Counselor’s Roles In Overcoming Attitude Change Of Students In Puberty Period In Class XI SMA Negeri 11 Padang
By:
Febri Yesi Rulwita*
Dr. Helma, M.Pd**
Alfaiz, S.Psi.I., M.Pd**
*Students
**Lectures
Guidance and Counseling Studi Program, STKIP PGRI West Sumatera Email: [email protected]
ABSTRACT
The background of this research is the problem in puberty period. The purpose of this research is to describe the function of counselor from aspect: 1) Composing the guidance and counseling program 2) The implementation guidance and counseling program 3) The evalution of implementation guidance and counseling program 4) Analyze the result of the guidance and counseling program 5) Follow up of the guidance and counseling program. The type of this research is qualitative descriptive. The key informan are 2 counselor and additional informan from 4 students. The data was done with data triangulation and analyze with data reduction, the data presentation and get the conclution. The result of this research are: 1) The composing program counselor should be done need assessment first 2) In realization program counselor approach with students to service easy received 3) In an evaluation counselor use LAISEG, LAIJAPEN, and LAIJAPANG 4) In analyzing the result counselor ask again to the students about problem that they felt and observed student behavior change 5) The follow up action counselor commit to give an individual counseling.
Keywords: Counselor, students, attitude, and puberty
Pendahuluan
Kualitas yang diberikan oleh pendidikan merupakan andalan bagi tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Dalam sistem pendidikan nasional, tujuan umum pendidikan dijabarkan dari falsafah bangsa, yakni pancasila. Makna tujuan pendidikan nasional itu adalah membentuk manusia Indonesia yang mandiri dalam konteks kehidupan pribadinya, kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta berkehidupan sebagai makhluk yang beragama (Ketuhanan Yang Maha Esa).
Manusia Indonesia yang dicita-citakan dan harus diupayakan melalui pendidikan adalah manusia yang bermoral, berilmu, berkepribadian, dan beramal bagi kepentingan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara.
Berdasarkan hal tersebut kualitas yang dimaksud adalah pribadi yang
memiliki keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam aspek-aspeknya yaitu spiritual, intelektual, dan sebagainya.
Melihat kenyataan pada bidang pendidikan di Indonesia yang masih banyak kecenderungan bahwa pendidikan belum sepenuhnya dapat membantu perkembangan kepribadian peserta didik secara optimal.
Secara akademis masih terlihat peserta didik belum mampu mencapai prestasi belajar yang memuaskan, demikian halnya masih banyak permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh sebagian peserta didik yang beraneka ragam, seperti kesulitan dalam belajar, hubungan dengan teman sebaya, masalah dengan keluarga, lingkungan, dan termasuk diri pribadi. Disinilah perlunya pelayanan bimbingan dan konseling sekolah, karena bimbingan dan konseling mempunyai peranan yang sangat penting
dalam pendidikan yaitu membantu peserta didik agar berkembang secara optimal.
Peserta didik Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah mereka yang sedang berada pada fase perkembangan masa remaja dari rentangan umur 12-22 tahun.
Menurut Gunarsa (Al-Mighwar, 2006:61)
“Meskipun menemui beberapa kesulitan dalam penentuan batasan usia pada masa remaja di Indonesia, menetapkan bahwa masa remaja itu antara 12-22 tahun“. Pada masa itu remaja mengalami mengalami masa pubertas. Menurut Hurlock (1980:184)
“Pubertas adalah periode dalam rentang perkembangan ketika anak-anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual. Ciri-ciri anak puber antara lain:
merasa diri sudah dewasa sehingga anak sering membantah atau menentang, emosi tidak stabil sehingga anak puber cenderung merasa sedih, marah, gelisah, khawatir, mengatur dirinya sehingga terkesan egois, dan sangat mengutamakan kepentingan kelompok sehingga mudah terpengaruh oleh teman sekelompoknya. Anak mudah terpengaruh oleh lingkungan dan budaya baru yang sering bertentangan dengan norma masyarakat, serta memiliki rasa keingintahuan yang besar pada hal-hal yang baru yang mengakibatkan perilaku coba- coba tanpa disadari dengan informasi yang benar dan jelas. Menurut Buhler (Al- Mighwar, 2006:22) “Masa puber sebagai fase negatif karena periode ini berlangsung singkat dan terjadi sifat-sifat negatif yang belum terlihat dalam masa kanak-kanak”.
Pada masa pubertas ini, peserta didik mengalami perubahan sikap dan perilaku seperti: ingin menyendiri, bosan, inkoordinasi, antagonisme sosial, emosi yang meninggi, hilangnya kepercayaan diri, dan terlalu sederhana. Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya persiapan peserta didik untuk menghadapi perubahan fisik yang terjadi pada masa puber.
