1 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika merupakan Bahasa ataupun kata dari Bahasa Yunani, yaitu ethos atau taetha yang artinya adalah adat istiadat, tempat tinggal, ataupun kebiasaan. Pengertian yang paling khusus atau mendasar, etika merupakan satu kesatuan yang terdapat pada nilai pribadi yang digunakan untuk mengambil sebuah keputusan apa yang paling tepat atau apa yang paling benar, dalam keadaan tertentu, membuat keputusan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi. Pengertian etika sering juga disebut sebagai moralitas dan itu merupakan aspek dari etika yang disebut sebagai
“integritas individu”.
Dalam kehidupan setiap individu pasti selalu dihadapkan pada sebuah pilihan dan harus membuat keputusan. Sebagai contoh, para pemimpin Perusahaan harus membuat keputusan terkait tujuan di dalam suatu organisasi, output seperti jasa ataupun produk apa yang akan di produksi, bagaimana cara bentuk kerjasama dan membuat suatu usaha untuk mengatur dan menyelaraskan peraturan, rencana dan Tindakan dalam seluruh unit kegiatan dan sebagainya, termasuk manajer tingkat menengah sampai ke bawah.
Bagaimanapun dengan profesi akuntan yang sering dihadapkan pada beberapa alternatif pilihan yang melintas dalam pikirannya. Sebagai seorang akuntan professional harus mampu bekerja sesuai dengan prinsip dan aturan-aturan yang berlaku. Akuntan juga harus bertindak dengan etika yang baik dalam melaksanakan tugasnya di dunia pekerjaan.
Ketika suatu permasalahan tertentu dihadapi oleh seorang akuntan professional, akuntan dituntut untuk bisa melihat permasalahan dari beberapa sudut pandang yang berbeda. Akuntan diharapkan dapat memberikan saran, rekomendasi atau solusi yang dapat memecahkan permasalahan tersebut dengan hasil keputusan yang tidak merugikan orang lain atau menguntungkan beberapa pihal saja. Namun sebelum akuntan dapat menerapkan cara-cara tersebut, akuntan harus mengetahui terlebih dahulu teori-teori apa saja yang dapat membantu dalam mengambil sebuah keputusan bijak dengan etika yang baik. Diperlukan suatu pembahasan mengenai berbagai macam teori etika dan bagaimana mengembangkan suatu kerangka keputusan secara keseluruhan yang praktis berdasarkan pada upaya untuk mengambil suatu tindakan yang diusulkan akan mempengaruhi pemangku kepentingan untuk mengambil suatu keputusan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Etika?
2. Teori apa saja yang termasuk kedalam teori etika?
3. Bagaimana pengambilan keputusan beretika?
2 2. PEMBAHASAN
2.1 Teori Etika dan Pengambilan Keputusan Beretika 2.1.1 Etika dan Moral
konsep etika dan moral adalah mengeksplorasi hubungan antara keduanya, dan mengulas implikasinya dalam pengambilan keputusan. Etika mencakup prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang membimbing perilaku manusia, sedangkan moral adalah aplikasi konkret dari nilai-nilai tersebut dalam tindakan sehari-hari. Diskusi ini akan membantu memahami pentingnya etika dan moral dalam konteks pengambilan keputusan.
Etika dan moral adalah dua konsep yang sering digunakan secara bergantian, tetapi keduanya memiliki makna yang berbeda namun saling terkait dalam konteks norma dan perilaku manusia. Etika adalah studi tentang prinsip-prinsip yang membimbing tindakan manusia, sedangkan moral adalah penerapan konkret dari nilai-nilai etika dalam kehidupan sehari-hari. Paper ini akan menjelaskan perbedaan antara etika dan moral, menggali hubungan antara keduanya, dan menguraikan bagaimana pemahaman etika dan moral dapat memengaruhi pengambilan keputusan.
2.1.2 Definisi Etika dan Moral:
• Etika: Etika adalah disiplin ilmu yang membahas apa yang dianggap baik dan benar dalam perilaku manusia. Ini melibatkan eksplorasi dan analisis prinsip-prinsip moral yang
membentuk pandangan nilai individu dan masyarakat.
• Moral: Moral mengacu pada norma-norma dan aturan perilaku yang diakui dan diikuti oleh individu dan masyarakat. Moral merupakan implementasi praktis dari nilai-nilai etika dalam tindakan dan keputusan sehari-hari.
2.1.3. Hubungan antara Etika dan Moral:
Etika dan moral memiliki hubungan erat karena moral adalah hasil konkret dari prinsip-prinsip etika. Prinsip-prinsip etika membentuk dasar bagi norma-norma moral yang digunakan dalam berbagai konteks sosial, budaya, dan agama. Sebagai contoh, etika dapat menyatakan prinsip keterbukaan dan kejujuran sebagai nilai yang baik, sementara moral mungkin mengatur bahwa berbohong adalah tindakan yang tidak diterima.
• Etika memberikan dasar konseptual dan filosofis untuk moral. Prinsip-prinsip etika membentuk kerangka kerja bagi norma-norma moral yang kemudian diterapkan dalam masyarakat.
3
• Etika membimbing dan membentuk moral dengan menyediakan prinsip-prinsip abstrak yang mempengaruhi tindakan manusia. Moral adalah aplikasi konkret dari prinsip-prinsip etika dalam konteks sosial dan pribadi.
• Prinsip-prinsip etika, seperti kewajiban, utilitarianisme, atau etika kebajikan, membentuk dasar bagi norma-norma moral yang mengatur tindakan sehari-hari manusia.
• Moralitas adalah tindakan nyata yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari, dan etika adalah panduan teoretis yang membentuk moralitas. Etika membantu menjelaskan mengapa tindakan tertentu dianggap baik atau buruk.
Penerapan Prinsip Etika dalam Moral:
• Etika memberikan pedoman abstrak dan prinsip-prinsip moral yang dapat diterapkan dalam berbagai situasi. Contohnya adalah etika deontologis yang menekankan pada kewajiban, dan teori utilitarian yang menekankan pada konsekuensi yang baik.
• Moral adalah penerapan konkret prinsip-prinsip etika dalam situasi yang nyata. Sebagai contoh, etika dapat menyatakan bahwa berbohong adalah salah, sementara moral menerapkannya dalam tindakan sehari-hari dengan tidak berbohong.
