• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KEABSAHAN PERALIHAN TANAH YANG DIDASARKAN

C. Akibat Hukum Dari Putusan Terhadap Peralihan Tanah

Adapun amar putusan atas perkara tersebut, dalam eksepsi yaitu menolak eksepsi Tergugat II, Tergugat IV, Tergugat V dan Tergugat VI. Selanjutnya, amar putusan dalam pokok perkara adalah sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;

2. Menyatakan Surat Keterangan Ganti Rugi bertanggal 15 Maret 1972 adalah sah dan berkekuatan hukum;

3. Menyatakan Penggugat sebagai satu-satunya pemilik yang sah atas objek perkara;

4. Menyatakan secara hukum Tergugat I s/d VIII telah melakukan perbuatan melawan hukum;

5. Menyatakan secara hukum semua surat yang diterbitkan oleh Tergugat VII dan VIII yang menyangkut tanah objek perkara, dinyatakan tidak sah atau tidak berkekuatan hukum;

6. Menghukum Tergugat II serta pihak lain yang mendapat hak darinya untuk menyerahkan dengan luas ± 131 m² yang terletak di Jalan Datuk, Gang Mudahar Ujung, Lingkungan V, Kelurahan Pelawi Utara, Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat dengan ukuran dan batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Maratua Nadapdap...11 m

• Sebelah Selatan berbatasn dengan Jalan/Lorong...11 m

• Sebelah Timur berbatasan dengan tanah Bulihar Sitorus...21 m

• Sebelah Barat berbatasan dengan tanah P.Situmorang...21 m

Kepada Penggugat dalam keadaan baik, kosong dan tanpa dibebani apapun juga.

7. Menghukum Tergugat III serta pihak-pihak lain yang mendapat hak darinya untuk menyerahkan dengan luas ± 131 m²yang terletak di Jalan Datuk, Gang Mudahar Ujung, Lingkungan V, Kelurahan Pelawi Utara, Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat dengan ukuran dan batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Maratua Nadapdap...11 m

• Sebelah Selatan berbatasn dengan tanah Jalan/Lorong...11 m

• Sebelah Timur berbatasan dengan tanah Rogon Siaipar...21 m

• Sebelah Barat berbatasan dengan Ramses Situmorang...21 m

Kepada Penggugat dalam keadaan baik, kosong dan tanpa dibebani apapun juga.

8. Menghukum Tergugat-IV serta pihak pihak lain yang mendapat hak darinya untuk menyerahkan Sebidang tanah dengan luas ± 294 m² yang terletak di Jalan Datuk, Gang Mudahar Ujung, Lingkungan V, Kelurahan Pelawi Utara, Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat dengan ukuran dan batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan/Gang...14 m

• Sebelah Selatan berbatasan dengan tanah Adi...14 m

• Sebelah Timur berbatasn dengan tanah Alfin Silaban...21 m

• Sebelah Barat berbatasan dengan tanah Ratna Br. Ginting..21 m

Kepada Penggugat dalam keadaan baik, kosong dan tanpa dibebani apapun juga.

9. Menghukum Tergugat-V serta pihak pihak lain yang mendapat hak darinya untuk menyerahkan Sebidang tanah dengan luas ± 131 m² yang terletak di

Jalan Datuk, Gang Mudahar Ujung, Lingkungan V, Kelurahan Pelawi Utara, Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat dengan ukuran dan batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan/Gang...11 m

• Sebelah Selatan berbatasan dengan tanah Adi...11 m

• Sebelah Timur berbatasan dengan tanah T.Nainggolan...21 m

• Sebelah Barat berbatasan dengan tanah Sabar Sihombing.... 21 m

Kepada Penggugat dalam keadaan baik, kosong dan tanpa dibebani apapun juga.

