• Tidak ada hasil yang ditemukan

Riwayat Penulis Pdf

N/A
N/A
Wanto IDP

Academic year: 2024

Membagikan "Riwayat Penulis Pdf "

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Riwayat Penulis

Isnawan DwI Parwanto nama lengkap yang diberikan oleh orangtua, lahir di Yogyakarta. Pendidikan dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tingi diselesaikan di Yogyakarta. Setelah lulus dari Universitas Gadjah Mada tahun 1990 kemudian menjadi dosen di IKIP PGRI (UPY sekarang), selain itu juga aktif di lembaga pendidikan kejuruan (LMK) utamanya pada bidang komputer.

Diluar kegiatan mengajar pada pertengahan tahun 1990-an aktif pada dunia marketing pada divisi penjualan jasa (sales asuransi) maupun barang. Penulis termasuk sosok workaholic, di rumah sibuk dengan dunia perbukuan, oleh karenanya program aplikasi komputer berbasis multi media cukup dikuasainya.

Beberapa penerbit buku di Yogyakarta dan Solo sangat akrab dengan penulis, seperti; Hanindita Graha Widya, AK Grup, Madani Pustka, Fitramaya, Pionirgama, BUU UPN, ISI Surakarta, Citra Sains, dan lain sebagainya. Tahun 2000 bergabung dengan AMAYO dan juga menjadi pengajar di Stiker Surya Global. Saat ini masih aktif mengajar di Akademi Manajemen Yogyakarta dan Universitas Respati Yogyakarta.

Kontak person via email: isnawand@yahoo.com; isnawand@gmail.com, sedangkan via phone: +6281 22791 1964; +62899 5090 309; dan +62274 2156 499.

dan sub-sistem. Solidaritas dalam sub-sistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidak mengganggu integrasi.

4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan dan teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa.

Eksperimentasi penerapan dan penyebaran ilmu pengetahuan harus demokratis dapat dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitian sampai penerapan massal.

5. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menekankan ketiga keadilan Aristoteles: keadilan distributif, keadilan kontributif, dan keadilan komutatif. Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat, karena kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan semu. Individualitas merupakan landasan yang memungkinkan timbulnya kreativitas dan inovasi.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi pada nilai-nilai Pancasila. Sebaliknya Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia merupakan kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan peradaban manusia. Peran Pancasila sebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai pada penyadaran, bahwa fanatisme kaidah kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu hanyalah akan menjebak diri seseorang pada masalah- masalah yang tidak dapat diatasi dengan semata-mata berpegang pada kaidah ilmu sendiri, khususnya mencakup pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya yang bersifat mutlak bagi kehidupan manusia yang berbudaya.[ ]

(2)

BAB 11

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA REFORMASI

a. Pengantar

Seringkali kita dengan suatu kalimat mempergunakan istilah paradigma, apa sebenarnya yang dimaksud denganistilah ini. Paradigma adalah suatu asumsi- asumsi dasar atau asumsi-asumsi teoritis yang umum, sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode, serta penerapan dalam ilmu pengetahun sehingga dapat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.

Sifat ilmu pengetahuan itu sangat dinamis, hal ini seiring dengan semakin banyaknya hasil-hasil penelitian manusia. Di kalangan ilmuwan sosial berkembang pengkajian paradigma ilmu adalah manusia. Memang berdasarkan hakikatnya manusia dalam kenyataan objektif mempunyai sifat ganda bahkan multidimensi. Atas dasar paradigma ilmu pengetahuan itu adalah manusia, maka kemudian dikembangkan metode baru berdasarkan hakikat dan sifat paradigma ilmu tersebut adalah manusia, maka berkembang metode kualitatif.

Istilah paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka berpikir, orientasi dasar, sumber azas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu termasuk dalam bidang pembangunan, reformasi, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.

B. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan

Seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 tujuan negara adalah sebagai berikut: melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, ini merupakan tujuan negara dalam kapasitas hukum formal.

Oesman, Oetojo dan Alfian (Ed.), 1990, Pancasila Sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, BP-7 Pusat, Jakarta.

