• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landasan Filosofis Pendidikan Pragmatisme dan Pendidikan Nasional (Pancasila)

N/A
N/A
Jihan Aura Lestari

Academic year: 2023

Membagikan "Landasan Filosofis Pendidikan Pragmatisme dan Pendidikan Nasional (Pancasila)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

LANDASAN PENDIDIKAN

“Landasan Filosofis Pendidikan Pragmatisme dan Pendidikan Nasional (Pancasila)”

Makalah Ini Dibuat Sebagai

Tugas Pada Mata Kuliah Landasan Pendidikan Dosen Mata Kuliah : Ika Suartika, M.Pd

Oleh

Kelompok 6 :

1. ()

2. ()

3. ()

4. ()

5. Jihan Aura Lestari (201102030770)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji dan syukur atas rahmat Allah SWT. yang senantiasa melimpahkan berkah‚ rahmat‚ taufik‚ serta hidayah-Nya sehinga kami dapat menyelesaikan Makalah ini. Makalah ini dibuat berdasarkan dari beberapa sumber. Makalah ini disusun sebagai tugas pada mata kuliah Landasan Pendidikan. Pada kesempatan kali ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Ibu Umi Fatonah, M.Pd. selaku Kepala Program Studi Teknologi Pendidikan 2. Ibu Ika Suartika, M.Pd. selaku Dosen Mata Kuliah Landasan Pendidikan 3. Orang tua Penulis yang selalu mendukung pembelajaran dalam perkuliahan 4. Teman-teman yang selalu mendukung satu sama lain dalam pembelajaran.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan maupun kesalahan dalam pembuatan makalah ini‚ oleh karena itu Penulis mengharapkan masukan atau kritik beserta saran yang bersifat membangun di masa mendatang. Akhir kata kami memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, 11 Oktober 2023

Kelompok 6

(3)
(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan unsur kunci dalam perkembangan individu dan masyarakat.

Landasan filosofis pendidikan menjadi aspek penting dalam memahami tujuan, nilai, prinsip, dan metode pendidikan. Filosofi pendidikan memberikan kerangka konseptual yang mendalam untuk memahami dan merumuskan prinsip-prinsip dasar yang membentuk proses pendidikan. Di sinilah peran penting pendidik untuk belajar dan memahami landasan filosofis pendidikan.

Pendidik adalah aktor utama dalam proses pendidikan. Mereka adalah orang-orang yang berinteraksi langsung dengan peserta didik, merancang kurikulum, dan mengimplementasikan metode pengajaran. Oleh karena itu, pemahaman mereka tentang landasan filosofis pendidikan memiliki dampak signifikan pada bagaimana pendidikan diselenggarakan. Seiring dengan perubahan zaman dan dinamika masyarakat, pendidik perlu terus-menerus belajar dan memahami landasan filosofis pendidikan sebagai landasan yang relevan dan berkelanjutan. Ada beberapa alasan kuat mengapa penting bagi pendidik untuk belajar dan memahami landasan filosofis pendidikan: 1) Mengarahkan Praktek Pendidikan; 2) Refleksi dan Peningkatan Diri; 3) Menyediakan Dasar untuk Pengambilan Keputusan; 4) Menghadapi Tantangan Kontemporer; dan 5) Mengembangkan Pemikiran Kritis dan Etika.

Dalam konteks yang terus berubah ini, pendidik perlu memiliki pemahaman yang mendalam tentang landasan filosofis pendidikan, mulai dari filsafat pendidikan klasik hingga pendekatan kontemporer. Pendidik yang mampu mengintegrasikan prinsip-prinsip filosofis dalam praktik pendidikan mereka dapat berperan sebagai pemimpin dalam merumuskan masa depan pendidikan yang lebih baik. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk berkomitmen pada pembelajaran dan pemahaman yang berkelanjutan terhadap landasan filosofis pendidikan. Berdasarkan penjelasan tersebut sesuai dengan hadis di bawah ini :

ْنَسَحْلا ْوُبَا ُهاَوَر) اْوُلّمَعَت ىّتَح ِمْلِعْلا ِعْمَجِب ًءاَزَج ِتْؤُت َل ِاَوَف ْمُتْئِش اَم ِمْلِعْلا َنِم اْوُمّلَعَت)

(5)

“Belajarlah kalian semua atas ilmu yang kalian inginkan, maka demi Allah tidak akan diberikan pahala kalian sebab mengumpulkan ilmu sehingga kamu mengamalkannya. (HR.

