P e r k e m b a n g a n
S o s i a l E m o s i o n a l
P R E S E N T A S I
Pemenuhan tugas matakuliah Perkembangan Anak Berkebutuha Khusus.
Mulai Presentasi
Oleh Kelompok 5 1. Nurhidaya
(24011240092) 2. Melya Wati (24011240095)
3. Natalia Masirri (24011240078)
4. Nuraina(24011240091) Universitas
Negeri
Yogyakarta
Pendahuluan
A. Definisi Perkembangan Sosial Emosional
Universitas
Negeri Yogyakarta
• Menurut Erik Erikson, perkembangan sosial emosional adalah proses yang terjadi melalui tahapan psikososial sepanjang hidup, di mana setiap tahap melibatkan konflik atau krisis yang harus diselesaikan individu untuk berkembang secara sehat.
• Menurut Goleman (1995) Perkembangan sosial emosional adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik.
• Menurut Saarni (2011) Kompetensi sosial emosional adalah demonstrasi kapasitas dan keterampilan dalam mengelola emosi dalam konteks sosial.
• Menurut Santrock (2007) Perkembangan sosial emosional adalah ekspresi emosi dan kemampuan membangun hubungan dengan orang lain
Menurut Yuwono dan Rahmi, anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki karakteristik tertentu, baik dari segi fisik, intelektual, emosional, maupun sosial, yang menyebabkan mereka
memerlukan layanan pendidikan atau intervensi khusus untuk mendukung perkembangan optimal. Mereka
menekankan pentingnya pendekatan individualisasi dalam pendidikan untuk memenuhi kebutuhan spesifik setiap anak.
B. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Mengelola Emosi dan Prilaku
Meningkatkan Prestasi Akademik
PENTINGNYA PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL
Mendukung Interaksi Sosial yang Sehat
Perkembangan sosial emosional sangat penting bagi anak, terutama anak berkebutuhan khusus (ABK), karena
memengaruhi kemampuan mereka untuk berinteraksi, mengelola emosi, dan beradaptasi dalam lingkungan sosial. Berikut adalah poin-poin utama tentang pentingnya perkembangan sosial emosional, berdasarkan perspektif ahli dan penelitian
terkini:
Perkembangan sosial emosional membantu anak memahami dan menjalin hubungan dengan orang lain, seperti teman, keluarga, atau guru. Menurut Goleman (2018), kecerdasan emosional (emotional intelligence) seperti empati dan kemampuan membaca isyarat sosial sangat penting untuk membentuk hubungan yang positif.
Anak yang memiliki perkembangan sosial emosional yang baik mampu mengenali, mengekspresikan, dan mengelola emosi mereka, seperti kemarahan, sedih, atau bahagia.
Penelitian dari Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning (CASEL, 2020) menunjukkan bahwa anak dengan keterampilan sosial emosional yang kuat cenderung memiliki perilaku yang lebih terkontrol dan risiko gangguan perilaku yang lebih rendah.
Perkembangan sosial emosional berkontribusi pada kemampuan anak untuk fokus, bekerja sama, dan menyelesaikan masalah. Studi oleh Durlak et al. (2019) menemukan
bahwa program
pembelajaran sosial emosional (SEL) meningkatkan prestasi akademik hingga 11 persentil.
Mendukung
kemandirian dan kehidupan dewasa
Mendukung Pendidikan Inklusif
Perkembangan sosial emosional yang optimal mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa, termasuk kemampuan bekerja dalam tim, menyelesaikan konflik, dan membuat keputusan. Jones et al.
(2021) menekankan bahwa keterampilan ini menjadi dasar untuk kesuksesan jangka panjang, baik dalam karier maupun kehidupan pribadi.
Dalam konteks pendidikan inklusif, perkembangan sosial emosional membantu ABK beradaptasi di lingkungan sekolah reguler.
Menurut UNESCO (2017), pembelajaran sosial emosional memfasilitasi inklusi dengan membangun empati dan kerja sama antara anak berkebutuhan khusus dan teman sebaya mereka.
Universitas Negeri
Yogyakarta
Kerangka Teoritis
Dra. Hj. Asri Budiningsih (2005)
07
Erik Erikson (1951)
Berdasarkan penelitian yang ada, Erik Erikson (1951) “psychosocial development” di mana ia menjelaskan bahwa keluarga memainkan peran penting dalam membangun identitas anak, terutama pada tahap awal kehidupan. Pengalaman keluarga dalam memberikan dukungan emosional dapat membantu anak mengatasi krisis perkembangan di setiap tahap umurnya.
Dra. Hj. Asri Budiningsih (2005) “Keluarga Sebagai Lembaga Sosial Pertama.” di mana Asri Budiningsih menjelaskan bahwa keluarga adalah lingkungan sosial pertama yang dihadapi anak. Ia menekankan bahwa kasih sayang, perhatian, dan komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak membantu pembentukan emosi positif pada anak. Ketidakharmonisan dalam keluarga, menurutnya, dapat menyebabkan gangguan emosional pada anak.
