan staf. Selain itu ada Kepala Dusun (Kelian Banjar Dinas) sebanyak 9 orang. BPD berjumlah 11 orang yang terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota. Jumlah anggota LPM/LKD adalah
14 29 orang, sama dengan jumlah pengurus PKK. Sementara jumlah pengurus Karang Taruna sebanyak 39 orang, dan pengurus BUMDesa sebanyak 3 orang. Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) yang ada baru melayani urusan jasa angkutan sampah. (Potensi Desa Pecatu, 2017).
H. Rencana Pengembangan Desa Pecatu
Rencana pengembangan desa mengacu pada visi dan misi desa Pecatu. Visi desa Pecatu adalah “melangkah bersama membangun desa Pecatu berdasarkan Tri Hita Karana menuju masyarakat adil dan sejahtera. Adapun misi desa Pecatu ada 3 bidang, yaitu bidang keagamaan, kemanusiaan, dan kewilayahan. Misi bidang keagamaan adalah peningkatan srada dan bhakti masyarakat terhadap ajaran agama serta peningkatan eksistensi adat budaya dalam rangka mengajegkan Bali di era kekinian. Misi bidang kemanusiaan: (1) meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya manusia di Desa Pecatu, (2) menata sistem kependudukan dan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, (3) meningkatkan perekonomian yang berbasis kerakyatan dan ditunjang oleh iklim kemitraan, (4) mewujudkan kepastian hukum serta menciptakan ketenteraman dan ketertiban masyarakat, dan (5)
15 mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good & clean governance). Misi bidang kewilayahan: (1) memantapkan pelaksanaan otonomi daerah, (2) mewujudkan pembangunan yang selaras dan seimbang sesuai fungsi wilayahnya, dan (3) melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup (Profil Desa Pecatu, 2013).
2.2 Data Kondisi Pengelolaan Persampahan Eksisting A. Tingkat Pelayanan Persampahan di Desa Pecatu
Pada tahun 2017 pelayanan persampahan dilaksanakan pada tingkat rumah tangga di Tanah Pekarangan Desa.
Kegiatan pelayanan ini merupakan tonggak awal dari kegiatan pada saat ini. Peralatan dan teknis kegiatan masih sederhana sehingga pelayanan yang dilakukan masih terbatas. Keterbatasan tersebut menjadi semangat pemerintah maupun masyarakat desa untuk terus meningkatkan pelayanan melalui ide dan gagasan pengembangan agar tercipta lingkungan pecatu yang bersih aman lestari dan indah.
Pelayanan angkutan sampah rumah tangga atau sampah sejenis sampah rumah tangga di Desa Pecatu saat ini dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) Catu Kwero Sedana. Unit usaha jasa pengelolaan sampah pada BUMDesa
16 Catu Kwero Sedana mulai melayani pengangkutan sampah sejak bulan Juli 2017 yang melayani wilayah tanah pekarangan desa Pecatu. Rumah tangga dan usaha kecil (warung) yang dilayani pada awalnya hanya berjumlah 130 orang.
Pada tahun 2018 telah dilaksanakan pelayanan keliling desa termasuk pada usaha hotel dan villa. Pelayanan saat ini telah melibatkan berbagai pihak termasuk perguruan tinggi maupun stakeholder untuk memberikan gagasan serta karya nyata yang dapat dipergunakan untuk peningkatan kualitas pengelolaan. Lingkup pelayanan angkutan sampah mulai diperluas di daerah Bingin dan Labuhan Sait. Setelah itu, daerah pelayanan terus meluas sampai wilayah Suluban, Suluban, Uluwatu, Beji, dan hampir ke seluruh wilayah di Desa Pecatu. Sampai awal tahun 2019, jumlah pelanggan yang dilayani pengangkutan sampah telah melebihi 500 pelanggan.
Jumlah kendaraan pengangkut sampah yang digunakan pada tahun 2017 terdiri dari 1 kendaraan roda tiga (Jialing), 1 kendaraan menengah (Kijang), dan 1 unit truk. Pada tahun 2018, kendaraan menengah jenis Kijang bertambah 1 unit.
Sementara itu, kendaraan roda tiga mengalami peremajaan
17 (diganti kendaraan baru), karena kendaraan lama sering mengalami kerusakan.
Untuk melayani pelanggan yang jumlahnya terus bertambah, jumlah tenaga kerja terus ditambah. Pada awal beroperasi, unit usaha ini hanya dilayani oleh 8 orang tenaga pengangkut. Sampai saat ini, jumlah tenaga pengangkut bertambah menjadi 20 orang secara keseluruhan. Selain itu, terdapat penambahan tenaga pilah dan pengepakan sampah yang masih bisa digunakan atau didaur ulang bertambah dari 4 orang menjadi 10 orang.
B. Sistem Pengelolaan Sampah di Desa Pecatu
Pada tahun 2017 yakni pengambilan sampah dilakukan dari rumah ke rumah kemudian diangkut ke TPA dan berhenti sampai disitu. Pada tahun 2018 dilakukan pencangkokan model pengelolaam dengan direkrutnya 1 orang yang berpengalaman dalam pengelolaan sampah sebagai penanggung jawab pengola sampah di TPA sehingga mulai ada pemilahan di TPA.
Pada awal mulai beroperasinya unit usaha pengelolaan sampah BUMDesa Catu Kwero Sedana, belum ada pengelolaan sampah yang berjalan, hanya melanjutkan sistem yang berjalan sebelumnya, yaitu angkut sampah dari
18 pelanggan dan dibuang di tempat pembuangan sampah (open dumping). Pada awal tahun 2018, sampah yang diangkut sudah mulai dipilah, sampah organik dan anorganik yang laku dijual. Pada pertengahan tahun 2018, kompos hasil pengolahan sampah organik mulai digunakan untuk kebutuhan sendiri melalui percontohan pertanian organik.
Sampah anorganik dipilah menurut jenisnya, seperti botol kaca, botol plastik bening, botol plastik berwarna, plastik kresek, botol kaleng aluminium, kertas buram kertas putih, kardus, dan sebagainya. Sampai saat ini, BUMDesa Catu Kwero Sedana belum mampu melakukan pengolahan sampah anorganik. Selain itu, sampah residu yang tidak terjual masih belum bisa dikelola, sehingga terus menumpuk.
2.3 Permasalahan A. Masalah Teknis
1. Masalah yang terjadi di rumah tangga yakni belum terdapatnya proses pemilahan.
2. Pengambilan sampah dilakukan hingga ke gang-gang sempit, hal ini dinilai sangat tidak efektif dikarenakan tidak terdapatnya sarana prasarana yang mendukung untuk dapat melakukan hak tersebut.
19 3. Perlakuan sampah di TPA yang sebelumnya tanpa pengolahan menyebabkan timbulnya ragam/jenis permasalahan baik itu masalah kesehatan hingga imbas terhadap image pariwisata Desa Pecatu.
4. Perlakuan pada residu (dahan pohon, tisu, plastik lain) belum dilakukan padahal terdapat potensi nilai uang yang dapat dimanfaatkan di dalamnya. Hal ini perlu dikelola untuk dapat memberikan dampak sebesar- besarnya bagi masyarakat Desa Pecatu.
B. Masalah Non Teknis
1. Kualitas SDM yang mengambil dan mengolah sampah sangatlah terbatas, padahal jika kita ingin serius mengenai masalah sampah dengan melihat spektrum dampaknya yang sangat luas maka diharapkan mampu menggugah masyarakat untuk dapat berpartisipasi secara kompak dalam mengeksekusi program yang direncanakan.
2. Regulasi dari pemerintah untuk pengelolaan sampah menjadi kunci untuk memberikan rambu-rambu bagi masyarakat untuk memaksimalkan partisipasi dalam pengelolaan sampah.
20 3. Kesadaran masyarakat yang masih kurang dalam mengatasi maupun mengelola sampah. Sebenarnya ini merupakan kunci keberhasilan dari kegiatan pengelolaan sampah, sehingga harapannya dapat langsung dilakukan dan selesai pada tingkat rumah tangga.
4. Budaya dalam membuang sampah. Hal ini terlihat sederhana namun ketika melihat praktiknya di lapangan sangatlah berbeda dan cenderung masih banyak anggota masyarakat ataupun wisatawan yang membuang sampah tidak pada tempatnya.
C. Permasalahan Utama
1. Jumlah produksi rumah tangga sampah yang meningkat tiap bulannya yang berarti bahwa pengelolaan sampah di skala rumah tangga masih belum maksimal.
2. Oknum yang tidak bertanggung jawab masih mencemari lingkungan dengan membuang sampah sembarangan.
3. Sampah sisa aktivitas produksi usaha-usaha misal hotel, restaurant yang sebagian masih tidak baik dalam pengelolaan sampah yang dihasilkan.
21 D. Target Penanganan
1. Menurunnya produksi sampah rumah tangga di tengah meningkatnya jumlah penduduk serta kebutuhannya yang semakin beragam.
2. Lingkungan bebas sampah yang dapat mengurangi permasalahan baik itu masalah lingkungan hingga dampaknya terhadap pariwisata.
3. Meningkatnya kualitas pengelolaan sampah para pelaku usaha.
22
BAB III KAJIAN PUSTAKA
3.1 Definisi Sampah
Sampah merupakan sesuatu yang tidak berguna, tidak bisa digunakan lagi, atau yang tidak diinginkan [1]–[3]. Kata sampah dalam bahasa Inggris memiliki banyak istilah, seperti waste, refuge, trash, garbage, rubbish, dan istilah lainnya [2]. Kata refuge dan waste dipandang memiliki makna yang sepadan dan lingkup yang cukup luas. Kata trash digunakan untuk menyebut sampah yang memiliki sifat mudah terbakar, seperti kertas, kayu, kain, mainan, dan sebagainya. Kata garbage umumnya digunakan untuk menyebut sampah yang berasal dari limbah dapur, yang memiliki sifat mudah membusuk. Terminologi rubbish digunakan untuk menyebut sampah yang tidak membusuk, baik itu sampah yang mudah terbakar maupun sampah yang tidak mudah terbakar, seperti kaleng, kertas, sikat, logam, dan lain sebagainya kecuali abu.
Berdasarkan sumber timbulan sampahnya, sampah padat dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu sampah perkotaan, sampah industri, limbah pertanian dan binatang, serta sampah berbahaya [2]. Secara lebih mendetail, sumber sampah dapat berasal dari permukiman, pusat komersial, perkantoran, industri, kawasan perkotaan, sisa proses pembangunan baru dan
23 sampah penghancuran bangunan, layanan perkotaan, fasilitas umum, dan pertanian [4]. Sampah perkotaan umumnya terdiri dari sisa makanan, rubbish, abu dan arang, limbah konstruksi, limbah sisa pengolahan air, serta sampah lainnya yang termasuk kasus khusus.
