STUDY PROBLEMS FACING FARMERS IN PALM OIL PRICE FLUCTUATIONS KOTA BARU DISTRICT OF KERITANG
TEMBILAHAN INDRAGIRI HILIR DISTRICT (RIAU)
By :
Ali Sudarmadi 1 Helfia Edial2 Yuherman3
1 Geography education student of STKIP PGRI West Sumatera.
2,3 Lecture at Geography department of STKIP PGRI West Sumatera.
ABSTRACT
This study aimed to obtain information and analyze data on: 1) Cooperative, 2) Farmers Group, 3) trading system (trading system), 4) Pricing. This type of research is descriptive. This study is the head of palm oil farming family in Kota Baru District of Keritang Tembilahan Indragiri Hilir District (Riau) as many as 69.173 households. Samples were taken in two ways, The sample area is taken by purposive sampling technique is to take an area that many palm oil price fluctuations are Kota Baru Seberida, Flower Market and Kuala Keritang with the number of 155 households. Respondents were taken by total sampling 155 households. Data were analyzed by percentage formula.
The research found that: (1) Cooperative in Kota Baru District of Keritang Tembilahan Indragiri Hilir district can not be of much help because the interest on the loan from the Cooperative is disproportionate to the income from the oil palm. (2) With a little help farmer groups had complaints from the farmers due to the membership of the group of farmers who mostly not from the oil palm farmers. This is the problem complained of by the community of oil palm growers. (3) In general, people complain of a trading system that is unstable and continues to change in determining the price of palm oil. (4) In general, oil palm farming communities that support the pricing, because pricing in Kota Baru District of Keritang Tembilahan Indragiri Hilir district has not found a good price determination results.
Keywords: Cooperatives, farmers' groups, trade regulation, pricing.
1
STUDI PERMASLAHAN PETANI DALAM MENGHADAPI FLUKTUASI HARGA KELAPA SAWIT DI KOTA BARU KECAMATAN
KERITANG KABUPATEN TEMBILAHAN INDRAGIRI HILIR (RIAU)
Oleh :
Ali Sudarmadi 1 Helfia Edial2 Yuherman3
1 Mahasiswa Pendidikan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat.
2,3 Kuliah di Jurusan Geografi STKIP PGRI Sumatera Barat.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dan menganalisis data tentang:1) Koperasi, 2) Kelompok tani, 3) Sistem perdagangan (tata niaga), 4) Penetapan harga.
Jenis penelitian adalah deskriptif. Pupolasi penelitian ini adalah kepala keluarg petani kelapa sawit di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir (Riau) sebanyak 69.173 kepala keluarga. Sampel penelitian diambil dengan dua cara, sampel wilayah diambil dengan teknik proposiv sampling yaitu mengambil daerah yang banyak mengalami fluktuasi harga kelapa sawit yaitu Kota Baru Seberida, Pasar Kembang dan Kuala Keritang dengan jumlah 155 kepala keluarga.
Responden diambil secara total sampling yaitu 155 kepala keluarga. Data dianalisis dengan formula persentase. Hasil penelitian ditemukan bahwa: (1) Koperasi di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir tidak dapat banyak membantu karena bunga pinjaman dari Koperasi yang besar tidak seimbang dengan pendapatan dari hasil kelapa sawit. (2) Dengan adanya kelompok tani dapat sedikit membantu keluhan dari para petani kelapa sawit karena keanggotaan kelompok tani yang kebanyakan bukan dari dari para petani kelapa sawit. Hal inilah yang menjadi permasalahan yang dikeluhkan oleh masyarakat petani kelapa sawit. (3) Pada umumnya masyarakat mengeluhkan sistem perdagangan yang tidak stabil dan terus mengalami perubahan dalam menentukan harga kelapa sawit. (4) Pada umumnya masyarakat petani kelapa sawit yang mendukung penetapan harga, karena penetapan harga di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir belum menemukan hasil penetapan harga yang baik.