Disinilah pentingnya peran guru BK sesuai dengan tugas dan kewajiban guru BK tersebut di sekolah. Adapun tugas pokok guru BK menurut SK Menpan No. 84/1993 (Prayitno, 2001:6-7) adalah: menyusun program bimbingan, melaksanakan program bimbingan, mengevaluasi pelaksanaan bimbingan, menganalisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terkait dengan perubahan sikap
dan perilaku peserta didik pada masa pubertas. Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan salah satu guru BK, penulis mendapatkan informasi bahwa sebelum melaksanakan kegiatan, guru BK terlebih dahulu menyiapkan program terkait dengan kebutuhan peserta didik. Namun dalam proses pelaksanaannya belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena keterbatasan waktu dalam mengajar.
Begitupun dengan mengevaluasi, menganalisis, serta tindak lanjut program bimbingan, kadang ada dilaksanakan kadang tidak.
Hasil observasi yang telah dilakukan selama Praktik Pengalaman Lapangan di SMA Negeri 11 Padang dimulai pada tanggal 07 Agustus 2014, penulis menemukan masih banyak peserta didik melakukan perilaku-perilaku yang berdampak negatif pada diri mereka dan orang lain. Ada peserta didik yang ikut dalam suatu kelompok dan melakukan tindakan-tindakan yang buruk terhadap teman-temannya seperti mencuri uang, buku, pena, dan yang lainnya sehingga peserta didik merasa tidak nyaman dan selalu membawa tas kemana pun mereka pergi. Ada peserta didik berkelahi sampai melukai karena pendapatnya dibantah oleh teman-temannya. Ada juga peserta didik yang memiliki emosi mudah meluap sehingga tingkah lakunya tersebut bersifat merusak, seperti: memecahkan kaca sekolah, merusak kursi dan meja. Ada juga peserta didik yang tidak serius belajar karena beralasan bosan. Masih ada peserta didik yang terlalu sederhana sehingga membuat mereka tidak percaya diri bahkan sampai tidak aktif saat pembelajaran berlangsung.
Dari fenomena di lapangan, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: 1) Peran guru BK dalam mengatasi perubahan sikap dan perilaku peserta didik pada masa pubertas dilihat dari aspek penyusunan program bimbingan. 2) Peran guru BK dalam mengatasi perubahan sikap dan perilaku peserta didik pada masa pubertas dilihat dari aspek melaksanakan program bimbingan. 3) Peran guru BK dalam mengatasi perubahan sikap dan perilaku peserta didik pada masa pubertas dilihat dari aspek mengevaluasi pelaksanakan bimbingan. 4) Peran guru BK dalam mengatasi perubahan sikap dan
perilaku peserta didik pada masa pubertas dilihat dari aspek menganalisis hasil pelaksanaan bimbingan. 5) Peran guru BK dalam mengatasi perubahan sikap dan perilaku peserta didik pada masa pubertas dilihat dari aspek menindaklanjuti program bimbingan.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan 17 s/d 23 September 2015. Tempat penelitian ini adalah di SMA Negeri 11 Padang Jl. Raya Padang-Painan KM. 20 Bungus Teluk Kabung yaitu kepada guru BK dan peserta didik.
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 1988:
6).
Adapun yang dimaksud dengan informan menurut Moleong (1988:132) adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Usaha untuk menemukan informan dapat dilakukan dengan cara melalui keterangan orang yang berwewenang, baik secara formal maupun secara informal, dan melalui wawancara pendahuluan yang dilakukan peneliti.
Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informan kunci ini dapat memberikan informasi yang lebih khusus dan penting sesuai dengan kejadian yang dilihat. Sedangkan informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti
.
Pada penelitian ini informan kunci yang menjadi sasaran adalah 2 orang guru BK dan informan tambahan adalah 4 orang peserta didik.Pada pelaksanaan penelitian ini, informan penelitian akan ditetapkan dengan teknik purposive sampling. Sugiyono (2012:
218-219) Purposive sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Teknik yang digunakan untuk memperoleh dan mengumpulkan data dalam penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data yang berupa wawancara dan studi dokumentasi.
Menurut Yusuf (2005:140) bahwa wawancara adalah proses interaksi antara pewawancara (interviewer) dengan yang diwawancarai (interviewee) secara langsung. Teknik studi dokumentasi yang digunakan untuk memperoleh informasi dan keterangan langsung yang mendukung kelengkapan data dalam penelitian. Menurut Yusuf (2005:252) studi dokumentasi yaitu sumber informasi yang ditemukan dalam bentuk foto, dalam bahan statistik, dalam dokumen atau dalam berbagai sumber bacaan lainnya baik yang tersimpan dalam perpustakaan umum, pada lembaga resmi maupun yang tersimpan dalam koleksi perorangan.