2.1.4. Implikasi dalam Pengambilan Keputusan:
Etika dan moral memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan. Kesadaran akan nilai-nilai etika dan moral membantu individu dan organisasi dalam mengevaluasi tindakan yang akan diambil.
Pengambilan keputusan yang berlandaskan etika dan moral dapat menghasilkan tindakan yang lebih bertanggung jawab dan sesuai dengan nilai-nilai yang diakui.
Etika dan moral memiliki implikasi yang signifikan dalam pengambilan keputusan. Mereka
membimbing individu atau organisasi dalam mengevaluasi tindakan-tindakan yang mungkin mereka ambil dan memilih opsi terbaik yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang mereka anut. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana etika dan moral berkaitan dengan implikasi dalam pengambilan keputusan:
1. Pedoman Pengambilan Keputusan Berbasis Etika dan Moral:
• Etika dan moral memberikan pedoman untuk menilai apakah suatu tindakan atau keputusan dianggap baik, benar, atau sesuai dengan nilai-nilai moral yang berlaku.
Mereka membantu dalam menentukan apakah tindakan tersebut akan memiliki konsekuensi yang sesuai dengan prinsip-prinsip etika.
2. Menimbang Konsekuensi Etis:
4
• Etika menuntut untuk mempertimbangkan konsekuensi tindakan dalam pengambilan keputusan. Misalnya, teori utilitarianisme meminta untuk memilih tindakan yang menghasilkan kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang yang paling banyak. Dalam hal ini, pengambilan keputusan akan dipengaruhi oleh dampak positif atau negatif
tindakan tersebut terhadap individu atau masyarakat.
3. Pertimbangan Kewajiban dan Nilai Moral:
• Etika deontologis, yang berfokus pada kewajiban dan aturan moral yang tetap, mempengaruhi pengambilan keputusan dengan menekankan pada kewajiban dan prinsip moral yang harus diikuti. Keputusan dianggap benar jika sesuai dengan kewajiban moral, bahkan jika konsekuensinya tidak selalu menguntungkan.
4. Integrasi Nilai Pribadi dan Kolektif:
• Etika dan moral memungkinkan individu untuk mengintegrasikan nilai-nilai pribadi dengan nilai-nilai kolektif masyarakat. Pengambilan keputusan yang
mempertimbangkan norma-norma moral dan nilai-nilai etika membantu mencapai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan sosial.
5. Menghindari Konflik Moral:
• Etika membantu menghindari konflik moral dengan memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak melanggar prinsip-prinsip etika yang mendasari. Hal ini penting untuk meminimalkan dilema moral dan memastikan konsistensi antara tindakan dan nilai-nilai yang dipegang.
6. Pemenuhan Tanggung Jawab Sosial dan Profesional:
• Etika dan moral juga mempengaruhi tanggung jawab sosial dan profesional.
Keputusan yang diambil harus mempertimbangkan dampaknya pada masyarakat dan mematuhi standar etika yang diterima dalam bidang atau profesi tertentu.
Implikasi etika dan moral dalam pengambilan keputusan membantu memastikan bahwa tindakan yang diambil sesuai dengan nilai-nilai yang dihormati dan diakui secara moral. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan, integritas, dan keadilan dalam interaksi sosial dan organisasi.
Etika dan moral adalah dua konsep yang saling terkait dan memainkan peran penting dalam membimbing perilaku manusia. Pemahaman tentang etika dan moral dapat memberikan panduan dalam pengambilan keputusan yang etis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, penting bagi individu dan organisasi untuk mempertimbangkan aspek etika dan moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil.
5 2.2 Enlightened Self Interest sebagai Etika
Terdapat dua teori yang dijalaskan oleh 2 orang filsuf mereka memberikan pendapat mengenai enlightened self interest sebagai dasar suatu perbuatan beretika. Dua filsut tersebut adalah Thomas Hobbes dan Adam Smith. Mereka memiliki pandangan yaitu pada hakikatnya manusia mempunyai sifat self interest. Sifat ini bukan dihilangkan tapi lebih baik dimanfaatkan demi kebaikan. Dengan kita berbuat atau melakukan Tindakan untuk kepentingan diri sendiri maka akan terwujud suatu kemanfaatkan bagi banyak orang.
Menurut Thomas Hobbes, manusia mempunyai kebutuhan primer untuk menjaga selain menjaga juga mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Manusia pun mempunyai orientasi jangka pendek untuk keberlangsungan hidupnya, manusia mengupayakan untuk memiliki sumber daya sebanyak banyaknya untuk kehidupannya dengan segala cara. Jika semua makhluk hidup khususnya manusia melakukan hal serupa maka akan menimbulkan konflik serta peperangan untuk memiliki sumberdaya tersebut, dan pada akhirnya kemunkinan yang akan terjadi yaitu kekacauan serta anarki karena keberlangsungan hidup manusia akan dipenuhi dengan perebutan sumbersaya dan pemusnahan antar manusia. Sebaliknya, dengan berdamai kehidupan akan berlangsung dalam jangka waktu yang lebih Panjang, lebih harmonis dan akan lebih pasti. Apabila untuk mewujudkan perdamaian, maka setiap individu harus menerima aturan dan Batasan kebebasan individual. Manusia tidak menginginkan tujuan pribadi menjadi prioritas mereka jika tujuan tersebut mengakibatkan adampak negative bagi selain dirinya atau bagi kebanyakan orang.
Dari sudut pandang Hobbes, Masyarakat yang mempunyai suatu sistem yang subur dan sangat menjamin prinsip moral dapat dilihat sebagai Masyarakat yang menerima keharmonisan antar Masyarakat mereka dengan sukarela mengorbankan hak serta kebebasan individu untuk mempertahankan hidupnya dalam jangka panjang. Masyarakat yang dengan senang hati membatasi kebebasannya untuk mendapatkan harmoni sosial. Masyarakat ini disebut masyarakat Leviathan, sesuai dengan judul buku Hobbes yang berisi konsepnya mengenai masyarakat. Bagi Hobbes, self-interest mendorong terciptanya kerjasama dan terbentuknya masyarakat madani.