Kata Kunci : Koperasi, Kelompok tani, Sistem Perdaganag (tata niaga), Penetapan Harga
PENDAHULUAN
Masalah perluasan lahan di Indonesia masih tetap dibicarakan sepanjang sektor pertanian, karena masih memegang peranan utama dan sepanjang kebijakan pembangunan pertanian masih diarahkan untuk menciptakan pertanian modern, meningkatkan produksi pertanian dan pendapatan petani. Hasil pertanian diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat terutama masyarakat petani.
Negara kita dikenal dengan Negara agraris dan memiliki potensi sumber daya alam yang banyak, hal ini dapat meningkatkan hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan meningkatkan devisa Negara dengan cara ekspor serta memperluas kesempatan kerja. Hal ini dapat dicapai melalui pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam yang baik dan benar.
Menurut Mubyarto (1977) pembangunan di sektor pertanian bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani khususnya, untuk itu kebijaksanaan pertanian harus ditujukan untuk meningkatkan produksi pertanian, mengusahakan pertanian lebih produktif dan efisien karena dengan naiknya tingkat produksi maka kehidupan petani akan lebih baik dan kesejahteraan nya lebih merata.
Beberapa cara meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran yang sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian yaitu adanya:
1. Intensifikasi pertanian dengan menerapkan panca usaha tani yang terdiri atas pengolahan tanah yang baik, penggunaan bibit unggul, pemupukan yang tepat.
2. Dan pemberantasan hama penyakit, Ekstensifikasi pertanian dengan membuka hutan untuk menambah lahan baru.
3. Mekanisme pertanian dengan mengunakan mesin-mesin untuk menambah lahan baru.
4. Diversifikasi pertanian dengan memperbanyak jenis tanaman pertanian (tumpang sari).
5. Rehabilitasi pertanian, memperbaharui cara pertanian dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya alam.
6. Memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada petani melalui bimbingan masyarakat dan intensifikasi masyarakat ( Mubyarto, 1989).
Pencapaian tujuan di atas agar produksi dan masyarakat salah satu cara yang dapat di terapkan adalah rehabilitasi. Rehabilitasi pertanian adalah memperbaharui cara pertanian dengan tetap memperhatikan kelestarian sumber daya alam, cara tersebut dapat terwujud melalui pendidikan baik informal, formal dan non formal karma pendidikan merupakan salah satu factor penentu keberhasilan (UU No. 20 Tahun 2009).
Sektor pertanian merupakan sektor yang paling dominan di Tembilahan dan pada umumnya masyarakat bermata pencarian sebagai petani. Kelapa sawit merupakan satu sektor pertanian utama yang ada di Kabupaten Tembilahan. Salah satu daerah yang menjadikan perkebunan kelapa sawit sebagai mata pencaharian utama adalah di Kota Baru.
Hal tersebut menyebabkan kelapa sawit menjadi sumber pendapatan yang utama bagi masyarakat di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan oleh sebab itu hampir seluruh waktu dan tenaga yang dimiliki petani tercurah pada perkebunan kelapa sawit dan pada umumnya lahan kelapa sawit milik sendiri. Apabila kondisi perkebunan masyarakat berjalan lancar maka diharapkan petani akan mendapatkan kehidupan yang layak dan hidup memadai serta kesejahteraan petani akan meningkat.
Profil petani kelapa sawit mengandung arti tentang gambaran nyata yang tampak pada petani kelapa sawit, yakni keadaan apa saja yang terjadi setelah petani mengusahakan pertanian kelapa sawit, apa saja permasalahan yang dihadapi petani sehubungan dengan pertanian kelapa sawit serta perubahan- perubahan yang terjadi pada petani kelapa sawit, baik di bidang sosial dan ekonomi.
Pada kenyataan yang ada di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan tanaman kelapa sawit kurang memberikan masukan terhadap para petani kelapa sawit, karena biaya produksi semakin tinggi tetapi
hasil produksi jumlahnya semakin menurun dan harga jual hasil pertanian juga tidak seimbang karena sistem yang digunakan dalam perdagangan (tata niaga) masih banyak di jual pada pedagang perantara atau tengkulak dimana produksi tanaman kelapa sawit yang dimiliki oleh para petani mendapat potongan pada saat penjualan. Fenomena ini menyebabkan masih banyak petani yang mengeluh tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, penghasilan atau pendapatan yang minim serta waktu dan tenaga yang harus dikeluarkan, hal ini tentu berpengaruh terhadap kehidupan pertanian baik dari segi pendidikan, memenuhi kebutuhan dan jumlah pendapatan yang diterima.