Pasha, Mustafa Kamal. 2003, Pancasila dalam tinjauan Historis, Yuridis, dan Filosofis. Edisi Revisi. Citra Karsa Mandiri, Yogyakarta.

Peusen C.A. van, 1974, Itu Tuhan, terjemahan Dick hartoko, Penerbit Yayasan Kanisius, Yogyakarta.

Poespowardojo, Soerjono, 1989, Filsafat Pancasila: Sebuah Pendekatan Sosio- Budaya, PT Gramedia, Jakarta.

Quine, 1970, Philosophy of Logic. Prentice Hall Inc. New York.

Rahardjo, Dawan, 1996 Sistem Pemilu: Demokratisasi dan Pembangunan, Cides, Jakarta.

Rodee, Carlton Clymer dkk., 1995, Pengantar Ilmu Politik, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Roem, Muhammad dan Agus Salim, 1977, Ketuhanan Yang Maha Esa dan Lahirnya Pancasila, Bulan Bintang, Jakarta.

Setiardja, A. Gunawan, 1994, Filsafat Pancasila Bagian II: Moral Pancasila, Universitas Diponegoro, Semarang.

Soekarno, 1989, Pancasila dan Perdamaian Dunia, CV Haji Masagung, Jakarta.

Soekarno, 1964, Tjamkan Pantja Sila. Departemen Penerangan RI, Jakarta.

Soetarman dkk., 1996, Fundamentalisme, Agama-Agama dan Teknologi, PT BPK Gunung Mulia, Jakarta.

Suhino, 1980 Hukum Tatanegara, Liberty, Yogyakarata.

__________, 1080, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarata.

Sunoto, 2000, Filsafat Pancasila. Hanindita Graha Widya, Yogyakarta.

Suwarno, 1993, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.

Toto Pandoyo, 1981, Ulasan Terhadap Beberapa Ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, Liberty, Yogyakarta.

Whiteheid, 1926 Religion in the Making, The MacMillan Company, New York.

Yamin, Muhammad, 1954, Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia, Djambatan, Jakarta/Amsterdam.

Yamin, Muhammad, 1971, Naskah Persiapan UUD 1945. Yayasan Prapanca, Jakarta.

(3)

Dodo, Surono dan Endah (ed.), 2010, Konsistensi Nilai-Nilai Pancasila dalam UUD 1945 dan Implementasinya, PSP-Press, Yogyakarta.

Hartono, 1992, Pancasila Ditinjau dari Segi Historis, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Hatta, Muhammad, 1984, Uraian Pancasila. Mutiara, Jakarta.

Ismaun, 1978, Tinjauan Pancasila: Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia, Carya Remadja, Bandung.

Isnawan Dwi Parwanto, 2007, Pendidikan Falsafah Kemanusiaan, Fitramaya.

__________, 2009, Falsafah Bangsa Indonesia, ISI Press Surakarta.

Kaelan, 2003. Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Paradigma, Yogyakarta,

__________, 2010, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.

__________, 2012, Problem Epistemologis Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara, Paradigma, Yogyakarta.

Kansil, 1980, Pancasila dan UUD 1945. Cet. 7. Pradnya Paramita, Jakarta.

Kattsoff, Louis, 1986, Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta.

Koento Wibisono, Arti Perkembangan Menurut Filsafat Auguste Comte, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1963.

Latif, Yudi, 2011, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Maarif, Ahmad Syafii. 2012. “Strategi Pelembagaan Nilai-Nilai Pancasila dalam Perspektif Agama, Sosial dan Budaya”, Makalah pada Kongres Pancasila IV di UGM Yogyakarta tanggal 31 Mei-1 Juli 2012.

MD, Moh. Mahfud, 2011, “Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia”, Makalah pada Sarasehan Nasional 2011 di Universitas Gajah Mada Yogyakarta tanggal 2-3 Mei 2011.

Naisbitt, John dan Aburdene, P., 1990, Megatrend 2000 Williams Morrow and Cc., New York.