Abu Hasan)

B. Rumusan Masalah

1. Apa konsep landasan filsafat pendidikan pragmatisme, dan pendidikan nasional (Pancasila)?

2. Bagaimana implikasi konsep filsafat umum dari masing-masing aliran tersebut terhadap konsep pendidikannya?

C. Tujuan

1. Untuk memahami hakikat realitas, manusia, pengetahuan dan nilai menurut pragmatisme, dan pendidikan nasional (pancasila)

2. Untuk memahami implikasi terhadap konsep pendidikannya meliputi tujuan pendidikan, isi atau kurikulum pendidikan, metode pendidikan, serta peranan pendidik dan peserta didik.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Landasan Filosofis Pendidikan Pragmatisme

Pragmatisme berasal dari dua kata yaitu pragma dan isme. Pragma berasal dari bahasa Yunani yang berarti tindakan atau action. Sedangkan pengertian isme sama dengan pengertian isme – isme yang lainnya yang merujuk pada cara berpikir atau suatu aliran berpikir. Dengan demikian filsafat pragmatisme beranggapan bahwa fikiran itu mengikuti tindakan.

Pragmatisme menganggap bahwa suatu teori dapat dikatakan benar apabila teori itu bekerja.

Ini berarti pragmatisme dapat digolongkan ke dalam pembahasan tentang makna kebenaran atau theory of truth. Hal ini dapat kita lihat dalam buku William James yang berjudul The Meaning of Truth.

Dalam pandangan landasan filosofis pendidikan pragmatisme sebagai berikut : a. Metafisika

Pragmatisme seluruhnya berdekatan pada pendekatan empiris yaitu semua apa yang dapat dirasakan itu benar artinya akal, jiwa, dan materi adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. Karena itu para cendekiawan pragmatism tidak pernah mendasarkan satu hal kebenaran. Dan menurut mereka pengalaman yang di alami di setiap manusia akan berubahjika realita manusia itu berubah.

Realita bukanlah hal yang abtrak dan hanya pengalaman biasa yang dapat berubah- ubah dan terus berubah seiring berjalannya waktu.setiap manusia mempunyai tanggung jawab atas lingkungan dan realitas hidup akan lebih indah jika kita sebagai manusia banyak mempelajari isu makna yang terkan ung dalam realitas kehidupan.

Tema pokok filsafat pragmatism :

(7)

1. Esensi realitas adalah perubahan

2. Hakikat social dan biologis manusia yang esensial 3. Nilai suatu realitas

4. Penggunaan intergrasi secara terus menerus

Pragmatisme menyetujui bahwa pendapat-pendapat manusia adalah tolak ukur segala tujuan dan alat pendukung harus terbuka untuk diperbaiki secara terus menerus.

b. Epistemologi

Corak dari pragmatisme adalah konsep kegunaan. Mengarah kepada sains dan bukan metafisik. Dan pragmatisme cenderung kepada kepercayaan. Hal yang perlu di ketahui oleh

pragmatisme adalah bersifat pribadi dan tidak diberitakan, dan jika ada hal yang sangat dibutuhkan untuk di beritakan, maka harus diberitakan akan tetapj tidak ada yang sepihak

hingga kebenaran akan selalu bersifat valid dan jujur.