Tertarik pada masalah diatas maka penulis ingin mengungkapkan masalah ini kedalam bentuk penelitian yang berjudul
“Studi Permasalahan Petani Dalam Menghadapi Fluktuasi Harga Kelapa Sawit Di Kota Baru Kecematan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir (Riau)”.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang, batasan rumusan masalah, serta tujuan penelitian tergolong pada penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif menggambarkan dan menginterpretasi apa adanya. Arikunto (2006) mengatakan penelitian deskriptif adalah penelitian dengan menjelaskan atau menggambarkan variabel.
Sudjana dan Ibrahim (2007) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh kaitan – kaitan antara variabel – variabel yang ada, penelitian ini tidak menguji hipotesis melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel – variabel yang diteliti.
A. Populasi dan Sampel Populasi Penelitian
Arikunto (2010), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sedangkan menurut Sugiono (2011), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan
seluruh anggota keluarga petani Kelapa Sawit di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir (Riau).
B. Sampel Penelitian a. Sampel Wilayah
Sampel wilayah dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling (Penunjukan) berdasarkan teknik tersebut maka ditunjuk di Kota Baru Seberida, Pasar Kembang dan Kuala Keritang. Dasar penunjukannya berdasarkan jumlah Petani Kelapa Sawit yang relative lebih banyak perkebunan Kelapa Sawit di daerah tersebut.
b. Sampel Responden
Berdasarkan populasi dalam penelitian yang telah dikemukakan diatas maka responden penelitian diambil secara proporsional random sampling dengan proporsi sebesar 15% dari jumlah kepala keluarga Petani Kelapa Sawit yang ada pada Kelurahan yang telah ditentukan dengan merujuk Arikunto (1996:120) yang menyatakan bahwa untuk sampel penalitian yang populasinya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya tetapi apabila lebih dari 100 maka jumlah sampel dapat diambil sebanyak 5% - 20% atau sesuai kemampuan penelitian dari segi waktu, tenaga dan dana.
C. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan jenis penelitian ini yaitu penelitian deskriptif maka dilakukan analisis statistik deskriptif dengan menggunakan formula persentase.
Dengan langkah : 1.Metabulasi data.
2.Mengolah data dengan menggunakan rumus.
p=
Keteragan:
p = persentase f = frekuensi n = jumlah responden PEMBAHASAN
Analisis data penelitian ditunjukkan
Kelapa Sawi di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir (Riau). Selanjutnya secara beruntun akan diuraikan dan membahas melalui pembahasan berikut ini:
Pertama, Di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir banyak masyarakat yang mengeluhkan hasil pendapatan dari hasil panen kelapa sawit, peran Koperasi di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir tidak dapat banyak membantu karena bunga pinjaman dari Koperasi yang beasr tidak seimbang dengan pendapatan dari hasil kelapa sawit.
Koperasi di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir belum berjalan baik dengan apa yang diharapkan oleh Petani Kelapa Sawit, banyak Petani Kelapa Sawit yang mengharapkan Koperasi dapat membantu dalam perekonomian para Petani Kelapa Sawit.
Pemerintah Daerah dan perusahan – perusahan Kelapa Sawit pernah membantu untuk meringankan beban perekonomian Para Petani Kelapa Sawit dengan Program Simpan Pinjaman namun dengan bunga pinjaman yang besar sama Seperti Koperasi tidak seimbang dengan pendapatan para Petani Kelapa Sawit.
Koperasi dapat disebut sebagai gambaran pondasi dasar ekonomi bangsa Indonesia karena mempunyai dasar azas kekeluargaan, akan tetapi kondisi saat ini tidak mudah menjalankan kegiatan perkoperasian.
