• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PEMBUATAN IRIGASI DI LAMPUNNG

N/A
N/A
RYSA SIMANJUNTAK

Academic year: 2025

Membagikan "PROSES PEMBUATAN IRIGASI DI LAMPUNNG"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Irigasi memiliki peranan penting dalam mendukung pertanian, terutama di daerah dengan ketergantungan tinggi terhadap air, seperti daerah yang memiliki musim kemarau panjang atau curah hujan yang tidak merata. Seiring berkembangnya teknologi dan ilmu pertanian, pengelolaan sumber daya air melalui sistem irigasi menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah kekurangan air dalam produksi pertanian. Di Indonesia, irigasi seringkali dianggap sebagai faktor kunci dalam pencapaian ketahanan pangan dan keberlanjutan produksi pertanian. (Anggraini, 2020)

Indonesia sebagai negara agraris yang memiliki sumberdaya alam melimpah yang dijadikan sebagai sumber penghasilan dan sumber makanan. Kebutuhan air begitu vital terutama untuk memenuhi kebutuhan kelestarian tumbuhan atau lahan pertanian. Perlu diterapkan pengaturan untuk mengontrol sistem saluran irigasi yang bisa mengoptimalkan pemanfaatan pasokan air. Dalam memenuhi kebutuhan air, khususnya untuk kebutuhan air di persawahan maka perlu didirikan sistem irigasi dan bangunan bendung. Kebutuhan air di persawahan ini kemudian disebut dengan kebutuhan air irigasi.

Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Tujuan irigasi adalah untuk memanfaatkan air irigasi yang tersedia secara benar, efisien dan efektif agar produktivitas pertanian dapat meningkat sesuai yang diharapkan. Dalam perencanaan irigasi, penting untuk mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan, seperti dampak perubahan iklim, pengaruh irigasi terhadap kualitas air, dan efek jangka panjang dari penggunaan air yang berlebihan. Perencaanaan yang baik tentunya akan meningkatkan produktivitas pertanian. Hal ini juga akan memperkuat bahwa sistem irigasi yang dibangun tidak hanya efektif dalam memenuhi kebutuhan air, tetapi juga berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan. Tidak hanya itu tujuan irigasi

(2)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 2 merupakan mengalirkan air secara tertib cocok kebutuhan tumbuhan pada dikala persediaan air tanah tidak memadai buat menunjang perkembangan tumbuhan, sehingga tumbuhan dapat berkembang secara wajar (Sudirman, dkk, 2021).

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari pengerjaan Project Based Learning irigasi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara mendesain daerah irigasi melalui software ArcGis?

2. Bagaimana perencanaan daerah irigasi yang meliputi perencanaan petak, saluran, dimensi saluran, ketersediaan air, dan kebutuhan air?

3. Bagaimana perencanaan sistem jaringan dalam pemenuhan kebutuhan air lahan persawahan pada kabupaten Lampung Tengah?

4. Bagaimana perencanaan jaringan irigasi yang sesuai dengan kriteria perencanaan (KP) irigasi?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari pengerjaan Project Based Learning Irigasi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui cara mendesain daerah irigasi menggunakan software ArcGis.

2. Untuk merencanakan daerah irigasi yang meliputi perencanaan petak, saluran beserta dimensi saluran, ketersediaan air, dan kebutuhan air.

3. Untuk merencanakan sistem jaringan dalam pemenuhan kebutuhan air lahan persawahan pada kabupaten Lampung Tengah.

4. Untuk merencenakan jaringan irigasi yang sesuai dengan kriteria perencaan (KP) irigasi.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari pengerjaan Project Based Learning Irigasi ini adalah sebagai berikut:

1. Menjadi ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dalam melakukan perancangan jaringan irigasi di suatu daerah.

2. Menjadi bahan kajian dan penelitian bagi pengelola jaringan irigasi daerah yang telah ditentukan dalam Project Based Learning.

(3)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 3 3. Menjadi pengetahuan bagi masyarakat setempat untuk melakukan swadaya

perbaikan infrastruktur.

4. Menjadi pengetahuan dan kewaspadaan bagi masyarakat untuk bisa memaksimalkan penggunaan dan perawatan jaringan irigasi.

5. Menjadi bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dalam merancang sebuah jaringan irigasi.

1.5. Batasan Masalah

Batasan masalah pada Project Based Learning Irigasi ini adalah untuk melakukan perencanaan daerah irigasi dan pembangunan saluran irigasi pada Kabupaten Lampung Tengah. Berikut batasan masalah laporan ini yaitu:

1. Data hujan harian yang digunakan pada tahun 2012-2021.

2. Pola tanam yang digunakan pada daerah ini adalah Padi - Palawija - Bera.

3. Peta topografi yang digunakan adalah peta daerah Lampung Tengah.

4. Perencanaan petak dan saluran yang direncanakan adalah saluran primer dan saluran sekunder.

5. Layout bangunan pada saluran adalah bangunan bagi dan bangunan sadap.

6. Debit andalan yang digunakan adalah sebesar 8 m3/s 7. Masa penyiapan lahan selama 30 hari.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan laporan tugas besar ini sebagai berikut:

1. BAB I PENDAHULUAN

Berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tentang penyajian studi pustaka, teori dasar dan dasar pemikiran tentang irigasi serta acuan yang dipakai dalam perencanaan irigasi.

3. BAB III METODOLOGI

Berisi tentang penyajian data hidrologi, klimatologi, data topografi dan data diagram alir.

(4)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 4 4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang analisis hidrologi perencanaan saluran, penentuan dimensi saluran, perhitungan tinggi muka air, dan analisis perhitungan.

5. BAB V PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan yang menjawab dari tujuan dan saran yang disarankan untuk penulisan laporan berikutnya.

(5)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Daerah Irigasi

Daerah irigasi adalah area yang diberikan sistem pengairan untuk mendukung kegiatan pertanian, di mana air dialirkan melalui saluran irigasi untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, terutama pada musim kemarau atau saat curah hujan tidak mencukupi. Sistem irigasi ini bertujuan untuk meningkatkan hasil pertanian dengan memastikan tanaman mendapat pasokan air yang cukup untuk tumbuh optimal.

Daerah irigasi dapat mencakup berbagai jenis saluran, bendungan, dan sistem pengatur aliran air, baik yang bersifat sederhana maupun modern.

Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu suatu kawasan atau area yang dikelilingi oleh beberapa titik alami yang terletak pada dataran tinggi. Titik-titik tersebut berfungsi sebagai wadah penampungan air hujan yang turun di kawasan tersebut. Secara umum ada beberapa yang masuk kedalam daerah irigasi diantaranya sebagai berikut:

1. Petak Primer

Petak primer yaitu petak irigasi yang dialiri oleh saluran primer dengan sistem pengairannya mengambil air langsung dari sungai. Dengan syarat luas petak primer >150 ha.

2. Petak Sekunder

Petak sekunder yaitu petak irigasi yang dialiri oleh saluran sekunder dan terdiri dari beberapa petak tersier dengan syarat luas petak 75 – 50 ha.