Notonagoro. 1975 Pancasila Ilmiah Populer. Pantjuran Tujuh. Jakarta.

__________, 1980, Pancasila Yuridis Kenegaraan. Fak. Filsafat UGM.

Yogyakarta, .

Notosusanto, Nugroho, 1981, Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara, PN Balai Pustaka, Jakarta.

Notosutanto, Nugroho, 1979. Tentara Peta Pada Jaman Pendudukan Jepang di Indonesia. PT Gramedia, Jakarta.

Sedangkan rumusan memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan negara dalam kapasitas hukum material.

Secara keseluruhan merupakan sebagai manifestasi tujuan khusus atau nasional, selain tujuan nasional terdapat jugua tujuan internasional seperti diungkapkan berikut; ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, tujuan ini diwujudkan dalam tata pergaulan masyarakat internasional.

Pancasila sebagai paradigma pembangunan mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional harus berdasarkan hakikat nilai-nilai Pancasila. Oleh karena pada hakikatnya nilai-nilai Pancasila didasar- kan secara ontologis manusia sebagai subjek pendukung pokok nilai-nilai Pancasila sekaligus sebagai pokok pendukung negara. Kenyataan objektif, bahwa Pancasila dasar negara dan negara pada dasarnya adalah organisasi (persekutuan hirup) manusia. Oleh karena itu dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional sebagaimana diharapkan oleh seluruh masyarakat harus dikembalikan pada dasar hakikat manusia ‘monopluralis’. Unsur-unsur hakikat manusia ‘monopluralis’ meliputi susunan kodrat manusia, rokhani (jiwa) dan raga, sifat kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan makhluk Tuhan. Maka daripada itu pembangunan nasional sebagai upaya mewujudkan tujuan negara harus selalu mendasarkan paradigma hakikat manusia ‘monopluralis’ tsersebut. Pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa yang menyangkut akal, rasa dan kehendak, aspek raga, aspek individu, aspek mkhluk sosial, aspek pribadi, dan aspek ketuhanan.

1. Pancasila Paradigma Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengertahuan dan teknologi pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreasi rokhani manusia. Unsur jiwa (ruhani) manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak (cipta, rasa, dan karsa). Akal merupakan potensi rokhaniah manusia dalam hubungan dengan intelektualitas, rasa dalam hubungannya dengan keindahan (estetika), dan kehendak dalam kaitaanya dengan moral (etika). Oleh karena itu dalam mengembangkan iptek dalam rangka untuk mengolah kekayaan alam yang disediakan Tuhan Yang Maha Esa, harus selalu ingat tujuan dan essensial iptek adalah demi kesejahteraan umat manusia.

Sehingga iptek tidak dapat lepas dari nilai-nilai namun terikat nilai atau aturan. Dalam hal pembangunan nasional Indonesia, maka Pancasila telah memberikan dasar nilai-nilai bagi pengembangan demi kesejahteraan hidup

(4)

manusia. Pengembangan iptek sebagai hasil budaya manusia harus senantiasa didasarkan moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia merupakan landasar dasar bangsa dan negara dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Sila-sila Pancasila merupakan satukesatuan yang sistematis haruslah selalu menjadi sistem etika dalam pengembangan iptek. Berdasarkan sila pertama, maka iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan dan diciptakan, akan tetapi harus selalu mempertimbangkan maksud dan tujuannnya apakah merugikan manusia dan sekitarnya. Pengolahan harus selalu diimbangi dengan pelesatarian, sila ini menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai pusat melainkan sebagai bagian dari sistematik alam yang diolah.

Sesuai dengan sila kedua, iptek harus selalu beradab, iptek adalah hasil budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu pengembangan iptek harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat manusia.

Iptek bukan untuk kesombongan, kecongkakan, dan keserakahan manusia namun harus selalu ditujukan pada peningkatan harkat dan martabat manusia.