Adam Smith juga memiliki pandangan yang sama. Menurutnya self-interest menjadikan terbentuknya Kerjasama dalam ekonomi. Pembeli dan penjual mempunyai kepentingannya masing- masing untuk memenuhi Hasrat dalam keinginan dan kebutuhan mereka secara pribadi. Pembeli ingin mendapatkan kepuasan yang sebesar-besarnya dari pembelian mereka, sedangkan penjual ingin mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari yang mereka jual. Dalam pasar sempurna, pembeli dan penjual melakukan negosiasi sampai pada akhirnya tercapai titik temu, yang disebut Smith sebagai natural price. Pembeli tidak akan membeli jika harga yang ditawarkan terlalu tinggi, sebaliknya penjual tidak akan menjual barang dagangannya jika harga yang ditawarkan terlalu rendah. Inilah yang disebut pasar bebas, dimana penjual maupun pembeli bebas tanpa ada rasa terpaksa untuk masuk dan keluar pasar.
6 Persaingan dalam pasar bebas mendorong harga di mana barang yang tersedia terjual pada harga di mana pembeli bersedia membayar untuk barang tersebut dan penjual bersedia menjualnya.
Laba diperoleh ketika barang dan jasa dihasilkan secara efisien dan efektif yang dicapai melalui spesialisasi atau yang dikenal dengan division of labor. Untuk memenangkan persaingan dan meningkatkan laba, maka produsen didorong untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas melalui spesialisasi dan kerjasama. Pembeli akan memperoleh barang dan jasa yang lebih baik dan atau lebih murah sehingga kepuasan mereka meningkat sementara penjual memperoleh laba yang lebih besar.
Pada akhirnya tercipta masyarakat yang lebih baik. Individu yang self interest secara tidak sengaja (atau tidak langsung) meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Mereka sebetulnya tidak bermaksud meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Mereka hanya memikirkan diri sendiri, dengan memproduksi barang dan jasa yang terbaik untuk memperoleh keuntungan. Terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang bukan merupakan tujuan dari produsen disebabkan oleh apa yang disebut dengan invisible hand.
Dalam konsep ekonomi ada beberapa hal yang disampaikan oleh Adam Smith, ekonomi merupakan suatu kegiatan Kerjasama antar individu. Perusahaan memberikan output berupa jasa ataupun produk yang dibutuhkan oleh masyarakat. Bisnis adalah kegiatan sosial dan masyarakat berjalan dalam prinsip-prinsip etika. Kedua, pasar merupakan kompetitif, dan bukan konflik.
Perdagangan tergantung kepada tata cara yang adil, menghormati perjanjian yang telah disepakati, dan kerjasama yang tidak merugikan satu sama lain. Persaingan yang sehat akan menghasilkan barang dan jasa dengan kualitas terbaik dengan harga termurah. Persaingan mendorong perusahaan untuk beroperasi seefisien dan efektif mungkin, untuk memaksimumkan keuntungan jangka panjang. Ketiga, etika membatasi perilaku oportunistik. Etika akan mengawasi egoisme dan kerakusan yang tidak terkendali. Manusia akan mengikuti prinsip-prinsip etika untuk kebaikan bagi masyarakat, dan untuk kebaikan bagi ekonomi.
2.3 Teori Etika
Etika merupakan ilmu yang berhubungan dengan kajian secara kritis mengenai kebiasaan, norma, serta nilai dan norma perilaku manusia yang dianggap masyarakat baik atau tidak baik. Dalam etika masih di temui banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu perilaku, objek perilaku, atau sifat yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang berbeda. Berikut merupakan teori-teori yang menjelaskan tentang etika etika:
2.3.1 Egoisme
Terdapat dua konsep dalam egoism yang cukup dikenal, diantaranya:
• Egoisme psikologis adalah teori yang menganggap semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (selfish). Tidak adanya tindakan yang bersifat altruisme atau
7 tindakan yang mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya sendiri. Dengan kata lain dapat disimpulkan jika egoisme psikologis dilandasi oleh ketamakan sehingga dapat diartikan bahwa tindakan tersebut bersifat tidak etis.
• Egoisme etis adalah tindakan yang mengutamakan kepentingan diri sendiri (self-interest).
Dengan self interest ini kita harus bisa memanfaatkan untuk kebaikan agar tercipta manfaat bagi orang lain. Perbedaan mendasar dengan egoisme psikologis adalah sifat selfish mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan self-interst tidak selalu merugikan orang lain.
Pada egoism etis kita akan menemukan beberapa karakteristik:
a) Egoisme etis tidak menekankan bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri maupun kepentingan orang lain.
b) Satu-satunya tugas kita adalah membela kepentingan diri sendiri.
c) Membela kepentingan diri sendiri, bukan berarti kita tidak boleh atau harus menghindari tindakan menolong orang lain.
d) Tindakan mengutamakan kepentingan orang lain mungkin saja berhubungan dengan kepentingan diri sendiri. Jadi, tindakan itu diperbolehkan selama masih ada hubungannya dengan kepentingan kita sebagai individu.
e) Point pentingnya adalah jika tindakan yang dilakukan oleh orang lain itu menguntungkan dirinya, belum bisa dijadikan alasan bahwa tindakan itu benar bagi diri kita juga. Jika tindakan itu tidak menguntungkan bagi kita, bisa diartikan tindakan itu salah
Teori Egoisme ini memiliki kekuatan dikarenakan didukung oleh beberapa alasan :
• Pendapat yang menyatakan bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri. Tindakan peduli terhadap orang lain, cinta kasih kepada orang lain merupakan gangguan bagi kepentingan sendiri dan akan merendahkan martabat dan kehormatan orang tersebut.
• Pandangan terhadap kepentingan diri sendiri dapat dikatakan sebagai pandangan yang paling sesuai dengan moralitas akal sehat. Karena pada kenyataannya semua tindakan dapat dijelaskan dengan prinsip dasar untuk kepentingan diri sendiri.
Selain alasan-alasan yang mendukung, ada juga alasan yang menentang egoisme etis:
• Egoisme etis tidak mampu mengatasi konflik-konflik kepentingan. Kita perlu aturan moral karena dalam kenyataannya sering kali dijumpai kepentingan-kepentingan yang bertabrakan dengan kepentingan diri sendiri.
8
• Egoisme etis bersifat sewenang-wenang karena mengutamakan hak individu. Individu bisa saja menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kehidupannya. Hal ini nantinya akan mengakibatkan manusia berlomba-lomba untuk menguasai sumber daya.
