• Tidak ada hasil yang ditemukan

E Adaptasi dan Evolusi

Pada sub bahasan ini akan membahas tentang bagaimana suatu organisme beradaptasi untuk bertahan hidup terhadap perubahan lingkungan dan bagaimana organisme melakukan evolusi dalam adaptasinya.

1 Adaptasi

Soemarwoto (1989) menulis tentang adaptasi dan evolusi dalam bukunya “Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan” sebagaimana uraian berikut. Makhluk hidup dalam batas tertentu mempunyai kelenturan. Kelenturan ini memungkinkan makhluk itu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Penyesuaian diri itu secara umum disebut adaptasi. Kemampuan adaptasi mempunyai nilai untuk kelangsungan hidup. Makin besar kemampuan adaptasi, makin besar kementakan kelangsungan hidup suatu jenis. Dengan kemampuan adaptasi yang besar, suatu jenis dapat menempati habitat yang beraneka. Manusia adalah contoh makhluk yang mempunyai kemampuan adaptasi yang sangat besar. Hampir semua jenis habitat dihuni oleh manusia. Dari daerah pantai sampai pada pegunungan Andes yang tinggi, dari daerah hutan tropis yang panas dan lembab sampai pada gurun pasir

yang panas dan kering, serta daerah arktik yang dingin ber-es, terdapat penghuni manusia. Dengan kemampuan adaptasi yang sangat besar, populasi manusia terus bertambah dan menduduki habitat baru. Dalam proses ini manusia telah mendesak banyak jenis makhluk hidup yang lain dan menyebabkan banyak jenis punah.

Adaptasi dapat terjadi dengan beberapa cara. Adaptasi dapat melalui proses fisiologi. Misalnya, orang yang hidup di daerah yang tercemar oleh limbah kekebalan terhadap infeksi muntah berak. Mereka mandi dan berkumur dengan air yang tercemar dan bahkan minum air yang tercemar. Tetapi mereka tidak menjadi sakit. Kekebalan ini tidak bersifat mutlak, sehingga ada juga yang menjadi sakit. Orang Indian yang hidup di pegunungan Andes yang tinggi, telah teradaptasi pada kadar oksigen dalam udara yang rendah. Mereka dapat bekerja berat di bawah kondisi kadar oksigen yang rendah, sedangkan orang dari dataran rendah akan terengah-engah kekurangan oksigen dan dapat jatuh pingsan. Di perdesaan orang yang miskin mjengadaptasikan diri terhadap tingkat makanan yang rendah. Tubuhnya kecil, sehingga tidak perlu banyak energi untuk mendukung dan memelihara tubuhnya. Efisiensi kerjanya tinggi, bila dihitung berdasarkan nisbah energi dalam makanan terhadap hasil kerjanya.

Adaptasi morfologi, yaitu bentuk tubuh, dapat juga terjadi. Misalnya, orang Eskimo yang hidup di daerah arktik yang dingin mempunyai bentuk tubuh yang pendek dan kekar. Bentuk yang demikian mempunyai nisbah luas permukaan tubuh terhadap volume tuvbuh yang kecil. Dengan nilai nisbah kecil itu, panas badan yang

hilang dari tubuh dapat dikurangi. Sebaliknya, orang suku Masai yang hidup di daerah yang panas di Afrika mempunyai tubuh yang tinggi langsing. Nisbah luas permukaan tubuh terhadap volume tubuh besar. Panas badan dapat dengan mudah dilepaskan dari tubuh.

Kelakuan dapat juga bersifat adaptif. Orang belajar tentang bahaya dan dengan kelakuannya ia menghindari bahaya. Adaptasi kelakuan terjadi di mana-mana. Di kota, di desa dan pada orang primitif yang hidup di hutan. Misalnya, untuk menghindari diri terhadap bahaya kelaparan orang mengadaptasikan diri terhadap persediaan makanan. Waktu musim panen padi, mereka makan beras. Dengan menyusutnya persediaan beras dalam musim paceklik, mereka makan singkong. Lebih luas lagi adaptasi ini berupa pranata sosial budaya. Adaptasi demikian disebut adaptasi kultural. Misalnya, antara saudara sekandung dan antara orang tua dan anak tidak boleh ada perkawinan. Ditinjau dari segi ekologi, perkawinan demikian mempunyai kementakan yang tinggi akan menghasilkan keturunan yang lemah atau cacad. Keturunan yang lemah mengurangi kemampuan untuk menjaga kelangsungan hidup jenis. Pada suku yang hidup dalam kelompok yang kecil-kecil dan terpencar jauh, misalnya beberapa suku Eskimo, lain lagi pranatanya. Masalah perkawinan antara anggota keluarga yang sangat dekat diatasi dengan membolehkan seorang tamu laki-laki untuk menggauli seorang anak wanita tuan rumah. Dengan demikian gen baru masuk ke dalam masyarakt yang kecil itu dan kelangsungan hidupnya dapat lebih terjamin. Menurut ukuran kita, pranata itu tentulah tidak dapat diterima.