Pengembangan iptek harus senantiasa mengembangkan rasa nasionalisme seperti dimaksud dalam sila ketiga. Pengembangan iptek berdasarkan demokrasi, maksudnya setiap ilmuwan mempunyai kebebasan dalam pengembangan iptek, selain itu ia juga harus dapat menghormati dan menghargai orang lain dengan demikian seorang ilmuwan harus bersifat terbuka untuk menerima kritik atau masukan, sehingga pendiriannya dapat dikaji ulang dan dibandingkan dengan ilmuwan lain. Hal ini mencerminkan sila keempat Pancasila. Pengembangan iptek harus seantiasa menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan masyarakat, yakni keseimbangan keadilan antara diri sendidri, manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa, manusia dengan alam lingkungannya, hal ini mencerminkan sila kelima.

Kesimpulannya bahwa hakikat sila-sila Pancasila haruslah merupakan sumber nilai, kerangka pikir, serta basis moralitas bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. Pancasila Paradigma PoLEKsosBUDHanKaM

Pembangunan pada dasarnya merupakan realisasi untuk mencapai tujuan negara, oleh karena itu tentu saja harus selalu berdasarkan hakikat manusia sebagai subjek pelaksana. Manusia sebagai ‘monopluralis’ maksudnya terdiri dari unsur rokhani-jasmani, individu-makhluk sosial, serta sebagai pribadi-makhluk

DAFTAR PUSTAKA

Abdulgani, Roeslan, 1979, Pengembangan Pancasila di Indonesia, Yayasan Idayu, Jakarta.

Ali As’ad Said, 2009, Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Pustaka LP3ES, Jakarta.

An-Na’im, Abdullahi Ahmed, 2007, Islam dan Negara Sekular: Menegosiasikan Masa Depan Syariah, PT Mizan Pustaka, Bandung.

Anshari, Endang Saifuddin, 1981, Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Sejarah Konsensus Nasional antara Nasionalis Islam dan Nasionalis “Sekular”

tentang Dasar Negara Republik Indonesia 1945-1959, Pustaka- Perpustakaan Salman ITB, Bandung.

Anshoriy, HM. Nasruddin, 2008, Bangsa Gagal: Mencari Identitas Kebangsaan, LKiS, Yogyakarta.

Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, 1994, Bahan Penataran P-4, Pancasila/P-4, BP- 7 Pusat, Jakarta.

Bahar, Safroedin, 1995, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945- 22 Agustus 1945, Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.

Bakry, Noor Muh, 2001. Pancasila Yuridis Kenegaraan. BPFH UII, Yogyakarta.

Budihardjo, Mariam, 1977, Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia, Jakarta.

Chaidar, Al, 1998, Reformasi Prematur: Jawaban Islam Terhadap Reformasi Total, Darul Falah, Jakarta.

Darmodihardjo, Dardji, 1979. Pancasila Suatu Orientasi Singkat. Balai Pustaka, Jakarta.

(5)

wrong. Dengan demikian reformasi mempunyai makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat.[]

Tuhan. Maka dari pada itu pelaksanaan pembangunan pada hakikatnya adalah membangun manusia secara lengkap. Pengembangan politik sebaga seiring dengan bergulirnya reformasi harus berdasarkan pada moralitas sebagaimana dituangkan dalam sila-sila Pancasila, oleh karena itu politik yang mempraktikan menghalalkan segala cara untuk memperoleh maupun mempertahankan kekuasaan (salah satu postulat Nicholo Machiavelli), provokasi menghasut rakyat, devide et empera harus ditinggalkan.

Dalam pelaksanaan ekonomi negara tidak berdasarkan hanya mengejar pertumbuhan, melainkan harus tujuan demi kesejahteraan bangsa, demi kemanusiaan, maka sistem ekonomi Indonesia harus berdasarkan atas kekeluargaan. Tidak berdasar atas ‘kekeluargaan sempit’, bila bukan keluarga gue jangan harap menikmati kesejahteraan dan kemakmuran. Oleh karenanya menjadi sangat penting bahkan mendesak untuk dikembangkan sistem ekonomi yang berdasarkan pada moralitas, humanistik, yaitu ekonomi yang berperikemanusiaan, yakni ekonomi kekeluargaan yang berdasarkan atas kesejahteraan secara luas.