Permasalahan yang dihadapi koperasi pun beragam pada era globalisasi ini dari masalah internal koperasi atau masalah eksternal koperasi dan bukan hanya itu saja masalah yang dihadapi perkoperasian di Indonesia, masalah permodalan koperasi dan masalah Regenerasi dalam pengurusan koperasi tersebut dan dapat dijabarkan masalah masalah koperasi secara umum adalah:
1. Koperasi jarang peminatnya 2. Sulitnya koperasi berkembang 3. Masalah permodalan
4. Masalah Internal dengan contoh sistem kerja, Regenerasi organisasi, system pengawasan kerja koperasi.
Adapun Masalah-masalah Koperasi Saat ini di Indonesia ialah terdiri dari dua yaitu Permasalahan internal dan eksternal :
a. Permasalahan Internal
1. Kebanyakan pengurus koperasi telah lanjut usia sehingga kapasitasnya terbatas
2. Pengurus koperasi juga tokoh dalam masyarakat, sehingga “rangkap jabatan” ini menimbulkan akibat bahwa focus perhatiannya terhadap pengelolaan koperasi berkurang sehingga kurang menyadari adanya perubahan - perubahan lingkungan.
3. Bahwa ketidakpercayaan anggota koperasi menimbulkan kesulitan dalam memulihkannya.
4. Oleh karena terbatasnya dana maka tidak dilakukan usaha pemeliharaan fasilitas (mesin-mesin), padahal teknologi berkembang pesat hal ini mengakibatkan harga pokok yang relative tinggi sehingga mengurangi kekuatan bersaing koperasi.
5. Administrasi kegiatan - kegiatan belum memenuhi standar tertentu sehingga menyediakan data untuk pengambilan keputusan tidak lengkap, demikian pula data statistis kebanyakan kurang memenuhi kebutuhan.
6. Kebanyakan anggota kurang solidaritas untuk berkoperasi di lain pihak anggota banyak berhutang kepada koperasi.
7. Dengan modal usaha yang relative kecil maka volume usaha terbatas; akan tetapi bila ingin memperbesar volume kegiatan, keterampilan yang dimiliki tidak mampu menanggulangi usaha besar – besaran, juga karena insentif rendah sehingga orang tidak tergerak hatinya menjalankan usaha besar yang kompleks.
b. Permasalahan Eksternal
1. Bertambahnya persaingan dari badan usaha yang lain yang secara bebas memasuki bidang usaha yang sedang ditangani oleh koperasi.
2. Karena dicabutnya fasilitas - fasilitas tertentu koperasi tidak dapat lagi
menjalankan usahanya dengan baik, misalnya usaha penyaluran pupuk yang pada waktu lalu disalurkan oleh koperasi melalui koperta sekarang tidak lagi sehingga terpaksa mencari sendiri.
3. Tanggapan masyarakat sendiri terhadap koperasi, karena kegagalan koperasi pada waktu yang lalu tanpa adanya pertanggungjawaban kepada masyarakat yang menimbulkan ketidakpercayaan pada masyarakat tentang pengelolaan koperasi.
4. Tingkat harga yang selalu berubah (naik) sehingga pendapatan penjualan sekarangtidak dapat dimanfaatkan untuk meneruskan usaha, justru menciutkan usaha.
Kedua, Kelompok Tani di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir (Riau) pada umumnya masyarakat banyak yang mengeluhkan dan mendukung kelompok tani, karena dengan adanya kelompok tani dapat sedikit membantu keluhan dari para petani kelapa sawit karena keanggotaan kelompok tani yang kebanyakan bukan dari dari para petani kelapa sawit. Hal inilah yang menjadi permasalahan yang dikeluhkan oleh masyarakat petani kelapa sawit.
Kelompok Tani di Kota Baru Kecematan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir banyak beranggotakan bukan dari para Petani Kelapa Sawit, kebanyakan keanggotaan Kelompok Tani yang bukan dari para petani kelapa sawit hanya mencari keuntungan dari peran menjadi Kelompok tani. Pemerintah Daerah mendukung berdirinya Kelompok Tani atau Organisasi Petani untuk dapat membantu keluhan para Petani, namun dengan keanggotaan yang kebanyakan bukan dari petani Kelapa Sawit memberi dampak yang merugikan Para Petani Kelapa Sawit.
