• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agama dan Kepercayaan

Dalam dokumen TRIO PADA MUSIK POPULER BATAK TOBA: (Halaman 93-108)

TINJAUAN UMUM MAS YARAKAT D AN KES ENIAN BATAK TOBA

2.5 Agama dan Kepercayaan

Definisi agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut, sedang kata agama berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tradisi.

Sebelum terbentuk Negara Republik Indonesia bahwa, suku-suku di daerah-daerah sudah menganut agama dan kepercayaan asliseperti dalam

kepercayaan masyarakat Batak Purba, diyakini adanya Tuhan Yang M aha Tinggi yang disebut Mula Jadi Nabolon. “Tuhan” itu secara

Bolon, Ompu Silaon Na Bolon, dan Tuan Pane Na Bolon yang berurut menguasai wilayah atas: langit yang disebut banua ginjang, wilayah tengah: bumi yang disebut banua tonga dan wilayah bawah: laut dan cahaya yang disebut banua toru. Konsep “Tuhan” yang demikian itu menurut para ahli antropologi religi akibat dari pengaruh Hindu yang menyusup ke dalam konsep kepercayaan asli orang Batak.128

Pada masa itu, keagamaan orang Batak merupakan suatu konsep totalitas, yaitu alam, komunitas, pribadi, dan sebagainya yang terjalin dalam suatu pandangan, merupakan konsep totalitas dan juga yang tercermin dalam pembagian alam menjadi tiga bagian dan Mulajadi Na Bolon yang diartikan sebagai Pencipta Alam Semesta sebagai penguasa atau Bangsa Batak sudah menganut agama asli yaitu agama Mulajadi yang sudah ada sejak jaman purba. Sejak masa sebelum ada pengaruh Hindu, orang Batak yakin akan adanya roh nenek moyang, penguasa tanah, dan roh-roh lain yang bermukim di tempat-tempat suci.

Pengaruh agama Hindu diperkirakan lama cukup memengaruhi perkembangan budaya Batak, dapat dilihat dari beberapa kosa kata yang diserap dari bahasa Hindi dalam banyak kosa kata bahasa Batak seperti guru, batara, aditia, anggara dan lain sebagainya, dan juga terdapatnya candi-candi Hindu di Portibi, Sipamutung dan Padang Bolak.

M enurut Pedersen pada mulanya antara tahun 2000 dan 1500 sebelum M asehi, kebudayaan Batak di daerah selatan dan pesisir Barat Sumatera Utara telah dikuasai oleh suatu peradaban Hindu-Budha. Tetapi kemudian, pendapat

128

Hary Parkin, Batak Fruit Hindu Thought, (Madras: Cristian Literature Society, 1978), 253. Dalam Ben Marojahan Pasaribu, Taganing Batak Toba: Suatu Kajian Dalam Konteks

tentang masuknya pengaruh Hindu-Budha ke daerah Batak lebih menonjolkan teori kolonisasi yang lebih muda, dengan teori bahwa kolonisasi asing mungkin secara langsung datang dari India atau dari Jawa, tetapi yang paling besar kemungkinannya ialah dari orang-orang M elayu M inangkabau di Sumatera Tengah-Barat.

Bangsa Batak sudah menganut agama asli yaitu agama Mulajadi yang sudah ada sejak jaman purba sampai kemudian pada masa Sisingamangaraja-X (sepuluh) mulai berkembang agama baru yang dianut sebagian dari Bangsa Batak yaitu Ugamo Malim dan penganutnya disebut parmalim. Pada masa Si Singamangaraja X (sebelum masuknya Islam dan Kristen) kehidupan beragama bagi masyarakat Batak Toba merupakan kesatuan yang erat dengan pemerintahan, yang pada masa itu dipegang oleh beberapa pimpinan. Sebab walaupun secara keseluruhan wilayah Batak Toba berpegang pada suatu tata cara adat yang sama, tetapi masyarakatnya terbagi atas tiga harajaon yang masing-masing dipimpin oleh Ompu Palti Raja di Samosir Selatan, yang menguasai tujuh marga dari keturunan Si Raja Lontung: Jonggi Manaor di lembah kaki gunung Pusuk Buhit, yang menguasai marga-marga dari keturunan Guru Tatea Bulan; dan Si Singamangaraja X dengan wilayah yang hampir meliputi lima perenam dari keseluruhan wilayah Batak Toba (yang mencakup Toba Holbung, Samosir Utara, Humbang dan Silindung), yang menguasai belasan bius dari keturunan Sumba.