Data ini diuji dengan melakukan triangulasi data, setelah itu dianalisis melalui tiga tahap: 1. Reduksi data, 2.
Penyajian data, 3. Penarikan kesimpulan.
Hasil dan Pembahasan
Secara umum hasil penelitian mengenai peran guru BK dalam mengatasi perubahan sikap dan perilaku peserta didik pada masa pubertas di kelas XI SMA Negeri 11 Padang dalah sebagai berikut:
1. Peran guru BK dalam mengatasi perubahan sikap dan perilaku peserta didik pada masa pubertas dilihat dari aspek penyusunan program bimbingan.
Berdasarkan hasil temuan peneliti melalui wawancara di lapangan dengan guru BK dapat diketahui dalam melakukan need assessment guru BK melakukannya dengan memberikan Alat Ungkap Masalah (AUM) kepada peserta didik sebagai acuan oleh guru BK untuk membuat program layanan. Salah satu guru BK tidak melakukan need assessment dan langsung membuat program layanan.
Sejalan dengan temuan peneliti dari hasil wawancara di atas, Sukardi (2003:12) menyatakan hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan program BK sebagai berikut: Program BK hendaknya disusun oleh seluruh staf BK dengan memperhatikan personel sekolah
serta disetujui oleh kepala sekolah, Program BK harus disusun sesuai dengan kebutuhan sekolah, Penyusunan program BK hendaknya menunjang program sekolah, Program BK hendaknya disusun secara sederhana dan memiliki unsur keterlaksanaan, dan Program BK hendaknya disusun setiap awal tahun pelajaran.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dipahami bahwa dalam penyusunan program hendaknya sesuai dengan kebutuhan sekolah, namun kenyataannya ada salah satu guru BK tidak melakukan need assessment sebelum menyusun program tersebut, padahal dengan adanya need assessment lebih memudahkan guru BK dalam pembuatan program karena dengan adanya guru BK melakukan need assessment guru BK mengetahui apa saja kebutuhan peserta didik yang ada di sekolah tersebut.
2. Peran Guru BK dalam Mengatasi Perubahan Sikap dan Perilaku Peserta Didik Pada Masa Pubertas Dilihat dari Aspek Pelaksanaan Program Bimbingan.
Berdasarkan hasil temuan peneliti dalam hasil wawancara dengan guru BK dapat diketahui bahwa dalam melaksanakan program guru BK menjelaskan kepada peserta didik dengan jelas sehingga mudah dimengerti peserta didik, menggunakan metode yang mudah yang akan mempersingkat waktu layanan, dan melakukan strategi pengelolaan kelas sesuai dengan kebutuhan peserta didik di dalam kelas.
Selain itu melakukan pendekatan persuasif dengan peserta didik, pendekatan persuasif ini dapat dikatakan dengan pendekatan yang dapat menggugah perasaan, pikiran atau bisa melakukan ajakan atau bujukan kepada peserta didik pada saat melaksanakan program.
Berdasarkan temuan peneliti di atas, Sukardi (2003:147) menyatakan pelaksanaan kegiatan Bimbingan dan Konseling sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dapat dilihat sebagai berikut: penerapan metode, teknik khusus. media dan alat, penyampaian bahan, dan pemanfaatan sumber bahan,
pengaktifan nara sumber, efisiensi waktu dan administrasi pelaksanaan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dipahami bahwa dalam pelaksanaan program masih banyak yang belum dilakukan guru BK di dalam aspek pelaksanaan ini, guru BK hanya menjelaskan saja dengan jelasnya kepada peserta didik tentang layanan yang diberikan, kemudian menggunakan metode yang sangat mudah, serta pengelolaan kelas sesuai dengan kebutuhan peserta didik di dalam kelas.
3. Peran guru BK dalam mengatasi perubahan sikap dan perilaku peserta didik dilihat dari aspek evaluasi program bimbingan.
a. Penilaian proses
Berdasarkan hasil temuan peneliti di lapangan dapat diketahui bahwa guru BK dalam memberikan evaluasi proses kepada peserta didik dalam mengatasi perubahan sikap dan perilaku pada masa pubertas yaitu dilakukan pada saat pemberian layanan berlangsung. Dalam pemberian materi layanan guru BK melalukan evaluasi proses dengan cara bertanya kepada peserta didik apakah telah memahami materi pelajaran yang diberikan guru BK atau belum.