3. Petak Tersier

Petak tersier yaitu petak irigasi yang berbatasan langsung dengan saluran sekunder atau saluran primer dengan syarat luas petak 25 – 75 ha.

Dalam perkembangan sampai saat ini, menurut standar perencanaan irigasi KP-01 terdapat empat jenis irigasi, yaitu sebagai berikut:

(6)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 6 1. Irigasi Gravitasi

Sistem ini memanfaatkan efek dari gravitasi untuk mengalirkan air. Bentuk rekayasa ini tidak memerlukan tambahan energi untuk mengalirkan air sampai petak sawah.

2. Irigasi Bawah Tanah

Tanah akan dialiri dibawah permukaannya. Saluran yang ada di sisi petak sawah akan mengalirkan air melalui pori – pori tanah. Sehingga air akan sampai ke akar tanaman.

3. Irigasi siraman

Air akan disemprotkan ke petak sawah melalui jaringan pipa dengan bantuan pompa air. Penggunaan air akan lebih efektif dan efisien karena dapat dikontrol dengan sangat mudah.

4. Irigasi Tetesan

Sistem ini mirip dengan irigasi siraman. Hanya saja air akan langsung diteteskan atau disemprotkan ke bagian akar. Pompa air dibutuhkan untuk mengalirkan air.

2.2. Istilah-Istilah Irigasi

Irigasi berasal dari istilah irrigation dalam bahasa Inggris. Irigasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan untuk mendatangkan air dari sumbernya guna keperluan pertanian, mengalirkan dan membagikan air secara teratur dan setelah digunakan dapat pula dibuang kembali. Istilah pengairan yang sering pula diartikan sebagai usaha pemanfaatan air pada umumnya. Berikut adalah istilah-istilah dalam irigasi:

1. Irigasi Irigasi Sederhana

Dalam jaringan irigasi sederhana, prasarana seperti bangunan pembagi atau pengatur debit tidak ada. Hal ini dikarenakan sumber air cukup banyak dan berlimpah sehingga hampir tidak diperlukan rekayasa irigasi. Kekurangan dari tipe jaringan ini adalah pemborosan air dan biaya untuk penyadapan yang mahal. Berikut gambar jaringan irigasi sederhana yaitu:

(7)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 7 Gambar 2.1. Jaringan Irigasi Sederhana

Sumber: KP-01 Jaringan Irigasi, 2013

2. Jaringan Irigasi Semi Teknis

Meskipun tidak sedikit persamaan antara jaringan irigasi semiteknis dan jaringan sederhana, namun yang membedakan hanya jaringan semi teknis memiliki bendung yang terletak di sungai dengan bangunan pengukur di bagian hilirnya dan bangunan pengambilan. Berikut gambar jaringan irigasi semiteknis yaitu:

Gambar 2.2. Jaringan Irigasi Semi Teknis

Sumber: KP-01 Jaringan Irigasi, 2013

3. Jaringan Irigasi Teknis

Dalam jaringan irigasi teknis bangunan air banyak digunakan serta saluran irigasi dan pembuang melakukan fungsimya secara terpisah. Pada jaringan irigasi teknis ini, petak tersier menjadi cirinya dimana kebutuhannya diatur oleh petani dan hanya perlu disesuaikan dengan saluran sekunder dan primer yang ada. Kelebihan dari penggunaan jaringan ini adalah pemanfaatan air yang lebih ekonomis dan biaya pembuatan saluran lebih rendah. Berikut gambar jaringan irigasi teknis yaitu:

(8)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 8 Gambar 2.3. Jaringan Irigasi Teknis

Sumber: KP-01 Jaringan Irigasi, 2013

4. Irigasi Permukaan

Irigasi permukaan, adalah emper irigasi dimana air digenangkan pada tanaman dan dialirkan lewat permukaan tanah, misalnya irigasi pada sawah.

Sistem irigasi ini dilakukan oleh besar petani dalam budidaya pada sawah 5. Irigasi Air Tanah

Irigasi air tanah adalah irigasi dimana sumber airnya dari bawah tanah dan dialirkan jaringan irigasi permukaan atau perpipaan dengan menggunakan pompa. Sistem irigasi ini dilakukan pada daerah yang air permukaannya sangat terbatas.

6. Jaringan Irigasi Pompa

Jaringan irigasi pompa adalah irigasi permukaan yang pengambilan airnya di sungai atau sumber lainnya dengan menggunakan pompa air.

7. Jaringan Irigasi Rawa

Jaringan irigasi rawa adalah irigasi permukaan yang pengambilan airnya dari rawa.

8. Jaringan Irigasi Tambak

Jaringan irigasi tambak adalah irigasi untuk keperluan budidaya tambak ikan dan udang.

9. Petak Ikhtisar

Peta ikhtisar adalah cara penggambaran berbagai macam bagian dari suatu jaringan irigasi yang saling berhubungan.

10. Petak Tersier

Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off take) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Petak tersier

(9)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 9 dibagi menjadi petak-petak kuarter, masing-masing seluas kurang lebih 8-15 ha. Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1.500 m, tetapi dalam kenyataannya panjang saluran mencapai 2.500 m. Panjang saluran kuarter lebih baik dibawah 500 m, tetapi prakteknya sampai 800 m.

11. Petak Sekunder

Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Saluran sekunder sering terletak di punggung medan mengairi kedua sisi saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya.

12. Petak Primer

Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air langsung dari saluran primer. Daerah di sepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang garis tinggi, daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.

13. Bangunan Utama (Head Works)

Bangunan utama (head works) dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan yang direncanakan di dan sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air ke dalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi.

14. Bangunan Bagi dan Sadap

Bangunan bagi dan sadap pada irigasi teknis dilengkapi dengan pintu dan alat pengukur debit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sesuai jumlah dan pada waktu tertentu.

15. Bangunan-Bangunan Pengukur dan Pengatur

Bangunan ukur dapat dibedakan menjadi bangunan ukur aliran atas bebas (free overflow) dan bangunan ukur aliran bawah (underflow). Beberapa dari bangunan pengukur dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air.

16. Bangunan Pengatur Muka Air

Bangunan-bangunan pengatur muka air mengatur/mengontrol muka air di jaringan irigasi utama sampai batas-batas yang diperlukan untuk dapat memberikan debit yang konstan kepada bangunan sadap tersier.

(10)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 10 17. Bangunan Pembawa

Bangunan-bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir saluran. Aliran yang melalui bangunan ini bisa superkritis atau subkritis.

18. Bangunan Lindung

Diperlukan untuk melindungi saluran baik dari dalam maupun dari luar. Dari luar bangunan itu memberikan perlindungan terhadap limpasan air buangan yang berlebihan dan dari dalam terhadap aliran saluran yang berlebihan akibat kesalahan eksploitasi atau akibat masuknya air dari luar saluran.

19. Jalan dan Jembatan

Biasanya jalan inspeksi terletak disepanjang sisi saluran irigasi. Jembatan dibangun untuk saling menghubungkan jalan-jalan inspeksi di seberang saluran irigasi/pembuang atau untuk menghubungkan jalan inspeksi dengan jalan umum.