Kedudukan ketiga pimpinan Ompu Palti Raja, Si Raja Lontung: Jonggi Manaor dan Si Singamangaraja X adalah sebagai pendeta agung yang mewakili yang M aha Kuasa dengan sebutan Malim Ni Debata dan pemimpin dari suatu

bentuk organisasi politik yang meliputi berbagai bius, yang secara genealogis dan geografis terkelompok sebagai suatu rumpun, sesuai dengan peta hasil pola migrasi marga-marga masyarakat Batak Toba.

Ada tiga lapisan atau unsur kepercayaan yang juga tercermin dari ritual-ritual, yaitu: (1) Unsur theisme, berdasar pada kepercayaan akan keesaan Tuhan; (2) Unsur kepercayaan bahwa semua benda dan gejala alamiah adalah roh atau mengandung roh, yang disebut animisme; dan (3) Unsur kepercayaan bahwa jagat raya ini dikuasai oleh daya-daya gaib, magis yang lewat pelaksanaan ritual dan mantra dapat dikendalikan oleh datu, seperti penyembuhan orang sakit secara kekuatan supra-natural.

2.5.1 Islam

Sejarah perkembangan agama telah banyak meninggalkan catatan-catatan, agama Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia yang penyebarannya juga sampai ke Tapanuli. Dalam kunjungannya pada tahun 1292, M arco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak sebagai orang-orang "liar" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. M eskipun Ibn Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-M alik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang M inangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang M inangkabau yang melakukan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini

secara perlahan telah meningkatkan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.129

Pada abad XIX terjadi pergolakang besar di M inangkabau, di mana sebuah mahzab Islam bercita-cita mengadakan pemurnian pelaksanaan syariat Islam. Pemimpin-pemimpin gerakan ini menyerang pranata-pranata M inangkabau yang banyak itu, yang bertentangan dengan ajaran Islam dan tidak hanya pranata, tetapi juga kepala-kepala adat yang berhubungan dengan itu dan memerolah kedudukan sosial daripadanya. Gerakan pemurnian ini mendapat sambutan baik dari masyarakat, sehingga memperoleh dukungan yang banyak terutama dari golongan yang tidak simpati akan tindakan dari tokoh-tokoh adat130. (Keunang, 1990: 302)

Awal abad ke-19, pasukan M inangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat M andailing dan Angkola. Para kepala-kepala adat yang terancam itu meminta bantuan mula-mula kepada orang Inggris, dan juga kepada orang Belanda sesudah tahun 1824; maka terjadilah suatu perang sengit, yang berlangsung dengan mengalami pasang surut bagi kedua belah pihak. Kaum Paderi berhasil mempertahankan diri dan pada tahun 1830 mereka melakukan penyerangan ke M andailing dan berhasil menguasai perkampungan dan masyarakat yang dijumpainya.

Kemudian Perlawanan dari raja-raja M inangkabau dan Raja-raja M andailing yang dibantu oleh Belanda, pada tahun 1837 berhasil menumpas gerakan kaum Paderi ini dengan menyerang pusat mereka yaitu Bonjol, sehingga

129

Christine Doblin, “Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Paderi,

Minangkabau 1784-1847”. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak. Halaman ini terakhir

diubah pada 10.08, 23 November 2012.

130

Keunang. J, 1990. Batak Toba dan Batak Mandailing Dalam Sejarah Lokal di

era baru pun mulailah di derah Batak bagian selatan, yang telah berada di bawah pendudukan Kolonial Belanda.

Dalam melaksanakan program-programnya pemerintah Belanda

memerlukan tenaga-tenaga bantuan agar dapat mengerjakan urusan-urusan pemerintahan, dengan dimulainya penanaman kopi secara paksa, sebagai suatu bagian dari Culturstelsel (Sistem Tanam Paksa). Dikarenakan orang Batak M andailing yang memenuhi syarat tidak bersedia, sehingga diangkatlah orang M inangkabau hampir dalam segala jabatan yang diisi oleh pribumi. Beberapa gedung sekolah didirikan yang bertujuan untuk mendidik putra kepala-kepala adat Batak M andailing agar memenuhi syarat untuk penempatan dalam aparatur pemerintahan. Guru pada sekolah-sekolah ini pun kebanyakan didatangkan dari M inangkabau.