Berdasarkan hasil temuan peneliti, hal ini diperjelas oleh Sukardi (2003:147) menyatakan bahwa penilaian proses dapat dilakukan dengan: mengamati partisipasi dan aktivitas peserta didik dalam kegiatan layanan, mengungkapkan pemahaman peserta didik atau bahan-bahan yang disajikan atau pemahaman atau pendalaman peserta didik atas masalah yang dialaminya, mengungkapkan kegunaan layanan bagi peserta didik dan perolehan peserta didik sebagai hasil dari partisipasi atau aktivitasnya dalam kegiatan layanan, mengungkapkan minat peserta didik tentang perlunya layanan lebih lanjut, mengamati perkembangan peserta didik dari waktu dalam proses layanan berlangsung, mengungkapkan
kelancaran proses dan suasana penyelenggaraan kegiatan layanan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa guru BK pada saat melakukan penilaian proses hanya bertanya kepada peserta didik apakah telah memahami materi pelajaran yang diberikan guru BK atau belum, jika dikaitkan dengan pendapat sukardi di atas maka masih banyak yang belum dilaksanakan guru BK saat melalukan penilaian proses.
b. Penilaian hasil
Berdasarkan hasil temuan peneliti di lapangan dapat diketahui bahwa guru BK dalam pelaksanaan layanan dalam mengatasi perubahan sikap dan perilaku peserta didik pada masa pubertas melakukan evaluasi hasil. Berdasarkan hasil temuan peneliti salah seorang guru BK melakukan evaluasi hasil dengan cara membagikan kertas evaluasi kepada peserta didik menggunakan acuan UCA dan meminta peserta didik untuk mengisi kertas evaluasi tersebut sebaik-baiknya, pengiasian kertas evaluasi ini dilakukan setelah peserta didik menerima materi layanan yang diberikan guru BK pada hari itu. Sebaliknya dari hasil temuan peneliti dari hasil wawancara terungkap bahwa salah seorang guru BK lainnya tidak melakukan evaluasi hasil guru BK ini mengatakan tidak cukupnya waktu jika melakukan evaluasi hasil sehingga pada pemberian layanan guru BK tidak melakukan evaluasi hasil.
Sejalan dengan pembahasan di atas diperjelas oleh Prayitno (2004:12) menyatakan bahwa: secara khusus penilaian hasil layanan diselenggarakan dalam tiga tahap yaitu: 1) Penilaian segera (LAISEG), 2) Penilaian jangka pendek (LAIJAPEN) dan 3) Penilaian jangka panjang (LAIJAPANG).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa ada yang melaksanankan penilaian hasil ini dengan melakukan penilaian segera yang mengacu pada UCA, ada juga
yang tidak melaksanakan penilaian segera tetapi hanya melaksanakan penilaian jangka panjang.
4. Peran guru BK dalam mengatasi perubahan sikap dan perilaku peserta didik pada masa pubertas dilihat dari aspek hasil program bimbingan.
Berdasarkan hasil temuan peneliti di lapangan dapat diketahui bahwa guru BK dalam menganalisis hasil layanan yang telah diberikan kepada peserta didik, guru BK melakukan konseling perorangan dengan peserta didik untuk menanyakan perubahan yang dirasakannya, dan dari hasil temuan peneliti salah satu guru BK meninjau peserta didik dalam kehidupan sehari- hari untuk melihat sejauh mana hasil evaluasi yang sedang berlangsung.
Berdasarkan hasil temuan peneliti, hal ini diperjelas oleh Sukardi (2003:148) menyatakan bahwa, analisis ini setidak-tidaknya difokuskan pada hal-hal sebagai berikut:
a. Status perolehan peserta didik atau perolehan guru BK sebagai hasil kegiatan, khususnya dibandingkan dengan tujuan yang ingin dicapai.
b. Analisis diagnosis dan prognosis terhadap kenyataan yang ada setelah dilakukannya kegiatan layanan atau pendukung.
Berdasarkan penjelasan diatas cara guru BK menganalisis hasil layanan yaitu melaksanakan konseling perorangan untuk menanyakan perubahan yang terjadi kepada peserta didik yang bermasalah, meninjau kembali peserta didik dalam kehidupan sehari-hari untuk melihat sejauh mana hasil evaluasi yang sedang berlangsung.
5. Peran guru BK dalam mengatasi perubahan sikap dan perilaku peserta didik pada masa pubertas dilihat dari aspek tindak lanjut program bimbingan.