20. Bangunan Pelengkap

Tanggul-tanggul diperlukan untuk melindungi daerah irigasi terhadap banjir yang berasal dari sungai atau saluran pembuang yang besar. Pada umumnya tanggul diperlukan disepanjang sungai disebelah hulu bendung atau disepanjang saluran primer.

Berdasarkan diatas, berikut dapat dilihat tabel klasifikasi dari setiap tingkatan jaringan irigasi yaitu :

Tabel 2.1. Klasifikasi Jaringan Irigasi

Jaringan Irigasi Teknis Semi Teknis Sederhana

Bangunan utama Bangunan permanen Bangunan permanen

atau semi permanen Bangunan sementara Kemampuan dalam

mengukur dan

mengatur debit. Baik Sedang Tidak mampu

mengatur/mengukur

Jaringan saluran Saluran pemberi dan pembuang terpisah

Saluran pemberi dan pembuang tidak sepenuhnya terpisah

Saluran pemberi dan pembuang menjadi satu

Petak tersier Dikembangkan sepenuhnya

Belum dikembangkan identitas bangunan

tersier jarang

Belum ada jaringan terpisah yang dikembangkan Efisiensi secara

keseluruhan 50-60% 40-50% <40%

Ukuran Tidak ada batasan <2000 hektar <500 hektar Jalan Usaha Tani Ada Keseluruh area Hanya sebagian area Cenderung tidak ada

Kondisi O dan P - Ada instansi yang menangani -Dilaksanakan teratur

Belum teratur Tidak ada O dan P Sumber: Ditjen Pengairan (1986:6)

(11)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 11 2.3. Kebutuhan Air Untuk Irigasi

Kebutuhan air pada irigasi yaitu banyaknya air yang tersedia dan digunakan untuk mengelola suatu daerah irigasi, mengairi area persawahan dan memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, kehilangan air, dan kebutuhan air dengan memperhatikan jumlah air dari hujan dan kontribusi air tanah. Pola dan jenis tanaman akan mempengaruhi pada banyaknya air yang digunakan untuk sistem jaringan irigasi.

2.3.1. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses yakni evaporasi dan transpirasi.

Evaporasi adalah proses penguapan atau hilangnya air dari tanah dan badan-badan air, sedangkan transpirasi adalah proses keluarnya air dari tanaman (boitik) akibat proses respirasi dan fotosistesis. Faktor – faktor yang mempengaruhi evaporasi dan evapotranspirasi adalah suhu air, suhu udara, kelembaban udara, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari yang saling berhubungan dengan yang lainnya. Perhitungan evapotranspirasi tanaman acuan menurut metode Penman Monteith memerlukan data iklim dan letak stasiun klimatologi, adapun persamaan yang digunakan pada metode ini sebagai berikut: (Monteith, 1965).

Fu = 0,27 ×( 1 +(U2

100)) (2.1)

Rs = (0,25+0,5 ×n

N)×Ra (2.2)

Ed = ea × Rh 100

(2.3) F(ed) = 0,34 – 0,044 ×ed 0,5 (2.4)

F(n

N)=0,1+0,9 × n

N (2.5)

Rns = (1- ) × Rs (2.6)

Rnl = f(t) × f(ed) × f(n

N) (2.7)

Rn = (Rns – Rnl) (2.8)

Et0= c ( W. Rn + ( 1 – W ) . f (u) . ( ea – ed ) (2.9)

(12)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 12 Keterangan:

ETo = Evapotranspirasi potensial harian C = Faktor koreksi

W = Suatu faktor yang berhubungan dengan temperatur dan suhu Rh = Kelmbaban udara (%)

Rns =Radiasi gelombang pendek netto

Rnl =Radiasi yang dipancarkan bumi (mm/hari) Rs = Kelembaban (mm/hari)

Ra = Radiasi matahari (mm/hari) F(ed) = Pengaruh temperatur F(Nn) = Faktor penyinaran matahari

Rn = Radiasi gelombang netto (mm/hari) f(t) = Pengaruh temperatur

Fu = Suatu faktor yang bergantung pada kecepatan angin (km/hari) ea = Nilai tekanan uap jenuh (m bar)

ed = Nilai tekanan uap air nyata (m bar)

Tabel 2.2. Tabel Faktor Koreksi C

Bulan C

Januari 1.10

Februari 1.10

Maret 1.10

April 0.90

Mei 0.90

Juni 0.90

Juli 0.90

Agustus 1.00

September 1.10

Oktober 1.10

November 1.10

Desember 1.10

Sumber: M. Taufik Rambang, 2021

Untuk kepentingan sumber daya air, data ini untuk menghitung kesetimbangan air dan lebih khusus untuk keperluan penentuan kebutuhan air bagi tanaman (pertanian) dalam periode pertumbuhan atau periode produksi. Evapotranspirasi ditentukan oleh banyak yakni:

(13)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 13 a. Radiasi surya (Rd): Komponen sumber energi dalam memanaskan badan-

badan air, tanah dan tanaman. Radiasi potensial sangat ditentukan oleh posisi geografis lokasi,

b. Kecepatan angin (v): Angin merupakan yang menyebabkan terdistribusinya air yang telah diuapkan ke atmosfir, sehingga proses penguapan dapat berlangsung terus sebelum terjadinya keejenuhan kandungan uap di udara.

c. Kelembaban (RH): Parameter iklim ini memegang peranan karena udara memiliki kemampuan untuk menyerap air sesuai kondisinya termasuk emperature udara dan tekanan udara atmosfir.

d. Temperatur: Suhu merupakan komponen tak terpisah dari RH dan Radiasi.

Suhu ini dapat berupa suhu badan air, tanah, dan tanaman ataupun juga suhu atmosfir.

2.3.2. Penggunaan Konsumtif

Kebutuhan air untuk tanaman adalah jumlah air yang dipakai dalam proses evapotranspirasi. Kebutuhan air konsumtif (Crop Water Requirement) adalah tebal air yang dibutuhkan untuk menunjang kebutuhan evapotranspirasi tanaman pertanian tanpa dibatasi oleh kekurangan air (Soewarno, 2000). Penggunaan konsumtif besarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu:

1. Faktor klimatologi 2. Jenis tanaman 3. Umur tanaman

Berikut rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai Etc yaitu:

ETc = ETo + Kc Keterangan:

ETc : Kebutuhan air untuk tanaman (mm/hari) ETo : Evapotranspirasi (mm/hari)

Kc : Koefisien tanaman, dapat dilihat pada Tabel 2.2

(2.10)

(14)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 14 Tabel 2.3. Harga-Harga Koefisien Tanaman

Bulan

Nedeco/Prosida FAO

Palawija Varietas2

Biasa

Varietas3 Unggul

Varietas Biasa

Varietas Unggul

1 1,2 1,2 1,1 1,1 0,5

2 1,2 1,27 1,1 1,1 0,65

3 1,3 1,33 1,1 1,05 0,97

4 1,4 1,3 1,1 1,05 1,03

5 1,35 1,3 1,1 0,95 0,98

6 1,24 0 1,05 0 0,85

7 1,12 0 0,95 0 0

8 0 0 0 0 0

Sumber: Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010 1985

2.3.3. Perkolasi

Perkolasi adalah bergeraknya air di dalam penampang tanah setelah tanah mencapai kapasitas lapang atau jenuh. Jumlah air perkolasi bergantung pada sifat-sifat fisik tanah, seperti tekstur, struktur, dan permeabilitas tanah. Makin kasar tekstur tanah, makin besar jumlah air untuk perkolasi. Kehilangan air untuk perkolasi pada tanah berpasir mencapai 35%, lempung 15%, dan liat 10%, sedangkan untuk aliran permukaan masing - masing adalah 5%, 10%, dan 25%.