Para penganut ajaran agama Islam yang fanatik, orang M inangkabau ini yang juga dihinggapi oleh semangat untuk penyebaran agama, sehingga sambil bekerja bagi pemerintah kolonial Belanda mereka juga aktif menyebarkan agama Islam. Dari wilayah Batak M andailing yang berdampingan dengan wilayah Batak Toba, masuklah pengaruh Islam ke masyarakat Batak Toba. Dapat dikatakan, kemungkinan besar bahwa masyarakat Batak Toba yang memeluk agama Islam mendapat pengaruh dari Batak M andailing yang sering dianggap masih saudara satu asal-usul. Sehingga daerah perbatasan Batak Toba yang berbatasan langsung dengan daerah Batak M andailing sebagian penduduknya memeluk agama Islam sedang sebagian lagi memeluk agama Kristen misalnya pada daerah Pahae Jahe dan Pahae Julu.

2.5.2 Kristen

Agama Kristen merupakan agama mayoritas di Batak Toba dapat dikatakan Kristen sebagai identitas budaya, merupakan sejarah baru perkembangan yang sangat dinamis bagi masyarakat Batak Toba yang dimulai pada tahun 1863, ketika misionaris dari Jerman, I.L. Nommensen131 menetap di Silindung. Sebelum itu, berabad-abad lamanya tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar atau tidak ada hubungan dengan dunia luar atau Bangsa Batak terisolasi yang amat ketat dari hubungan pemahaman kebudayaan, masyarakat Batak Toba hidup dengan gayanya sendiri dan menurut pahamnya sendiri.

Pada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak.132 Sebelum kedatangan I.L. Nommensen, dua orang pengabar Injil berkebangsaan Inggris, memasuki daerah Batak Toba tahun 1824, baru beberapa hari sampai di tanah Batak, mereka sudah dikejar-kejar, sehingga melarikan diri meminta perlindungan kepada pihak Belanda. Sepuluh tahun kemudian, dalam tahun 1834 dua orang penginjil Amerika harus menebus kegiatannya dengan nyawanya karena dibunuh (Schreiner, 2002:56).

Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner van der Tuuk untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak-Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen

131

Hotmaida. Hutasoit, T. Simanjuntak, 1993. I.L. Nommensen Sang Penabur Di Tanah

Batak. PT BPK GUNUNG MULIA.

132

R. Burton and N,Ward. Transactions of the Royal Asiatic Society.London: Report o f a Journey into the Batak Country, in the interior of Sumatra, in the year 1824. 1:485-513.

Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.133

Neubronner Van Der Tuuk, bertempat tinggal di dekat pantai di Barus di daerah pinggiran. Dalam perjalanannya ke Danau Toba hampir saja ditebus dengan nyawanya, ketika sekelompok masyarakat Batak Toba mengejar-ngejarnya tetapi Neubronner Van Der Tuuk berhasil melarikan diri dan ia berhasil dapat mencapai kembali tempat tinggalnya di Barus. Van Asselt, Heine, Betz dan Klammer yang mengadakan rapat pendeta pada 7 Oktober 1861 di Sipirok untuk mengatur strategi PI. Kemudian dilanjutkan oleh Nommensen, Schreiber, Johansen dkk sejak tahun 1862.134

M asyarakat Batak Toba mulai terbuka dalam menerima agama baru, pekerjaan para zending dan keinginan untuk merubah hidup bisa jadi penyebabnya. M engenai persentasi penganut agama Kristen di Batak Toba, Geertz menuliskan: A gama Kristen telah dianut oleh kira-kira seperdua dari orang Batak; ada juga sedikit menjadi Islam, sedangkan yang lainnya tetap memeluk apa yang dinamakan orang Batak Toba sebagai agama perbegu, yaitu kepercayaan kepada roh-roh.135

Sebenarnya I.L. Nommensen juga mengalami banyak kesulitan di tahun-tahun pertama dengan kasus yang sama seperti yang dialami misionaris

133

Van der Tuuk, Bataksch Leesbok, Stukken in het Mandailingsch; Stukken in het

Dairisch. Amsterdam, 1861. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak. Halaman ini terakhir

diubah pada 10.08, 23 November 2012.