Pragmatisme mengklaim bahwasannya manusia selalu mempunyai rasa keinginan untuk meneliti dan tidak mau menerima suatu produk yang belum teruji. Untuk memecahkan masalah manusia harus memiliki penagalam pengalaman dalam meneliti dan memiliki alat guna mencari sebuah solusi dari akar masalah-masalah penelitian.

c. Aksiologi

Pandangan pragmatisme tentang nilai itu adalah relatif atau situasional. Kaidah moral dan etika itu tidak tetap, selalu berubah sesuai situasi, waktu, tempat, persepsi masyarakat dan juga pengaruh kemajuan IPTEK. Pendekatan pragmatisme terhadap nilai benar salah, baik buruk itu didasarkan pada kemanfaatan dalam kehidupan masyarakat dan bukan didasarkan pada teori.

Berbicara tentang suatu aliran tertentu, kita tidak lepas dari siapa pencetus Pragmatisme di Amerika Serikat, serta tokoh-tokohnya yang berpengaruh. Ini berarti bahwa kita di bawa untuk melihat siapa pencetus dan tokoh-tokoh lainnya. Pencetus aliran

(8)

pragmatisme di Amerika Serikat dimulai dari C.S. Peirce (1839-1914), John Dewey (1859 – 1952) dan William James.

B. Implikasi Filosofis Pragmatisme terhadap Pendidikan a) Guru atau Pendidik

Guru menurut pragmatisme bukanlah guru dalam pengertian tradisionil.

Yakni, ia bukan seseorang yang tahu apa yang dibutuhkan siswa di masa depan dan oleh karenanya mempunyai fungsi memberi/menanamkan seperangkat pengetahuan esensial kepada siswa. Untuk satu hal, kaum pragmatis mengaku, tak seorangpun tahu apa yang siswa butuhkan sejak ia hidup di dunia yang berubah secara terus-menerus.

Pendidik atau guru berperan mengaktifkan peserta didiknya agar memiliki kemampuan berkomunikasi, berdialog dengan orang lain, utamanya di kelas, baik dengan pendidiknya, maupun dengan sesama peserta didik tentang berbagai hal sebagai suatu cara mengekspresikan ide-idenya yang diharapkan bermanfaat untuk mengatasi persoalan keseharian.

b) Peserta Didik

Dalam pengamatan John Dewey, ia menemukan bahwa cara anak-anak belajar banyak hal adalah sama dengan orang dewasa, yang berbeda hanyalah informasi yang mereka butuhkan untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka mengerti dalam sudut pandang mereka sendiri. Oleh karena itu, pendidikan menurutnya bukanlah tujuan pada dirinya sendiri, tetapi akan bermakna dalam rangka pemecahan masalah-masalah.

Siswa yang paling muda ‘bermain’ rumah-rumahan, belajar berbagai tugas seperti memasak, menjahit, menggergaji dan memaku kayu dan membuat perabotan.

Tetapi sementara bermain, mereka juga belajar matematika dengan mengukur, menambah dan mengurangi. Mereka juga belajar membaca dengan melihat resep masakan, juga belajar pola dan rencana dalam proses menjahit.

c) Kurikulum

Pragmatisme berkeyakinan mengenai perlunya menempatkan siswa, kebutuhan dan minatnya sebagai sesuatu yang sentral. Mata pelajaran, mereka claim, seharusnya dipilih dengan mengacu pada kebutuhan siswa. Selain itu, kurikulum seharusnya tidak dibagi ke dalam bidang mata pelajaran yang bersifat membatasi dan tak wajar. Kurikulum mestinya lebih dibangun di unitunit yang wajar yang timbul dari pertanyaan-pertanyaan yang mendesak dan pengalaman-pengalaman siswa. Unit-unit

(9)

studi yang spesifik mungkin bervariasi dari kelas 4 dan berikutnya, tapi ideanya adalah bahwa mata pelajaran sekolah yang tradisionil (seni, sejarah, matematika, membaca, dan lain-lain) dapat disusun ke dalam teknik problem solving yang berguna untuk menumbuhkan rasa ingin tahu siswa untuk belajar materi-materi tradisionil sebagaimana mereka bekerja pada problemproblem atau isu-isu yang telah menarik mereka di dalam pengalaman sehari-hari.