Sri Hartati (2014) “Peran Keluarga dalam Perkembangan Emosi Anak.” Hartati menyoroti bagaimana orang tua yang memberikan dukungan emosional, empati, dan pengertian mampu membantu anak mengembangkan regulasi emosional yang baik. Lingkungan keluarga yang kondusif berperan sebagai tempat aman bagi anak untuk mengekspresikan dan memahami emosinya.
Universitas
Negeri Yogyakarta
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Emosional
Lingkungan Keluarga
Pengalaman masa lalu
Pengalaman traumatis atau penelantaran dapat menyebabkan masalah dalam pengaturan emosi dan prilaku
Interaksi Sosial
Universitas Negeri
Yogyakarta
Genetik
Dapat mempengaruhi kecenderungan emosi tertentu pada anak
Pendidikan Faktor Eksternal
Kondisi Kesehatan Faktor Belajar
Pola asuh orang tua, suasana rumah, hubungan dengan anggota keluarga dan jumlah saudara
Interaksi sosial dengan teman sebaya, guru dan orang lain disekitar anak dapat mempengaruhi sosial emosi
Pendidikan baik untuk anak anak maupun orang tua dapat mempengaruhi perkembangan sosial emosi
Lingkungan sosial, budaya dan teknologi (Seperti gadget) juga dapat mempengaruhi perkembangan sosial emosi
Kondisi kesehatan dapat menyebabkan masalah dalam pengaturan emosi dan prilaku
Cara belajar seperti melalui imatasi, bimbingan dan pengawasan juga dapat menyebabkan perkembangan sosial emosi
Tantangan yang dihadapi Anak ABK
Sering kali anak ABK dipandang berbeda. Ada yang menjauh,
mengejek, atau tidak mau
berteman karena tidak mengerti kondisi mereka. Ini membuat
anak merasa sedih dan kurang percaya diri.
Tujuan Pertama
Universitas Negeri
Yogyakarta
Kesulitan Dalam Berinterak
si Sosial
Pemahama n Emosi Diri dan Orang Lain Stigma
sosial dan Penerimaa
n Dari Lingkunga
n
Anak ABK sering mengalami kesulitan saat bermain atau berbicara dengan teman.
Mereka mungkin tidak tahu bagaimana cara memulai percakapan atau tidak mengerti aturan bermain bersama.
Anak ABK kadang tidak bisa menunjukkan perasaan dengan benar. Mereka juga kesulitan memahami apakah orang lain sedang senang, sedih, atau marah.
Strategi dalam mendukung Perkembangan Sosial Emosional
Program Terapi dan Konseling
Perlibatan Orang Tua dalam Proses Perkembangan
Anak ABK bisa dibantu lewat terapi atau bimbingan dari ahli, seperti psikolog atau terapis. Ini membantu anak lebih tenang, memahami emosi, dan berperilaku lebih baik.”
Orang tua perlu terlibat aktif. Mereka bisa mendukung anak di rumah, bekerja sama dengan guru, dan menemani anak saat mengikuti terapi atau kegiatan sekolah.
Kegiatan Sekolah dan Interaksi Kelompok
Anak ABK perlu ikut serta dalam
kegiatan kelompok seperti bermain,
menggambar, atau bernyanyi. Kegiatan ini membuat mereka belajar berbagi, bekerja sama, dan merasa senang bersama teman.
Universitas
Negeri
Yogyakarta
Pendekatan Inklusi di Sekolah
Menyediakan lingkungan belajar yang ramah dan menerima perbedaan
Mengajak anak ABK belajar bersama teman sebaya untuk membangun rasa percaya diri
Memberikan Teladan Positif
Peran Orang Tua dan Keluarga
Mengenali dan Merespons Emosi Anak
Mengajarkan Regulasi Emosi
01
02
03 Universitas
Negeri
Yogyakarta
Menjalin Komunikasi Terbuka
Membatasi Paparan Stres
03 04
05
Anak belajar dari perilaku orang tua. Orang tua yang menunjukkan cara sehat mengelola emosi (seperti berbicara dengan tenang saat marah) memberi contoh nyata bagi anak
Menciptakan suasana di mana anak merasa aman untuk bercerita tanpa takut dihakimi membantu anak mengekspresikan perasaannya
Orang tua yang peka terhadap perubahan emosi anak dapat membantu sejak dini. Misalnya, bertanya “Kamu tampak sedih hari ini, ada yang ingin kamu ceritakan?”
Memberikan strategi seperti menarik napas dalam, menghitung sampai 10, atau menggunakan kata-kata untuk mengungkapkan perasaan
Mengurangi konflik dalam rumah, memberi waktu berkualitas, dan menghindari paparan media yang merugikan emosi anak.
Studi Kasus
Nama : Yusuf Osmaro Usia : 10 Tahun
Kelas : 4
Lingkungan : Bersama kedua orang tua dan 1 kakak laki-laki
- Meluapkan kemarahan dengan
membanting barang atau memukul teman - Menolak bekerja dalam kelompok
-Menangis atau menghindar ketika diminta mengungkapkan perasaan
09
Identitas Singkat Anak : Universitas
Negeri
Yogyakarta
Deskripsi Masalah
TERIMA KASIH
P e r k e m b a n g a n S o s i a l E m o s i o n a l
Selesai
Universitas Negeri
Yogyakarta