• Tidak ada hasil yang ditemukan

D Konsep Gabungan mengenai Faktor-faktor Pembatas

Kehadiran dan keberhasilan suatu organisme atau golongan organisme-organisme tergantung kepada kompleks keadaan. Keadaan

yang mana pun yang mendekati atau melampaui batas-batas toleransi dinamakan sebagai yang mebatasi atau faktor pembatas (Odum, 1996).

Selanjutnya dijelaskan, dengan menggabungkan gagasan minimum dan konsep batas-batas toleransi kita sampai pada konsep yang lebih umum dan berguna mengenai faktor-faktor pembatas. Jadi, organisme-organisme di alam dikendalikan oleh (1) jumlah dan keragaman material untuk mana terdapat suatu kebutuhan minimum dan faktor-faktor fisik yang gawat dan (2) batas-batas toleransi organismenya sendiri terhadap keadaan tersebut dan komponen-komponen lingkungan lainnya.

Selanjutnya dikatakan, jika suatu organisme mempunyai batas toleransi yang lebr untuk suatu faktor yang relatif mantap dan dalam jumlah yang sedang dalam lingkungannya, faktor itu tidak mungkin membatasi. Sebaliknya, apabila suatu organisme diketahui mempunyai batas-batas toleransi tertentu untuk suatu faktor yang juga beragam dalam lingkungan, maka faktor itu pantas untuk mendapat pengkajian yang cermat karena mungkin membatasi. Misalnya, oksigen adalah demikian banyak, konstan, dan dapat segera tersedia dalam lingkungan daratan dan juga merupakan pembatas bagi organisme darat, kecuali bagi parasit atau mereka yang hidup dalam tanah atau pada tempat ketinggian yang tinggi. Di lain pihak, oksigen relatif jarang dan sering kali sanat beragam dalam air dan jadinya sering merupakan faktor pembatas bagi organisme air, terutama binatang-binatang. Karenanya, ahli ekologi perairan memiliki alat pengukur oksigen yang selalu tersedia dan mengambil pengukuran sebagai satu dari prosedurnya di

dalam mempelajari keadaan yang tidak diketahui. Lain halnya dengan ahli ekologi daratan yang akan kurang sekali memerlukan pengukuran oksigen, walaupun tentunya, hal tersebut merupakan keperluan fisiologi yang vital baik untuk darat ataupun untuk dalam air.

Seperti diperlihatkan dalam Gambar 22. Fry (1947) menyajikan model grafik yang menyimpulkan asas umum dari faktor-faktor pembatas. Diagram ini menunjukkan hal-hal pokok yang penting bahwa kisaran tolerasni yang sesungguhnya di alam (seperti ditunjukkan oleh garis-garis tebal dalam gambar) hampir selalu lebih sempit daripada kisaran potensial dari kegiatan (garis putus-putus pada gambar) seperti dapat dinyatakan misalnya, dengan memperhatikan tanggapan perilaku jangka pendek di dalam laboratorium. Biasanya faktor-faktor tambahan (faktor interaksi yang telah disebutkan sebelumnya) dan bahan metabolik dari penyaluran fisiologi pada keadaan-keadaan ekstrim mengurangi batas-batas toleransi pada kedua batas atas dan bawah.

Gambar 22. Satu model yang meringkaskan asas-asas umum mengenai faktor-faktor pembatas. Potensi laju atas dan bawah dari mebolisme dan kisaran potensi dari kegiatan ditunjukkan dengan garis-garis putus-putus. Kisaran sesungguhnya dari metabolisme atau kegiatan dinyatakan dengan garis penuh yang menutupi daerah bertitik-titik yang melukiskan batas-batas toleransi yan gdikurangi; akibt dari (1) bebazn pengaturan fisiologi yang menaikkan laju metabolisme mionimum dan (2) faktor-faktor tambahan di dalam lingkungan yang merendahkan kemampuan metabolik atas, terutama batas-batas atas dari toleransi (Digambar kembali dari F.E.J. Frey, 1947 dalam Odum, 1996).