Adaptasi kultural juga terjadi dengan penggunaan teknologi. Bentuk rumah suku Dani yang hidup di lembah Baliem di Kabupaten Jayawijaya, Irian Jaya, yang terletak pada ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut, dan baju tebal serta bentuk rumah yang khusus pada orang Eskimo merupakan adaptasi kultural. Tanpa itu mereka tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Alat AC merupakan contoh adaptasi kultural dengan teknologi.

Hewan, tumbuhan dan jasad renik juga mempunyai kemampuan adaptasi. Misalnya, padi gogo teradaptasi pada lahan kering dan padi sawah pada lahan yang tergenang. Adaptasi pada hewan, tumbuhan dan jasad renik dapat terjadi juga dengan proses fisiologi, morfologi dan kelakuan.

Hewan, tumbuhan dan jasad renik dapat juga membentuk zat dalam tubuhnya yang membuat mereka kebal terhadap serangan hama dan penyakit. Pada tuimbuhan ketahanan terhadap kekeringan dapat terjadi secara morfologi dengan perakaran yang dalam, perakaran yang luas, lapisan lilin atau rambut di permukaan tubuh dan luas permukaan tubuh yang kecil.

“Pranata” sosial terdapat juga pada hewan. Misalnya, pejantan yang terkuat menjadi pemimpin kelompok. Pejantan dewasa lainnya diusir dari kelompok. Dengan demikian, kementakan dipertinggi untuk terjadinya keturunan yang kuat dan dengan ini kelangsungan hidup kelompok dapat lebih terjamin. Teritorialitas, yaitu penguasaan daerah merupakan suatu adaptasi kelakuan. Teritorialitas memperbesar kementakan kelangsungan hidup, karena lebih terjaminnya peersediaan

makanan atau dan untuk memperbanyak diri. Pada banyak hewan, teritorialitas dinyatakan dengan zat berbau, misalnya air kencing. Pada burung dinyatakan dengan suara kicauan. Jadi, burung berkicau bukan untuk menyenangkan manusia, melainkan untuk menyatakan teritorialitasnya.

Adaptasi dapat berlangsung untuk waktu pendek maupun pajang. Misalnya, kekebalan terhadap penyakit dapat berlangsung untuk beberapa bulan saja ataupun untuk waktu yang lama, bahkan dapat untuk sepanjang umur. Kekebalan terhadap kolera hanyalah pendek dan terhadap cacar panjang. Adaptasi untuk jangka waktu yang panjang, menjadi sifat yang dianggap normal. Misalnya, padi gogo dianggap normal untuk tumbuh di lahan kering. Orang desa yang miskin dianggap normal untuk makan beras waktu musim panen dan makan singkong waktu musim paceklik.

Lingkungan selalu berubah. Kadang-kadang perubahan terjadi dengan cepat, kadang-kadang dengan lambat. Perubahan besar yang terjadi dengan cepat mudah terlihat dan orang berusaha mengadaptasikan dirinya terhadap perubahan itu. Tetapi tidak selalu adaptasi itu berhasil. Perubahan yang terjadi sedikit demi sedikit secara pelan-pelan sukar untuk terlihat. Adaptasi kultural lalu tidak terjadi. Dapat juga orang enggan melakukan adaptasi. Adaptasi yang tidak berhasil, menghasilkan sifat yang tidak sesuai dengan lingkungan. Demikian pula tidak adanya adaptasi meninggalkan sifat yang tidak sesuai lagi. Sifat yang tidak sesuai itu disebut maladaptasi. Maladaptasi mengurangi kementakan untuk kelangsungan hidup.

Kita harus selalu berusaha untuk menghindari maladaptasi. Kemampuan untuk mengadaptasikan diri harus selalu dijaga. Kita harus dapat belajar dari gangguan, sehingga kita dapat informasi dari gangguan itu. Informasi itu kita gunakan untuk adaptasi. Sistem yang dapat mengubah gangguan menjadi informasi dan menggunakan informasi itu untuk adaptasi disebut sistem yang berdayalenting.

2 Evolusi

Berkaitan erat dengan adaptasi adalah evolusi. Evolusi adalah perubahan sifat jenis secara perlahan-lahan. Perubahan bersifat terarah dan sifat yang berubah itu dapat diturunkan. Evolusi menghasilkan jenis baru. Evolusi sifatnya takterbalikkan. Menurut teori Darwin, mekanisme utama dalam evolusi adalah seleksi alamiah. Dalam ekosistem yang ada manusianya, seleksi terjadi juga oleh tindakan manusia. Odum (1996) mengatakan seleksi yang dilakukan manusia untuk keperluan penyesuaian tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang bagi keperluannya dikenal sebagai seleksi buatan. Penjinakan tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang meliputi lebih daripada pengubahan genetik jenis itu karena penyesuaian timbal balik antara jenis yang dijinakkan dan penjinaknya (biasanya manusia) itu diperluka, yang membawa ke bentuk mutualisme khusus. Penjinakkan dapat gagal dalam jangka panjang kecuali kalau hubungan mutualistik juga bersifat adaptif pada paras ekosistem atau dapat juga disesuaikan dengan pengaturan yang mempunyai maksud tertentu.

