• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam memutus kasus kepailitan Nomor 514 K/PDT.SUS-Pailit/2013

TANGGUNGJAWAB DIREKSI TERHADAP KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS (STUDI TERHADAP PUTUSAN

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

2. Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung dalam memutus kasus kepailitan Nomor 514 K/PDT.SUS-Pailit/2013

Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para kreditornya.

Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran.25 Sedangkan kepailitan merupakan suatu putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan yang dimiliki maupun kekayaan yang akan dimiliki oleh debitor di kemudian hari.

Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan

25 Dedy Tri Hartono, Perlindungan Hukum Kreditor Berdasarkan Undang-undang Kepailitan, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Ed. 1, Vol. 4 Tahun 2016, hlm. 2.

hakim pengawas, kedua pejabat tersebut yang ditunjuk langsung pada saat putusan pailit dibacakan.26

Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitor dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-masing karena kepailitan ada demi untuk menjamin para kreditor untuk memperoleh hak-haknya atas harta debitor pailit.27

Dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, menyebutkan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap debitur hanya dapat diajukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Debitur terhadap siapa permohonan itu diajukan harus paling sedikit mempunyai 2 kreditor, atau dengan kata lain harus memiliki lebih dari satu kreditor.

b. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada salah satu krediturnya.

c. Utang yang tidak dibayar itu harus telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih (due and payable)

Permohonan kepailitan diajukan ke Pengadilan Niaga melalui panitera Pengadilan Niaga tersebut. Adapun yang dapat mengajukan permohonan kepailitan adalah:28

a. Debitor;

b. Kreditor;

c. Kejaksaan, dalam hal untuk kepentingan tertentu;

d. Bank Indonesia, dalam hal debitornya merupakan bank;

e. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), dalam hal debitornya perusahaan efek, bursa efek, atau lembaga kliring dan penjaminan; dan

f. Menteri Keuangan, dalam hal debitornya adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pension, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkecimpung di bidang kepentingan publik.

Permohonan kepailitan tersebut wajib diajukan melalui advokat kecuali jika pemohonnya adalah kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri Keuangan.29

26 Dedy Tri Hartono, Perlindungan Hukum Kreditor Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion Edisi I, Volume 4, Tahun 2016, hlm. 2

27 Imran Nating, Peranan Dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Kepailitan, Ed. 1, Cet. 1, