• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang Dibuat Untuk Penyelesaian Utang Piutang Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1395

Dalam dokumen Prosiding. Seminar Nasional dan Call For Paper (Halaman 139-147)

AGUNG NOMOR 1395 K/PDT/2017)

2. Akibat Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang Dibuat Untuk Penyelesaian Utang Piutang Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1395

K/Pdt/2017

Kasus dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 1395 K/Pdt/2017, sebelumnya telah dijatuhkan putusan dalam Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dalam putusan perkara Nomor 214/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Sel telah dibatalkan dengan Putusan Tinggi DKI Jakarta Putusan Nomor 143/PDT/2016/PT.DKI dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Tingkat Banding sebagai berikut :

15 H.P Panggabean, Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheden), Yogyakarta:Liberty, 2010, hlm. 101

Dalam Pokok Perkara :

Bahwa mengenai pertimbangan hukum dan kesimpulan Majelis Hakim Tingkat Pertama Dalam Pokok Perkara, Majelis Hakim Tingkat Banding tidak sependapat dengan pertimbangan dan alasan sebagai berikut :

a. bahwa yang menjadi pokok sengketa antara Para Pembanding semula Para Penggugat Konpensi/Para Tergugat Rekonpensi dengan Para Terbanding semula Para Tergugat Konpensi adalah hubungan hutang-piutang pada Tahun 2006 berdasarkan Akta Pengakuan Hutang Nomor 02 tertanggal 3 Oktober 2006 di hadapan Notaris Marina Soemana, S.H., Para Pembanding semula Para Penggugat Konpensi/Para Tergugat Rekonpensi berhutang kepada Terbanding I semula Tergugat I Konpensi/Penggugat Rekonpensi uang sejumlah Rp2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah) dengan jaminan 4 (empat) buah perhiasan dengan total nilai Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan tanah berikut bangunan yang terletak di Taman Alfa Goldland Realty Blok K.6 Kavling Nomor 29 seluas 312 meter persegi. Dengan Batas Waktu Pinjaman selama 2 (dua) bulan.

b. Bahwa sampai dengan bulan Juli 2008, ternyata Para Pembanding semula Para Penggugat Konpensi/Para Tergugat Rekonpensi belum melunasi hutangnya kepada Terbanding I semula Tergugat I Konpensi/ Penggugat Rekonpensi; Bahwa Para Pembanding semula Para Penggugat Konpensi/Para Tergugat Rekonpensi tidak dapat membayar hutang tersebut karena sangat terpuruk kehidupan ekonominya.

c. Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 45 tanggal 11 Juli 2008 yang dibuat di hadapan Notaris Marina Soewana, S.H. Dalam akta memuat klausal tentang

“kuasa” pada pasal 3 dimana Pihak Pertama memberi kuasa kepada Pihak Keduaatau orang/badan lain yang ditunjuk oleh Pihak Kedua untuk melaksanakan jual-beli tersebut di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang, apabila oleh sebab apapun Pihak Pertama berhalangan untuk melakukan jual-beli, maka Pihak Kedua berhak melaksanakan sendiri jual-beli atas tanah tersebut tanpa perlu hadirnya Pihak Pertama;

Adanya kuasa mutlak yang dilarang di dalam Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Membuat Kuasa Mutlak. Yang dipergunakan oleh pihak Terbanding I semula Tergugat I Konpensi/

Penggugat Rekonpensi untuk melaksanakan jual-beli Nomor 109/2008 tanggal 20 Agustus 2008 yang dibuat di hadapan Notaris Marina Soewana, S.H.,

d. Para Penggugat Konpensi/Para Tergugat Rekopensi telah berhasil mempertahankan dalili gugatannya dan Para Terbanding semula Para Tergugat Konpensi telah terbukti melakukan perbuatan penyalahgunaan keadaan (Misbruik Van Onstandigheden)

Bahwa hal tersebut sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3666 K/PDT/ 1992 tanggal 26 Oktober 1994, menyatakan “Keadaan Tergugat yang dalam keadaan kesulitan ekonomi digunakan Penggugat agar

melakukan tindakan hukum yang merugikan Tergugat atau menguntungkan Penggugat, Penggugat melakukan perbuatan penyalah gunaan keadaan (Misbruik Van Onstandigheden) dan tindakan hukum yang dilakukan Penggugat dinyatakan batal”. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 275 K/PDT/ 2004 tanggal 29 Agustus 2005, menyatakan “Jual-beli yang semula didasari utang-piutang adalah perjanjian semu, di mana pihak penjual dalam posisi lemah dan terdesak sehingga mengandung penyalahgunaan ekonomi”.