Perkolasi juga berperan penting dalam menjaga kualitas air dalam lingkungan.

Dalam proses perkolasi, air yang terkontaminasi dapat disaring dan dimurnikan oleh lapisan tanah, sehingga menghasilkan air yang lebih bersih dan aman bagi kesehatan. Terlalu banyak air yang masuk ke dalam tanah dalam waktu singkat dapat mengakibatkan tanah longsor dan erosi. Selain itu, jika air hujan atau irigasi tidak dapat meresap dengan cepat ke dalam tanah, air tersebut dapat mengalir ke permukaan tanah dan menyebabkan banjir.

Tabel 2.4. Harga Perkolasi dari Berbagai Jenis Tanah.

No. Macam Tanah Perkolasi (mm/hr)

1. Sandy Loam 3-6

2. Loam 2-3

3. Clay 1-2

Sumber: Soemarto, 1987

(15)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 15 2.3.4. Hujan Efektif

Jumlah curah hujan yang tidak dicatat disebut curah hujan efektif (Re). Dalam menentukan curah hujan efektif ini digunakan Metode Weibull. Untuk irigasi pada curah hujan efektif bulanan diambil 70% untuk tanaman padi. 50% tanaman palawija dan 0% pada masa bera dari curah hujan minimum tengah bulanan dengan periode ulang 5 tahun.

Tabel 2.5. Curah Hujan Efektif Rata-Rata Bulanan Diberi dengan ET Tanaman Curah hujan

bulanan

Mean

(mm) 12.5 25 37.5 50 62.5 75 87.5 100 Et tanaman 25 8 16 24

Rata-rata 50 8 17 25 32 39 46

Bulanan/mm 75 9 18 27 34 41 48 56 62

100 9 19 28 35 43 52 59 66

125 10 20 30 37 46 54 62 70

150 10 21 31 39 49 57 66 74

175 11 23 32 42 52 61 69 76

200 11 24 33 44 54 64 73 82

225 12 25 35 47 57 68 78 87

250 13 25 38 50 61 72 84 92

Sumber: Standar Perancangan Irigasi KP-01

R80 = m

n+1 (2.11)

m = R80 x (n+1) (2.12)

Re1= 0,7 × 1

15R (Setengah Bulan) (2.13) Re2 = 0,5 × 1

15R (Setengah Bulan) (2.14) Re3 = 0,0 × 1

15R (Setengah Bulan) (2.15) Keterangan:

Re1 = Curah hujan efektif jenis tanaman padi, (mm/hari) Re2 = Curah hujan efektif jenis tanaman palawija , (mm/hari) Re3 = Curah hujan efektif pada masa bera, (mm/hari)

R (Setengah Bulan) 5 = Curah hujan minimum tengah bulanan dengan periode

………ulang 5 tahun/mm.

R80 = Curah hujan sebesar 80%

n = Jumlah data

m = Ranking curah hujan yang dipilih Re = Curah hujan efektif (mm/hari)

(16)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 16 2.3.5. Kebutuhan Air untuk Pengolahan Lahan

Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan didasarkan pada berapa banyak air yang diperlukan untuk menggantikan kehilangan air yang disebabkan oleh perkolasi dan evaporasi di sawah. Untuk menghitung kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlsha (1968). Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam liter/detik selama periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus sebagai berikut:

IR = M × ek

(ek-1)

(2.16)

Keterangan:

IR = kebutuhan air irigasi ditingkat persawahan (mm/hari)

M = kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan

M = Eo + P (2.17)

Keterangan:

Eo = evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 Eto selama penyiapan (mm/hari) P = perkolasi (mm/hari)

K = M ×T

S (2.18)

Keterangan:

T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari)

S = Kebutuhan air untuk penjenuhan yang ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni 200 + 50 = 250 mm.

Menurut PSA-010, waktu yang diperlukan untuk pekerjaan penyiapan lahan adalah selama satu bulan (30 hari). Kebutuhan air untuk pengolahan tanah bagi tanaman padi diambil 200 mm, setelah tanam selesai lapisan air di sawah ditambah 50 mm.

Jadi kebutuhan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal setelah tanam selesai seluruhnya menjadi 250 mm. Sedangkan untuk lahan yang tidak ditanami (sawah bero) dalam jangka waktu 2,5 bulan diambil 300 mm.

Kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan yang dihitung menurut rumus di atas dapat diperlihatkan pada gambar kebutuhan air selama penyiapan lahan.

(17)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 17 Tabel 2.6. Kebutuhan Air untuk Penyiapan Lahan

E0 + P (mm/hr) T = 30 hari T = 45 hari

S = 250 mm S = 300 mm S = 250 mm S = 300 mm

5,0 11,1 12,7 8,4 9,5

5,5 11,4 13,0 8,8 9,8

6,0 11,7 13,3 9,1 10,1

6,5 12,0 13,6 9,4 10,4

7,0 12,3 13,9 9,8 10,8

7,5 12,6 14,2 10,1 11,1

8,0 13,0 14,5 10,5 11,4

8,5 13,3 14,8 10,8 11,8

9,0 13,6 15,2 11,2 12,1

9,5 14,0 15,5 11,6 12,5

10,0 14,3 15,8 12,0 12,9

10,5 14,7 16,2 12,4 13,2

11,0 15,0 16,5 12,8 13,6

Sumber: KP-01 Jaringan Irigasi, 2013

2.3.6. Kebutuhan Air di Sawah

Kebutuhan air di sawah dalam sistem irigasi adalah kunci untuk mencapai hasil panen yang maksimal. Tanaman padi yang tumbuh di sawah membutuhkan jumlah air yang konsisten dan cukup untuk tumbuh dengan baik dan memproduksi hasil yang optimal. Kebutuhan air dalam sistem irigasi sawah bervariasi tergantung pada jenis tanah, iklim, topografi, dan jenis varietas padi yang dibudidayakan.

Kebutuhan air pada tanaman padi dapat dibagi menjadi tiga fase utama yaitu fase vegetatif, fase berbunga, dan fase pemasakan. Setiap fase memerlukan jumlah air yang berbeda dan memerlukan pengelolaan irigasi yang tepat untuk memenuhi kebutuhan air yang diperlukan oleh tanaman padi.