G. Landasan Filsafat Pendidikan Nasional (Pancasila)

Pancasila sebagai sumber dari segala gagasan mengenai wujud bangsa dan sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal dari setiap keputusan dan tindakan dalam Mengacu pada Sadulloh (2012 : 193-196), menyebutkan bahwa kajian filsafat terhadap Pancasila berangkat dari pemahaman tentang lapangan filsafat yang mencakup metafisika, epistemologi, dan aksiologi. Metafisika berkenaan dengan sila pertama, yakni Ketuahan Yang Maha Esa merupakan asas dan sumber dari segala eksistensi kehidupan dan kesemestaan. Ketuhanan bersifat supranatral dan transedental, yang dihayati oleh manusia dengan hati nurani. Demikian juga Tuhan sebagai prema causa sumber dari segala sumber segalanya ini. Selanjutnya sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, yang mana bangsa Indonesia memiliki ciri yang khas, yakni adil dan beradab. Adil dan beradab ditunjukkan dalam perilaku yang tidak hanya mementingkan kepentingan jasmani saja, akan tetapi juga mengutamakan kepentingan rohani. Berikutnya adalah sila Persatuan Indonesia, pada hakikatnya bangsa Indonesia terdiri dari beragam suku, adat, tradisi, budaya, agama, kepercayaan dan yang lainnya, akan tetapi semuanya itu adalah satu kesatuan. Sila keempat, yaitu Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan menunjukkan kebersamaan dalam memecahkan persoalan atas dasar musyawarah dan mufakat. Sila terakhir adalah Keadilan Sosial Bagi pendidikan. Dengan kata lain, Pancasila sebagai sumber sistem nilai dalam pendidikan.

Kajian epistemologi secara keseluruhan menyebutkan bahwa manusia secara kodrati memiliki potensi untuk pengetahuan, mengolahnya dan mengembangkannya.

Demikian juga manusia berusaha mencari pengetahuan dan kebenaran, yang dapat diperolehnya melalui berbagai sumber.

Kajian aksiologi didasarkan pada nilai etika dan estetika. Dari segi etika, Pancasila merupakan seperangkat nilai sebagai landasan dalam berkehidupan. Dari

(10)

dalam berperilaku, dan merupakan norma-norma kehidupan yang harus dilaksanakan.

Dengan Ketuhanan Yang Maha Esa didalamnya terkandung makna akan nilai-nilai ketuhanan yang diberikan tempat yang agung. Sila ini sekaligus mendidik masyarakat agar tunduk kepada Tuhan dengan agama yang dianutnya masing-masing. Selanjutnya dengan sila Kemanusiaan merupakan hakikat manusia yang dapat dipandang dari segi moral. Perbuatan yang baik bagi kepentingan kemanusiaan dinamakan perbuatan berperikemanusiaan. Sila ketiga Persatuan Indonesia, yang mana persatuan dan kesatuan merupakan senjata yang kuat untuk memepertahankan kemerdekaan dan persatuan ini sangat erat dengan ajaran moralitas. Sila keempat Kerakyatan, dimana nilai kehidupan hendaknya didasari oleh kepentingan rakyat dan hidup berdemokrasi.

Sila terakhir Keadilan Sosial, yang mana keadilan itu sendiri adalah tuntutan dari hati nurani rakyat.

