LAPORAN PRAKTIKUM
REAKSTIFITAS UNSUR-UNSUR TRANSISI DERET PERTAMA
Oleh : Irvan Arifin
NPM : 2023001036
Kelas : A
Semester : 1 (Satu)
Dosen Pengampu : Nina Nendah, S.Si
SEKOLAH TINGGI ANALIS KIMIA CILEGON 2023/2024
PEMBUATAN LARUTAN
I. Judul Praktikum : Reaktivitas unsur unsur transisi deret pertama II. Tanggal Praktikum : 27 april 2024
III. Tanggal Laporan : 5 mei 2024 IV. Tujuan Praktikum
- Mempelajari reaktifitas logam-logam transisi deret pertama
V. Dasar Teori
Unsur-unsur deret peralihan utama (kadang-kadang disebut juga unsur- unsur “Kelompok d”) mengandung atom-atom atau ion-ion dengan orbital d yang belum terisi penuh. Sedangkan unsur-unsur peralihan dalam mengandung atom-atom dengan orbital f yang belum penuh. Kedua deskripsi ini cocok untuk semua unsur-unsur pada bagian tengah tabel berkala. Sehingga lebih dari separuh unsur-unsur yang telah ditemukan termasuk dalam deret peralihan atau peralihan dalam. Sifat kimia unsur- unsur ini penting secara teoritis maupun secara praktis. Satu sifat penting unsur peralihan ialah kemampuannya untuk membentuk ion kompleks.
Sifat-sifat unsur peralihan deret pertama (Z = 21 sampai Z = 29). Titik cair yang tinggi, daya hantar listrik yang baik, dan kekerasan sedang sampai tinggi adalah akibat dari cepat tersedianya elektron dan orbital untuk elektron dan orbital untuk membentuk ikatan logam. Potensial elektroda baku meningkat sesuai dengan meningkatnya nomor atom sepanjang deret peralihan. (Petrucci, 1987:141-142)
Unsur-unsur transisi mempunyai karakteristik konfigurasi elektronik (n- 1)d 1-10 ns 1-2, tidak penuh pada orbital d bagi atom atau ionnya. Energi elektron dalam orbital (n-1)d isi selalu lebih rendah dibanding dengan energi elektron dalam orbital ns2, dengan perkecualian stabilitas lebih tinggi pada konfigurasi penuh atau setengah penuh. Peran orbital (n-1)d ini menentukan tingkat oksidasi yang bervariasi, pembentukan senyawa kompleks, sifat magnetik spesies yang bersangkutan. Unsur transisi berperan sebagai katalisator baik dalam bentuk unsurnya maupun dalam bentuk senyawa kompleksnya (UNY, 2003).
Unsur transisi deret pertama adalah unsur – unsur logam transisi yang terletak pada periode paling atas dalam kelompok logam transisi pada tabel periodik unsur. Unsur – unsur tersebut antara lain Sc, Ti, V, Cr, Mn, Fe, Co, Ni, Cu, dan Zn. Unsur–unsur ini memiliki elektron valensi pada orbital d sehingga memiliki beberapa sifat seperti katalis, warna larutan dan kemagnetannya. Unsur – unsur ini meskipun struktur geometri senyawa kompleksnya lebih mudah diprediksi daripada senyawa kompleks golongan lantanida, dari kiri ke kanan mempunyai jumlah elektron valensi, jumlah elektron pada orbital d, muatan inti efektif, jari–jari kation yang berbeda–
beda sehingga memiliki reaktifitas yang berbeda terhadap anion tertentu.
Pada beberapa kasus, reaktifitas ion – ion logam transisi berhubungan dengan sifat kekerasan dan kelunakan dari kation dan anionnya. Reaktifitas suatu senyawa dapat diamati dari adanya perubahan warna maupun terbentuknya endapan. Reaktifitas suatu senyawa khususnya yang mengandung ion logam transisi tergantung beberapa faktor, misalnya muatan dan jari – jari ion, serta konfigurasi elektron di orbital d. Reaktifitas berbeda dengan kestabilan, dimana reaktifitas lebih ditekankan pada kecepatan terjadinya suatu reaksi kimia dengan zat lain sedangkan kestabilan difokuskan pada besarnya nilai K yang dihasilkan suatu reaksi.
Suatu senyawa dapat bersifat labil akan bereaksi lebih cepat daripada senyawa yang inert (Khunur, 2012).
Nikel adalah logam putih perak yang keras. Nikel bersifat liat, dapat ditempa dan sangat kukuh. Logam ini melebur pada 14550C, dan bersifat sedikit magnetis. Asam klorida (encer maupun pekat) dan asam sulfat encer, melarutkan nikel dengan membentuk hidrogen:
Ni + 2HCl → Ni2+ + 2Cl- + H2 �
Garam-garam nikel(II) yang stabil, diturunkan dari nikel(II) oksida, NiO, yang merupakan zat berwarna hijau. Garam-garam nikel yang terlarut, berwarna hijau disebabkan oleh warna dari kompleks heksakuonikelat(II), [Ni(H2O)6]2+; tetapi untuk singkatnya, kita akan menganggapnya sebagai ion nikel(II) Ni2+ saja.
Reaksi-reaksi ion nikel(II) dengan larutan natrium hidroksida: endapan hijau nikel(II) hidroksida: Ni2+ + 2OH- → Ni(OH)2 ↓ .