1. Kebutuhan air untuk tanaman padi selama masa pertumbuhan Debit kebutuhan air irigasi selama masa pertumbuhan termasuk di dalam debit tersebut air yang hilang dalam perjalanan. Nilai NFR didapatkan rumus di bawah ini:

NFR = ETC + P – Re + WLR (2.19)

Keterangan:

NFR = Net Field Water Requirement (kebutuhan dasar air sawah) (lt/dt/ha) ETC = Penggunaan air konsumtif tanaman (mm/hari)

P = Perkolasi (mm/hari)

Re = Curah hujan efektif (mm/hari) WLR = Penggantian lapisan air (mm/hari)

(18)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 18 2. Kebutuhan air irigasi untuk palawija

NFR = (ETc - Re) (2.20)

Keterangan

IR = Kebutuhan air irigasi (mm/hr) Etc = Evaporasi tanaman (mm/hr) Re = Curah hujan efektif (mm/hr) Ef = Efisiensi irigasi secara keseluruhan 3. Kebutuhan air masapenyiapan lahan

NFR = IR – Re (2.21)

Keterangan:

IR = Kebutuhan air irigasi (mm/hr) Re = Curah hujan efektif (mm/hr) 4. Kebutuhan pengambilan air pada sumbernya

DR = NFR

8,64 (2.22)

Keterangan:

DR = Kebutuhan pengambilan air pada sumbernya (lt/dt/ha) 1/8,64 = Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/ha

2.3.7. Efisiensi Irigasi

Air yang diambil dari sumber air atau sungai yang dialirkan ke areal irigasi tidak semuanya dimanfaatkan oleh tanaman. Dalam praktiknya, terjadi adanya kehilangan air. Kehilangan air tersebut berupa penguapan di saluran irigasi, rembesan dari saluran atau untuk keperluan lain.

1. Efisiensi pengaliran

Jumlah air yang dilepaskan dari bangunan sadap ke areal irigasi mengalami kehilangan selama pengalirannya sehingga menentukan besar kecilnya efisiensi pengaliran.

(19)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 19 2. Efisiensi pemakaian

Efisiensi pemakaian merupakan perbandingan air yang dapat ditahan pada zona perakaran dalam periode pemberian air, dengan air yang diberikan pada areal irigasi.

3. Efisiensi penyimpanan

Jika ketersediaan air untuk mengisi kelembapan tanah di daerah perakaran sangat kurang, yang disimbolkan sebagai Asp (air tersimpan penuh), dan jumlah air yang disediakan adalah Adk, maka efisiensi penyimpanan akan terjadi. Sebenarnya, jenis efisiensi tidak terbatas seperti yang dijelaskan sebelumnya, karena nilai efisiensi dapat terjadi pada berbagai elemen seperti saluran primer, bangunan bagi, saluran sekunder, dan sebagainya.

Ec =

Wf

Wr

×

100% (2.23)

Keterangan:

Ec = Efisiensi penyaluran

Wf = Jumlah air yang disalurkan

Wr = Jumlah air yang diambil dari sungai

Tabel 2.7. Standar Tingkat Efisiensi untuk Saluran Irigasi

Saluran Efisiensi (%)

Primer 90

Sekunder 90

Tersier 80

Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Irigasi (KP-01)

2.4. Pola Tanam

Pola tanam merupakan usahan penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu termasuk usaha pengolahan tanah dan masa tidak ditanami selama periode tertentu. Pola tanam dibagi menjadi dua yaitu pola tanam monokultur dan polikultur. Monokultur adalah menanam satu jenis tanaman pada lahan dan waktu penanaman yang sama dan polikultur adalah menanam lebih dari satu jenis tanaman dalam satu lahan (Soekartawi, 2011).

(20)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 20 Dalam menentukan pola tata tanam pada umumnya dipengaruhi oleh ketersediaan air yang ada. Berikut tabel pola tanam yang umum digunakan yaitu:

Tabel 2.8. Pola Tata Tanam

No. Ketersediaan Air Untuk Jaringan Irigasi Pola Tanam Dalam Satu Tahun

1. Tersedia air cukup banyak Padi- padi - palawija

2. Tersedia air dalam jumlah cukup Padi – padi -bera

Padi – palawija – palawija 3. Daerah yang cenderung kekurangan air Padi – palawija – bera

palawija – padi – bera Sumber: S.K. Sidharta, Irigasi dan Bangunan Air; 1997

Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan di Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Tumpang sari (Intercropping)

Melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda).

Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon.

b. Tumpang gilir (Multiple Cropping)

Dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, kacang tanah, ubi kayu.

c. Tanaman Bersisipan (Relay Cropping)

Pola tanam dengan cara menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.

d. Tanaman Campuran (Mixed Cropping)

Penanaman terdiri atas beberapa tanaman dan tumbuh tapa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.

(21)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 21 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola tanam, diantaranya sebagai berikut:

a. Iklim

Iklim sangat penting dan peranannya sangat besar pada sistem pertanian.

Kondisi iklim pada suatu tempat atau wilayah, iklim pada musim hujan ataupun musim kemarau berbeda dan memengaruhi terhadap persediaan air yang diperlukan tanaman.

b. Topografi

Merupakan letak atau ketinggian lahan dari permukaan air laut. Topografi juga berpengaruh terhadap suhu dan kelembapan udara di mana keduanya dapat memengaruhi pertumbuhan tanaman. Tetapi di lahan rawa pasang surut, karena topografi lahan termasuk datar (flate) dan merupakan dataran rendah sehingga pengaruh ketinggian tempat relatif tidak berpengaruh.

c. Debit air yang Tersedia

Debit air pada musim hujan akan lebih besar dibandingkan debit air pada musim kemarau, sehingga perlu diperhitungkan apakah debit air saat itu mencukupi apabila ditanami dengan jenis tanaman tertentu.

d. Jenis Tanah

Karakteristik keadaan fisik, kimia dan biologi tanah, hal ini sangat erat kaitannya dengan kesuburan tanah, termasuk juga kesesuaian jenis dan varietas tanaman yang akan dikembangkan pada sistem pertanian.

e. Sosial Ekonomi

Dalam usaha pertanian kondisi sosial ekonomi merupakan faktor yang sulit untuk diubah, sebab berhubungan dengan kebiasaan petani (budaya) dalam menanam suatu jenis tanaman.

2.5. Debit Kebutuhan

Kebutuhan debit pada irigasi sangat penting untuk menjamin tanaman dapat tumbuh dengan optimal dan menghasilkan hasil panen yang baik. Debit air yang dibutuhkan pada irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis tanaman, jenis tanah, dan iklim di daerah tersebut. Kebutuhan debit maksimum di sungai atau ukuran alamiah dengan periode ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa membahayakan proyek irigasi dan probabilitas bangunan-

(22)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 22 bangunan. Persentase kemungkinan tak terpenuhi (rata-rata) yang dipakai untuk perencanaan irigasi adalah:

1. Bagian atas pangkal bangunan 0,1%

2. Bangunan utama dan bangunan disekitarnya 1%

3. Jembatan jalan bina marga 1%

4. Bangunan pembuang silang, pengambilan di sungai 4%

5. Bangunan pembuang dalam proyek 20%

6. Bangunan sementara 20% - 40%

Dari hasil perhitungan kebutuhan air setiap bulannya maka dapat diperoleh debit yang dibutuhkan pada setiap pola tanam.