Jadi, sebenernya teori egoisme ini dianggap bermoral atau etis karena kebahagiaan dan kepentingan pribadi dalam hidup, hak dan keamanan secara moral dianggap baik dan pantas untuk dipertahankan. Masing-masing individu memiliki tujuan hidup dan tindakan yang dilakukan setiap orang pada dasarnya adalah untuk mengejar kebahagiaannya dan mempertahankan kehidupannya. Akan tetapi, seharusnya masing-masing individu tidak lagi mengejar kepentingan pribadi mereka jika itu sudah memberikan dampak negatif bagi orang lain. Singkatnya, setiap orang harus mampu menerima aturan yang memberikan pembatasan pada kebebasan individu.
2.3.2 Utilitarianisme
Utilitarianisme menekankan suatu tindakan atau perbuatan dikatakan baik ketika mampu memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan atau biasa kita kenal dengan istilah “the greatest happiness of the greatest numbers”.
Terdapat perbedaan yang paling mendasar antara teori utilitarianisme dan egoism yaitu pada subjek yang memperoleh manfaat. Egoisme etis lebih mengutamakan pada kepentingan diri sendiri, sedangkan utilitarianisme lebih mengutamakan kepentingan masyarakat atau kepentingan bersama.
Ada 3 karakteristik utama yang dapat ditemukan pada utilitarianisme, diantaranya:
• MANFAAT, tindakan yang baik adalah yang menghasilkan sesuatu atau hal-hal yang baik.
Begitupun sebaliknya, tindakan yang tidak baik atau salah akan menghasilkan sesuatu yang buruk.
• MANFAAT TERBESAR, tindakan yang baik selalu mendatangkan lebih banyak manfaat daripada kerugian. Meskipun dalam keadaan rugi, kerugian yang dirasakan akan memberikan dampak kerugian terkecil.
• BAGI SEBANYAK MUNGKIN ORANG, tindakan dianggap baik secara moral apabila mampu membawa manfaat bagi sebanyak mungkin orang. Meskipun dalam keadaan rugi, kerugian ini akan berdampak kecil dan mungkin bagi sedikit orang.
Selain 3 karakteristik diatas, utilitarianisme juga membawa nilai-nilai positif, diantaranya :
9
• Rasionalitas. Utilitarianisme tidak didasarkan pada aturan-aturan kaku yang tidak dapat dipahami atau tidak diketahui keabsahannya. Utilitarianisme selalu memberikan kriteria yang objektif dan rasional
• Utilitarianisme menghargai kebebasan setiap pelaku
Tidak adanya paksaan bagi setiap orang harus bertindak sesuai aturan-aturan tertentu yang tidak diketahui alasannya.
• Universalitas
Utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat dari suatu tindakan bagi banyak orang. Suatu tindakan dianggap bermoral apabila tindakan tersebut dapat memberikan manfaat terbesar bagi banyak orang.
• Utilitarianisme sebagai Proses dan standar Penilaian
Utilitarianisme dapat digunakan sebagai pedoman menilai kesejahteraan manusia dan juga sebagai petunjuk untuk memaksimalkan kesejahteraan yang dapat diartikan memberikan bobot yang sama pada kesejahteraan setiap orang.
Meskipun dianggap lebih mengutamakan pada kepentingan masyarakat, tetapi utilitarianisme juga memiliki kelemahan diantaranya :
• Utilitarianisme fokusnya hanya mengutamakan tujuan atau manfaat pada pencapaian kebahagiaan duniawi dan melupakan kebahagiaan dari sisi rohani (spiritual).
• Utilitarianisme mengabaikan prinsip keadilan dam hak-hak yang dimiliki masing-masing individu demi kepentingan sebagian besar orang (mayoritas).
2.3.3 DEONTOLOGI
Dentologi sendiri berasal dari Bahasa Yunani “Deon” yang berarti kewajiban dan “logos”
yang berarti ilmu. Teori deontologi mendasari pada kewajiban setiap orang untuk bertindak secara baik yang dinilai berdsarkan kepatuhan terhadap nilai-nilai moral yang berlaku. Dampak dari suatu tindakan tidak dapat dijadikan tolak ukur untuk menentukan kualitas moral dari suatu tindakan. Point pentingnya, deontologi ini sangat menekankan pada motivasi atau dorongan dari dalam diri sendiri baik berupa kemauan untuk berbuat baik atau watak yang kuat untuk bertindak sesuai dengan kewajiban atau nilai-nilai moral yang berlaku dalam masyarakat. Teori deontologi sangat mudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dikarenakan, teori ini hanya mengikuti aturan, tradisi dan adat yang dianut oleh sebagian masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa etika deontologi lebih mengedepankan moralitas prinsip. Hukum moral biasanya diartikan sebagai perintah tak bersyarat, hal ini merupakan perintah yang dilakukan tanpa memperdulikan akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tersebut atau tidak.
10 Dijelaskan dalam buku Etika Ekonomi karya Bonaraja Purba, dkk (2021), ada tiga prinsip yang harus dipenuhi dalam mengaplikasikan teori deontologi :
1. Tindakan harus memiliki nilai moral karena tindakan ini dilakukan sesuai dengan kewajiban yang ada
2. Nilai moral dari tindakan tidak tergantung pada realisasi tindakan, tetapi bergantung pada motivasi untuk berbuat baik yang mendorong seseorang untuk patuh mengikutinya.
3. Kewajiban adalah hal yang diperlukan dalam tindakan yang dilakukan sesuai dengan penghormatan terhadap hukum moral.
Etika deontologi memiliki kekuatan atau kelebihan diantaranya.
• Fokus deontologi terletak pada nilai-nilai moral kemanusiaan. Deontologi memberikan perhatian pada harkat dan martabat manusia. Hal ini terlihat dengan jelas dalam pandangan Immanuel Kant yang menyatakan bahwa manusia tidak bisa diperalat. Setiap manusia memiliki tujuan yang ada pada dirinya sendiri. Implikasinya, setiap orang mempunyai kewajiban untuk menghormati martabat manusia. Yang mendasari nilai-nilai kemanusiaan adalah otonomi. Dalam pandangan Kant, otonomi moral merupakan hukum moral tertinggi, karena otonomi mampu mencipatakan kemampuan seseorang menentukan pilihan berdasarkan suara hatinya.
