• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan

atau pegangan teoritis dalam penelitian.20 Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Menurut Mukti Fajar, teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.21 Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.22

Untuk memperjelas didalam memberikan suatu gambaran mengenai pembahasan permasalahan diatas, maka dalam penulisan tesis ini digunakan teori sebagai berikut:

a. Teori Pacta Sunt Servanda

Pengkuan akan keterikatan pada sebuah kontrak atau apa yang dalam dunia

hukum lebih dikenal dengan ungkapan pacta sunt servanda adalah salah satu substansi terpenting dari nilai tersebut, jika kita telusuri makna kontrak dalam pandangan yang luas. Teori pacta sunt servanda (yang arti harafiahnya adalah kontrak itu mengikat) adalah suatu teori yang berasal dan berkembang dalam tradisi hukum Eropa Kontinental, yang mengajarkan bahwa terhadap suatu kontrak yang dibuat secara sah dan sesuai hukum yang berlaku, serta sesuai pula dengan kebiasaan dan kelayakan, sehingga diasumsi sebagai kontrak yang dibuat

20M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Cet. I, Bandung, Mandar Maju, 1994, hal. 80.

21Mukti Fajar et al., Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 134.

22Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Andi, Yogyakarta, 2006, hal. 6.

dengan itikad baik, maka klausula-klausula dalam kontrak seperti yaitu mengikat para pihak yang membuatnya, dimana kekuatan mengikatnya setara dengan kekuatan mengikatnya sebuah undang-undang, dan karenanya pula pelaksanaan kontrak seperti itu tidak boleh merugikan pihak lawan dalam kontrak maupun pihak ketiga di luar para pihak dalam kontrak tersebut.23

Apabila kontrak seperti itu tidak dipenuhi ketentuannya oleh salah satu pihak tanpa alasan yang dapat dibenarkan oleh hukum, maka pihak tersebut telah melakukan wanprestasi sehingga harus mengganti kerugian terhadap pihak lain sesuai hukum yang berlaku, hal mana dapat dipaksakan berlakunya melalui campur tangan pengadilan atau campur tangan pihak yang berkompeten lainnya.

Mengenai ganti rugi memiliki kedudukan yang penting karena sebenarnya merupakan arus balik yang harus diterima oleh mereka yang membuat kontrak, karena sesuai dengan asas pacta sunt servanda, orang yang membuat kontrak berarti sudah siap menunaikannya dan menanggung apapun risiko yang mungkin timbul, termasuk membayar ganti rugi bila memang ada orang yang dirugikan dengan perbuatan itu. Oleh karena itu, manusia-manusia yang membuat kontrak harus selalu dalam keadaan sadar dan waspada karena vigilantibus jus seriptum est, hukum ditulis hanya untuk orang-orang yang sadar.24

Sering pula disebutkan bahwa penerapan teori pacta sunt servanda bukan hanya untuk mendapatkan ketertiban hukum, melainkan juga untuk menjamin adanya ketertiban sosial, serta ketertiban ekonomi, dan perdagangan. Dapat dibayangkan betapa kacau keadaan sosial, ekonomi, dan hukum di dunia ini

23Munir Fuady (I), Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Kencana, Jakarta, 2013, hal 210-211.

24Ibid., hal. 216.

seandainya orang-orang bebas untuk mematuhi atau tidak mematuhi kontrak-kontrak yang sudah dibuatnya. Akan tetapi berdasarkan teori pacta sunt servanda, betapa megah dan mulianya ungkapan bahwa kontrak itu mengikat, dimana mengikatnya kontrak tersebut setaraf dengan keterikatan kepada undang-undang seperti yang ditegaskan Pasal 1338 KUHPerdata.25

Hal itu merupakan konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata yang menyatakan bahwa setiap perikatan dapat lahir dari undang-undang maupun karena perjanjian. Jadi perjanjian adalah sumber dari perikatan.

Sebagai perikatan yang dibuat dengan sengaja, atas disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagimana telah dikehendaki oleh mereka. Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku.26

b. Teori Kepastian Hukum

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.27

25Ibid., hal. 218.

26Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja (I), Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 59.

27Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Imu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

1999, hal. 23.