2.6. Dimensi Saluran

Dalam bangunan irigasi, umumnya saluran berpenampang trapesium ialah saluran yang sering digunakan dan ekonomis. Perencanaan saluran harus memberikan penyelesaian biaya pelaksanaan dan pemeliharaan yang paling rendah. Kriteria desain saluran berupa penampang saluran atau lebar dasar saluran mengikuti lebar saluran yang ada selama masih memenuhi syarat teknis, kemiringan dasar saluran mengikuti kemiringan yang ada selama masih mengikuti syarat teknis. Penimbunan pada penampang basah tidak dilakukan, dan biaya perbaikan diusahakan serendah mungkin. Untuk merencanakan kemiringan saluran mempunyai asumsi – asumsi mengenai parameter perhitungan, yang terlihat seperti pada tabel berikut:

Berikut rumus yang digunakan dalam menghitung dimensi saluran yaitu:

1. Nilai V (kecepatan aliran) Didapatkan berdasarkan kriteria perencanaan 2. Luas penampang basah

A = b.h + m.h2 atau h2 ( n + m ) (2.24) 3. Kemiringan talud (m) Didapat berdasarkan kriteria perencanaan

4. Nilai perbandingan b/h (n) Didapat berdasarkan kriteria perencanaan 5. Luas basah rencana (A’)

A’ = h (b + m.h) (2.25)

6. Keliling basah

P = b + 2 h√1+m2 (2.26)

(23)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 23 7. Jari-jari hidraulis

R= A P

(2.27)

8. Kemiringan dasar saluran (i) i = ( V

K (R23)

2 (2.28)

9. Tinggi jagaan diperoleh melalui Tabel 2.6. Didapat berdasarkan kriteria perencanaan 03

10. Tinggi saluran ditambah freeboard (H)

H = h + W (2.29)

11. Lebar saluran yang ditambah freeboard (B)

B = b + 2 x (h + W) (2.30)

Keterangan:

Q = Debit aliran (m3/s)

A = Luas penampang basah saluran irigasi (m)

NFR = Net Field Water Requirement (kebutuhan dasar air sawah) (lt/dt/ha) V = Kecepatan aliran air (m/s)

R = Jari-jari hidrolik (m)

S = Sudut kemiringan saluran (◦) A’ = Luas basah rencana (m) h = Tinggi muka air (m) b = Lebar dasar saluran (m) m = Kemiringan talud (◦) P = Keliling basah saluran (m) W = Tinggi jagaan (m)

Tabel 2.9. Nilai n dan m Berdasarkan Fungsi Q

Q (m³/s) b/h (n) V (m/s) Talud (m)

0,00 – 0,15 1 0,25 – 0,30 1 : 1

(24)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 24

0,15 – 0,30 1 0,30 – 0,35 1 : 1

0,30 – 0,40 1,5 0,35 – 0,40 1 : 1

0,40 – 0,50 1,5 0,40 – 0,45 1 : 1

0,50 – 0,75 2 0,45 – 0,50 1 : 1

0,75 – 1,50 2 0,50 – 0,55 1 : 1

1,50 – 3,00 2,5 0,55 – 0,60 1 : 1,5

3,00 – 4,50 3 0,60 – 0,65 1 : 1,5

4,50 – 6,00 3,5 0,65 – 0,70 1 : 1,5

6,00 – 7,50 4 0,70 1 : 1,5

7,50 – 9,00 4,5 0,70 1 : 1,5

9,00 – 11,0 5 0,70 1 : 1,5

11,0 – 15,0 6 0,70 1 : 1,5

15,0 – 25,0 8 0,70 1 : 1,5

Sumber: KP-03 Saluran

Tabel 2.10. Kekasaran Saluran

Debit Rencana (m³/s) Koefisien Kekasaran untuk Saluran Tanah

Q > 10 45

5 < Q < 10 42,5

1 < Q < 5 40

Q < 1 35

Sumber: KP-03 Saluran

Tabel 2.11. Kekasaran Saluran

Debit Rencana (m³/s) W (m)

0,0 < Q < 0,5 0,40

0,5 < Q < 1,5 0,50

1,5 < Q < 5,0 0,60

5,0 < Q < 10 0,75

10 < Q < 15 0,85

Q > 15 1,00

Sumber: KP-03 Saluran

2.7. Debit Saluran

Debit saluran irigasi merujuk pada jumlah air yang mengalir dalam saluran irigasi pada suatu waktu. Seperti yang diketahui dalam menentukan debit saluran tentunya akan dipengaruhi oleh jenis saluran irigasinya. Berikut rumus yang digunakan dalam menentukan debit saluran irigasi yaitu (Mardjikoen, 1987):

Q = A x V (2.31)

Keterangan:

Q = Debit saluran

(25)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 25

A = Luas penampang

V = Kecepatan aliran (menggunakan rumus strickler)

V = K x R2/3 x S1/2 (2.32) Keterangan:

V = Kecepatan aliran (m/s) R = Jari – jari hidrolis (m) S = Kemiringan saluran

Tabel 2.12. Parameter Perhitungan Untuk Kemiringan Saluran

Q (m3/s) Kemiringan Talud

(m) Perbandingan lebar Dasar Saluran Dengan Kedalaman Air (n)

Koefisien Kekasaran Stickler

(k)

0,15 – 0,30 1 1 35

0,30 – 0,50 1 1,0 – 1,2 35

0,50 – 0,75 1 1,2 – 1,3 35

0,75 – 1,00 1 1,3 – 1,5 35

1,00 – 1,50 1 1,5 – 1,8 40

1,50 – 3,00 1,5 1,8 – 2,3 40

3,00 – 4,50 1,5 2,3 – 2,7 40

4,50 – 5,00 1,5 2,7 – 2,9 40

5,00 – 6,00 1,5 2,9 – 3,1 42,5

6,00 – 7,50 1,5 3,1 – 3,5 42,5

7,50 – 9,00 1,5 3,5 – 3,7 42,5

9,00 – 10,00 1,5 3,7 – 3,9 42,5

10,00 – 11,00 2 3,9 – 4,2 45

11,00 – 15,00 2 4,2 – 4,9 45

15,00 – 25,00 2 4,9 – 6,5 45

25,00 – 40,00 2 6,5 – 9,6 45

Sumber : S.K. Sidharta, Irigasi dan Bangunan Air, 1997

rumus yang digunakan dalam menentukan debit saluran pada irigasi yaitu:

Q = NFR x A

Ei (2.33)

1. Saluran Primer,

Q = Ei Primer x Ei Sekunder x Ei TersierA x NFR (2.34)

2. Saluran Sekunder,

Q = Ei Sekunder x Ei TersierA x NFR (2.35)

(26)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 26 3. Saluran Tersier,

Q = Ei TersierA x NFR (2.36)

Keterangan:

Q = Debit rencana, l/dt

NFR = Kebutuhan bersih (netto) air di sawah (m. l/dt/ha) A = Luas daerah yang dialiri (ha)

Eff Primer = Efisiensi irigasi primer (0,9) Eff Sekunder = Efisiensi irigasi sekunder (0,9) Eff Tersier = Efisiensi irigasi tersier (0,9) 2.8. Perencanaan Jaringan Irigasi

Perencanaan jaringan irigasi adalah proses perencanaan dan perancangan sistem irigasi yang meliputi pemilihan dan pengaturan sumber air, saluran irigasi, dan sistem pengairan ke lapangan pertanian. Tujuan dari perencanaan jaringan irigasi adalah untuk memastikan distribusi air yang merata dan efisien ke seluruh area pertanian, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil pertanian.