Reaksi-reaksi ion nikel(II) dengan larutan ammonia: endapan hijau nikel(II) hidroksida: Ni2+ + NH3 + 2H2O → Ni(OH)2 ↓ + 2NH + . (Vogel,
1985: 280-281)
VI. Prinsip Percobaan
Mengamati perubahan yang terjadi pada sedikit sampel unsur logam transisi kedalam sejumlah larutan peraksi yang sudah berada didalam tabung reaksi.
VII. Alat dan Bahan
- Tabung reaksi - NaOH pekat (50%)
- Rak tabung reaksi - NaOH 2M
- Pipet tetes - KSCN 2M
- Spatula ` - NH4OH 2M
- KMnO4 encer - Na2CO3 2M
- (NH ) Fe(SO ) ·6H O₄ ₂ ₄ ₂ ₂ - NiSO4
- CuSO4 - K2Cr2O7
4
VIII. Cara kerja
1. Ditambahkan sedikit kristal CuSO4 ke dalam 2 ml KSCN 2N . Catat perubahan yang terjadi. Lakukan hal yang sama untuk larutan NaOH pekat (50%), NaOH 2M, NH4OH 2M, dan Na2CO3 2M
2. Ulangi percobaan pertama untuk semua larutan dengan pereaksi:
a) KMnO4 encer
b) (NH ) Fe(SO ) ·6H O₄ ₂ ₄ ₂ ₂ c) NiSO4
d) K2Cr2O7 encer
IX. Data Pengamatan
CuSO4 KMnO4 (NH ) Fe(SO ) ·6H O₄ ₂ ₄ ₂ ₂
NiSO4 K2Cr2O7
X. PEMBAHASAN
Saat sampel dalam tabung reaksi yang masing-masing berisi larutan NaOH pekat (50%), NaOH 2M, NH4OH 2M, dan Na2CO3 2M dengan masing masing sampel logam transisi yaitu KMnO4 encer, (NH ) Fe(SO ) ·6H O, NiSO₄ ₂ ₄ ₂ ₂ 4, K2Cr2O7
encer dan CuSO4. Tidak semuanya lansung mengamali perubahan atau bahkan ada yang tidak mengalami perubahan sam sekali itu disebabkan oleh perbedaan reaktifitas masing – masing unsur logam transisi terhadap pereaksinya.
Kemudian jika hasil reaksi antara larutan logam transisi K2Cr2O7, KMnO4, (NH4)2Fe(SO4)2,NiSO4 dan CuSO4 dibandingkan, endapan yang dihasilkan berbeda-beda. Endapan tersebut masing-masing berwarna biru toska, biru tua, coklat, kehijauan sedikit muda, biru sedikit muda, hijau muda dan biru muda sedikit putih. Endapan-endapan tersebut makin muda warnanya (secara berurutan). Hal ini menunjukan bahwa tingkat reaktivitas Cr > Mn > Fe > Ni > Cu . Jika kita melihat susunan berkala unsur-unsur kimia, maka bisa dikatakan bahwa semakin ke kanan reaktivitas unsur semakin kurang reaktif, dan semakin ke kiri reaktivitas unsur semakin tinggi.
Perbedaan reaktivitas ini desebabkan oleh bedanya elektron valensi pada tiap- tiap unsur namun dengan jumlah orbital atau kulit yang sama. Seperti pada Nikel dan Zinc, pada nikel dan zinc keduanya memiliki orbital yang sama yaitu orbital d akan tetapi dalam orbital tersebut jumlah elektron yang ada tidak sama. Pada Zinc, jumlah elektron yang berada pada orbital d sebanyak 10 elektron. Hal ini menunjukkan bahwa orbital d pada Zinc sudah penuh, sehingga Zn cenderung stabil. Sedangkan pada Nikel, jumlah elektron yang berada pada orbital d sebanyak 8 elektron, dimana orbital d pada Nikel membutuhkan 2 elektron agar orbital d terpenuhi dan tidak ada yang kosong maka kekurangan elektron tersebut membuat Ni menjadi reaktif dan mudah bereaksi dengan pereaksi seperti NaOH. Begitupula dengan logam transisi lainnya yang kekurangan elektron pada orbital d.
Kemudian dari hasil percobaan juga terdapat noda-noda yang lama kelamaan berwarna semakin pekat pada dinding tabung, noda tersebut merupakan lapisan-lapisan seperti korosif, berwarna semakin gelap setelah beberapa menit adalah akibat ia berkontak dengan udara sehingga terjadi oksidasi. Lapisan/ noda ini tidak muncul pada saat MnCl2 ditambahkan dengan KSCN karena ia tidak bereaksi dan tidak menimbulkan perubahan. Sedangkan pada larutan sampel tidak dapat dipastikan senyawa apa yang terdapat didalamnya. Karena saat sampel ditetesi dengan 5 pereaksi, tidak adanya kemiripan perubahan warna seperti sampel yang sudah diketahui senyawanya, bahkan sampel yang tidak diketahui senyawanya tidak mengalami perubahan warna ataupun wujud yang signifikan.
XI. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan reaktivitas Cr > Mn > Fe > Ni > Cu . Jika kita melihat susunan berkala unsur-unsur kimia, maka bisa dikatakan bahwa
semakin ke kanan reaktivitas unsur semakin kurang reaktif, dan semakin ke kiri reaktivitas unsur semakin tinggi.