Dari pertimbangan dan alasan Hakim Pengadilan Tinggi tersebut diatas bahwa dalam hal mengenai Pengikatan Jual Beli (PPJB) dibuat sebagai penyelesaian utang piutang antara para pihak bukan karena akan melakukan jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Tanah (PPAT) , berdasarkan Yurisprudensi Putusan MARI 3247 K/Pdt/1987 menyatakan Perjanjian Jual Beli dengan tekanan utang-piutang merupakan penyalahgunaan keadaan batal demi hukum.16 Dan berdasarkan Yuriprudensi MARI 3666 K/Pdt/1997 tanggat 26 Oktober 1994 yang berbunyi sebagai berikut: "Keadaan Tergugat yang dalam keadaan kesulitan ekonomi digunakan Penggugat agar melakukan tindakan hukum yang merugikan Tergugat dan menguntungkan Penggugat, Penggugat melakukan perbuatan penyalahgunaan keadaan (Misbruik van omstandigheden) dan tindakan hukum yang dilakukan Tergugat dinyatakan batal".

Mengenai adanya perbuatan P en ya l ah gun aan kea da an ( misbruik van omstandigheden) yang dilakukan oleh Tergugat, hal ini terjadi manakala seseorang di dalam suatu perjanjian dipengaruhi oleh suatu hal yang menghalanginya untuk melakukan penilaian (judgement) yang bebas dari pihak lainnya, sehingga ia tidak dapat mengambil putusan yang independen.

Penekanan tersebut dapat dilakukan karena salah satu pihak dalam perjanjian memiliki kedudukan lebih tinggi, sedangkan pihak yang lain mempunyai kedudukan yang lebih rendah. Pihak yang memiliki kedudukan lebih tinggi itu mengambil keuntungan secara tidak pantas dari pihak lainnya yang lebih rendah.

Penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) yang demikian lebih mengarah kepada penyalahgunaan dalam hal keunggulan ekonomis maupun kejiwaan.17 Maka dari itu penggugat yang dalam keadaan lemah ekonominya dan tidak dapat melunasi hutangnya dengan tepat waktu maka tidak dapat melakukan penilaian mengenai akibat dibuatnya PPJB atas hak tanah miliknya sehingga Penggugat tidak bisa mengambil keputusan secara mandiri dan mengikuti apa yang diinginkan Tergugat atas hak tanah miliknya.

Terkait PPJB yang dibuat tersebut tidak terpenuhinya syarat subjektif dan syarat objektif dari syarat sahnya perjanjian. Perjanjian tersebut dibuat oleh para pihak atas kehendak yang tidak bebas yang dapat mengandung unsur-unsur kekhilafan, penipuan atau paksaan karena adanya salah satu pihak terpuruk keadaan ekonominya dan perjanjian tersebut telah dibuat karena sesuatu sebab

16 Dr. Agung Iriantoro, S.H.,M.H, “Pengikatan Jual Beli dan Permasalahan Hukum”, Makalah Seminar problematika Hukum Akta-Akta Notaris Serta Implementasi GRIPS Dalam Tugas dan Fungsi Notaris, Surakarta, 16 Februari 2019, hlm. 17

17 Dwi Fidhayanti, Penyalahgunaan Keadaan ( misbruik van omstandigheden) Sebagai Larangan Dalam Perjanjian Syariah. Jurisdictie: Jurnal hukum dan Syariah Vol. 9 No. 2, 2018, hlm. 167.

yang palsu atau terlarang yaitu didasarkan atas utang piutang bukan karena jual beli tanah. Maka dengan demikian perjanjian itu batal demi hukum. Artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum, adalah gagal.18

Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Tingkat Kasasi dalam putusannya tanggal 19 Oktober 2017 Nomor 1395 K/Pdt/2017 menilai pertimbangan hukum putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 143/PDT/2016/PT.DKI tanggal 9 Mei 2016 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 214/Pdt.G/2014/PN.Jkt tanggal 9 Februari 2015 yang mengabulkan permohonan banding dari para pembanding semula para penggugat Konpensi/Para Tergugat Rekonpensi tersebut sudah tepat dan benar. Mahkamah Agung tidak dapat membenarkan alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Tergugat I/Terbanding I karena putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, dengan pertimbangan sebagai berikut:

a. Bahwa Surat Kuasa Mutlak yang digunakan oleh Tergugat I untuk melaksanakan jual beli sebagaimana Akta Jual Beli Nomor 109/2008 tanggal 20 Agustus 2008 adalah bentuk Surat Kuasa yang dilarang berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Membuat SuratKuasa Mutlak;

b. Bahwa Akta Jual Beli Nomor 109/2008 tanggal 20 Agustus 2008 dipergunakan oleh Tergugat I untuk mengurus balik nama (peralihan hak) dari Hak Guna Bangunan Nomor 621/Petukangan Utara atas nama Maria Fransiska Kartika tanggal 1 Oktober 1992 menjadi Hak Milik Nomor 3770/Petukangan Utara atas nama Nyonya Lisa Julianda Tanjung tanggal 7 Oktober 2008;

c. Bahwa dengan demikian Tergugat telah melakukan perbuatan penyalahgunaan keadaan sehingga Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 45 tanggal 11 Juli 2008 dan Akta pengikatan Jual Beli Nomor 109/2008 tanggal 20 Agustus 2008 harus dinyatakan batal demi hukum;

Bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) meskipun dilakukan secara notariil tetaplah tidak sah sebab dilakukan dimana salah satu pihak sedang terpuruk keadaan ekonominya sehingga tidak bebas dalam membuat perjanjian dan dasar dari PPJB bukanlah Peralihan Hak Jual Beli melainkan utang piutang.

Akibatnya Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 45 tanggal 11 Juli 2008 yang memuat Surat Kuasa Mutlak yang merupakan bentuk Surat Kuasa yang dilarang berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Membuat Surat Kuasa Mutlak yang digunakan oleh Tergugat I untuk melaksanakan jual beli sebagaimana Akta Jual Beli Nomor 109/2008 tanggal 20 Agustus 2008 harus dinyatakan batal demi hukum yang berdampak pada Akta Jual Beli Nomor 109/2008 tanggal 20 Agustus 2008 dipergunakan oleh Tergugat I untuk mengurus balik nama (peralihan hak) dari Hak Guna Bangunan Nomor

18 R.Subekti, R Tjitrosudibio, Op.Cit, hal. 20

621/Petukangan Utara atas nama Maria Fransiska Kartika tanggal 1 Oktober 1992 menjadi Hak Milik Nomor 3770/Petukangan Utara atas nama Nyonya Lisa Julianda Tanjung tanggal 7 Oktober 2008 dinyatakan batal demi hukum.

Maka dengan demikian, menurut penulis putusan Mahkamah Agung tersebut sudah tepat dengan melihat akibat hukum dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat untuk penyelesaian utang piutang telah dinyatakan batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan. Berdasarkan asas kebebesan berkontrak para pihak dapat membuat suatu perjanjian berisi apa saja dan berbentuk apa saja asalkan tidak melanggar peraturan perundang-undangan ketertiban umum dan kesusilaan, tetapi dalam hal ini perjanjian tersebut memuat penyimpangan hukum dimana Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan kuasa menjual tidak boleh menjadi motif sebagai cara pembayaran utang piutang. Sehingga tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian, dan adanya unsur penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden).

D. Penutup Kesimpulan

1. Kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan perjanjian pendahuluan yang dibuat oleh para pihak dalam peralihan hak atas tanah yang belum dapat dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Tetapi dalam PPJB yang dibuat untuk penyelesaian utang piutang telah menyalahi aturan hukum. Perjanjian tersebut dilakukan dimana salah satu pihak sedang terpuruk keadaan ekonominya sehingga tidak bebas dalam membuat perjanjian yang dapat dikatakan adanya penyalahgunaan keadaan. Kemudian dasar dibuatnya PPJB tersebut mengandung sesuatu sebab yang palsu dan terlarang yaitu salah satu bentuk penyelundupan hukum seolah olah terjadi peralihan berupa jual beli dengan melakukan penyimpangan hukum dengan membuat dokumen berupa akta Pengikatan Perjanjian Jual beli yang dibuat secara notariil yang seharusnya tidak dapat dilakukan dalam penyelesaian utang piutang, sehingga kedudukan PPJB yang dibuat untuk penyelesaian utang piutang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.