Pengembangan aspek sosial budaya hendaknya didasarkan atas nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia.

Bergulirnya reformasi mengalami anti klimaks, sehingga sering kita lihat terjadinya gejolak dalam masyarakat, sehingga tidak mengherankan bila di masyarakat terjadi amuk massa yang cenderung anarkhis, bentrok antar kelompok masyarakat yang satu dengan yang lain. kesimpangsiuran berbangsa dan bernegara pasca reformasi ini terjadi karena reformasi tanpa platform. Setelah target penumbangan rezim Orde Baru, kemudian apa yang harus dilakukan untuk perubahan menuju masyarakat madani yang Pancasilais. Gejolak yang terjadi tersebut sebagai akibat perbenturan kepentingan politik demi kekuasaan, sehingga masyarakat sebagai elemen insfrastruktur politik melakukan aksi sebagai akibat adanya akumulasi persoalan-persoalan politik. Selain itu muncul pula fanatisme etnis di berbagai daerah ssehingga mengakibatkan lumpuhnya keberadaban masyarakat.

Demi tegaknya integritas negara, maka sudah barang tentu diperlukan pertahanan negara yang solid, untuk itu diperlukan aparat kemanan dan aparat penegak hukum negara. Pertahanan keamanan tidak hanya untuk kepentingan sekelompok warga atau kelompok politik tertentu. Pertahanan keamanan negara harus duitujukan demi kepentingan negara dan seluruh warga negara, hankam ini harus menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan manusia demi terwujudnya masyarakat adil makmur sejahtera.

(6)

C. Gerakan reformasi

Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia mengakibatkan aturan main dalam wacana politik runtuh terutama praktek-praktek elit politik yang dihinggapi penyakin KKN. Kenyataannya reformasi ini harus dibayar mahal oleh bangsa Indonesia, yaitu dampak sosial, politik, ekonomi, terutama kemanusiaan. Para elit politik mengambil kesempatan ini untuk tampil, memanfaatkan gelombang reformasi demi meraih kekuasaan, sehingga tidak mengherankan bila banyak terjadi benturan kepentingan politik.

Tujuan reformasi adalah menata kembali kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara di bawah nilai-nilai Pancasila, bukannya menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia. Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraaan kembali ke arah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia. Oleh karena itu proses reformasi walaupun dalam lingkup reformasi total harus tetap berpedoman pada tatanan nilai-nilai, arah, tujuan, serta cita-cita seperti yang terkandung dalam Pancasila.

Manusia modern kehilangan Tuhan dan mencari-Nya. Pencarian di sini berarti identifikasi permasalahamn atau rumusan pertanyaan, suatu hal yang memisahkan tetapi juga sekaligus menghubungkan antara kenyataan dan pernyataan. Sebagaimana tertuang dalam sila pertama Pancasila; Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Tuhan bagi bangsa Indonesia bukan suatu permasalahan.

Pertanyaannya adalah: bagaimanakah hubungan antara segala ‘ yang ada’ ini dengan ‘ada’-Nya?

Salah satu jawaban dari permasalahan ini adalah sebagaimana yang dikenal dalam pandangan hidup orang Jawa, yaitu: Sangkan paraning dumadi, yang berarti ‘asal mula dan arah tujuan dari segala kejadian. Rasa merupakan kunci masyarakat Jawa, rasa berarti merasakan dalam segala dimensi, dengan demikian rasa itu sekaligus berarti eling, ingat akan asal usul sendiri, Yang Illahi.

Dalam rasa ini masyarakat Jawa mengartikan untuk mencapai kawruh sangkan paraning dumadi, yang diartikan tentang asal dan tujuan segala kehidupan makhluk hidup.