Sampah menurut jenisnya dapat dikategorikan menjadi 5, yaitu sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (sampah B3), sampah yang mudah terurai (sampah organik), sampah yang dapat dipergunakan kembali (sampah guna ulang), sampah yang dapat di daur ulang, dan sampah lainnya (residu) [5].
Masing-masing jenis sampah tersebut memiliki kode warna tertentu. Sampah B3 ditunjukkan dengan kode warna merah, sampah organik kode warna hijau, sampah guna ulang kode warna kuning, sampah daur ulang kode warna biru, dan sampah residu dengan kode warna abu-abu [5].
3.2 Pengelolaan Sampah
Penumpukan sampah yang tidak terkelola dengan baik akan dapat membawa dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan.
Sampah pertanian dan jenis sampah yang mudah terbakar lainnya, pada musim kemarau berpotensi mengalami kebakaran. Asap yang keluar dari hasil pembakaran dapat menyebabkan polusi udara. Sampah yang mudah membusuk dapat menjadi tempat
24 berkumpulnya lalat dan berkembangnya ulat yang dapat mengganggu kenyamanan lingkungan (karena bau) dan berpotensi menjadi sumber penyebaran penyakit (oleh lalat).
Sampah non organik yang tidak mudah terurai dapat mencemari tanah dan mengganggu keasrian lingkungan. Plastik yang dibuang ke sungai dan hanyut sampai ke laut dapat mengganggu keasrian dan kebersihan pesisir (terutama pada musim penghujan), serta mengganggu metabolisme satwa laut apabila sampai terkonsumsi.
Dan masih banyak dampak negatif yang mungkin terjadi akibat kegagalan mengelola sampah.
Oleh karena itu, sampah yang ada harus mampu ditangani dengan baik untuk meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkannya. Strategi pengelolaan sampah dimulai dari tempat timbulan sampah (minimalisasi sampah/reduksi, penggunaan kembali, pendauran ulang, pemisahan/pemilahan jenis, kodifikasi/pengkodean sampah menurut warna jenisnya) [6], [7], pengumpulan pada tempat pembuangan sementara, pengangkutan, proses pengolahan sampah, dan pembuangan [2], [4], [6]–[8]. Namun, upaya awal yang perlu dilakukan adalah tindakan pencegahan/prevensi timbulan sampah [7], [8]. Bentuk pengelolaan sampah yang menerapkan strategi pencegahan dapat dilakukan melalui kebijakan tanggungjawab tambahan produsen (extended producer responsibility) [7]. Dalam kebijakan tersebut,
25 produsen harus memiliki perencanaan yang matang terkait proses tindak lanjut dari produknya apabila sudah tidak dipergunakan lagi oleh konsumennya. Sementara itu, strategi akhir yang dapat diterapkan adalah prinsip denda bagi penyebab polusi (polluter pays principle)[7]. Urutan metode pengelolaan sampah yang direkomendasikan seperti ditunjukkan Gambar 3. Alasan penentuan urutan tersebut terkait dengan tingkat resiko dan biaya yang diperlukan untuk menerapkan metode tersebut. Semakin turun tingkatan dalam piramida, biaya dan resiko yang dihasilkan semakin besar, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Hirarki Pengelolaan Sampah [7]
26 Gambar 5. Hubungan Strategi Pengelolaan Sampah dengan
Tingkat Resiko dan Biaya yang Dibutuhkan [8]
3.3 Pengelolaan Sampah Tuntas (Zero Waste Management) Sampah dipandang sebagai simbol dari kondisi tidak efisiennya masyarakat modern dan menunjukkan kekeliruan dalam mengalokasikan sumber daya [9]. Kondisi bebas sampah (zero waste) merupakan proses sistematis dalam perencanaan dan pengelolaan produk untuk menghindari dan mengurangi timbulnya sampah, dan memulihkan segala sumber daya dari arus sampah. Konsep zero waste merujuk pada filosofi yang mendorong adanya perencanaan ulang siklus hidup sumber daya sehingga semua produk tersebut dapat didaur ulang [10]. Proses
27 yang direkomendasikan menyerupai cara sumber daya didaur ulang pada lingkungan alami.
Pada sistem penanganan sampah tuntas (zero waste system), siklus alur penggunaan material berbentuk lingkaran, dimana material yang sama digunakan lagi dan lagi sampai pada tingkat pemakaian optimum [10]. Itu artinya bahwa pada akhir masa siklus hidupnya, produk tersebut digunakan kembali, diperbaiki, dijual atau didistribusikan ulang dalam sistem. Jika penggunaan kembali atau perbaikan tidak memungkinkan untuk dilakukan, produk tersebut bisa di daur ulang atau diperbaharui dari arus sampah dan digunakan sebagai bahan baku/input, sebagai pengganti sumber daya alam untuk kebutuhan bahan ekstraksi. Oleh karena itu, produk yang menggunakan konsep zero waste mengeliminasi “fase sampah” pada siklus hidup produk tradisional dengan menerapkan prinsip perencanaan cradle to cradle yang memungkinkan produk tersebut digunakan kembali, diperbaiki, atau diproduksi ulang menjadi produk sekunder [11].