10. Menghukum Tergugat-VI serta pihak pihak lain yang mendapat hak darinya untuk menyerahkan dengan luas ± 131 m² yang terletak di Jalan Datuk, Gang Mudahar Ujung, Lingkungan V, Kelurahan Pelawi Utara, Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat dengan ukuran dan batas-batas sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan/Gang...11 m

• Sebelah Selatan berbatasn dengan tanah Adi...11 m

• Sebelah Timur berbatasan dengan tanah Kesman Pasaribu...21 m

• Sebelah Barat berbatasan dengan tanah T. Nainggolan...21 m

Kepada Penggugat dalam keadaan baik, kosong dan tanpa dibebani apapun juga.

11. Membebankan biaya perkara yang timbul dalam perkara ini kepada Para Tergugat sejumlah Rp.3.416.000,- (tiga juta empat ratus enam belas ribu rupiah).

Suatu putusan yang baik sistematiknya adalah putusan yang dimulai dengan menyimpulkan terlebih dahulu dalil-dalil yang menjadi dasar gugatan yang diakui, setidak-tidaknya tidak disangkal oleh pihak tergugat, baru kemudian disusul

dengan dalil-dalil yang disangkal dan yang menjadi persoalan dalam perkara tersebut.127

Hasil akhir dari suatu pemeriksaan perkara yang telah diajukan dalam persidangan disebut putusan atau vonis yang diucapkan oleh hakim. Menurut Taufik Makarao Putusan Hakim adalah :

“Suatu pernyataan yang oleh Hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja yang disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh Hakim di Persidangan”.128

Apapun yang menjadi putusan hakim, dianggap putusan itu merupakan suatu kebenaran yang bersifat mutlak, dan semua tunduk atas putusan hakim tersebut.Pasal 189 RBg/178 HIR, mengemukakan bahwa Hakim karena jabatannya melakukan mencakupkan dasar-dasar hukumnya, pertimbangan itu meliputi peristiwa-peristiwanya dan pertimbangan-pertimbangan gugatan yang ada.

Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa tugas pokok seorang hakim meliputi menerima, memeriksa dan mengadili, menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya. Lebih lanjut Pasal 25 UU No. Tahun 2004 berbunyi “Segala putusan

127Retnowulan Sutanto, Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata, Mandar Maju, 2005, hal. 115

128Taufik Makarao, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal.124-125.

pengadilan selain harus memuat alasan dasar putusan tersebut, memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau bersumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.129

Akibat hukum dari putusan Majelis Hakim, maka Penggugat merupakan satu-satunya pemilik yang sah atas objek perkara, sehingga Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V sebagai pihak yang telah memperoleh hak menguasai harus menyerahkannya ke Penggugat dalam keadaan baik, kosong dan tanpa dibebani apapun juga.

Bila melihat dari sisi pemberian kuasa maka dapat pula dikaitkan dengan asas Nemo Plus Yuris, yaitu seseorang tidak dapat melakukan tindakan hukum yang melampaui hak yang dimilikinya. Akibat dari pelanggaran asas tersebut maka tindakan tersebut menjadi batak demi hukum sehingga perbuatan hukum tersebut dianggap tidak pernah ada dan karenanya tidak mempunyai akibat hukum dan apabila tindakan hukum tersebut menimbulkan kerugian, maka pihak yang dirugikan dapat meminta hanti rugi kepada pihak-pihak yang melakukan perbuatan hukum tersebut. Oleh karena itu, dalam kasus ini pengalihan hak atas tanah yang dilakukan Tergugat I menjadi batal demi hukum.

Selain itu, menyatakan Tergugat I sampai dengan VIII telah melakukan perbuatan melawan hukum. Jika dikaitkan dengan Pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi sebgai berikut:

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

129Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 16 jo.

Pasal 25.

Adapun unsur-unsur dari perbuatan melawan hukum yang disimpulkan dari ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

i. Adanya suatu perbuatan;

ii. Perbuatan tersebut melawan hukum;

iii. Adanya kerugian bagi korban;

iv. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan kerugian.130

Tergugat I jelas telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tindakannya sebagai penerima kuasa merupakan tindakan yang melebihi kapasitasnya sebagai penerima kuasa yang diberikan hak untuk menjual tanah milik pemberi kuasa. Adapun dalam kasus ini, Majelis Hakim menyatakan bahwa Tergugat I sampai dengan Tergugat VIII telah melakukan perbuatan melawan hukum oleh karena Penggugat dapat membuktikan dalil gugatannya bahwa alas hak ats objek perkara tidak sah dan tidak berkekuatan hukum.