Eling (ingat), akan asal-usul sendiri, berarti ingat akan pandam (berarti pelita/cahaya), pandom (berarti arah), serta pandum (yang berarti sesuai takaran. Dalam mencapai keinginan/kehendak orang harus selalu ingat mupus (menerima) dalam menggapai cahaya pamungkasing dumadi, sebagai puncak penghambaan diri, secara lahiriah tampak sebagai nrima ing pandum. Dalam

hal ini akan lebih lengkap lagi bila kita dalam mengerjakan sesuatu ingatlah selalu sepi ing pamrih rame ing nggawe.

Salah satu yang menarik di Indonesia dalam kehidupan nyata adalah banyaknya ragam penghayatan atas masalah-masalah ketuhanan, sebagai misal Himpunan Penghayatan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang secara resmi dibina oleh Kementrian Pendidikan Nasional. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa manusia itu dapat dianggap sebagai cermin yang jernih, milik Tuhan. Rasa jati manusia (kawula gusti) yang memantulkan hal-hal Illahiah pada pergelaran alam semesta.

Ketuhanan Yang Maha Esa seperti halnya yang tertuang dalam sila pertama Pancasila, sesungguhnya mengaktualisasikan ke-Ada-annya, beropatisipasi dalam rangka keberadaan-Nya, sehingga sudah semestinya menyesuaikan diri dengan sifat-sifat-Nya yang Abstrak.

Berdasarkan sila tersebut di atas, maka terpeliharalah keserasian antara kebudayaan dan agama, sedemikian rupa sehingga kenyataan Tuhan tercermin pada fenomena alami, pernyataan bahwa di sisi Tuhan kita kenal sebagai agama, sedangkan dari sudut manusia lebih kita kenal sebagai budaya. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti mutlak, bahwa dalam negara Republik Indonesia tidak ada tempat bagi pertentangan dalam hal Ketuhanan atau keagamaan, bagi sikap dan perbuatan anti Ketuhanan atau anti keagamaan, atau pemaksaan agama pada orang lain.

Agama adalah pewartaan sifat-sifat Tuhan yang primordial, sedangkan ilmu pengetahuan adalah pelacakan konsekuensi sifat-sifat demikian, setelah didukung dengan gejala alam. Laju pembangunan dapat mendahului kesiapan batin manusia Indonesia, apabila hubungan organis sila-sila Pancasila tidak segera masuk ke ‘tubuh’ bangsa Indonesia, tidak lagi tersaring melalui sila-sila Pancasila, melainkan menerobos di ‘sela-sela’nya, maka hal ini akan sangat mengkawatirkan kelangsungan hidup bangsa Indonesia yang sangat menjunjung harkat, martabat, dan harga diri bangsa.

Oleh karena itu perlu adanya penekanan keseimbangan kefalsafahan kemanusiaan Indonesia, sebab apabila hal itu tidak dibuat seimbang, maka orang lalu hanya akan menjadi objek pembangunan, bukan lagi sebagai subjek.

padahal pada kenyataannya, sekarang ini manusia modern mulai terancam oleh bahaya dehumnisasi.

Reformasi secara harafiah berasal dari kata reformation yang dapat diartikan sebagai make or become better by removing or putting right what is bad or

Referensi

Dokumen terkait

Dengan dasar Negara Pancasila dan tujuan masyarakat yang adil dan makmur berdasar kan Pancasila, maka tidak dapat tidak, pedoman atau cara-cara guna mencapai

PENDALAMAN MATERI BIDANG STUDI BAB I HAKIKAT FUNGSI DAN TUJUAN PPKN BAB II SUBSTANSI PKN. BAB III PANCASILA

Hakikat pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. :al ini sebagaimana tertuang dalam sila

Pancasila disebut sebagai ideologi negara karena Pancasila telah memenuhi unsur-unsur keyakinan hidup, tujuan hidup, cara-cara yang dipilih untuk mencapai tujuan

3. Tentang watak pengetahuan manusia. Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu

Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan Negara Republik Indonesia. Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan Negara Republik Indonesia. Maka

Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional memiliki arti bahwa segala aspek pembangunan nasional harus berlandaskan nilai-nilai Pancasila.Pancasila dijadikan sebagai paradigma