2. Dalam Perjanjian utang piutang dengan jaminan sertipikat tanah, kreditur dan debitur membuat Akta Pengakuan Hutang dengan jaminan tersebut dibuatkan pula Akta Pemberian Hak Tanggungan. Akan tetapi adanya penyimpangan hukum bahwa kreditur dan debitur membuat perbuatan hukum lain, yakni membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan kuasa menjual. Atas Akibat Hukum dari PPJB yang dibuat untuk penyelesaian utang piutang, dalam putusan Mahkamah Agung meyatakah PPJB tersebut batal demi hukum. Hal ini telah sesuai, bahwa perjanjian tersebut memuat penyimpangan hokum karena PPJB tidak boleh menjadi motif sebagai cara pembayaran utang piutang. Sehingga tidak terpenuhinya syarat sahnya perjanjian, dan adanya unsur penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) mengakibatkan PPJB dan produk hukum yang dihasilkan dari dasar PPJB tersebut batal demi hukum yang artinya dari semula tidak pernah dilahirkan sautu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

Saran

Kepada para pihak yang melakukan utang piutang dengan menggunakan jaminan utang berupa sertifikat hak atas tanah dapat dilakukan dengan Hak Tanggungan. Bahwa jika debitur cidera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum, dengan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Sehingga tidak ada kerugian yang ditimbulkan bagi kedua belah pihak.

Kreditur sebagai pihak yang memberikan pinjaman utang dengan dibuatnya Hak Tanggungan atas jaminan tanah dapat menerima pelunasan utang dari hasil penjualan lelang tanpa harus membuat Pejanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dasarnya bukan untuk penyelesaian utang piutang. Bagi debitur dalam penandatangan perjanjian harus dipahami dan dimengerti mengenai isi dari perjanjian agar tidak mengalami kerugian, sehingga kedudukan atas aset atau tanah yang dimiliki sebagai jaminan utang itu jelas adanya.

DAFTAR PUSTAKA Buku

Amirudiin, H.Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada.

Fuady, Munir. 2013. Hukum Jaminan Utang. Jakarta: Erlangga.

Hadisoeprapto, Hartono. 1984. Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan.

Yogyakarta:Liberty.

Marzuki, Peter Mahmud. 2013. Penelitian Hukum. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.

Panggabean, H.P. 2010. Pen yal ahgu naan kea daan ( misbruik van omstandigheden), Yogyakarta: Liberty.

Subekti, R. 2005. Hukum Perjanjian. Jakarta:Intermasa.

Subekti, R, R Tjitrosudibio. 2001. Kitab undang Hukum Perdata, Undang-Undang Agraria dan Undang-Undang-Undang-Undang Perkawinan. Jakarta:PT. Pradnya Paramita.

Suratman, H Philips Dillah. 2013. Metode Penelitian Hukum, Bandung:Alfabeta.

Syahrani,H. Ridwan. 2006. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung:

Alumni.

Jurnal

Dewi, Retno Puspo. 2017. Pembatalan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Akibat Wanprestasi (Studi Putusan Nomor: 200/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Sel). Jurnal Repertorium Volume IV No. 2.

Fidhayanti, Dwi. 2018. Penyalahgunaan Keadaan (misbruik van omstandigheden) Sebagai Larangan Dalam Perjanjian Syariah. Jurisdictie: Jurnal hukum dan Syariah Vol. 9 No. 2.

Iriantoro, Agung. 2019. “Pengikatan Jual Beli dan Permasalahan Hukum”, Makalah Seminar problematika Hukum Akta-Akta Notaris Serta Implementasi GRIPS Dalam Tugas dan Fungsi Notaris.

Pratiwi, Astrian Endah. 2017. Perjanjian Utang Piutang Dengan Jaminan Penguasaah Tanah Pertanian Oleh Para Pihak Berpiutang. Privat Law Vol. No. 2.

Watikno, Annisa Ridha. 2019. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Pemegang Jaminan Hak Atas Tanah yang Belum Terdaftar Akibat Debitor Wanprestasi, Repertorium: Jurnal Hukum Vol.6.

Wibowo, Ghani Rachman. 2018. Kedudukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Kuasa Menjual yang Sebenarnya Adalah Perjanjian Utang Piutang Oleh Para Pihak, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Tesis.

Nurjannah. 2018. Eksistensi Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan Hak Atas Tanah (Tinjauan Filosofis), Jurnal: Jurisprudentie, Volume 5 Nomor 1, Juni.

Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

AKIBAT HUKUM AKTA RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

Dalam dokumen Prosiding. Seminar Nasional dan Call For Paper (Halaman 139-147)

Dokumen terkait