Petani jika berusaha tani secara individu akan terus berada di pihak yang lemah karena petani secara individu akan mengelola usaha tani dengan luas garapan kecil dan terpencar serta kepemilikan modal
maka petani tersebut akan lebih kuat, baik dari segi kelembagaannya maupun permodalannya.
Kelembagaan petani di desa umumnya tidak berjalan dengan baik ini disebabkan (Zuraida dan Rizal, 1993: Agustian, dkk, 2003:
Syahyuti, 2003: Purwanto, dkk, 2007):
1. Kelompok Tani pada umumnya dibentuk berdasarkan kepentingan teknis untuk memudahkan pengkoordinasian apabila ada kegiatan atau program pemerintah, sehingga lebih bersifat orientasi program, dan kurang menjamin kemandirian kelompok dan keberlanjutan kelompok.
2. Partisipasi dan kekompakan anggota kelompok dalam kegiatan kelompok masih relatif rendah, ini tercermin dari tingkat kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok rendah (hanya mencapai 50%).
3. Pengelolaan kegiatan produktif anggota kelompok bersifat individu. Kelompok sebagai forum kegiatan bersama belum mampu menjadi wadah pemersatu kegiatan anggota dan pengikat kebutuhan anggota secara bersama, sehingga kegiatan produktif individu lebih menonjol.
Kegiatan atau usaha produktif anggota kelompok dihadapkan pada masalah kesulitan permodalan, ketidakstabilan harga dan jalur pemasaran yang terbatas.
4. Pembentukan dan pengembangan kelembagaan tidak menggunakan basis social capital setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui prinsip keotonomian dan pemberdayaan.
5. Pembentukan dan pengembangan kelembagaan berdasarkan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam.
Introduksi kelembagaan dari luar kurang memperhatikan struktur dan jaringan kelembagaan lokal yang telah ada, serta kekhasan ekonomi, sosial, dan politik yang berjalan.
6. Pembentukan dan pengembangan kelembagaan berdasarkan pendekatan yang top down, menyebabkan tidak tumbuhnya partisipasi masyarakat.
7. Kelembagaan-kelembagaan yang dibangun terbatas hanya untuk memperkuat ikatan
Tujuannya agar terjalin kerjasama yang pada tahap selanjutnya diharapkan daya tawar mereka meningkat. Untuk ikatan vertikal diserahkan kepada mekanisme pasar, dimana otoritas pemerintah sulit menjangkaunya.
8. Meskipun kelembagaan sudah dibentuk, namun pembinaan yang dijalankan cenderung individual, yaitu hanya kepada pengurus. Pembinaan kepada kontaktani memang lebih murah, namun pendekatan ini tidak mengajarkan bagaimana meningkatkan kinerja kelompok misalnya, karena tidak ada social learning approach.
9. Pengembangan kelembagaan selalu menggunakan jalur struktural, dan lemah dari pengembangan aspek kulturalnya.
Struktural organisasi dibangun lebih dahulu, namun tidak diikuti oleh pengembangan aspek kulturalnya. Sikap berorganisasi belum tumbuh pada diri pengurus dan anggotanya, meskipun wadahnya sudah tersedia.
Ketiga, Tata Niaga (sistem perdagangan) di Kota baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir (Riau) pada umumnya masyarakat mengeluhkan sistem perdagangan di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir yang tidak stabil dan terus mengalami perubahan dalam menentukan harga kelapa sawit. Hal ini yang menjadi masalah fluktuasi atau naik turun harga kelapa sawit yang masalah pendapatan petani kelapa sawit, karena dari hasil panen petani kelapa sawit mengandalkan pendapatan dari hasil panen kelapa sawit.
Dengan naik turunnya harga Kelapa Sawit para Para tengkulak atau agen memanfaatkan situasi dimana harga Kelapa sawit yang sedang naik dengan membatasi harga pembelian. Hal ini yang menjadi kekhawatiran para Petani Kekapa Sawit karena harga yang tidak stabil membuat para Petani kelapa Sawit berfikir keras untuk mendapatkan Hasil penjualan yang baik.