130Munir Fuady(III), Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer), Cet.3, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hal. 10.

105 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Peralihan objek berupa tanah yang didasarkan pada surat kuasa mempunyai kekuatan hukum, sepanjang syarat-syarat formil dan materiil dari perbuatan hukum tersebut terpenuhi. Demikian pula, terhadap perjanjian pemberian kuasa tersebut tidak termasuk dalam surat kuasa mutlak yang dilarang dengan catatan bahwa kuasa mengenai peralihan hak atas tanah dilakukan secara khusus dengan kata-kata yang tegas. Agar memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan menjamin kepastian hukum, maka bentuk kuasa menjual tanah dibuat dalam bentuk akta notariil dan dibuat dihadapan pejabat yang berwenang.

2. Keabsahan peralihan tanah yang didasarkan kepada suatu kuasa yang dijalankan tidak sesuai dengan materi dalam surat kuasa, dalam hal ini Penerima Kuasa melampaui kuasa yang diterimanya yaitu dengan menyalahgunakan pemberian kuasa adalah tidak sah atau batal demi hukum, sehingga dengan batalnya suatu perbuatan hukum tersebut tidak mempunyai akibat hukum dan berlaku surut kembali pada keadaan semula. Dalam hal penerima kuasa tidak menjalankan kuasa sebagaimana yang diamanatkan dalam surat kuasa yaitu melampaui kewenangan yang diberikan dalam kuasa atau penerima kuasa melakukan perbuatan melawan hukum dalam penggunaan kuasa, maka penerima kuasa bertanggung jawab kepada pihak ketiga. Pemberi kuasa tidak terikat dengan tindakan hukum yang dilakukan oleh penerima

kuasa yang melampaui batas kewenangan yang diberikan oleh pemberi kuasa.

Ketentuan ini dapat dipahami, bahwa tindakan hukum penerima kuasa dengan pihak ketiga atau pembeli, melahirkan hubungan hukum antara pemberi kuasa dengan pihak ketiga atau pembeli, sepanjang tindakan hukum yang dilakukan penerima kuasa tidak melampaui batas kewenangannya.

3. Pertimbangan Majelis Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri Stabat Nomor 03/Pdt.G/2015/PN.STB lebih menekankan kepada sengketa kepemilikan tanah, sehingga hanya mempertimbangkan bukti-bukti kepemilikan atas sebidang tanah yang menjadi objek perkara. Majelis Hakim menilai bukti-bukti yang diajukan para Tergugat tersebut tidak dapat membuktikan kepemilikan tanah yang sebenarnya dalam arti dan alas hak perolehan tanah tidak jelas. Akibat hukum dari putusan Majelis Hakim, maka Penggugat merupakan satu-satunya pemilik yang sah atas objek perkara, sehingga Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V dan Tergugat VI sebagai pembeli atau pihak yang telah memperoleh hak menguasai harus menyerahkannya ke Penggugat dalam keadaan baik, kosong dan tanpa dibebani apapun juga. Adapun Tergugat VII selaku Lurah dan Tergugat VIII selaku Camat yang menerbitkan Surat Pelepasan Hak dengan Ganti Rugi merupakan perbuatan melawan hukum, sehingga alas hak tersebut menjadi tidak sah dan cacat hukum. Sementara itu, apabila ditelaah mengenai gugatan yang diajukan oleh Penggugat, maka Majelis Hakim perlu mempertimbangkan mengenai eksistensi peralihan tanah berdasarkan surat kuasa yang mana dalam kasus ini Tergugat I selaku penerima kuasa telah menyalahgunakan pemberian kuasa tersebut dengan melakukan

tindakan yang melampaui kuasa. Dengan demikian, tindakan pengalihan antara pihak Tergugat I dengan pihak ketiga yaitu para pembeli menjadi batal demi hukum.