Individu dalam populasi suatu jenis mempunyai sifat yang berbeda-beda. Individu itu hanyalah sama secara rata-rata saja.

Perhatikan segenggam biji kedele. Biji dapat digolongkan kecil sekali, kecil, sedang, besar dan besar sekali. Jumlah biji yang kecil sekali dan besar sekali jumlahnya sedikit. Biji yang sedang jumlahnya paling banyak. Demikian pula dalam populasi nyamuk malaria, ada individu yang sangat peka terhadap racun DDT, ada yang kepekaannya sedang dan ada yang tahan terhadap DDT. Yang sangat peka dan tahan terhadap DDT jumlahnya sedikit, yang kepekaannya sedang jumlahnya banyak. Jika populasi itu disemprot dengan DDT dengan dosis rendah, hanya sedikit nyamuk yang mati, jika dosis dinaikkan semakin banyak nyamuk yang mati. Dengan dosis DDT yang tinggi, individu yang tahan terhadap DDT tidak mati. Jumlahnya hanyalah sedikit, tetapi nyamuk ini berkembang biak dan melahirkan keturunan yang tahan terhadap DDT. Terjadilah populasi baru nyamuk yang tahan terhadap DDT.

Contoh lain ialah hama wereng. Padi varietas unggul tahan wereng (VUTW) dikembangkan. Untuk beberapa waktu varietas itu selamat dari serangan wereng. Tetapi dalam populasi wereng itu terdapat sejumlah kecil individu yang dapat menyerang VUTW. Sementara sebagian besar individu wereng mati, karena tidak dapat makanan, beberapa itu berkembang biak. Setelah beberapa waktu populasi wereng yang dapat menyerang VUTW cukup besar untuk menyebabkan kerugian besar pada tanaman padi. Biotipe baru wereng yang dapat menyerang VUTW telah lahir. Ketahanan terhadap wereng telah ambruk.

Dengan ambruknya ketahanan terhadap wereng, para ahli bertindak. Diseleksilah VUTW baru. Dengan demikian terjadi evolusi

bersama antara wereng dan padi. Evolusi bersama ini disebut koevolusi. Odum (1996) menyatakan, koevolusi merupakan suatu tipe evolusi komunitas (yakni, interaksi-interaksi secara evolusioner antara makhluk-makhluk dalam mana pertukaran informasi genetik antara jenis-jenisnya adalah minimal atau tidak ada) yang meliputi interaksi-interaksi timbal balik yang bersifat selektif antara dua kelompok utama dari makhluk-makhluk dengan suatu hubungan ekologi yang dekat, seperti misalnya tumbuh-tumbuhan dengan herbivora, makhluk-makhluk besar dan simbion-simbion jasad reniknya, atau parasit-parasit dengan inang-inangnya.

Dalam contoh nyamuk malaria, DDT telah bekerja sebagai faktor seleksi. Dalam contoh wereng, VUTW-lah faktor seleksi hama werengnya, dan manusia merupakan faktor seleksi VUTW. Individu yang mempunyai sifat yang menguntungkan mempunyai kesempatan untuk berkembang biak. Perkembangbiakan VUTW terjadi dengan bantuan manusia, sedangkan perkembangbiakan nyamuk dan hama wereng terjadi secara alamiah.

Di dalam alam terjadi hal serupa. Tetapi faktor seleksinya adalah alam. Individu dalam populasi yang mempunyai sifat yang paling sesuai dengan kondisi lingkungan, mempunyai kesempatan terbaik untuk berkembangbiak, yang lain tersingkirkan. Individu yang kuat pun tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, apabila sifatnya tidak sesuai dengan kondisi lingkungan. Karena itu, dalam sejarah bumi banyak hewan yang kuat dan perkasa telah punah, misalnya beberapa

jenis dinosaurus. Sebaliknya ada hewan yang lemah lembut dapat bertahan, misalnya cicak.

Kepunahan hewan yang kuat haruslah menjadi pelajaran bagi manusia. Karena kemampuan otaklah manusia menjadi jenis makhluki yang sangat kuat. Tetapi apabila manusia dengan teknologinya merubah lingkungan, sehingga lingkungan itu tidak lagi sesuai dengan kehidupannya, manusia juga akan punah. Misaknya, apabila manusia mencemari lingkungannya dengan radioaktif dengan meledakkan beberapa puluh bom nuklir dalam perang dunia yang akan datang. Atau, ia merusak ozon di stratosfer yang melindunginya dari sinar ultra violet matahari yang mematikan.

Evolusi yang melahirkan berjenis-jenis makhluk di bumi, sangatlah menarik untuk dipejari untuk ilmu pengetahuan, teknologi dan keselamatan manusia. Di dalamnya tersimpan rahasia dan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

BAB III

ASAS-ASAS