Menurut panebar (Swadaya, 2005) masalah-masalah yang menonjol dalam sisitem niaga sawit rakyat yang banyak terjadi diIndonesia adalah sebagai berikut :
a) Jalur tata niaga dari sentra produksi (petani) hingga unit pengolahan cukup panjang, akibatnya bagian yang diterima petani relative rendah.
b) System ijon masih terdapat dalam tata niaga sawit rakyat dan petani mempunyai posisi yang lemah terhadap tengkulak, petani tidak berdaya menjual sawit produksinya ke pihak lain yang lebih menguntungkan.
c) Kebanyakan patani sawit tidak mengerti cara penghitungan harga sawit yang sebenarnya, informasi hannya sepihak dari pedagang perantara saja sehingga harga jual sawit sulit berkembang bahkan mudah ditekan.
d) Koordinasi dalam transaksi jual beli antara petani sawit dengan pedagang belum ada atau masih terbatas, dari segi kualitas produk dan timbangan petani biasa dirugikan.
Masalah diatas penyebabnya adalah tengkulak yang memonopoli harga sawit sehingga kesejahteraan rakyat tidak tercapai dimana harga beli tengkulak dibawah harga standar sawit. Sawit yang merupakan salah satu komoditi ekspor dalam perdagangan sawit memiliki rantai tataniaga yang panjang, banyak pihak yang berperan dan ikut menentukan sejak lateks keluar dari kebun hingga diterima oleh konsumen (Pabrik Pengolahan) sampai di ekspor ke luar negeri ataupun pihak yang terlibat dalam jalur tataniaga sawit adalah petani, tengkulak, KUD, rumah asap, pabrik pengolahan milik swasta, perusahaan pengangkutan, tempat lelang atau bursa sawit, eksportir, importer sampai ke konsumen luar negeri.
Keempat, Penetapan Harga di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir (Riau) pada umumnya masyarakat petani kelapa sawit yang mendukung penetapan harga, karena penetapan harga di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir belum menemukan hasil penetapan harga yang baik.
Petani Kelapa Sawit di Kota Baru Kecamatan keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir terus mencoba untuk menstabilkan harga Kelapa Sawit yang turun
naik pada tiap bulan disetiap hari panen.
Dengan mengandalkan Kelompok tani dan Koperasi Daerah khusus untuk Petani Kelapa sawit masyarakat yang memiliki perkebunan Kelapa sawit masih mengeluhkan organisasi–
organisasi tersebut yang seharusnya dapat membantu perekonomian mereka para Petani Kelapa Sawit.
Penetapan harga merupakan keputusan kritis yang menunjang keberhasilan operasi organisasi profit maupun non profit. Harga merupakan satu - satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pendapatan bagi organisasi. Namun, keputusan mengenai harga (terutama dalam konteks pemasaran jasa) tidak mudah dilakukan. Di satu sisi, harga yang terlalu mahal bisa meningkatkan laba jangka pendek, tetapi di sisi lain akan sulit dijangkau konsumen dan sukar bersaing dengan kompetitor. Dalam kasus tertentu, harga yang terlampau mahal bisa diprotes lembaga konsumen dan bahkan mengundang campur tangan pemerintah untuk menurunkannya.
Selain itu, margin laba yang besar cenderung menarik para pesaing untuk masuk ke industri yang sama. Sedangkan bila harga terlalu murah, pangsa pasar bisa melonjak, namun margin kontribusi dan laba bersih yang diperoleh akan berkurang. Selain itu, sebagian konsumen bisa saja mempersepsikan kualitasnya jelek. Semua organisasi yang berorientasi laba dan banyak organisasi nirlaba menetapkan harga atas produk atau jasa mereka.
