MAKALAH
RUTE PEMBERIAN OBAT
Disusun oleh:
Nama : Ariqah Rafifah Aurellia
Nim : 08061282429051
Kelas/Shift : A/A
Dosen Pembimbing : Dina Permata Wijaya, M.Si., Apt
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Rute Pemberian Obat” dengan baik. Makalah ini disusun sebagai bagian dari tugas mata kuliah Dispensing semi-solid.
Dalam penyusunan dan penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Atas bantuan, petunjuk dan kerja sama yang tidak ternilai harganya, penulis ucapkan terima kasih. Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai rute dalam pemberian obat.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah yang dibuat masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa maupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan ketersediaan pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan di masa yang mendatang.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan pemahaman yang lebih baik mengenai rute pemberian obat. Semoga informasi yang disajikan dapat bermanfaat bagi pembaca dan mendorong diskusi lebih lanjut tentang hal ini.
Indralaya, November 2024
Penulis
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...2
BAB I PENDAHULUAN...4
1.1 Latar belakang...4
1.2 Rumusan Masalah... 4
1.3 Tujuan...5
1.4 Manfaat...5
BAB II PEMBAHASAN...6
2.1 Obat dan Rute Pemberian Obat...6
2.2 Rute Pemberian Obat Melalui Saluran Cerna...6
2.3 Rute Pemberian Obat Topikal...9
2.4 Rute Pemberian Obat Per Rektal...12
2.5 Rute Pemberian Obat Secara Inhalasi...13
2.6 Rute Pemberian Obat Secara Suntikan...13
BAB III PENUTUP...16
3.1 Kesimpulan...16
DAFTAR PUSTAKA... 17
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
Apoteker memegang peranan yang sangat penting dalam menjamin keamanan, efektivitas, dan kualitas terapi obat yang diberikan kepada pasien.
Sebagai tenaga kesehatan yang memiliki keahlian khusus dalam ilmu farmasi, apoteker bertanggung jawab tidak hanya dalam pengelolaan obat, tetapi juga dalam memastikan bahwa pasien menerima obat yang tepat dengan cara pemberian yang sesuai untuk mencapai hasil terapeutik yang optimal.
Rute pemberian obat merupakan aspek kunci dalam terapi farmakologis yang seringkali menjadi pertimbangan utama apoteker dalam proses penyiapan dan penyerahan obat. Pemilihan rute pemberian obat dapat memengaruhi bioavailabilitas, onset kerja, durasi efek, serta potensi efek samping yang muncul. Sebagai contoh, rute oral mungkin paling umum dan nyaman bagi pasien, tetapi ada situasi klinis tertentu yang menuntut penggunaan rute alternatif seperti parenteral (injeksi), transdermal, atau inhalasi, terutama pada kondisi di mana pemberian obat secara oral tidak efektif atau tidak memungkinkan.
Pemahaman mendalam tentang farmakokinetika (bagaimana tubuh menyerap, mendistribusikan, memetabolisme, dan mengeluarkan obat) serta farmakodinamik (bagaimana obat mempengaruhi tubuh) melalui berbagai rute pemberian sangat penting bagi apoteker. Keputusan terkait pemilihan rute pemberian obat harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti jenis obat, kondisi fisiologis pasien, interaksi obat, serta kenyamanan dan kepatuhan pasien dalam menjalani terapi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menentukan rute pemberian obat yang tepat?
2. Mengapa rute pemberian obat merupakan hal yang penting?
3. Apa yang dapat terjadi jika terdapat kesalahan dalam rute pemberian obat?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui cara menentukan rute pemberian obat yang tepat.
2. Memahami kepentingan rute pemberian obat.
3. Mengetahui situasi yang akan terjadi jika terdapat kesalahan dalam rute pemberian obat.
1.4 Manfaat
1. Dapat melakukan pemberian dan penangan obat secara maksimal.
2. Dapat meminimalisir efek samping dari pemberian obat.
3. Peningkatan efektifitas terapi obat.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Obat dan Rute Pemberian Obat
Preparat Obat adalah senyawa atau campuran senyawa untuk mengurangi gejala atau menyembuhkan penyakit.Untuk menghasilkan efek, suatu obat harus terdapat dalam kadar yang tepat pada tempat obat itu bekerja. Untuk mencapai tempat kerja, suatu obat harus melewati berbagai membran sel tubuh. Respons yang diinginkan dari suatu obat biasanya berkaitan dengan kadar obat pada tempat kerjanya sehingga tujuan terapi adalah mempertahankan kadar obat yang cukup pada tempat kerja obat tersebut. Dalam praktiknya, sangat sulit untuk mengukur kadar obat pada tempat kerja, dan akan lebih mudah mengukur kadar obat dalam plasma darah, dan menghubungkan kadar obat dalam plasma dengan respons yang diperoleh. Jadi, dapat dikatakan bahwa tujuan terapi dengan pemberian obat adalah untuk mempertahankan kadar obat yang cukup dalam darah yang akan memberikan hasil pengobatan yang kita inginkan (Rahardjo, 2009).