. Seperti ditunjukkan pada Gambar 22, kedua ruang lingkung (dimensi mendatar) dan kisaran kegiatan metabolik (dimensi tegak) dapat dikurangi oleh interaksi-inrteraksi itu. Juga, optimumnya dapat digeser, dalam kasis ini ke kiri. Jadi batas toleransi ikan terhadap pencemaran panas tidak dapat ditentukan hanya dengan memperhatikan kehidupan di dalam tangki. Jika suatu ikan harus membaktikan semua energi metaboliknya kepada adaptasi fisiologinya dia tiak akan mempunyai energi cukup untuk memperoleh pangan dan reproduktif yang diperlukan untuk hidup di alam. Adaptasi makin menjadi mahal, secara energi, seandainya keadaan ekstrim didekati. Apa saja yang mengurangi beban ini membebaskan apa yang dapat digunakan untuk pertumbuhan atau reproduksi atau untuk meningkatkan kegiatan jenis lain.

Contoh-contoh

Odum (1996) memberikan beberapa contoh yang akan memberikan gambaran tentang kedua kepentingan konsep faktor pembatas dan pembatasan-pembatasan dari konsep itu sendiri.

1. Kalau seseorang mengendarai mobil sepanjang jalan raya Amerika yang lebar dari Sungai Mississipi ke Colorado Rockies, hujan berangsur-angsur berkurang apabila seseorang semakin ke Barat. Air di sini merupakan faktor yang membatasi segala-galanya bagi tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Hutan akan diganti dengan padang rumput apabila jumlah air yang tersedia jatuh di bawah batas toleransi hutan. Demikian juga dengan meningkatnya ariditas (kekeringan), rumput tinggi akan diganti oleh jenis rumput

rendah. Jadi curah hujan setahun 40 cm adalah batas yang diperlukan untuk Andropogon scoparius, tetapi cukup untuk Bouteloua gracilis. Namun demikian, di bawah keadaan tanah tertentu yang meningkatkan ketersediaan air bagi tumbuhan Bouteloua gracilis mampu hidup dan bersaing di daerah hujan 40 cm itu tadi (Rubel, 1935).

2. Ekosistem-ekosistem yang berkembang pada bentukan geologi yang khusus, sering kali memberikan tempat yang instruktif untuk analisis faktor yang membatasi, karena satu atau lebih elemen kimia penting mungkin luar biasa langka atau luar biasa banyaknya. Keadaan demikian dijumpai pada tanah serpentin (dibentuk dari silikat magnesium besi) yang rendah dalam hara-hara utama (Ca, N dan P) dan tinggi dalam magnesium, cromium, dan nikel, dengan konsentrasi-konsentrasi dari elemen tersebut terakhir ini mendekati tingkat beracun untuk orgnisme. Vegetasi yang tumbuh pada tanah demikian ini, mempunyai sifat tampang yang kerdil, yang berlainan jelas sekali dengan vegetasi di dekatnya yang tumbuh pada tanah non-serpentin, dan merupakan flora luar biasa dengan banyak jenis endemik dan ekotipe. Di dalam usaha mengkucilkan faktor yang membatasi, yang jelas Tadros (1957) telah mencoba dengan dua jenis semak dari marga Emmeranthe, satu terbatas pada tanah serpentin yang lainnya tidak pernah dijumpai pada tanah demikian. Dia jumpai bahwa jenis non-serpentin tidak akan tumbuh pada tanah serpentin, tetapi jenis serpentin akan tumbuh baik pada tanah pekarangan asalkan tanah itu disterilkan dahulu, hal ini menunjukkan bahwa dia

terbatas pada tanah khusus tadi yang disebabkan oleh ketidakmampuannya bertoleransi terhadap sementara bentuk persaingan biotik.