• Deontologi memberikan dasar yang kuat bagi rasionalitas dan objektivitas kesadaran moral. Suatu Tindakan dinilai baik atau buruk didasarkan pada kesadaran setiap orang dalam melakukan apa yang menjadi kewajiban moralnya. Jadi, kualitas perbuatan tidak dilihat dari motifnya untuk melakukan tindakan tersebut, tetapi hal apa yang mendasarinya.
Deontologi ini menekankan pada rasionalitas dan objektivitas yang mendasari perbuatan itu dilakuakan. Dengan kedua dasar tersebut, suatu perbuatan dapat dipertanggungjawabkan secara etis.
• Deontologi dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengukur perbuatan seseorang, yaitu universalitas. Dengan kata lain, kita harus bertindak semata-mata menurut prinsip yang dapat sekaligus menjadi hukum umum karena menitikberatkan pada dasar prinsip-prinsip kemanusiaan yang universal. Bahkan hal ini mendasari penghargaan pada kemanusiaan sekaligus menjadi dasar untuk menuntut setiap orang menjunjung tinggi martabat setiap individu.
Meskipun memiliki kelebihan tetapi etika deontologi juga memiliki kelemahan sebagai berikut.
• Tidak ada kesempatan untuk dilema moral dan solusi ketika sedang menghadapi konflik prinsip moral. Dilema moral adalah kondisi ketika suatu pelaku wajib melakukan A dan B bersama-sama. Jika melakukan A, maka ia tidak dapat melakukan B. Hal ini bisa mengikis keterbatasannya sebagai manusia dalam rangka melakukan dua tindakan secara
11 bersama.
• Norma yang dilakukan tanpa pengecualian dengan memperhatikan dampak dari tindakan yang sulit diterima. Contohnya orang wajib untuk berkata benar.
• Imperatif kategoris diartikan sebagai perintah moral yang mutlak sehingga membuat perbuatan yang diwajibkannya baik dalam artian moral. Dengan kata lain, perbuatan dilakukan tanpa adanya paksaan hanya saja berisikan ketegasan hal-hal yang tidak boleh dilaksanakan. Contohnya bunuh diri, stress, atau berbohong. Imperatif kategoris hanya memberikan tolok ukur benar atau tidaknya suatu perbuatan. Kesimpulannya, perintah tersebut harus bisa diterima dan disadari dengan penuh keyakinan sehingga bisa dijalankan sebagai suatu perintah tanpa syarat dan bukan paksaan.
2.3.4. Teori Keadilan
Keadilan adalah salah satu konsep utama dalam etika yang memiliki dampak signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam profesi dan tata kelola korporat. Teori keadilan memberikan landasan konseptual yang memungkinkan kita untuk memahami bagaimana seharusnya alokasi sumber daya, hak, dan manfaat dilakukan secara adil dalam masyarakat, organisasi, dan dunia bisnis. Dalam konteks etika profesi dan tata kelola korporat, pemahaman tentang berbagai teori keadilan adalah kunci dalam membimbing tindakan etis dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
A. Keadilan Distributif
Keadilan distributif adalah aspek kunci dalam pemahaman keadilan. Teori keadilan distributif membahas tentang cara manfaat dan beban didistribusikan dalam masyarakat atau organisasi. Dalam konteks ini, dua teori utama yang relevan adalah:
• Utilitarianisme: Teori ini menekankan bahwa tindakan atau distribusi dianggap adil jika menghasilkan kebahagiaan bersih terbesar bagi sebagian besar orang. Dalam tata kelola korporat, ini berarti perusahaan harus berusaha untuk memaksimalkan manfaat bagi semua pemangku kepentingan utama, seperti pemegang saham, karyawan, dan konsumen, sehingga mencapai kebahagiaan bersih yang maksimal.
• Teori Keadilan Rawls: Teori ini dikemukakan oleh John Rawls dan menekankan bahwa keadilan terwujud jika distribusi sumber daya dan manfaat diatur sehingga memberikan manfaat terbesar bagi yang paling lemah dalam masyarakat. Dalam konteks profesi, teori ini mendorong prinsip-prinsip seperti kesetaraan peluang dan perlakuan yang adil untuk mencapai keadilan distributif.
B. Keadilan Prosedural
Selain keadilan distributif, penting juga untuk mempertimbangkan keadilan prosedural. Keadilan prosedural menekankan pentingnya proses yang adil dalam pengambilan keputusan. Fokusnya adalah pada bagaimana keputusan itu dicapai, bukan hanya pada hasil distribusi akhir. Dalam tata kelola korporat, prinsip-prinsip keadilan prosedural mengharuskan transparansi dalam proses pengambilan
12 keputusan, hak partisipasi yang merata bagi semua pemangku kepentingan, dan perlakuan yang adil dalam proses tersebut.
C. Keadilan Intergenerasional
Keadilan intergenerasional adalah konsep yang mengacu pada tanggung jawab kita untuk mempertimbangkan kepentingan generasi mendatang dalam pengambilan keputusan saat ini. Dalam tata kelola korporat, ini mencakup kewajiban perusahaan untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang dari aktivitas bisnisnya, terutama dalam konteks etika lingkungan. Prinsip keadilan intergenerasional menuntut keberlanjutan dan pertimbangan etika dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan untuk memastikan bahwa generasi mendatang juga memiliki akses yang memadai.
Relevansi dalam Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat
Pemahaman tentang teori keadilan memiliki implikasi penting dalam etika profesi dan tata kelola korporat:
• Dalam etika profesi, teori keadilan membimbing tindakan profesional untuk memastikan bahwa layanan atau produk yang diberikan didistribusikan secara adil dan mencakup prinsip-prinsip seperti kesetaraan peluang dan perlakuan yang adil.
• Dalam tata kelola korporat, pemahaman teori keadilan memandu pengambilan keputusan yang menghargai hak pemangku kepentingan, menjaga transparansi dalam proses, dan mempertimbangkan dampak jangka panjang dari kebijakan dan praktik bisnis.