2.8.1. Data yang Diperlukan

Dalam melakukan perencanaan jaringan irigasi ada adata yang perlu dikumpulkan diantaranya sebagai berikut :

a. Peta topografi daerah digunakan sebagai pembuatan tata letak pendahuluan jaringan irigasi yang bersangkutan.

b. Curah hujan digunakan untuk memperhitungkan curah hujan efektif dan curah hujan lebih (excess rainfall).

c. Evapotranspirasi ditujukan sebagai analisis mengenai evaporasi diperlukan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi tanaman yang kelak akan dipakai untuk menghitung kebutuhan air irigasi dan, jika perlu untuk studi neraca air di daerah aliran sungai.

d. Debit puncak dan debit harian yang didapat mungkin sangat membantu dalam menentukan kurva frekuensi banjir untuk periode-periode ulang yang lebih tinggi.

(27)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 27 e. Data klimatologi, termasuk suhu, kelembapan, radiasi matahari, dan

kecepatan angin.

f. Keadaan tanah daerah pengairan untuk memperkirakan banyaknya air yang hilang melalui rembesan, bocoran serta menentukan bentuk tampang saluran.

g. Data hidrologi terutama menyangkut potensi penyediaan air dan kesetimbangan air.

h. Kebutuhan air pada area irigasi sesuai jenis tanaman dan pada perencanaan ini didasarkan kebutuhan air untuk tanaman padi.

Dari data diatas, sebagain besar akan dikumpulkan, dianalisis, dan dievaluasi dalam tahap studi proyek. Dalam tahap perencanaan, hasil evaluasi hidrologi akan ditinjau kembali karena harus dikerjakan lebih mendetail berdasarkan data-data tambahan dari lapangan dan hasil-hasil perbandingan.

2.8.2. Perencanaan Jaringan Tersier

Saluran Tersier adalah saluran yang membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier. Perencanaan jaringan irigasi tersier merupakan tahap perencanaan yang terjadi setelah perencanaan jaringan irigasi primer dan sekunder selesai.

Perencanaan jaringan irigasi tersier dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan air setiap petani di wilayah tersebut. Setiap petani biasanya memiliki kebutuhan air yang berbeda-beda, tergantung pada jenis tanaman yang ditanam, kondisi tanah, dan kebutuhan air pada masing-masing tanaman.

Dalam perencanaan jaringan irigasi tersier, perlu mempertimbangkan aspek teknis seperti dimensi saluran irigasi dan kemampuan sistem pengairan yang tersedia. Hal ini bertujuan agar jaringan irigasi dapat berfungsi dengan baik dan dapat dioperasikan dengan efektif. Dengan perencanaan yang tepat, petani dan masyarakat setempat dapat memanfaatkan jaringan irigasi dengan baik, meningkatkan produksi pertanian, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi.

Fungsi utama pada perencanaan jaringan tersier yaitu membawa atau mengalirkan air dari saluran sekunder serta membagikan ke petak-petak sawah dengan luas petak maksimal adalah 75 Ha.

Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi KP-01, jaringan saluran irigasi tersier yaitu:

(28)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 28 1. Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama ke

dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah boks bagi kuarter yang terakhir.

2. Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah-sawah.

3. Perlu dilengkapi jalan petani ditingkat jaringan tersier dan kuarter sepanjang itu memang diperlukan oleh petani setempat dan dengan persetujuan petani setempat pula.

4. Pembangunan sanggar tani sebagai sarana untuk diskusi antar petani sehingga partisipasi petani lebih meningkat, dan pembangunannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi petani setempat.

Gambar 2.4. Sistem Tata Nama petak Rotasi dan Kuarter

Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Perencanaan Jaringan Irigasi KP-01, 2013

2.8.3. Perencanaan Jaringan Sekunder

Saluran Sekunder adalah saluran pembawa air irigasi yang mengambil air dari bangunan bagi di saluran primer yang berada dalam jaringan irigasi. Langkah awal dalam perencanaan jaringan irigasi sekunder adalah mengidentifikasi area yang akan disiram dan mempertimbangkan kebutuhan air yang dibutuhkan oleh tanaman di area tersebut. Setelah itu, perlu dilakukan survei terhadap topografi lahan dan karakteristik tanah untuk menentukan pola irigasi yang paling efektif. Dari saluran primer air disadap oleh saluran-saluran sekunder untuk mengairi daerah-daerah yang sedapat mungkin dikelilingi oleh saluran-saluran alam yang dapat digunakan untuk membuang air hujan dan air yang kelebihan. Saluran sekunder sering terletak

(29)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 29 di punggung medan mengairi kedua sisi saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncana sebagai saluran garis tinggi yang mengairi lereng-lereng medan yang lebih rendah saja.

2.8.4. Perencanaan Jaringan Utama

Jaringan Utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem irigasi, mulai dari bangunan utama (bendung/bendungan) saluran induk/primer, saluran sekunder dan bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya. Perencanaan Jaringan Utama berfungsi membawa air dari sumbernya dan membagikannya kesaluran sekunder.

Untuk daerah Irigasi dengan luasan yang kecil ukurannya sekitar 150 ha dan masih pada tingkat irigasi ½ (setengah) teknis atau irigasi sederhana.

Berdasarkan Standar Perencanaan Irigasi KP-01, jaringan saluran irigasi utama yaitu:

1. Saluran primer membawa air dari bendung ke saluran sekunder dan ke petak- petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan bagi yang terakhir.

2. Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah pada bangunan sadap terakhir.

3. Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan sumber yang memberi air pada bangunan utama proyek) ke jaringan irigasi primer.

4. Saluran muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak di seberang petak tersier lainnya.

Gambar 2.5. Saluran-Saluran Primer dan Sekunder

Sumber: KP-01 Jaringan Irigasi, 2013

(30)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 30 2.8.5. Perencanaan Jaringan Irigasi

Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk pengaturan air irigasi yang mencakup penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangan air irigasi. Pada perencanaan pembangunan irigasi harus mempertimbangkan aspek lingkungan yang mungkin terjadi sebelum atau sesudah pembangunan. Perencanaan pembangunan irigasi dibagi menjadi dua tahap utama yaitu tahap studi merupakan tahap perumusan proyek dan penyimpulan akan dilaksanakannya suatu proyek. Aspek-aspek yang tercakup dalam tahap studi bersifat teknis dan nonteknis. Tahap perencanaan merupakan tahap pembahasan proyek pekerjaan irigasi secara mendetail aspek- aspek yang tercakup di sini terutama bersifat teknis.