3. Great South Bay di Long Island di New York, memberikan contoh yang dramatik mengenai bagaimana terlalu banyaknya barang-barang yang baik dapat mengubah sama sekali suatu ekosistem menjadi suatu kehancuran dari kehendak manusia di dalam kasus ini. Ceritanya untuk contoh ini, dapat diberi judul “Bebek lawan Oyster”, telah didokumentasikan dengan baik dan dalam masalah ini hubungan akibat dan sebab telah dibuktikan dengan percobaan (Ryther, 1954). Pembuatan peternakan besar bebek sepanjang anak sungai yang mengalir ke teluk menyebabkan pemupukan perairan dengan sangat intensif oleh kotoran bebek dan sebagai akibatnya menyebabkan peningkatan fitoplankton. Laju sirkulasi yang lemah dalam teluk menyebabkan terkumpulnya hara-hara dan bukan tercuci ke luar laut. Kenaikan dalam produktivitas primer dapat merupakan hal yang menguntungkan semestinya, kenyataannya bahwa bentuk organik dari hara-hara yang ditambahkan itu dan nisbah nitrogen-fosfor rendah menghasilkan perubahan seluruhnya dalam tipe produsen-produsen, fitoplankton campuran yang normal dari daerah itu terdiri dari diatom, flagelata hijau dan dinoflagellata telah diganti hampir secara sempurna oleh flagelata hijau yang sangat kecil dari marga Nannochloris dan Stichoccus (Spesies yang paling umum sedikit sekali diketahui oleh ahli botani laut sehingga dia harus dirisalah sebagai suatu jenis baru). Oyster yang berbintik biru yang

terkenal, yang telah hidup bertahun-tahun dari makanannya yang biasa yaitu fitoplankton dan mendukung industri yang menguntungkan, tidak mampu menggunakan pendatang baru sebagai makanannya dan berangsur-angsur menghilang; Oyster tersebut ditemukan mati kelaparan dengan ususnya penuh dengan flagelata hijau yang tidak dapat dicernakan. Kerang-kerangan lain juga disingkirkan dan semua usaha untuk memasukkan kembali mereka gagal. Percobaan pembiakan menunjukkan bahwa flagelata hijau tumbuh baik apabila nitrogen ada di dalam bentuk urea, asam urat, dan ammonia, sedangkan diatom Nitzschia, fitoplankton yang “normal” memerlukan nitrogen anorganik (nitrat). Jelaslah bahwa flagelata hijau dapat “mengambil jalan lintas” atau memperpendek peredaran nitrogen, yaitu, mereka tidak harus menunggu material organik direduksi menjadi nitrat.

Contoh ini juga menunjukkan pengalaman biasa di antara biologist laboratorium yang menemukan bahwa jenis biasa/umum dari alam yang tidak dicemari sering kali sukar dibiakkan di laboratorium di bawah keadaan temperatur yang konstan dan media yang diperkaya karena mereka justru diadaptasikan pada keadaan sebaliknya, yakni keadaan hara-hara rendah dan keadaan yang beragam. Di lain pihak, jenis “gulma” yang biasanya langsung atau sementara di alam, mudah dibiakkan karena mereka stenotrofik dan hidup dalam keadaan yang diperkaya (yakni “dicemari”). Contoh yang baik tentang gulma demikian itu adalah Chlorella, gangguan yang sangat

dipuji-puji untuk perjalanan ke luar angkasa dan untuk memecahkan masalah pangan dunia manusia.

4. Cordylophora caspa merupakan organisme euryhaline yang sebenarnya tidak dapat hidup dalam air salinitas yang sebenarnya optimum untuk pertumbuhannya. Kinne (1956) telah mengadakan pengkajian yang mendalam mengenai hydroida laut ini (Coelenterata) di bawah keadaan salinitas dan temperatur yang diatur di laboratorium. Dia menemukan bahwa salinitas dari 16 perseribu menghasilkan pertumbuhan yang baik, toh organisasi ini tidak pernah dijumpai pada salinitas yang demikian di alam, melainkan selalu pada salinitas yang jauh lebih rendah, alasan mengapa demikian ini belum ditemukan.

Maka tiba kini memberikan komentar mengenai kepentingan dari penggalangan pengamatan lapang dan analisis dengan percobaan laboratorium, karena nilai dari pendekatan ini adalah jelas dari ketiga contoh tersebut di atas. Pada kasus tanah serpentin, misalnya, analisis lapang yang mendetail membuka beberapa dari kemungkinan faktor yang membatasi, tetapi hanya penelitian mengungkapkan kemungkinan yang tidak akan dapat ditemukan oleh pengamatan di lapang saja. Dalam contoh bebek Oyster, percobaan laboratorium memperkuat penemuan dari analisis lapang, penemuan-penemuan ini tentunya, tidak dapat dibuktikan oleh pengkajian lapang sendiri. Pada kasus hidroida, pendekatan eksperimental mengungkapkan taraf toleransi yang tidak akan dapat diduga dari hasil pengamatan lapang; dalam kasus ini jelas bahwa analisis lapang