H. Implikasi Landasan Filosofis Pancasila terhadap Pendidikan a) Tujuan Pendidikan

Pandangan Pancasila tentang hakikat realitas, manusia, pengetahuan dan hakikat nilai mengimplikasikan bahwa pendidikan seyogyanya bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertangung jawab. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 3 UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan tersebut hendaknya kita sadari betul, sehingga pendidikan yang kita selenggarakan bukan hanya untuk mengembangkan salah satu potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu saja, bukan hanya untuk terampil bekerja saja, dsb., melainkan demi berkembangnya seluruh potensi peserta didik dalam konteks keseluruhan dimensi kehidupannya secara integral.

b) Kurikulum

Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a) peningkatan iman dan takwa; b) peningkatan akhlak mulia; c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f) tuntutan dunia kerja; g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h) agama;

I)dinamika perkembangan global; dan J) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana

(11)

dimaksud di atas diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 36 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).

c) Pendidik dan Peserta Didik

Ada berbagai peranan pendidik dan peserta didik yang haruis dilaksanaknya, namun pada dasarnya berbagai peranan tersebut tersurat dan tersirat dalam semboyan: “ing ngarso sing tulodo” artinya pendidik harus memberikan atau mejadi teladan bagi peserta didiknya;“ing madya mangun karso”, artinya pendidik harus mampu membangun karsa pada diri peserta didiknya; dan“tut wuri handayani” artinya bahwa sepanjang tidak berbahaya pendidik harus memberi kebebasan atau kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan landasan filosofis dari aliran realisme, idealisme, pragmatisme, dan pancasila di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa landasan filosofis penting untuk dipelajari

(12)

dan dipahami oleh para pendidik serta masyarakat luas, agar arah tujuan pendidikan dapat tercapai, menyesuaikan kebudayaan masyarakat di suatu negara, dan lain-lain.

Setiap landasan filosofis memiliki banyak aliran, namun yang lebih banyak dibahas adalah aliran idealisme, realisme, pragmatisme, dan pancasila, yang termasuk simbol semboyan negara Indonesia. Hal tersebut juga yang memunculkan berbagai impilkasi dari aliran landasan filosofis dalan bidang pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Giri, I Putu Agus Aryatna, dkk. 2021. Pancasila Sebagai Landasan Filosofis Pendidikan Nasional.

Jurnal

Filsafat : Sanjiwani Vol. 12 No. 1.

(13)

Cahyani, Ni Made Mira dan Ni Wayan Eva Damayanti. 2022. Unsur-Unsur dan Filosofis Pendidikan.

Seminar Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya.

Landasan Filosofis Pendidikan. 2015. (link : https://eduarduslebe.blogspot.com/2015/11/landasan- filosofis- pendidikan.html) diakses pada tanggal 11 Oktober 2023.

Referensi

Dokumen terkait

Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berurat akar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia.pancasila

Landasan filosofis mengarahkan kita pada pandangan atau gambaran pendidikan sepertia apa yang akan kita tuju,tentunya dengan melihat filsafat negara (pancasila)

Pembahasan melingkupi berbagai pandangan filosofis menurut Islam dan Barat tentang hakikat manusia, ilmu pengetahuan, kebenaran, dan nilai serta berbagai aliran filsafat

Landasan filosofis adalah kurikulum yang didasarkan pada pandangan-pandangan hidup, apakah pandangan hidup sebagai suatu bangsa, atau sebagai suatu masyarakat, atau

Landasan filosofis pendidikan bersifat normatif atau preskriptif, sebab landasan filosofis pendidikan tidak berisi konsep-konsep tentang pendidikan apa

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk membahas landasan filosofis dari pendidikan di Indonesia itu sendiri, karena landasan filosofis adalah

Daftar Isi KATA PENGANTAR v DAFTAR ISI vii UNIT 1 HAKIKAT PENDIDIKAN PANCASILA 1 Pendahuluan 1 1.1 Konsep dan Urgensi Pendidikan Pancasila 3 1.2 Visi dan Misi Pendidikan Pancasila

Beberap hal akan disajikan dalam artikel ini sebagai tujuannya yaitu dasar kerangka konseptual pendidikan kewarganegaraan di sekolah menengah berdasarkan landasan filosofis, landasan