2.9. Perencanaan Bangunan Sadap

Perencanaan bangunan sadap sangat penting dilakukan dalam kegiatan pengambilan air dari sumber alam. Langkah pertama dalam perencanaan bangunan sadap adalah menentukan lokasi yang tepat dengan mempertimbangkan aksesibilitas, kedalaman air, dan ketersediaan air yang cukup.

Untuk bangunan sadap sekunder akan memberi air ke saluran sekunder dan oleh sebab itu melayani lebih dari satu petak tersier. Kapasitas bangunan-bangunan sadap ini secara umum lebih besar dari 0,25 m3/s. Terdapat empat tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder yaitu sebagai berikut:

1. Alat ukut Romijin

2. Alat ukur Crump-de Gruyter

3. Pintu aliran bawah dengan alat ukut ambang lebar 4. Pintu aliran bawah dengan alat ukur flume.

Untuk bangunan sadap tersier, Untuk mengatur dan mengukur aliran dipakai alat ukur Romijn atau jika fluktuasi di saluran besar dapat dipakai alat ukur Crump-de Gruyter. Di petak-petak tersier kecil disepanjang saluran primer dengan tinggi muka air yang bervariasi dapat dipertimbangkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana.

(31)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 31 Gambar 2.6. Bangunan Sadap

Sumber: KP-04 Bagian Bangunan, 2013

2.10. Perencanaan Bangunan Bagi

Apabila air irigasi dibagi dari saluran primer sekunder, maka akan dibuat bangunan bagi. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti mengukur dan mengatur air yang mengalir ke berbagai saluran. Salah satu dari pintu-pintu bangunan bagi berfungsi sebagai pintu pengatur muka air, sedangkan pintu-pintu sadap lainnya mengukur debit. Pada cabang saluran dipasang pintu pengatur untuk saluran terbesar dan dipasang alat-alat pengukur dan pengatur di bangunan- bangunan sadap yang lebih kecil. Untuk membatasi sudut aliran dalam percabangan bangunan bagi dibuat sudut aliran antara 0° sampai 90°.

Bangunan bagi dan sadap pada irigasi teknis dilengkapi dengan pintu dan alat pengukur debit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sesuai jumlah dan pada waktu tertentu. Namun dalam keadaan tertentu sering dijumpai kesulitan-kesulitan dalam operasi dan pemeliharaan sehingga muncul usulan sistem proporsional. Yaitu bangunan bagi dan sadap tanpa pintu dan alat ukur tetapi dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Elevasi ambang ke semua arah harus sama

2. Bentuk ambang harus sama agar koefisien debit sama.

3. Lebar bukaan proporsional dengan luas sawah yang diairi.

(32)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 32 Tata letak dari bangunan bagi sadap ini bisa dibuat 2 alternatif, yaitu:

a. Bentuk Menyamping

Posisi bangunan/pintu sadap tersier atau sekunder berada disamping kiri atau kanan saluran dengan arah aliran ke petak tersier atau sekunder mempunyai sudut tegak lurus (pada umumnya) sampai 45°. Bentuk ini mempunyai kelemahan kecepatan datang kearah lurus menjadi lebih besar dari pada yang kearah menyamping, sehingga jika diterapkan sistem proporsional ku°rang akurat. Sedangkan kelebihannya peletakan bangunan ini tidak memerlukan tempat yang luas, karena dapat langsung diletakkan pada saluran tersier/saluran sekunder yang bersangkutan.

Gambar 2.7. Bangunan Bagi Sadap Bentuk Menyamping

Sumber: KP – 04 Bagian Bangunan,2013

b. Bentuk Numbak

Bentuk numbak meletakkan bangunan bagi sekunder, sadap tersier dan bangunan pengatur pada posisi sejajar, sehingga arah alirannya searah. Bentuk seperti ini mempunyai kelebihan kecepatan datang aliran untuk setiap bangunan adalah sama.

Sehingga bentuk ini sangat cocok diterapkan untuk sistem proporsional. Tetapi bentuk ini mempunyai kelemahan memerlukan areal yang luas, semakin banyak bangunan sadapnya semakin luas areal yang diperlukan.

(33)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 33 Gambar 2.8. Bangunan Bagi Sadap Bentuk Numbak

Sumber: KP – 04 Bagian Bangunan,2013

(34)

M.HANNAN YA MANNAN - 122210216 34

BAB III METODOLOGI

3.1. Data Hidrologi

Data hidrologi merujuk pada informasi untuk perencanaan dan desain sistem irigasi. Data hirologi ini membantu menjamin adanya kebutuhan air untuk memenuhi kebutuhan tanaman di petak irigasi. Adapun data hidrologi yang digunakan dalam perhitungan Project Based Learning Rekayasa Irigasi adalah:

1. Koordinat stasiun hidrologi = LS=05⁰ 02'16.4", BT=104⁰ 30'59.1"

2. Elevasi lokasi = 40 mdpl

3. Data curah hujan = Tahun 2014 s.d. tahun 2023 4. Peta Topografi = Kabupaten Lampung Tengah 5. Perbandingan Usiang/Umalam = 2

6. Debit andalan sungai = 8 m3/s 7. Masa penyiapan lahan = 30 hari

8. Pola tanam = Padi – Palawija – Bera 3.2. Data Klimatologi

Data klimatologi merujuk pada kumpulan informasi yang berkaitan dengan kondisi cuaca dan iklim suatu wilayah atau lokasi dalam jangka waktu tertentu. Data klimatologi digunakan untuk menganalisis ketersediaan air di suatu daerah.

Adapun data pengukuran curah hujan dan klimatologi, seperti temperatur, kelembaban udara, penyinaran matahari, dan kecepatan angin digunakan untuk perhitungan evaporasi. Data klimatologi yang digunakan terletak pada:

1. Nama Stasiun = Stasiun Pesawaran

2. Koordinat stasiun hidrologi = LS=05⁰ 02'16.4", BT=104⁰ 30'59.1"

3. Data Klimatologi = 2013-2022 4. Elevasi lokasi = 40 mdpl 3.2.1. Suhu

Dalam klimatologi, data suhu merupakan salah satu parameter penting yang digunakan untuk memahami pola cuaca dan iklim suatu wilayah. Tingkat evaporasi akan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur air jika faktor lain dibiarkan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah saluran irigasi di Daerah Irigasi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi sesuai dengan kebutuhan air di lahan pertanian..

Bendung gerak dipakai untuk meninggikan muka air di sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier..

Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kondisi serta fungsi aset irigasi di daerah irigasi Kerasaan, sehingga dapat mengoptimalkan fungsi saluran irigasi

Atau dalam pengertian lain irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi

Pengecekan bangunan talang dilapangan yang berperan sabagai bangunan pembawa pada pengairan saluran irigasi didaerah irigasi namu sira sira khusunya daerah

Pengairan irigasi Krueng-Jreu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan  pengairan persawahan yang ada di sebahagian kabupaten Aceh Besar khususnya kecamatan Indrapuri sendiri,

Bendung (weir), bendung gerak (barrage) dipakai untuk meninggikan muka air sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak

teknik irigasi dan drainase merupakan proses pengairan dan pengolahan air yang efektif dan efisien untuk pertanian dan kebutuhan