harus diikuti percobaan seandainya situasi alam ingin dimengerti. Sebenarnya, nampaknya mungkin tidak ada situasi di alam yang sebenarnya dapat dipahami baik hanya dari pengamatan ataupun dari percobaan saja, sebab setiap pendekatan jelas mempunyai pembatasan-pembatasan. Dalam training dari para ahli biologi selama 40 tahun yang lampau, telah terdapat keretakan antara laboratorium dan lapang yang sangat disayangkan dengan akibat satu kelompok cenderung terlatih seluruhnya dalam filosofi laboratorium (yang mengembangkan penghargaan yang kecil atau toleransi untuk kerja lapang), sementara kelompok lainnya cenderung terlatih secara sangat sempit pada teknik lapang. Ekologi muthahir tentunya, terutama gayut terhadap masa-masa sebab, dia memecahkan halangan buatan ini dan menjadi dasar pertemuan untuk para ahli biokimia dan alam pada satu pihak dan ahli kehutan-ahli peternakan dan manajer tanaman pada pihak lain!

5. Sering kali, cara yang baik untuk menentukan faktor-faktor yang membatasi terhadap organisme adalah dengan mengkaji penyebaran dan perilaku mereka pada tepi daerah pengembaraannya. Jika kita menerima anggapan Andrewartha dan Birch (1954) bahwa penyebaran dan banyaknya organisme dikendalikan oleh faktor-faktor yang sama, maka pengkajian pada tepi-tepi pengembaraannya akan dua kali intruktif hasilnya. Namun demikian, banyak ahli biologi berfikir bahwa faktor yang sangat berbeda yang dapat membatasi banyaknya dalam pusat dari daerah pengembaraannya dan penyebaran pada tepinya, terutama karena ahli genetika

melaporkan bahwa individu dalam populasi marginal dapat mempunyai susunan gene yang berbeda dengan dari populasi pusat. Dalam kesempatan manapun, pendekatan dengan cara biogeografis menjadi semakin penting apabila satu atau lebih satu faktor lingkungan mengalami perubahan mendadak atau perubahan drastik, jadi mengadakan percobaan secara alam sering kali lebih penting daripada percobaan laboratorium, sebab faktor-faktor selain dari yang satu yang menjadi perhatian terus menerus beragam dengan cara yang normal sebaliknya daripada di”awasi” dalam cara yang tidak normal dan tetap.

Jika suatu asas harus diterapkan dengan kuat dan membuktikan berguna dalam praktis, maka hal ini akhirnya harus menjadi sasaran baik analisis kuantitatif ataupun kualitatif. Klages (1942) telah mengembangkan satu metode yang sederhana untuk menentukan daerah-daerah optimum bagi tanaman pertanian. Dia menganggap tidak hanya hasil rata-rata selama satu periode tahunan saja tetapi juga koefisien dari variasi hasilnya tadi. Daerah dengan hasil rata-rata tertinggi dan koefisien variasi terendah (karenanya kegagalan panen paling sedikit) merupakan daerah optimum.

Sejak masa Liebig, pendekatan yang paling luas digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang membatasi adalah apa yang dapat disebut “percobaan pengkayaan buatan (artificial enrichment experiment)”. Kategori yang sangat luas ini meliputi percobaan yang bersifat “trial and error” yang menandai perkembangan pertanian dini, eutrofikasi budaya yang tidak berencana seperti yang sudah

dibicarakan, demikian juga percobaan-percobaan yang telah didesain lebih hati-hati lagi. Masalah dengan percobaan pengkayaan manapun adalah usaha itu menimbulkan keadaan peralihan sementara, atau tidak mantap, yang dapat mempersukar penginterpretasian hasilnya. Walaupun demikian, apabila latar belakang pengetahuan tentang ekosistem cukup dan apabila faktor-faktor tambahan diperhatikan, maka pendekatan secara pengkayaan itu dapat berguna dan kuantitatif.

E Syarat-syarat Kehadiran sebagai Faktor-faktor