134

PWT. Simanjuntak, 2011. “Berkat Sekolah Zending, Tano Batak Maju” Horas, Edisi 135. 5-20 Maret, h. 13.

135

Greet z, Hildred. 1986. Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia. Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu Sosial dan FIS-UI Terjemahan Zainuddin A. Rahman.

sebelumnya, dari berbagai pihak ia mengalami berbagai hambatan dan gangguan, berkali-kali nyawanya terancam dan jelas keberadaannya tidak di terima raja- raja.

Pasaribu Arifin, 2011 menuliskan tentang: Berita tentang Nommensen sampai ke telinga Raja Amandari, salah satu raja dari pomparan O Sumurung dan beliau menyuruh salah seorang pembantunya yaitu Pandjingkel Silalahi untuk menyampaikan kepada Nommensen bahwa dia tidak di terima di Hutabagasan136, akan tetapi karena I.L. Nommensen mempunyai wibawa dan pribadinya yang besar dan juga karena silindung yang menjadi cita-citanya dari awal, baru ia berdoa, “Hidup atau M ati, aku tinggal ditengah-tengah bangsa ini, berdiam memberitakan firman-M u.

Kemudian kesabarannya pun menuai hasil, dimulai dari Huta dame di desa Sait Ni Huta. Huta Dame adalah perkampungan pertama yang dibangun Nommensen untuk menampung orang Batak yang tertindas di wilayah Silindung sekaligus menjadi pusat penyebaran agama Kristen pertama di Tanah Batak. Dilokasi ini pula Nommensen membangun gereja Dame, yakni Gereja pertama di Silindung yang didirikan pada tahun 1864. Sesudah itu gerakannya bertambah cepat, sehingga agama Kristen mencapai perkembangan yang pesat di Batak Toba.

M ula-mula di Silindung, kira-kira 15-20 tahun kemudian di Dataran Tinggi Danau Toba dan Balige dan sekitarnya. Di sekitar Danau Toba walaupun sudah melalui perjuangan yang sengit, dengan campur tangan sebuah ekspedisi militer Belanda dan pencaplokan daerah itu, hasilnya memuaskan bagi Zending.

136

Ari fin Pasaribu, 2011. “Tarutung Kota Wisata Penuh Sejarah” Horas, Edisi 142. 10-30 September, h. 39.

Akan tetapi memang sesudah tahun 1883 Zending telah benar-benar berhasil dengan misinya, orang Batak Toba memahami apa arti kesempatan yang diberikan Zending dan pemerintahan Belanda kepada mereka. Keamanan dan ketertiban, pembukaan daerah permukiman dan lahan pertanian yang baru banyak memengaruhi taraf kehidupan masyarakat Batak Toba. M asyarakat Batak Toba diberi kesempatan untuk dididik menduduki kedudukan-kedudukan dalam Zending sebagai pengetua-pengetua, guru dan pendeta. (Keunang, 1990: 302)

2.5.3 Parmalim

Sebelum terbentuk Negara Republik Indonesia bahwa suku-suku di daerah-daerah sudah menganut agama dan kepercayaan asli seperti agama Parmalim, kemudian Pada abad ke-19 sekitar tahun 1864 suku Batak Utara banyak menganut faham agama Kristen terutama oleh I.L. Nommensen dan faham agama M ulajadi dari Tanah Batak berangsur-angsur hilang kemudian beralih ke faham agama Islam dan Kristen dalam kurun waktu sekitar 140 tahun ke masa sekarang ini, berabad-abad lamanya tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama atau faham-faham dari luar, sejak jaman perdagangan kemenyan, sebenarnya sudah berhubungan dengan dunia luar tanpa terpengaruh atau tak terusik oleh faham-faham luar. Kemungkinan suku Batak mengalami masa frustrasi yang tak teratasi pada masa Paderi sehingga menimbulkan hubungan manusia Batak yang monotheis dengan M ulajadi Nabolon dianggap tidak mampu membendung Tuhannya orang luar Bangsa Batak. Faham agama Islam yang sudah bercokol di Batak Selatan dengan anggapan memiliki kekuasaan dibanding Batak di Utara

sementara kekosongan di Batak Utara menjadi Blessing in disguise (karunia tersembunyi) bagi Evangelisasi Kristen.