Prinsip utama yang digunakan pada pengelolaan sampah tuntas adalah penekanan utama dan pertama pada pencegahan dan reduksi timbulan sampah melalui perencanaan produk inovatif, dan baru kemudian melaksanakan opsi pendauran ulang dan composting [9]. Untuk menyukseskan penerapan konsep zero
28 waste diperlukan beberapa prinsip kunci yang menjadi faktor pendorongnya. Prinsip atau strategi tersebut ada yang bersifat jangka panjang, yaitu (i) penyadaran, pendidikan, dan penelitian, (ii) perubahan perilaku, (iii) pemikiran tersistem, dan ada yang bersifat jangka pendek, seperti (iv) perencanaan industri inovatif, (v) pembuatan peraturan, serta (vi) 100% daur ulang. Aspek penting yang perlu juga diperhatikan adalah mengubah pemahaman arus sampah linier menjadi siklus yang melingkar (circular).
Untuk mengubah mindset tersebut diperlukan proses transformasi yang melalui serangkaian implementasi strategi menyeluruh (holistik) yang berdasarkan pada prinsip pengembangan kunci [9]. Edukasi terkait kesadaran lingkungan dan riset berkelanjutan merupakan prinsip utama yang menempati puncak hirarki konsep zero waste. Perilaku hidup dan pola konsumsi berkelanjutan merupakan prinsip yang berada pada tangga kedua. Tingkatan ketiga dalam hirarki ini adalah transformasi perencanaan industrial, seperti perencanaan cradle- to-cradle, eco-design, produksi bersih + tanggungjawab produsen yang diperluas. Untuk itu, dibutuhkan peraturan dan insentif kebijakan terkait penerapan aturan secara ketat. Apabila inovasi perencanaan produk berjalan dengan efektif, dimana semua produk yang dihasilkan dapat didaur ulang, maka pemulihan
29 sumber daya alam menjadi optimal. Dan tingkatan terakhir dalam hirarki ini adalah perlu juga ditunjang oleh pendekatan sistem berpikir baru dan teknologi inovatif.
Untuk mengevaluasi kesiapan suatu wilayah/kawasan mengelola sampah secara berkelanjutan dengan menerapkan konsep ini dapat dilihat dari tolok ukur kesadaran sampah (wasteaware benchmark) [12]. Indikator untuk menilainya dapat ditinjau dari aspek fisik dan tata kelola. Komponen fisik yang menjadi tolok ukur terdiri dari tiga dimensi, yaitu proses pengumpulan sampah (aspek kesehatan publik), perlakuan sampah (aspek lingkungan yang terkontrol), dan implementasi prinsip 3R (pengurangan/reduce, penggunaan kembali/reuse, dan pendaur ulang/recycle, yang termasuk aspek penghargaan terhadap sumber daya). Komponen tata kelola juga memiliki tiga dimensi, yaitu inklusivitas dari sisi pengguna dan penyedia jasa, keberlanjutan penganggaran/finansial, dan aspek kelembagaan dan kebijakan yang proaktif (kerangka kerja nasional dan kelembagaan di tingkat lokal). Selain tolok ukur tersebut, evaluasi kinerja pengelolaan sampah menuju konsep nol sampah dapat menggunakan indikator yang berkenaan dengan isu (i) penyadaran individu, pendidikan, dan perubahan perilaku, (ii) penghindaran sampah, (iii) pengumpulan sampah, (iv) kebijakan dan peraturan pendauran ulang sampah, (v) teknologi pengolahan
30 sampah, (vi) pengurugan sampah, (vii) kebijakan bagi industri, dan (viii) isu berkenaan dengan strategi nol sampah [11].
Ada banyak cara untuk mengukur kinerja sistem pengelolaan sampah yang diterapkan suatu wilayah/kota.
Beberapa pemangku kebijakan dan pakar menggunakan indikator, seperti tingkat timbulan sampah per kapita, tingkat pengumpulan sampah, dan tingkat pendaur ulang sampah, tingkat pengalihan sampah, dan indeks nol sampah [9]. Indikator yang dapat menunjukkan ukuran sistem pengelolaan sampah secara holistik/
menyeluruh adalah menggunakan indeks nol sampah (zero waste index). Indeks nol sampah menunjukkan persentase potensi jumlah sampah yan terkelola dikalikan nilai faktor substitusi dan dibagi dengan jumlah sampah total yang dihasilkan wilayah tersebut. Nilai dari faktor substitusi seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Faktor Substitusi Jenis Sampah [11]
Sistem pengelolaan sampah Kategori sampah Nilai faktor substitusi
Daur ulang Kertas 0,84 – 1,00
Kaca 0,90 – 1,00
Logam 0,79 – 0,96
Plastik 0,90 – 0,97
Campuran 0,25 – 0,45
Pengomposan Organik 0,60 – 0,65
Pengurugan Campuran 0,00
31 3.4 Perencanaan Strategis
Untuk mengatasi perubahan dan situasi yang tidak menentu di masa depan, pemegang kebijakan perlu memiliki kemampuan yang memadai mengenai dua hal, yaitu kemampuan mendefinisikan target yang ingin dicapai (menyusun sasaran dan strategi), dan kemampuan mencapai target tersebut (perencanaan dan pelaksanaan program) [13]. Perencanaan strategis merupakan proses merumuskan strategi berdasarkan analisis kondisi internal dan eksternal organisasi, dan menuangkannya menjadi rencana kerja jangka pendek, menengah dan panjang. Perencanaan strategis merupakan proses perencanaan untuk memaksimalkan prospek dan meminimalkan resiko yang akan dihadapi [14].
Proses tersebut didasarkan pada hasil evaluasi terhadap berbagai opsi yang memungkinkan pilihan tindakan merujuk pada hal yang paling diinginkan bersama.