2.3.5 Virtue Ethics
Virtue ethics, atau etika kebajikan, adalah salah satu pendekatan dalam etika yang berfokus pada karakter dan moralitas individu. Sebaliknya dengan beberapa teori etika lainnya yang lebih menekankan pada aturan atau hasil akhir, virtue ethics mengajarkan bahwa tindakan yang baik berasal dari karakter yang baik. Dalam konteks etika profesi dan tata kelola korporat, pendekatan virtue ethics memiliki relevansi yang signifikan karena mempromosikan pengembangan karakter dan moralitas individu sebagai dasar untuk pengambilan keputusan etis.
Fokus pada Kebajikan dan Karakter
Virtue ethics menekankan pengembangan kebajikan dan karakter yang baik sebagai tujuan utama dalam mencapai tindakan etis. Istilah "kebajikan" mengacu pada sifat-sifat moral positif seperti kejujuran, kebaikan hati, keberanian, dan keadilan. Bagi seorang profesional atau seorang pemimpin dalam tata kelola korporat, memiliki kebajikan ini menjadi kunci dalam pengambilan keputusan yang etis.
Aristoteles dan Virtue Ethics
Salah satu pemikir terkemuka dalam pengembangan virtue ethics adalah Aristoteles. Dia mengajarkan bahwa kebajikan adalah suatu keadaan karakter yang berada di antara dua ekstrem yang buruk. Sebagai contoh, keberanian berada di antara ketakutan yang berlebihan dan keberanian yang
13 berlebihan. Dalam konteks etika profesi, seorang profesional yang berprinsip akan mencari jalan tengah antara ekstrem-ekstrem tersebut dalam pengambilan keputusan etis.
Relevansi dalam Etika Profesi
Dalam etika profesi, virtue ethics memberikan pandangan yang kuat tentang bagaimana seorang profesional seharusnya bertindak. Ini menekankan pentingnya mengembangkan karakter yang baik dan moralitas dalam menjalankan tugas-tugas profesional. Seorang profesional yang memiliki kebajikan seperti kejujuran, integritas, dan kepedulian akan cenderung membuat keputusan yang lebih etis dalam menjalankan tugasnya.
Relevansi dalam Tata Kelola Korporat
Dalam tata kelola korporat, virtue ethics juga memegang peranan penting. Pemimpin perusahaan yang memiliki karakter yang baik akan memimpin perusahaan dengan integritas dan peduli terhadap pemangku kepentingan yang beragam. Mereka akan menjunjung tinggi nilai-nilai etis dalam pengambilan keputusan bisnis, seperti keadilan dalam perlakuan terhadap karyawan dan transparansi dalam pelaporan keuangan.
2.4 Pengambilan keputusan beretika
Brooks dan Dunn (2012) mencoba untuk menyatukan teori-teori etika dalam penjelasan pengambilan keputusan beretika. Permasalahannya adalah sebetulnya tidak mudah membuat suatu penyatuan dari teori- teori tersebut. Theory of justice terbatas dalam konteks kontrak sosial di dalam masyarakat. Sedangkan teori virtue ethics sebetulnya lebih berfokus pada karakter dari pengambil keputusan, bukan proses pengambilan keputusan itu sendiri. Mendalami teori-teori etika di atas sebetulnya sudah memberikan wawasan bagi pengambil keputusan tanpa harus menggunakan pedoman pengambilan keputusan. Namun bagi beberapa pengambil keputusan lebih menyukai pedoman praktis daripada harus mendalami teori-teori yang filosofis.
2.4.1 Kerangka Pengambilan Keputusan beretika dalam Konteks Profesi dan Tata Kelola Korporat
Pengambilan keputusan beretika adalah proses penting dalam etika profesi dan tata kelola korporat yang memerlukan panduan yang jelas untuk memastikan tindakan yang tepat. Paper ini membahas kerangka pengambilan keputusan beretika yang dapat digunakan sebagai panduan dalam menghadapi situasi moral yang kompleks. Kerangka ini mencakup langkah-langkah utama yang dapat membantu individu dan organisasi membuat keputusan beretika yang sejalan dengan nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip etis. Referensi dalam bahasa Indonesia yang relevan dalam konteks etika profesi dan tata kelola korporat juga disertakan dalam paper ini.
14 Pengambilan keputusan beretika adalah landasan dari perilaku etis dalam berbagai konteks, termasuk dalam profesi dan tata kelola korporat. Dalam situasi yang seringkali kompleks dan bermoral, memiliki kerangka kerja yang jelas untuk menghadapi dilema etis dapat membantu individu dan organisasi menjalankan tugas mereka dengan integritas dan tanggung jawab.
Kerangka Pengambilan Keputusan Beretika
Kerangka pengambilan keputusan beretika dapat dibagi menjadi beberapa langkah utama:
1. Identifikasi Masalah Etis: Langkah pertama adalah mengidentifikasi masalah etis dalam situasi yang dihadapi. Ini melibatkan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai yang terlibat dan potensi dilema etis.
Referensi: Kidder, R. M. (2005). How Good People Make Tough Choices: Resolving the Dilemmas of Ethical Living. HarperOne.
2. Kumpulan Informasi: Pengumpulan informasi yang komprehensif tentang situasi tersebut, termasuk dampak potensial dari berbagai keputusan yang mungkin diambil.
Referensi: Basu Swastha, B., & Irawan, T. (2016). Manajemen Etika: Konsep dan Aplikasi. Erlangga.
3. Pertimbangkan Nilai dan Prinsip Etis: Pertimbangkan nilai-nilai etis dan prinsip-prinsip yang relevan dalam konteks situasi tersebut.
Referensi: Sarwono, S. W. (2016). Etika Bisnis dalam Perspektif Islami. Pustaka Pelajar.
4. Identifikasi Opsi Tindakan: Identifikasi berbagai pilihan tindakan yang mungkin, dan pertimbangkan konsekuensi moral dari masing-masing.
Referensi: Handoko, H. (2012). Etika Bisnis. PT RajaGrafindo Persada.
5. Evaluasi dan Pilih Tindakan: Evaluasi opsi-opsi tersebut berdasarkan prinsip-prinsip etis dan pilih tindakan yang paling sesuai dengan nilai-nilai etis yang relevan.
Referensi: Rahardjo, M. D. (2018). Etika Profesi. PT Rajagrafindo Persada.
6. Implementasi dan Tindak Lanjut: Implementasikan keputusan yang diambil dengan integritas dan lakukan tindak lanjut yang diperlukan untuk memastikan bahwa keputusan tersebut dijalankan dengan baik.