Organisasi agama Parmalim dibentuk antara tahun 1870 sampai tahun 1883 suatu reaksi dari Raja Si Singamangaraja XII untuk meneruskan sikap hamalimon, dan yang lebih penting lagi adalah untuk menjaga keutuhan kepercayaan asli Batak dari pengaruh agama Kristen dan perluasan administratif Belanda. Bukti lain yang diajukan adalah keeratan hubungan antara Guru Somalaing Pardede, yang dianggap sebagai mandat dari Raja Si Singamangaraja XII untuk meneruskan pengorganisasi Parmalim dengan E. M odligiani137, seorang ahli botani Katolik berkebangsaan Itali, membuat penyatuan kepercayaan Islam, Kristen, kultus individu Si Singamangaraja dan animisme Batak dianggap sebagai dasar dari organisasi Parmalim ini.

Pada tahun 1907 anggapan Parmalim sebagai suatu gerakan keagamaan dan politis, melahirkan Parhudamdam yang merupakan suatu gerakan keagamaan politis yang lebih ekstrim. “Agama baru” ini secara tidak langsung merupakan bawahan dari Parmalim. Sehubungan dengan ini Barlett menulis:

Akhirnya aliran Parmalim ini meningkat menjadi Parhudamdam, yang bertalian dengan penyembahan Si Singamangaraja, dan merambat iBarat api yang menggila meliputi seluruh Tanah Batak. Dalam tahun 1918 dianggap sebagai ancaman politik yang menguatirkan banyak pejabat Belanda”.138

137

Miodligiani, penulis buku laporan botani d an etnografi di d aerah B atak y ang berjudul “ Fra I Bottacchi Indep edenti”, meng angkat Gu ru Somailing menjadi juru bicarany a. Sehingga diduga ia banyak memengaruhi sikap dan cara berfikir Somailing. Dalam Ben Marojah an Pasaribu, “Taganing Batak Toba: Suatu Kajian Dalam Konteks Gond ang Sabangunan ” (Universitas Sumatera Utara: Jurusan Etnomusikologi, 1986), hal. 37.

138

H.H. Barlett. The Labors of The Datou, (Ann Arbor: University of Michigan), 15 dalam Ben Marojahan Pasaribu, “Taganing Batak Toba: Suatu Kajian Dalam Konteks Gondang Sabangunan” (Univ ersitas Sumatera Utara: Jurusan Etnomusikologi, 1986), h. 39.

Terbentuknya Parhudamdam yang diilhami oleh kematian Si Singamangaraja XII dan juga dengan adanya pembebanan pajak yang berat oleh Belanda, penyusunan kembali pola-pola tanah milik, dan pengaruh-pengaruh asing lainnya yang berkembang di wilayah Batak, sehingga hal-hal tersebut di atas menimbulkan suatu mitologi yang messianis, yaitu ada kepercayaan akan datangnya kembali Si Singamangaraja, dan suatu tema kebinasaan apokaliptis bagi orang-orang yang tidak percaya. Tata cara ibadat Parhudamdam merupakan paduan antara ritual-ritual gaya Parmalim dengan Islam.139

Sesudah kemerdekaan, penganut Parmalim semakin terpinggirkan. Bahkan oleh penganut agama tertentu mereka dicitrakan sebagai si pelebegu (yang menyembah setan, hantu). Persepsi demikian tertanam karena klaim kebenaran agama yang masuk ke Indonesia. Tentu saja dampak dari klaim tersebut sangat fatal bagi penganut Parmalim.

Dalam pelaksanaan ibadat parmalim, selain acara ibadat rutin setiap hari Sabtu, hampir seluruh upacara ritual mereka dilaksanakan dengan musik, baik dengan gondang sabangunan maupun dengan gondang hasapi. Sebutan yang diberikan kepada yang memainkan alat-alat musik yang ada di masyarakat Batak Toba adalah Pargonci. Selain sebutan Pargonci adalah sebutan pande atau sering disebut dengan pande nami, dan juga Tukang nami. Sebutan pargonci atau pande ini diberikan kepada yang memainkan ensembel Gondang Sabangunan dan Gondang Hasapi.

139

Ismail Manalu, 1985. Mengenal Bata k. Medan: CV Kiara 1985, h. 174. Ad anya pengucap an “ La Illaha Illallahu” yang berulang-ulang dal am ibadat mereka, merupak an perkembang an yang sinkretis yang sud ah akomod atif dalam men erima unsu r-unsur agama, terutama agam a Islam.