Prinsip utama untuk menerapkan perencanaan strategis pada suatu organisasi atau lembaga adalah fleksibilitas, perubahan, keterlibatan, relevansi, dan penyederhanaan [14].
Perecanaan strategis bukanlah proses yang statis, melainkan dinamis dan fleksibel. Dalam proses tersebut selalu ada perubahan-perubahan yang dapat terjadi setiap waktu. Hal ini didasarkan pada pertimbangan terhadap elemen rasionalitas, afektif, dan pencapaian yang diharapkan. Untuk menyukseskan
32 strategi yang disusun, perlu adanya kolaborasi, partisipasi dan keterlibatan semua komponen. Rencana strategis perlu memperhatikan keunikan dan kebutuhan setiap individu atau kelompok komunitas. Dalam implementasinya, rencana strategis dijabarkan secara sederhana agar tidak membingungkan bagi pelaksana.
Terdapat beberapa model dalam perencanaan strategis, seperti perencanaan strategis tradisional dan perencanaan strategis berbasis nilai [14]. Perencanaan strategis tradisional dapat menggunakan pendekatan top-down yang dibantu oleh konsultan perencana dan pendekatan komite. Perencanaan strategis tradisional dengan pendekatan top-down dilakukan dengan tahapan, sebagai berikut: (i) eksekutif memutuskan lingkup perencanaan, (ii) penunjukan konsultan, (iii) pengamatan lingkungan (internal dan eksternal), (iv) audit kinerja, (v) analisis kesenjangan, (vi) identifikasi arah/tujuan strategis, (vii) menuliskan rencana (pengembangan strategi), (viii) konsultasi (review kemampuan organisasi), dan (ix) evaluasi. Pada model perencanaan strategis menggunakan pendekatan komite, tahapannya adalah (i) eksekutif memutuskan tujuan dan lingkup perencanaan strategis, termasuk penunjukan anggota komite, (ii) identifikasi arah strategis, (iii) perumusan rencana strategis, (iv) konsultasi (review kemampuan organisasi), dan (v) evaluasi.
33 Sementara itu, perencanaan strategis berbasis nilai memiliki sembilan tahapan, yaitu: (i) pendahuluan, (ii) pengamatan nilai, (iii) pembahasan isu kritis, (iv) menuliskan pernyataan misi, (v) menentukan apa saja hal yang telah ada tetap dilanjutkan, hal yang harus diubah, dan hal baru yang harus dicoba (keep, change, try), (vi) memeriksa/membandingkan dan menentukan prioritas wilayah hasil kunci (key result areas), (vii) mengembangkan area kunci kedalam bentuk lembaran fokus, (viii) menarik bersama (memutuskan strategi yang akan dilaksanakan bersama), dan (ix) pengamatan para pelanggan (sebagai penerima dampak).
3.5 Penerapan Teknologi Informasi untuk Pengelolaan Sampah
Kebutuhan merupakan spesifikasi tertentu dari apa yang hendak diimplementasikan [15]. Dalam hal pengembangan sistem informasi, kebutuhan adalah deskripsi detail tentang bagaimana sistem harus berlaku, properti atau atribut sistem dan karakteristik serta kualitas sistem yang diharapkan memberikan nilai guna bagi penggunanya. Dalam memnentukan spesifikasi kebutuhan perangkat lunak, terdapat beberapa isu penting yang perlu diperhatikan, yaitu fungsionalitas, antarmuka eksternal, performa, atribut-atribut, dan batasan perancangan yang harus diterapkan.
Kegiatan analisis kebutuhan melibatkan banyak pemangku kepentingan. Klasifikasi pemangku kepentingan antara
34 lain pelanggan, pemilik modal, pemilik sistem, pengguna/operator, regulator, penyelia/vendor, dan pengembang.
Pada kelompok tim pengembang, termasuk juga didalamnya adalah manajer proyek, atau pimpinan tim, analis sistem, implementor/programmer, dan penguji/tester [15].
Kelompok kebutuhan dalam proses analisis kebutuhan meliputi kebutuhan bisnis, kebutuhan pengguna, aturan bisnis, atribut kualitas, kebutuhan sistem, kebutuhan fungsional, antarmuka eksternal, dan batasan [15]. Kebutuhan bisnis berhubungan dengan kebutuhan pengguna. Atribut kualitas secara tidak langsung berkaitan dengan aturan bisnis. Kebutuhan fungsional dipengaruhi oleh kebutuhan pengguna, aturan bisnis, dan atribut kualitas. Kebutuhan fungsional secara tidak langsung akan mempengaruhi kebutuhan sistem. Dalam tingkatan kebutuhan, kebutuhan bisnis merupakan tujuan dari analisis, sementara apa yang ingin dianalisis adalah kebutuhan pengguna, aturan bisnis, dan atribut kualitas. Untuk menjabarkan tujuan yang ditargetkan, dan mendetailkan apa yang dianalisis, itu ditunjukkan dengan kebutuhan sistem, kebutuhan fungsional, antarmuka eksternal dan batasan.
Tahapan awal dalam proses analisis kebutuhan adalah elisitasi atau pengumpulan kebutuhan. Elisitasi kebutuhan bermanfaat untuk mengetahui batasan sistem, mengenali siapa
35 saja pemangku kepentingan yang terlibat, serta mengenali tujuan dari sistem. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan selama proses elisitasi antara lain penegasan cakupan/lingkup sistem yang dikembangkan, penyamaan persepsi/pemahaman di antara pemangku kepentingan, pertimbangan kemungkinan bias dan konflik kepentingan diantara pemangku kepentingan yang terlibat, faktor politik, dan kondisi lingkungan bisnis dan ekonomi yang bersifat dinamis/mudah berubah [15].