Kerangka pengambilan keputusan beretika adalah alat yang berguna dalam menghadapi dilema etis dalam profesi dan tata kelola korporat. Dengan mengikuti langkah-langkah ini dan merujuk pada prinsip-prinsip etis yang relevan, individu dan organisasi dapat menjalankan tugas- tugas mereka dengan integritas, menjaga kepercayaan, dan mematuhi nilai-nilai moral dalam berbagai konteks.
2.4.2 Analisis Dampak terhadap Stakeholder dalam Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat Analisis Dampak terhadap Stakeholder (Stakeholder Impact Analysis) ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memahami dampak keputusan atau tindakan terhadap berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat dalam sebuah organisasi atau profesi. Dengan merujuk pada
15 sumber-sumber dalam bahasa Indonesia yang relevan, paper ini akan menjelaskan kerangka konsep dan manfaat dari Stakeholder Impact Analysis dalam memandu tindakan etis dan tata kelola yang bertanggung jawab.
Stakeholder Impact Analysis adalah pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi dampak dari keputusan atau tindakan suatu organisasi terhadap berbagai pemangku kepentingan yang terlibat. Pemahaman yang mendalam tentang dampak ini merupakan komponen kunci dalam memastikan bahwa tindakan etis dan tata kelola yang bertanggung jawab dapat diimplementasikan dalam berbagai konteks, termasuk dalam profesi dan tata kelola korporat.
Konsep Stakeholder Impact Analysis
Stakeholder Impact Analysis melibatkan beberapa langkah utama:
1. Identifikasi Stakeholder: Tahap awal adalah mengidentifikasi semua pemangku kepentingan yang relevan yang mungkin terpengaruh oleh keputusan atau tindakan yang akan diambil.
2. Penilaian Dampak: Setelah stakeholder diidentifikasi, langkah berikutnya adalah menilai dampak yang mungkin terjadi pada setiap stakeholder akibat keputusan atau tindakan yang akan diambil.
3. Pertimbangkan Kepentingan: Dalam analisis ini, perlu mempertimbangkan kepentingan masing-masing stakeholder dan bagaimana dampak tersebut dapat memengaruhi kepentingan mereka.
4. Pengambilan Keputusan: Hasil dari analisis dampak pada stakeholder ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang mempertimbangkan dampak etis dan tanggung jawab sosial.
Manfaat Stakeholder Impact Analysis
• Transparansi: Analisis ini meningkatkan transparansi dalam pengambilan keputusan, karena melibatkan pertimbangan terhadap berbagai pemangku kepentingan.
• Pertanggungjawaban: Memastikan bahwa organisasi atau individu bertanggung jawab atas dampak tindakan mereka terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar.
• Pengelolaan Risiko: Memungkinkan pengidentifikasian potensi risiko yang dapat timbul akibat dampak negatif terhadap stakeholder.
• Reputasi: Memelihara dan meningkatkan reputasi organisasi atau individu dengan memperhitungkan dampak positif pada stakeholder.
Stakeholder Impact Analysis adalah alat yang penting dalam memandu tindakan etis dan tata kelola yang bertanggung jawab dalam berbagai konteks, termasuk dalam profesi dan tata kelola korporat. Dengan memahami dampak dari keputusan atau tindakan terhadap berbagai pemangku
16 kepentingan, individu dan organisasi dapat menjalankan tugas mereka dengan lebih etis dan bertanggung jawab.
Penerapan Stakeholder Impact Analysis dalam Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat
Misalkan kita memiliki sebuah perusahaan manufaktur yang akan mengambil keputusan untuk memindahkan pabriknya ke lokasi baru. Sebelum mengambil keputusan tersebut, perusahaan harus melakukan Stakeholder Impact Analysis untuk memahami dampaknya terhadap berbagai pemangku kepentingan yang terlibat. Berikut adalah contoh penerapan analisis ini:
1. Identifikasi Stakeholder:
• Karyawan perusahaan
• Pemegang saham
• Komunitas lokal di lokasi baru
• Pemasok
• Konsumen 2. Penilaian Dampak:
• Karyawan perusahaan: Kemungkinan pemutusan hubungan kerja, perubahan dalam lingkungan kerja, dan kebutuhan untuk perpindahan tempat tinggal jika lokasi baru jauh.
• Pemegang saham: Dampak pada laba dan keuntungan perusahaan.
• Komunitas lokal di lokasi baru: Potensi peningkatan lapangan kerja dan dampak lingkungan dari operasi pabrik baru.
• Pemasok: Perubahan dalam pola permintaan dan pengadaan.
• Konsumen: Dampak pada harga dan kualitas produk.
3. Pertimbangkan Kepentingan:
• Karyawan perusahaan: Keberlanjutan pekerjaan dan kesejahteraan keluarga mereka.
• Pemegang saham: Keuntungan dan nilai saham mereka.
• Komunitas lokal di lokasi baru: Lapangan kerja dan dampak lingkungan yang berkelanjutan.
• Pemasok: Kelangsungan bisnis dan kesejahteraan mereka.
• Konsumen: Akses terhadap produk berkualitas dengan harga yang wajar.
4. Pengambilan Keputusan:
• Setelah menganalisis dampak dan mempertimbangkan kepentingan semua stakeholder, perusahaan memutuskan untuk memindahkan pabriknya. Namun, mereka juga merencanakan program pelatihan untuk karyawan yang terkena dampak, berkomitmen untuk menjaga hubungan baik dengan pemasok, dan berinvestasi dalam
17 teknologi ramah lingkungan untuk mengurangi dampak lingkungan di lokasi baru.
Keputusan ini diambil dengan integritas dan tanggung jawab sosial.
Dengan melakukan Stakeholder Impact Analysis, perusahaan dapat mengambil keputusan yang lebih holistik dan mempertimbangkan berbagai dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. Ini membantu perusahaan menjalankan tugas mereka dengan etika dan bertanggung jawab dalam tata kelola korporat mereka.
Kasus Ford Pinto: Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat dalam Industri Otomotif
kasus kontroversial Ford Pinto dalam konteks etika profesi dan tata kelola korporat. Kasus ini mengilustrasikan konflik antara keuntungan bisnis dan tanggung jawab sosial suatu perusahaan.