Absorpsi obat adalah gerakan suatu obat dari tempat pemberian masuk ke dalam aliran darah. Untuk obat-obat tertentu harus mengalami transpor aktif untuk melewati membran biologik guna mencapai aliran darah. Obat dibuat dalam bentuk sediaan yang berbeda-beda untuk pemberian per oral (lewat mulut), parenteral (suntikan) maupun topikal (Septikasari, 2018). Ada dua kategori umum rute pemberian obat yaitu enteral, yang memanfaatkan saluran pencernaan, dan parenteral, yang tidak. Pada setiap rute pemberian memperlihatkan besar biovailabilitas yang berbeda (Lestari dkk., 2017).
2.2 Rute Pemberian Obat Melalui Saluran Cerna 1. Sublingual
absorpsi obat langsung melalui rongga mulut kadang-kadang diperlukan bilamana respons yang cepat sangat diperlukan, terutama bila obat tersebut tidak stabil pada keadaan pH lambung atau dimetabolisme hati secara cepat.
Contoh obat yang diberikan secara sublingual adalah gliseril trinitrat yang diberikan untuk mengatasi serangan angina pektoris. Obat tersebut diabsorpsi langsung dari rongga mulut masuk ke sirkulasi umum tanpa melalui sistem portal hati sehingga menghindari first-pass metabolism.
Namun sayangnya, obat-obat yang mempunyai berat molekul yang tinggi tidak dapat diabsorpsi dengan cara sublingual. Sebenarnya, cara ini akan sangat bermanfaat untuk pemberian insulin dan peptida-peptida lainnya (Rahardjo, 2009).
2. Per oral
Sebagian besar obat diberikan melalui mulut dan ditelan. Beberapa obat (misal, alkohol dan aspirin) dapat diserap secara cepat dari lambung, tetapi kebanyakan obat diabsorpsi sebagian besar pada usus halus. Pengukuran- pengukuran yang dilakukan terhadap absorpsi obat, baik secara in vivo maupun secara in vitro, menunjukkan bahwa mekanisme dasar absorpsi obat melalui usus halus adalah difusi pasif, kecepatan transfer obat ini ditentukan oleh derajat ionisasi dan kelarutan obat dalam lipid (Rahardjo, 2009).
Bentuk sediaan obat oral antara lain:
a. Tablet, obat serbuk yang dipadatkan atau dicetak dalam bentuk padat.
Tablet biasa untuk pemberian per oral dapat dihancurkan jika pasien mengalami kesulitan menelan. Beberapa tablet memiliki tanda berupa garis pada bagian tengah yang dapat mempermudah pada saat tablet dipatahkan menjadi setengah bagian. Tablet tidak bertanda tidak disarankan untuk dipatahkan karena pembagian dosis dapat tidak rata.
Gambar 2.1 tablet tidak bertanda
b. Tablet salut merupakan tablet yang biasanya dilapisi (gula) sehingga rasa obat yang pahit tidak terasa dan obat lebih mudah ditelan karena lapisannya lebih licin. Jika perlu tablet jenis ini dapat dihancurkan.
Gambar 2.2 tablet salut
c. Kapsul adalah wadah gelatin yang digunakan untuk menyinipan obat dalam bentuk padat atau cair. Kapsul berfungsi untuk memudahkan pasien meminum obat dan menjaga kestabilan obat. Jika pasien kesulitan menelan. bidan dapat membuka kapsul dan memberikannya bersama cairan pelarut.
Gambar 2.3 kapsul
d. Sirup, larutan gula air yang dapat menyembunyikan rasa obut. Beberapa sirup obat untuk anak-anak mendapat tambahan perasa, hal ini berujuan agar anak-anak lebih mudah dalam meminum obat.