Harga merupakan elemen bauran pemasaran yang paling fleksibel (harga dapat diubah dengan cepat, tidak seperti ciri khas produk dan perjanjian distribusi). Pada saat yang sama, penetapan dan persaingan harga juga merupakan masalah nomor satu yang dihadapi perusahaan. Namun, banyak perusahaan yang tidak menangani penetapan harga dengan baik. Kesalahan yang paling umum :
a. Penetapan harga yang terlalu berorientasi biaya.
b. Harga kurang sering direvisi untuk mengambil keuntungan dari perubahan
sebagai unsur intrinsik dari strategi penentuan posisi pasar.
d. Harga kurang cukup bervariasi untuk berbagai macam produk, segmen pasar, dan saat pembelian.
Perusahaan menangani penetapan harga dengan berbagai cara. Pada perusahaan- perusahaan kecil, harga biasanya ditetapkan oleh manajemen puncak dan bukan oleh bagian pemasaran atau penjualan. Pada perusahaan-perusahaan besar, penetapan harga biasanya ditangani oleh manajer divisi dan lini produk.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Fungsi Koperasi di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir banyak masyarakat yang mengeluhkan hasil pendapatan dari hasil panen kelapa sawit, peran Koperasi di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir tidak dapat banyak membantu karena bunga pinjaman dari Koperasi yang beasr tidak seimbang dengan pendapatan dari hasil kelapa sawit.
2. Fungsi Kelompok Tani di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir (Riau) pada umumnya masyarakat banyak yang mengeluhkan dan mendukung kelompok tani, karena dengan adanya kelompok tani dapat sedikit membantu keluhan dari para petani kelapa sawit karena keanggotaan kelompok tani yang kebanyakan bukan dari dari para petani kelapa sawit. Hal inilah yang menjadi permasalahan yang dikeluhkan oleh masyarakat petani kelapa sawit.
3. Sistem Perdagangan (Tata Niaga) di Kota baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri
4. Hilir (Riau) pada umumnya masyarakat mengeluhkan sistem perdagangan di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir yang tidak stabil dan terus mengalami perubahan dalam menentukan harga kelapa sawit. Hal ini yang menjadi masalah fluktuasi atau naik turun harga kelapa sawit yang masalah pendapat petani kelapa sawit, karena dari hasil panen petani kelapa sawit mengandalkan pendapatan dari hasil panen kelapa sawit.
5. Penetapan Harga di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir (Riau) pada umumnya masyarakat petani kelapa sawit yang mendukung penetapan harga, karena penetapan harga di Kota Baru Kecamatan Keritang Kabupaten Tembilahan Indragiri Hilir belum menemukan hasil penetapan harga yang baik.
Saran
1. Diharapkan kepada Koperasi Petani Kelapa Sawit daerah dan pemerintah daerah membantu untuk menyesuaikan hasil panen kelapa sawit dengan bunga pinjaman dari koperasi. Dengan demikian akan dapat mengurangi keluhan masyarakat Petani Kelapa Sawit yang banyak mengeluhkan perekonomian mereka.
2. Diharapkan kepada organisasi atau Kelompok Taniini lebih menunjukkan perannya untuk membantu Petani Kelapa sawit dan mengurangi keanggotaan Kelompok tani selain petani kelapa sawit itu sendiri, dengan mengurangi keanggotaan Kelompok Tani lebih mengerti apa kebutuhan Petani Kelapa Sawit karena keanggotaan dari Petani itu sendiri.
3. Diharapkan kepada pemerintah daerah dan agen lebih memperhatikan harga untuk Petani Kelapa Sawit yang tidak stabil.
4. Diharakap kepada agen Penetapan harga untuk berganti – ganti anggota tempat pembelian hasil panen untuk memperhatikan lagi dampak kepada masyarakat Petani Kelapa Sawit.
5. Diharpan kepada peneliti lanjutan untuk dapat mengembangkan penelitian ini dengan variable yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi. 2010. Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Keragaman. Bandung: Remaja Rosda Karya
Sugiyono. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Swadaya. 2006. Sistem Perdagangan dan Penyuluhan untuk Pertanian. Bina Cipta. Bandung
Zuraida dan Rizal, 1993. Agustian, dkk, 2003.
Syahyuti, 2003. Purwanto, dkk, 2007) : http://adf.ly/2038312/banner/http://beru sahatani.blogspot.co.id/2011/01/permas alahan-pengembangan kelembagaan.
html