Melalui analisis kasus Ford Pinto, paper ini bertujuan untuk memahami implikasi etika dari keputusan bisnis yang mengorbankan keselamatan konsumen. Referensi dalam bahasa Indonesia yang relevan akan digunakan untuk mendukung analisis kasus ini.
Kasus Ford Pinto adalah salah satu contoh terkenal dalam sejarah industri otomotif yang menyoroti dilema etis dalam pengambilan keputusan bisnis. Pada tahun 1970-an, Ford Motor
Company menghadapi situasi sulit terkait dengan keselamatan mobil Ford Pinto. Dalam upaya untuk bersaing di pasar mobil kecil yang kompetitif, Ford Pinto memiliki cacat desain yang mengorbankan keselamatan pengemudi dan penumpangnya. Paper ini akan mengkaji kasus ini dalam konteks etika profesi dan tata kelola korporat.
Kasus Ford Pinto
Pada tahun 1970, Ford Pinto dirancang dengan tangki bahan bakar yang terletak di belakang bumper belakang. Kelemahan desain ini adalah tangki bahan bakar yang mudah pecah dalam kecelakaan ringan, yang dapat menyebabkan kebakaran. Manajemen Ford mengetahui masalah ini tetapi memutuskan untuk tidak melakukan perubahan signifikan dalam desain karena alasan biaya.
Mereka menghitung bahwa membayar kompensasi kepada keluarga korban yang terbakar lebih murah daripada mengganti seluruh tangki bahan bakar.
Implikasi Etika
Analisis kasus Ford Pinto menimbulkan beberapa pertanyaan etika yang mendalam:
1. Tanggung Jawab terhadap Konsumen: Apakah Ford memiliki kewajiban etis untuk mengutamakan keselamatan konsumen di atas keuntungan finansial?
18 2. Kewajiban terhadap Pemegang Saham: Apakah kewajiban utama perusahaan adalah
menciptakan nilai untuk pemegang saham atau juga melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat?
3. Integritas dan Transparansi: Apakah tindakan Ford dalam merahasiakan risiko terkait dengan Ford Pinto mencerminkan integritas dan transparansi yang diperlukan dalam bisnis?
Pelajaran dari Kasus Ford Pinto
Kasus Ford Pinto mengajarkan kita tentang pentingnya etika dalam pengambilan keputusan bisnis dan tata kelola korporat. Beberapa pelajaran yang dapat diambil termasuk:
• Tanggung jawab sosial perusahaan harus selalu ditempatkan di depan keuntungan finansial.
• Integritas dan transparansi adalah nilai-nilai kunci dalam menghindari keputusan bisnis yang merugikan.
• Keselamatan konsumen harus menjadi prioritas utama dalam desain produk.
19 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
• Etika dapat diartikan sebagai nilai-nilai normative atau pola perilaku seseorang atau badan/Lembaga/organisasi sebagai suatu bentuk yang dapat diterima umum dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan dalam konteks lain secara luas dinyatakan bahwa etika adalah aplikasi dari proses dan teori filsafat moral.
• Yang termasuk kedalam teori etika yaitu egoism dimana masing-masing individu memiliki tujuan hidup dan tindakan yang dilakukan setiap orang pada dasarnya adalah untuk mengejar kebahagiaannya dan memajukan dirinya sendiri, teori utilitarianisme bahwa suatu tindakan atau perbuatan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan, teori deontology yaitu kewajiban manusia untuk bertindak secara baik yang bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibat atau tujuannya melainkan berdasarkan tindakan itu sendiri, teori keadilan dimana alokasi sumber daya, hak, dan manfaat dilakukan secara adil dalam masyarakat, organisasi, dan dunia bisnis, teori virtue ethics yaitu tindakan yang baik berasal dari karakter yang baik.
• Pengambilan keputusan beretika dapat dilakukan dengan kerangka pengambilan keputusan beretika dan menggunakan metode stakeholder impact analisis. Pada metode stakeholder impact analisis dapat memberikan kerangka analisis mengenai pihak-pihak yang kemungkinan terkena pengaruh dari keputusan yang diambil.
3.1 Saran
Pada saat pengambilan keputusan, pemimpin akan dihadapkan langsung dengan dilemma etika dan moral. Supaya suatu keputusan yang diambil berlandaskan tidak hanya pada kepentingan diri sendiri ataupun kepentingan beberapa kelompok saja, melaikan harus mengacu kepada kepentingan orang banyak termasuk lingkungannya, maka diperlukan pemimpin yang mempunyai integritas yang menjunjung tinggi moral dan etika.
20 4. DAFTAR PUSTAKA
Basu Swastha, B., & Irawan, T. (2016). Manajemen Etika: Konsep dan Aplikasi. Erlangga.
Handoko, H. (2012). Etika Bisnis. PT RajaGrafindo Persada.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat. Jakarta
Kidder, R. M. (2005). How Good People Make Tough Choices: Resolving the Dilemmas of Ethical Living. HarperOne.
Rahardjo, M. D. (2018). Etika Profesi. PT Rajagrafindo Persada.
Sarwono, S. W. (2016). Etika Bisnis dalam Perspektif Islami. Pustaka Pelajar.
Sen, A. (1999). Development as Freedom. Anchor Books.
Syahribulan, dkk., 2013. Modul Mata Kuliah Etika Administrasi Negara. Makassar. Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIPOL Universitas Hasanuddin.
Velasquez, M. G. (2012). Business Ethics: Concepts and Cases. Pearson.
Shaw, W. H., & Barry, V. (2017). Moral Issues in Business. Cengage Learning.
Beauchamp, T. L., & Bowie, N. E. (2004). Ethical Theory and Business. Pearson.
Wibisono, Y. (2019). Tata Kelola Perusahaan dan Etika Bisnis. Erlangga.
Sofyani, H. (2019). Manajemen Risiko: Teori dan Aplikasi. Penerbit Erlangga.
Basu Swastha, B., & Irawan, T. (2016). Manajemen Etika: Konsep dan Aplikasi. Erlangga.
Sen, A. (1999). Development as Freedom. Anchor Books.
Handoko, H. (2012). Etika Bisnis. PT RajaGrafindo Persada.
Syafruddin, A. (2016). Manajemen Keuangan Bisnis Syariah. Kencana.
21
22
23