B. Saran

1. Mengingat belum ada aturan yang jelas mengenai kewajiban pembuatan surat kuasa mengenai peralihan hak atas tanah untuk dibuat dalam akta notariil atau setidaknya harus dilegalisasi, maka penulis menyarankan agar dibuat aturan tersendiri terhadap hal ini, baik dalam bentuk suatu pasal dalam undang-undang ataupun dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan turunan lainnya supaya lebih jelas dan tegas kepastian hukumnya. Ketegasan dan kepastian dari hukum yang mengatur tentang pemberian surat kuasa diperlukan agar tidak terjadinya penyalahgunaan surat kuasa oleh pihak-pihak yang menggunakan surat kuasa.

2. Sebelum melakukan peralihan hak atas tanah, disarankan sebaiknya pembeli mengetahui dahulu informasi yang akurat baik pada Kantor Desa/Kelurahan maupun pada Kantor Pertanahan setempat mengenai status tanah yang akan dialihkan. Karena meskipun undang-undang memberikan perlindungan hukum terhadap pembeli yang beitikad baik, akan tetapi hal tersebut bukan merupakan jaminan bagi pembeli akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.

3. Majelis Hakim seharusnya tidak hanya memutuskan perkara berdasarkan bukti atas kepemilikan tanah saja, tetapi juga perlu mempertimbangkan dasar dari peralihan hak atas tanah tersebut. Adapun dasar dari Surat Pelepasan Hak

dengan Ganti Rugi tersebut adalah adanya kuasa untuk menjual tanah secara kaplingan. Hakim juga diharapkan untuk selalu dapat memberikan putusan yang sesuai dengan keadilan bagi masyarakat utamanya dalam hal mengenai sengketa tanah yang dapat dikatakan cukup sering terjadi di Indonesia.

109

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Ali, Achmad. 2002. Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis). Jakarta: Gunung Agung.

Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Agustina, Rosa, et al. 2012. Hukum Perikatan (Law of Obligation). Denpasar:

Pustaka Larasan.

Badrulzaman, Mariam Darus, et.al. 2001. Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung:

Citra Aditya Bakti.

Brata, Sumadi Surya. 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Budiono Herlien. 2008. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Chand, Hari. 1994. Modern Jurisprudence. Kuala Lumpur: International Law Book Service.

Djojodiharjo, Moegni. 1982 Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Effendi, Bachtiar. 1993. Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah. Bandung:

Alumni.

Fajar, Mukti, et.al. 2010. Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris.

Yogyakarta: PT. Pustaka Pelajar.

Fuady, Munir. 2010. Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer) Cet.3. Bandung: Citra Aditya Bakti.

___________. 2013. Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum. Jakarta:

Kencana.

Harahap, M. Yahya. 1986. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Bandung: Alumni.

Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia dalam Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, hal. 556.

____________. 1997. Simposium Undang-Undang Pokok Agraria dan Kedudukan Tanah-Tanah Adat Dewasa Ini. Bandung: Bina Cipta.

Hartanto, Andy. 2009. Problematika Hukum Jual Beli Tanah. Yogyakarta: CV.

Aswaja Pressindo.

____________. 1981. Cara Mendapatkan Sertifikat Hak Atas Tanah. Surabaya:

Usaha Nasional.

Hutagalung, Arie Sukanti, et.al. 2005. Asas-Asas Hukum Agraria. Jakarta:

Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Khairandy, Ridwan. 2004. Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak. Jakarta:

Fakultas Hukum Pascasarjana Universitas Indonesia.

Kuncoro, N.M Wahyu. 2015. Resiko Transaksi Jual Beli Properti. Jakarta: Raih Ara Sukses.

Lubis, M. Solly. 1994. Filsafat Ilmu dan Penelitian. Bandung: Mandar Maju.

Makarao, Taufik. 2004. Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta: Rineka Cipta.

Marzuki, Piter Muhammad. 2007. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Meliala, Djaja S. 2007. Perjanjian Pemberian Kuasa menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bandung: Nuansa Aulia.

Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2003. Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Parlindungan, AP. 1973. Berbagai Aspek Pelaksanaan UUPA. Bandung: Alumni.

Perangin-Angin, Effendi. 1991. Hukum Agraria di Indonesia: Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.

______________. 1994. Praktek Jual Beli Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Rahardjo, Sujipto. 2006. Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

______________. 2003. Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia. Jakarta:

Kompas.

Retnowulan Sutanto, Iskandar Oeripkartawinata. 2005. Hukum Acara Perdata.

Jakarta: Mandar Maju.

Saleh, K. Wantjik. 1977. Hak Anda Atas Tanah. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Salindeho, John. 1993. Masalah Tanah Dalam Pembangunan. Jakarta: Grafika.

Setiawan, Rachmat. 2005. Hukum Perwakilan dan Kuasa: Suatu Perbandingan Hukum Indonesia dan Hukum Belanda Saat Ini, Jakarta: Tatanusa.

Sihombing, Irena Eka. 2005. Segi-Segi Hukum Tanah Nasional Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Jakarta: Universitas Trisakti.

Soedjendro, Kartini. 2001. Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik. Yogyakarta: Kanisius.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mulyadji. 1995. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta:

Raja Grafindo.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

_________________. 1983. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali.

Soemitro, Ronny Hanitijo. 1994. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri.

Jakarta: Gahlia Indonesia.

Subekti, R. 1995. Aneka Perjanjian. Jakarta: Citra Aditya Bakti.

________ . 1990. Hukum Perjanjian. Jakarta: PT. Intermasa.

Sumardjono, Maria S.W. 2008. Mediasi Sengketa Tanah, Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) di Bidang Pertanahan. Jakarta:

PT. Kompas Media Nusantara.

Sutanto, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. 2005. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Mandar Maju.

Sutedi, Adrian. 2007. Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan. Jakarta: Sinar Grafika.

______________. 2010. Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta:

Sinar Grafika.

______________. 2006. Kekuatan Hukum Berlakunya Sertipikat Sebagai Tanda Bukti Hak Atas Tanah. Jakarta: Cipta Jaya.

Syahrani, Riduan. 1999. Rangkuman Intisari Imu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Thamrin, Husni. 2010. Pembuatan Akta Pertanahan oleh Notaris. Yogyakarta:

LaksBang PRESSindo.

Tobing, G.H.S Lumban. 1983. Peraturan Jabatan Nasional. Jakarta: Erlangga.

Wicaksono, Frans Satriyo. Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kuasa.

Jakarta: Visimedia.

Wiratha, Made. 2006. Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis.

Yogyakarta: Andi.

Wuisman, J.J.J M. 1996. Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: UI Press.

Yamin, Muhammad. 2003. Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria. Medan:

Pustaka Bangsa Press.

Yamin, Muhammad dan Abdul Rahim Lubis. 2008. Hukum Pendaftaran Tanah.

Bandung: Mandar Maju.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).

Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, , LN Nomor 104 Tahun 1960, TLN Nomor 3643.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, Tentang Pendaftaran Tanah.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Tentang Pendaftaran Tanah.

C. Jurnal

Latumen, Pieter E. 2017. Reposisi Pemberian Kuasa Dalam Konsep Volmacht dan Lastgeving Berdasarkan Cita Hukum Pancasila. Jurnal Hukum dan Pembangunan 47. No. 1.

Mulyono, Bambang Eko. 2014. Pelaksanaan Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Untuk Menjual Yang Dibuat Oleh Notaris. Vol. 2.

Murni, Christiana Sri. 2018. Peralihan Hak Atas Tanah Tanpa Sertipikat. Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 4, No. 2.

Poetri, Hana Wastuti. 2015. Kekuatan Pembuktian Surat Pengakuan Hak Atas Tanah Yang Diketahui Oleh Lurah dan Camat. Repertorium Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan. Vol. 4, Mei.

Tumpa, Haripin A. 1997. Surat Kuasa Mutlak. Varia Peradilan 142. Juli.