Berdasarkan hasil temuan peneliti di lapangan dapat diketahui bahwa guru BK setelah menganalis kembali hasil dari pelayanan yang telah diberikan dengan memanggil kembali peserta didik ke ruang konseling untuk melakukan tindak lanjut jika diperlukan hal ini bertujuan untuk menanyakan kepada peserta didik mengenai perubahan yang dialaminya dan
melakukan komitmen dengan peserta didik untuk melakukan tindak lanjut yang akan dilakukan. Selanjutnya dari hasil temuan peneliti dalam hasil wawancara ditemukan bahwa guru BK memberikan motivasi kepada peserta didik untuk tetap menjaga perubahannya dan meningkatkan perubahan tersebut kearah yang lebih baik lagi untuk kedepannya.
Sejalan dengan pembahasan dari hasil wawancara di atas, diperjelas oleh Sukardi (2003:149) menyatakan bahwa, sesuai dengan analisis tersebut, setidaknya ada tiga kemungkinan kegiatan pokok yang dapat dilakukan oleh guru BK sebagai upaya tindak lanjut diantaranya:
a. Memberikan tindak lanjut “singkat dan segera”, misalnya berupa
pemberian penguatan
(reinforcement), penugasan kecil (peserta didik melakukan sesuatu yang berguna bagi dirinya).
b. Menempatkan atau
mengikutsertakan peserta didik yang bersangkutan dalam jenis layanan tertentu (misalnya dalam layanan bimbingan kelompok atau konseling kelompok)
c. Membentuk program satuan layanan atau pendukung yang baru, sebagai kelanjutan atau pelengkap layanan atau pendukung yang baru ini kembali diselenggarakan melalui lima tahapan secara berurutan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dilihat bahwa guru BK di lapangan tidak ada memberikan penguatan atau tugas-tugas yang lainnya kepada peserta didik, guru BK hanya memberikan motivasi agar perubahan yang ada pada diri peserta didik bisa dibiasakan dalam kehidupan sehari- harinya.
Kesimpulan dan Saran
Penyusunan program sebelum mengentaskan permasalahan peserta didik sangatlah penting bagi guru BK, karena dengan adanya program ini memudahkan guru BK melaksanakan program yang akan diberikan kepada peserta didik. Evaluasi yang digunakan dalam mengatasi permasalahan peserta didik terkait dengan
perubahan sikap dan perilaku pada masa pubertas yaitu evaluasi proses dan hasil.
Analisis hasil penting untuk dilaksanakan oleh guru BK kepada peserta didik yang mengalami masalah agar tercapainya tujuan yang telah direncanakan oleh guru BK dalam program bimbingan. Tindak lanjut dalam layanan sangatlah penting untuk mengentaskan permasalahan peserta didik yang tidak dapat dientaskan dalam satu kali pemberian layanan atau memberikan layanan yang lainnya yang terkait dengan permasalahan yang dialami peserta didik, hal ini juga dapat diberikannya kegiatan pendukung untuk menunjang keberhasilan suatu layanan.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, berikut beberapa saran untuk:
1. Peserta didik, dapat membantu mengurangi dan mengentaskan permasalahan peserta didik.
2. Orang tua, agar mampu lebih memperhatikan peserta didik yang mengalami perubahan sikap dan perilaku pada masa pubertas.
3. Guru BK, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk lebih mendalami peserta didik yang mengalami perubahan sikap dan perilaku pada masa pubertas.
4. Kepala Sekolah, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk dapat lebih memperhatikan peserta didik yang memiliki permasalahan khususnya peserta didik yang mengalami perubahan sikap dan perilaku dan dibantu untuk mengentaskannya secara bersama-sama dengan guru BK dan personil lainnya.
5. Pengelola Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat, Agar dapat membentuk dan membekali para calon konselor dengan berbagai ilmu pengetahuan, sehingga calon guru BK dapat memberikan pengetahuan kepada peserta didik khususnya mengenai perubahan sikap dan perilaku pada masa pubertas.
6. Peneliti Selanjutnya, dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan diharapkan dan dapat melakukan penelitian mengenai peran guru BK dalam mengatasi perubahan sikap dan perilaku peserta didik pada masa pubertas.
Kepustakaan
Al-Mighwar, Muhammad. 2006. Psikologi Remaja. Bandung: Pustaka Setia Hurlock, B. Elizabeth. 1980.
PsikologiPerkembangan. Jakarta:
Erlangga
Ilyas, Asmidir dan Syahril. 2009. Profesi Kependidikan. Padang: UNP Press Moleong, Lexy. 1988. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Prayitno. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sukardi, Dewa Ketut.2003. Manajemen Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Bandung: Alfabeta Yusuf, A Muri. 2005. Evaluasi Pendidikan.
Padang: UNP Press