Elisitasi kebutuhan melibatkan empat aktivitas kunci, yaitu penemuan kebutuhan, pengelompokan dan pengorganisasian kebutuhan, prioritisasi dan negosiasi kebutuhan, dan dokumentasi kebutuhan [15]. Langkah-langkah yang dilakukan pada proses elisitasi kebutuhan adalah mengidentifikasi orang-orang yang berkepentingan, menentukan lingkungan teknis dimana sistem akan ditempatkan, mengidentifikasi ranah permasalahan, menentukan metode pengumpulan data (wawancara, kelompok fokus, pertemuan tim), meminta partisipasi banyak orang (untuk mereduksi bias dan perbedaan sudut pandang), mengidentifikasi kebutuhan yang ambigu dan penyelesaiannya, serta membuat scenario penggunaan.
Sistem dan/atau teknologi informasi dikembangkan untuk memudahkan pengguna dalam menyelesaikan pekerjaannya.
36 Salah satu model parsimoni yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas hasil pengembangan teknologi/sistem informasi adalah model kesuksesan sistem informasi DeLone & McLean (D&M IS Success Model) [16]. Model ini awalnya hanya mengukur enam aspek, yaitu kualitas sistem, kualitas informasi, penggunaan, kepuasan pemakai, dampak individual, dan dampak organisasi.
Model yang diperbaharui dapat mengukur tujuh aspek, yaitu kualitas informasi, kualitas sistem, kualitas pelayanan, intensi memakai, pemakaian, kepuasan pemakai, dan manfaat bersih.
Sebelum melakukan proses evaluasi terhadap kualitas produk sistem atau teknologi informasi perlu dilakukan analisis kelayakan audit. Apabila mempertimbangkan proses audit sistem informasi sebagai sebuah proyek, terdapat lima aspek yang perlu dikaji, yaitu aspek teknis, ekonomis, legal, operasional, dan aspek penjadwalan/skejul (TELOS) [17]. Aspek teknis menyangkut alat dan teknologi yang digunakan untuk proses audit (seperti CAATT), dan kerangka/framework untuk implementasi proses audit (seperti COBIT, ITIL, COSO, ISO, dan sejenisnya). Aspek ekonomis menyangkut pertimbangan terhadap tingkat biaya yang diperlukan untuk melakukan audit serta membandingkan manfaat yang diperoleh dan biaya yang digunakan. Aspek legal berkaitan dengan kajian terhadap aspek legalitas untuk melakukan audit.
Aspek organisasional yang perlu dikaji adalah definisi arus kerja,
37 level otoritas, tanggungjawab divisi, dan sebagainya. Aspek jadwal pelaksanaan audit juga perlu diperhatikan bagi para pelaksana audit. Tahap persiapan mengambil porsi 10% waktu total pelaksanaan audit, analisis dan dokumentasi 10%, pengumpulan bukti audit 25%, analisis dan evaluasi bukti audit 20%, persiapan laporan audit 20%, presentasi hasil audit 5%, dan kegiatan pasca audit mengambil 10% waktu total pelaksanaan audit.
38
BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
4.1 Visi dan Misi Pengelolaan Sampah di Desa Pecatu
Visi pengelolaan sampah di Desa Pecatu disesuaikan dengan slogan Desa Pecatu dan dirangkaikan dengan konsep keharmonisan hidup yang dikenal dengan sebutan Tri Hita Karana. Adapun rumusan visinya adalah: Desa Pecatu yang BALI (Bersih, Aman, Lestari, Indah)
– Bersih: merujuk pada kondisi lingkungan fisik (baik lingkungan parhyangan, pawongan, maupun palemahan) desa Pecatu yang bebas dari sampah
– Aman: yang dimaksud adalah kondisi aman secara kesehatan, adanya jaminan bahwa wilayah Pecatu terbebas dari sumber penyakit yang mungkin ditimbulkan oleh tumpukan sampah sebab pengelolaan sampah dapat dilakukan secara terpadu
– Lestari: pengelolaan sampah terpadu menjamin terjaganya kelestarian ekosistem lingkungan di Pecatu
– Indah: lingkungan tetap asri dan indah sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan
Misi pengelolaan sampah di Desa Pecatu adalah:
39 – Meningkatkan kesadaran dan partisipasi aktif masyarakat untuk mengumpulkan dan memilah sampah di sumbernya (baik di rumah tangga, tempat bekerja, maupun pura dan tempat umum lainnya)
– Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan di lahan terbuka
– Meningkatkan manajemen pengelolaan sampah di tempat pembuangan sampah akhir
– Memelihara kesuburan lahan dan merawat populasi tanaman penghijauan di sekitar TPA, tempat umum lainnya
– Menjaga keindahan dan keasrian TPA, tempat umum lainnya
4.2 Tujuan dan Target Penanganan
Target utama pengelolaan sampah di Desa Pecatu adalah:
– Pemilahan sampah di sumber timbulan sampah
– Pengumpulan dan pengangkutan sampah sesuai kategori sampah yang dipilah
– Inovasi pengolahan sampah menjadi kreasi unik bernilai ekonomis
– Pengurangan volume sampah residu yang dibuang ke lubang TPA