Berikut ini tulisan Pasaribu tentang kegiatan Parmalim yang dikutip dari catatan harian Masashi Hiroshue, sebagai berikut.

Dungi marliat ma margondangi ganup ripe: manukma digondangkan ia na umpogos, hambing ia di naummora, jadi sai marpunguma nasida ganup ari mangan-mangan, ia dung lojabe manortori, ai ndang ringkot roha nasida marulaon. Ai songon ondo di dok guru nasidai: Mangulape angka parbegu I, dohot angka na Cristen I, na hita do I sogot, ninna, Huhut didok: molo dung mulak sian habuangan Guru Somalaing dohot Ompu Barnit ama pangajari I, sega ma tano on, jadi mago masude na cristen dohot parbegu I, alai sonangma ianggo hita. Ai patarma disi harajaonni rajanta Si Singamangaraja I dohot tuanta Raja Rom.140

Terjemahannya:

Kemudian setiap keluarga menari berkeliling dengan iringan gondang: keluarga yang sederhana mempersembahkan ayam, dan bagi keluarga yang kaya kambing, yang dipersembahkan melalui gondang, setiap hari mereka berkumpul dan makan-makan, dan mereka terus menari hingga letih, namun mereka tidak mengindahkan pekerjaan. Sebab guru mereka pernah berkata: walaupun kaum kafir dan kristen senantiasa bekerja, kelak hasilnya akan jatuh ke tangan kita, kemudian dikatakan: apabila Guru Somalaing dan Ompu Barnit, guru kecintaan kita, sudah kembali dari pembuangan berubahlah dunia ini, lantas musnahlah semua kristen dan kafir, tetapi kalau kita akan mendapat kesenangan. Sebab jelaslah pada saat itu kerajaan dari Raja Si Singamangaraja dan Tuan Kita Raja Rom.141

Secara umum peribadatan Parmalim dapat dibagi atas tiga kelompok ritual, yaitu:

140

Ben M Pasaribu, 1986. Taganing Batak Toba: Suatu Kajian Dalam Konteks Gondang

Sabangunan. Medan: Universitas Sumatera Utara: Jurusan Etnomusikolog, hal. 41. Masashi

Hiroshue adalah seo rang warga Jep ang yang menulis topik tentang Parmalim untuk disertasinya pada Australia National University.

141

Dalam tonggo-tonggo (doa) Si Singamangaraja, diucapkan ho rmat kepad a Mulajadi na Bolon, Martua Raja Uli, Tuan Soripada Aceh dan kep ada Martua Raja Rom, yang diperkirakan adalah Raja Turki dari Istambul dari kekaisaran Ottoman yang peng aruh dan wibawanya masuk melalui Aceh.

1. Upacara yang wajib dilaksanakan oleh anggota penganut Parmalim dua kali dalam setahun, yang disebut sipaha sada dan sipaha lima. Upacara sipaha sada berlangsung selama lima hari, sedang upacara sipaha lima berlangsung selama tiga hari.

2. Upacara yang dilaksanakan secara khusus, tanpa berpegang pada bulan-bulan tertentu, yang pelaksanaannya merupakan kehendak dari perseorangan. Upacara seperti ini disebut maradat, misalnya martutu aek yaitu upacara pemandian bagi anak yang baru lahir; manggalang na paet yaitu suatu upacara kurban setelah melaksanakan puasa selama sehari semalam; dan sebagainya. 3. Upacara yang dilaksanakan apabila seseorang ada melakukan kesalahan atau

perbuatan asusila sehingga dilaksanakan acara manopoti sala (memohon ampun). Kepada orang yang melakukan kesalahan ini akan dikenakan aturan yang “ingkon pajong-jongonna hau sarung marnaik, halangonna gondang bolon” (harus mendirikan kayu sarung marnaik dan mengadakan acara gondang).

2.5.4 Siraja Batak

Perlawanan secara gerilya yang dilakukan oleh orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pemimpin kharismatik mereka, Sisingamangaraja XII wafat sehingga terbentuknya Parhudamdam yang diilhami oleh kematian Si Singamangaraja XII kemudian sekitar tahun 1942 terbentuklah

Dalam dokumen TRIO PADA MUSIK POPULER BATAK TOBA: (Halaman 93-108)