Gambar 2.4 sirup obat
e. Bubuk, obat kering dan sangat halus yang harus dilarutkan sesuai dengan petunjuk. Setelah dilarutkan dalam cairan pelarut disebut dengan suspensi. Suspensi adalah purtikel-partikel padat suatu obat yang terdispresi di dalam air. Jika dibiarkan obat akan terpisah dengan larutan pelarut (mengendap) sehingga obat harus dikocok sebelum diberikan (Septikasari, 2018).
Gambar 2.5 sirup kering 2.3 Rute Pemberian Obat Topikal
Pemberian obat secara topikal adalah pemberian obat secara lokal dengan cara mengoleskan obat pada permukaan kulit atau membran area mata, hidung, lubang telinga, vagina dan rectum. Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topikal pada kulit adalah obat yang berbentuk krim, lotion, atau salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan melakukan perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala gangguan kulit yang terjadi (contoh: 79 lotion). Pemberian obat topikal pada kulit terbatas hanya pada obat-obat tertentu karena tidak banyak obat yang dapat menembus kulit yang utuh.
Keberhasilan pengobatan topikal pada kulit tergantung pada: umur, pemilihan agen topikal yang tepat, lokasi dan luas tubuh yang terkena atau yang sakit, stadium
penyakit, konsentrasi bahan aktif dalam vehikulum, metode aplikasi, penentuan lama pemakaian obat, penetrasi obat topikal pada kulit. (Florence, 2022).
1. Pemberian Obat Topikal pada Kulit
Menyiapkan dan memberikan obat secara lokal kepada pasien pada kulit, baik dalam bentuk padat (obat salep) maupun dalam bentuk cair (minyak, bethadine), dengan menggosokkan pada kulit yang mengalami gangguan tertentu, ataupun dengan bentuk serbuk, dengan pertimbangan keadaan pasien.
Gambar 2.6 Bethadine Tujuan Pemberian obat topikal pada kulit adalah:
1) Mencegah dan mengobati penyakit.
2) Mengurangi rasa sakit daerah tertentu.
3) Mengobati dengan cepat.
4) Menghilangkan rasa nyeri.
5) Untuk memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut (Florence, 2022).
2. Pemberian Obat Topikal Pada Mata
Menyiapkan dan memberikan obat kepada pasien melalui mata, diberikan dalam bentuk cair/tetes dan salep. Tujuan pemberian obat pada mata adalah:
1) mengobati gangguan pada mata,
2) mengurangi rasa sakit, menimbulkan reaksi yang cepat.
3) Mencegah dan mengobati penyakit/rasa sakit, 4) Menghilangkan penyebab sakit,
5) mendilatasi pupil pada pemeriksaan struktur internal mata, 6) melemahkan otot lensa mata pada pengukuran refraksi mata, dan
7) mencegah kekeringan pada mata (Florence, 2022).
Gambar 2.7 Obat tetes mata 3. Pemberian Obat Topikal Pada Telinga.
Tindakan menyiapkan dan memberikan obat kepada pasien pada telinga melalui kanal eksternal, berupa tetesan sesuai anjuran dokter, bertujuan untuk:
1) Untuk memberikan effek terapi lokal (mengurangi peradangan, membunuh organisme penyebab infeksi pada kanal telinga eksternal).
2) Menghilangkan nyeri,
Untuk melunakkan serumen agar mudah untuk diambil (Florence, 2022).
Gambar 2.8 Obat tetes telinga 4. Pemberian Obat Topikal Pada Hidung
Sediaan obat topikal umumnya dalam bentuk tetes untuk mengobati keluhan dari hidung. Tujuan pemberian obat untuk mengencerkan sekresi dan memfasilitasi drainase dari hidung. serta mengobati infeksi dari rongga hidung dan sinus. Bentuk/sediaan obat yang dapat diberikan melalui rute topikal antara lain:
a. Lotion, Lotion ini mirip dengan shake lotion tapi lebih tebal dan cenderung lebih emollient di alam dibandingkan dengan shake lotion.
Lotion biasanya terdiri dari minyak dicampur dengan air, dan tidak memiliki kandungan alkohol. Bisanya lotion akan cepat mengering jika mengandung alkohol yang tinggi.
b. Shake lotion. Shake lotion merupakan campuran yang memisah menjadi dua atau tiga bagian apabila didiamkan dalam jangka waktu tertentu. Minyak sering dicampur dengan larutan berbasis air. Perlu dikocok terlebih dahulu sebelum digunakan.
c. Cream. Cream adalah campuran yang lebih tebal dari lotion dan akan mempertahankan bentuknya apabila dikeluarkan wadahnya. Cream biasanya digunakan untuk melembabkan kulit. Cream memiliki risiko yang signifikan karena dapat menyebabkan sensitifitas imunologi yang tinggi. Cream memiliki tingkat penerimaan yang tinggi oleh pasien.