40 – Peningkatan efektivitas dan efisiensi penanganan residu di
TPA ramah lingkungan
– Tidak ditemukan lagi adanya titik-titik pembuangan sampah secara sembarangan
– Penataan dan perawatan ekosistem di seputar TPA dan lingkungan desa Pecatu
– Tetap terjaganya kebersihan jalan pada jalur pengangkutan sampah
Untuk mencapai target utama pengelolaan sampah tersebut dijabarkan menjadi tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
A. Tujuan Jangka Pendek
Dalam 1 – 2 tahun kedepan, tujuan yang ingin dicapai andalah:
– Pemilahan sampah di sumber timbulan sampah tercapai 25%
– Sosialisasi jadwal pengumpulan dan pengangkutan sampah organik dan anorganik
– Pengurangan volume sampah residu yang dibuang ke lubang TPA
– Penanganan residu di TPA secara controlled landfill
41 – Penataan dan perawatan ekosistem pada radius 250 m
dari TPA
– Perawatan kebersihan jalan sepanjang jalur pengangkutan sampah
B. Tujuan Jangka Menengah
Dalam waktu 3 – 5 tahun yang akan datang, tujuan yang ingin dicapai adalah:
– Pemilahan sampah di sumber timbulan sampah tercapai 50%
– Jadwal pengumpulan dan pengangkutan sampah organik dan anorganik diterapkan pada 50%
pelanggan
– Inovasi pengolahan sampah menjadi kreasi unik bernilai ekonomis
– Penanganan residu di TPA secara sanitary landfill – Penataan dan perawatan ekosistem pada radius 500 m
dari TPA
C. Tujuan Jangka Panjang
Dalam jangka 6 – 10 tahun mendatang, diharapkan pengelolaan sampah yang dilaksanakan sudah mencapai kondisi:
42 – Pemilahan sampah di sumber timbulan sampah
tercapai 80%
– Jadwal pengumpulan dan pengangkutan sampah organik dan anorganik pada seluruh daerah pelayanan – Inovasi daur ulang sampah yang dapat di daur ulang – Penanganan residu di TPA menjadi sumber energi – Penataan dan perawatan ekosistem pada radius 1,5km
dari TPA
4.3 Strategi Pengembangan Pengelolaan Persampahan
Untuk mencapai visi, misi, dan tujuan pengelolaan sampah tersebut, diperlukan beberapa strategi pengembangan upaya pengelolaan sampah di Desa Pecatu. Beberapa pendekatan yang perlu ditekankan adalah edukasi, pemahaman 3R, pemberdayaan stakeholder, penguatan hukum, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, serta memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja.
• Edukasi/literasi sampah
– Sosialisasi pada rapat atau pertemuan warga/kelompok usaha
– Pelatihan
– Sinkronisasi pada kurikulum pendidikan dasar dan menengah
43
• 3R sampah yang masuk lubang TPA – Reduce (jangka pendek)
– Reuse (jangka menengah) – Recycle (jangka panjang)
• Pemberdayaan jejaring stakeholder – Kelompok peduli lingkungan
– Sharing pengalaman untuk tngkatkan proses produksi – Pemasaran produk
• Penguatan hukum (reward & punishment) – Peraturan
– Penegakan hukum
• Peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya – Biaya/Anggaran
– Tong sampah untuk wadah pemilahan sampah di tiap sumber timbulan
– Kendaraan
– Jaring/terpal penutup – Bahan habis pakai – Infrastruktur – Mesin
• Aspek K3
– Kesehatan lingkungan kerja dan lingkungan masyarakat umum
44 – Keselamatan menggunakan peralatan/mesin
Berbagai pendekatan tersebut diramu dalam beberapa strategi, yang menyangkut aspek budaya, stakeholder, teknis, legal organisasional, dan finansial.
A. Strategi Reduksi Timbulan Sampah (Aspek Budaya) Budaya memiliki peranan penting yang membentuk karakter dari individu ataupun kelompok masyarakat. Budaya dapat dibentuk melalui pendidikan. Melalui pendidikan, nilai- nilai terkait dengan pembentukan karakter yang salah satunya mengenai respon terhadap lingkungan sekitar dapat diserap dengan baik serta diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Masalah sampah merupakan masalah klasik namun eksis dari waktu ke waktu. Kondisi tersebut dikarenakan faktor budaya masyarakat, paradigma masyarakat mengenai sampah serta kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai dampak yang ditimbulkan dengan adanya sampah. Melalui pendidikan dengan berbagai jenjang faktor budaya ini dapat dimuat dan dijadikan kebiasaan yang membentuk karakter siswa, jadi melalui institusi pendidikan yang terdapat di Desa Pecatu akan coba dilakukan pendekatan mengenai pengenalan sampah serta pengelolaan sampah agar sedari ini siswa mulai sadar akan pentingnya hal tersebut dilakukan. Dengan hal tersebut
45 maka tujuan lebih tinggi adalah siswa dapat menjadi agen yang membawa pengetahuannya dalam skup rumah tangga dan mengaplikasikan ilmunya untuk pengelolaan sampah lebih baik.