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum.

Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum, sehingga membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.28

Hubungannya dalam bidang pertanahan bahwa setiap penguasaan dan pemanfaatan tanah termasuk dalam penanganan masalah pertanahan harus di dasarkan pada hukum dan diselesaikan secara hukum serta tetap berpijak pada landasan konstitusi yakni pada Pasal 33 ayat (3) UUD RI 1945 yang mengamanatkan kepada Pemerintah untuk melakukan pengaturan dan pemanfaatan tanah dalam konsep sebesar-besarnya kemakmuran rakyat termasuk melaksanakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah di Indonesia dalam rangka memberikan suatu kepastian hukum.29

Berdasarkan uraian tentang istilah dan pengertian konsep kepastian hukum tampak bahwa hukum harus memberikan jaminan kepastian tidak adanya kesewenang-wenangan dalam masyarakat. Dengan demikian penelitian ini diharapkan mampu memberikan jaminan kepastian hukum terhadap penggunaan

28Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, 2002, hal. 82-83.

29Muhammad Yamin dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 4.

kuasa menjualkan dalam hal bukti peralihan hak milik atas tanah khususnya tanah kapling. Sehingga memberikan rasa aman bagi para pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut.

c. Teori Perlindungan Hukum

Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Dengan demikian negara menjamin hak-hak hukum warga negaranya dengan memberikan perlindungan hukum yang merupakan hak bagi setiap warga negara.30 Salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat, oleh karena itu perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum. Perlindungan hukum merupakan suatu konsep yang universal dari Negara hukum. Perlindungan hukum diberikan apabila terjadi suatu pelanggaran maupun tindakan yang bertentangan dengan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, baik perbuatan yang melanggar undang-undang maupun peraturan formal yang berlaku telah melanggar ketentuan kepentingan dalam kehidupan masyarakat yang harus diperhatikan.

Perlindungan hukum dapat ditemui dalam penjelasan Pasal 18 UUPA menjelaskan tentang meskipun hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, tidak berarti kepentingan pemegang hak atas tanah diabaikan begitu saja. Dalam rangka memberikan penghormatan dan perlindungan hukum, hak atas tanah tidak dapat begitu saja diambil oleh pihak lain meskipun itu untuk kepentingan umum.

Kepada pemegang hak atas tanah diberikan ganti rugi yang layak, artinya

30Satjipto Raharjo, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, Jakarta, Kompas, 2003, hal. 121.

kehidupan pemegang hak atas tanah harus lebih baik setelah hak atas tanah diambil oleh pihak lain.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah suatu bagian penting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatu abtraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut dengan definisi operasional.31

Berikut ini diuraikan beberapa konsep atau pengertian yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu:

a. Peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak ats tanah yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemegangnya semula dan menjadi hak pihak lain.32

b. Kuasa adalah kewenangan yang diberikan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk melakukan tindakan hukum atas nama pemberi kuasa.33 c. Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan

kuasa kepada orang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.34

31Sumadi Surya Brata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3.

32Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 71.

33Pasal 3:60 lid (1) NBW, Pieter E Latumeten, “Reposisi Pemberiam Kuasa Dalam Konsep Volmacht dan Lastgeving Berdasarkan Cita Hukum Pancasila”, Junal Hukum dan Pembangunan 47, No. 1, 2017, hal. 4.

34Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., Pasal 1792.

d. Tanah kapling menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bagian tanah yang sudah dipetak-petak dengan ukuran tertentu untuk bangunan atau tempat tinggal. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman, disebutkan bahwa kavling tanah matang adalah:

“Sebidang tanah yang telah dipersiapkan untuk rumah sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah dan rencana rinci tata ruang serta rencana tata bangunan dan lingkungan”.

Pengertian tanah kapling sebagai salah satu unsur dari jual-beli tanah didalam praktek dimaksudkan adalah sebagai sebidang tanah dalam bentuk yang telah ditentukan bentuk dan luasnya oleh pihak pertama sebagai koordinator kavling, sehingga tanah tersebut diperuntukan siap bangun bagi pihak kedua (pembeli) dalam suatu kawasan dan areal lingkungan tertentu.35