Cream memiliki variasi dalam bahan, komposisi, pH, dan toleransi antara merek generik
d. Salep, Salep adalah sebuah homogen kental, semi-padat, tebal, berminyak dengan viskositas tinggi, untuk aplikasi eksternal pada kulit atau selaput lendir Salep digunakan sebagai pelembaban atau perlindungan, terapi, atau profilaksis sesuai dengan tingkat oklusi yang diinginkan.Salep digunakan pada kulit dan selaput lendir yang terdapat pada mata (salep mata), vagina, anus dan hidung Salep biasanya sangat pelembab, dan baik untuk kulit. kering selain itu juga memiliki risiko rendah sensitisasi akibat beberapa bahan minyak atau lemak (Florence, 2022).
2.4 Rute Pemberian Obat Per Rektal
Pemberian obat secara rektal dapat dipakai baik untuk mendapatkan suatu efek lokal maupun untuk suatu efek sistemik. Obat-obat yang diabsorpsi melalui rektum masuk ke sirkulasi sistemik tanpa melalui hepar (misalnya progesteron dan testosteron). Alasan lain memberikan obat per rektal adalah untuk menghindari efek iritasi obat pada lambung (misalnya, obat-obat anti- ntuk
pende radang). Cara ini juga dapat digunakan untuk penderita yang muntah- muntah atau penderita yang tidak bisa menelan pil. Absorspsi obat melalui rektum ini sering bersifat tidak teratur dan tidak sempurna, serta banyak juga obat yang mengiritasi mukosa rektum.
2.5 Rute Pemberian Obat Secara Inhalasi
Cara inhalasi ini digunakan untuk obat-obat anestesi yang mudah meng- uap dan gas anestesi. Untuk obat-obat ini, paru-paru berfungsi sebagai tempat pemberian dan sekaligus tempat eliminasi obat. Pertukaran obat yang cepat di paru ini dimungkinkan karena adanya permukaan paru yang luas dan vaskularisasi yang luas pula. Obat-obat yang digunakan untuk mendapatkan efeknya pada paru juga diberikan dengan inhalasi (Rahardjo, 2009).
Obat-obat bronkodilator, seperti isoprenalin atau salbutamol, diberikan sebagai aerosol sehingga dengan cara inhalasi ini diper- oleh kadar yang tinggi pada paru dan mengurangi timbulnya efek samping obat. Walaupun diinginkan bekerja lokal pada paru saja, obat-obat inhalasi ini biasanya dengan cepat diabsorpsi masuk ke sirkulasi sistemik sehingga efek samping, seperti takikardi, sering ditemukan setelah pemberian isopren- alin inhalasi. Obat anestesi lokal yang disemprotkan ke dalam bronkus untuk persiapan bronkoskopi sering juga menyebabkan hipotensi dan konvulsi sebagai efek samping sistemik yang berbahaya. Kromoglikat, obat anti asma, juga diberikan dengan inhalasi dalam bentuk bubuk kering dengan meng- gunakan inhaler khusus (Rahardjo, 2009).
2.6 Rute Pemberian Obat Secara Suntikan
1. Suntikan intravena. Pemberian obat secara intravena adalah cara pemberian obat yang paling cepat dan paling pasti. Suatu suntikan tunggal intravena akan memberikan kadar obat yang sangat tinggi yang pertama-lama akan mencapai paru-paru dan kemudian ke sirkulasi sistemik. Kadar Kadar puncak obat mencapai jaringan bergantung pada kecepatan suntikan yang harus diberikan secara perlahan-lahan sekali.
Obat-obat yang berupa larutan dalam minyak, atau yang dapat menggumpalkan darah, atau yang dapat menyebabkan hemo lisis darah
tidak boleh diberikan secara intravena. Obat-obat yang diberikan secara intravena antara lain adalah heparin (antikoagulan), lignokain (anti- aritmia), obat anastetik tertentu, ergometrin (oksitoksik), dan diazepam (anti- kejang).
2. Suntikan subkutan. Suntikan subkutan hanya dapat dilakukan untuk obat yang tidak mengiritasi jaringan sebab akan menyebabkan rasa sakit hebat, nekrosis, dan pengelupasan kulit. Absorpsi melalui suntikan subkutan ini dapat pula bervariasi sesuai dengan yang diinginkan.