B. Strategi Peningkatan Peran Serta Masyarakat (Aspek Stakeholder)
Stakeholder merupakan salah satu elemen yang mampu berkontribusi dalam menentukan kebijakan mengenai penanganan sampah terpadu di Desa Pecatu. Kebijakan yang dimaksud dalam penanganan sampah ini adalah menghimbau pemilahan pada tahap rumah tangga serta terkait dengan aturan membuang sampah. Melalui kebijakan tersebut maka pusatnya adalah mampu memberdayakan masyarakat Desa Pecatu secara aktif untuk dapat secara mandiri dan kreatif dalam mengelola sampah. Peran ini diharapkan mengalami peningkatan dari waktu ke waktu sehingga paradigm mengenai sampah diharapkan telah berbeda sehingga mampu memberikan peluang bagi masyarakat untuk mendapatkan sesuatu yang bermanfaat dari sampah tersebut.
46 C. Strategi Peningkatan Kualitas Sistem Pengelolaan
Sampah (Aspek Teknis)
Sistem pengelolaan sampah yang saat ini merupakan awal yang baik dari langkah yang diambil ke depannya. Sistem pengelolaan yang dituju akan memperhatikan tinjauan dari berbagai aspek yang mampu menciptakan lingkungan yang ideal. Aspek lingkungan terdiri dari faktor abiotik, biotik dan kultur. Sampah yang merupakan sisa dari aktivitas manusia dapat berupa sampah yang berasal dari komponen biotik maupun abiotik. Semua komponen tersebut akan berinteraksi dalam membentuk lingkungan. Aspek kultur atau budaya merupakan aspek yang memiliki sifat aktif dalam membetuk unsur lain. Hal ini
D. Strategi Pengembangan Kelembagaan dan Peraturan (Aspek Legal Institusional)
1. Terdapat Lembaga yang khusus mengelola kegiatan pengelolaan sampah di Desa Pecatu yang dinamakan BUMDesa. BUMDesa di Desa ini mempunyai tugas menstrategikan agar permasalahan sampah menjadi peluang yang dapat bermanfaat untuk masyarakat di Desa Pecatu.
2. Peraturan yang dimaksud berupa: Penguatan BUMDesa untuk memberikan arah, tujuan yang jelas serta
47 memberikan keleluasaan untuk melakukan inovasi terkait dengan pengelolaan sampah yang nilai kebermanfaatannya dapat dimaksimalkan. Bentuk aturan yang akan dicanangkan adalah berupa dibuat dan disepakatinya sistem penilaian untuk monitoring/
akreditasi terhadap pengelolaan sampah yang menyasar pada pelaku usaha di Desa Pecatu yang dalam penilaian sementara memiliki potensi besar pada produksi sampah yang ada di Desa Pecatu. Berikutnya adalah berupa awig-awig adat, Aturan ini akan dapat diterapkan untuk cakupan yang lebih luas baik itu pada pelaku usaha juga lingkungan rumah tangga di Desa Pecatu secara spesifik.
E. Strategi Pengembangan Alternatif Sumber Pembiayaan (Aspek Finansial)
Adapun strategi yang dapat dirumuskan dalam alternatif pembiayaan adalah kerjasama dengan CSR dan Sistem pembayaran subsidi silang yang dapat dugunakan untuk mendukung pembiayaan yang lebih fleksibel sesuai dengan rencana yang akan diterapkan.
48 4.4 Indikator Kinerja Kunci
A. Indikator Kinerja Hasil Edukasi/Literasi Sampah – Sampah terpilah di sumbernya (rumah tangga, usaha,
kantor)
– Ada produk hasil penggunaan kembali dan daur ulang – Pendidikan lingkungan hidup di lembaga pendidikan
formal.
• 3R sampah yang masuk lubang TPA
– Volume sampah yang masuk TPA berkurang
– Banyak barang sisa yang digunakan kembali untuk hal bermanfaat
– Ada berbagai produk daur ulang yang laku di pasar
• Pemberdayaan jejaring stakeholder
– Kelompok peduli lingkungan lebih banyak menyajikan cerita best practice keberhasilan pengelolaan sampah di Pecatu
– Proses produksi lebih efektif dan efisien dengan hasil produksi meningkat dan kontinyu
– Produk laku di pasar dan pelanggan puas
• Penguatan hukum (reward & punishment) – Penegakan hukum konsisten
– Penurunan kasus pelanggaran aturan pembuangan sampah
49
• Peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya – Biaya
– Tong sampah untuk wadah pemilahan sampah di tiap sumber timbulan
– Kendaraan
– Jaring/terpal penutup – Bahan habis pakai – Infrastruktur – Mesin
• Aspek K3
– Kesehatan lingkungan kerja dan lingkungan masyarakat umum
– Keselamatan menggunakan peralatan/mesin
50
BAB V RENCANA PENGEMBANGAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DI DESA
PECATU
5.1 Rencana Pengembangan dan Proyeksi Kebutuhan Daerah Pelayanan Pengelolaan Sampah di Desa Pecatu
Adapun rencana pengembangan disesuaikan dengan strategi pengelolaan sampah yang dirumuskan di bab 4 di atas, yaitu berkaitan dengan aspek budaya, stakeholder, teknis, legal, dan finansial.
5.1.1 Rencana Pengembangan Aspek Budaya Edukasi/literasi sampah
- Sosialisasi pada rapat atau pertemuan warga/kelompok usaha. Hal ini memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman mengenai kondisi sampah serta permasalahan yang telah ditimbulkan saat ini, dengan demikian diharapkan mampu menggugah hati masyarakat dalam partisipasinya menangani dan melihat peluang di balik masalah sampah di lingkungan sekitarnya.
- Pelatihan pemilahan maupun mengubah sampah menjadi produk kerajinan yang bernilai ekonomis tinggi sehingga selaras dengan tema wilayah Desa