Misalnya, kecepatan absorpsi insoluble insulin dalam bentuk suspensi lebih lambat dibandingkan dengan preparat insulin yang mudah larut.
Penambahan vasokonstriktor ke dalam larutan obat yang disuntikkan subkutan dapat memperlambat absorpsi obat tersebut. Misalnya, kombinasi obat anestetik lokal dengan adrenalin memperpanjang efek lokal anestetik tersebut karena adrenalin akan menyebab kan vasokonstriksi lokal dan menghambat absorpsi obat anestetik lokal ter- sebut. Absorpsi obat-obat yang diletakkan/ditanamkan di bawah kulit dalam bentuk suatu pelet yang padat terjadi secara lambat sampai beberapa minggu atau beberapa bulan. Misalnya, pada pemberian hormon-hormon yang efektif dengan cara ini. Secara umum, suntikan subkutan memberikan absorpsi obat yang sedikit lebih cepat dibandingkan suntikan intramuskular, tetapi perbeda- annya tidaklah besar.
3. Suntikan intramuskular. Obat-obat dalam larutan air akan di absorpsi cukup cepat setelah penyuntikan intramuskular, bergantung pada banyaknya aliran darah ke tempat suntikan. Umumnya, kecepatan absorpsi setelah penyuntikan muskulus deltoid atau vastus lateralis lebih cepat dibandingkan suntikan pada gluteus maksimus. Kecepatan absorpsi obat lebih lambat lagi bila disuntikkan pada gluteus maksimus wanita karena lebih banyak lemak dibandingkan pria. Absorpsi akan sangat lambat bila obat yang disuntikkan. dalam larutan minyak. Absorpsi dapat dipercepat dengan cara memanaskan atau menggosok-gosok tempat
suntikan yang akan meningkatkan aliran darah dan mempercepat absorpsi obat yang disuntikkan.
4. Suntikan intra-arterial. Kadang kadang obat disuntikkan ke dalam se buah arteri untuk mendapatkan efek yang terlokalisasi pada jaringan atau alat tubuh tertentu. Namun, nilai terapi ini masih belum pasti. Kadang- kadang, obat tertentu juga disuntikkan intra-arterial untuk keperluan diagnosis. Suntik an intra-arterial ini harus dilakukan oleh orang yang memang ahli.
5. Suntikan intratekal. Dengan cara ini, obat langsung disuntikkan kedalam ruang subaraknoid spinal, misalnya untuk anastesi spinal atau pada infeksi SSP yang akut. Suntikan intratekal dilakukan karena banyak obat- obat yang tidak bisa mencapai otak akibat adanya sawar darah otak.
6. Suntikan intraperitoneal. Rongga peritoneum mempunyai permukaan absorpsi yang sangat luas sehingga obat dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik secara cepat. Cara ini banyak dilakukan di laboratorium tetapi jarang dipakai di di klinik karena ada adanya bahaya naya infeksi dan perlengketan peritoneum (Rahardjo, 2009).
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
1. Untuk menentukan rute yang sesuai, berbagai faktor seperti kondisi klinis pasien, jenis obat, serta tujuan terapi perlu diperhatikan dengan cermat. Rute pemberian obat yang tepat akan membantu memastikan obat bekerja optimal, mencapai target dalam tubuh, dan mengurangi risiko efek samping.
2. Pemilihan rute pemberian obat yang tepat merupakan langkah penting dalam mencapai efektivitas terapi bagi pasien. Untuk menentukan rute yang sesuai, berbagai faktor seperti kondisi klinis pasien, jenis obat, serta tujuan terapi perlu diperhatikan dengan cermat. Rute pemberian obat yang tepat akan membantu memastikan obat bekerja optimal, mencapai target dalam tubuh, dan mengurangi risiko efek samping.
3. Kesalahan dalam memilih rute pemberian obat dapat menimbulkan risiko serius, seperti reaksi yang tidak diinginkan atau bahkan komplikasi kesehatan, yang pada akhirnya dapat mengganggu proses penyembuhan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Florence. 2022, Farmakologi Obat-Obat Penting Dalam Pembelajaran Ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan, MNC Publishing, Jakarta, Indonesia.
Lestari, B., dkk. 2017, Buku Ajar Farmakologi Dasar, UB Press, Malang, Indonesia.
Rahardjo, R., 2009, Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed.2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Indonesia.
Septikasari, M., 2018, Konsep Dasar Pemberian Obat Untuk Bidan, STIKES Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap, Cilacap, Indonesia.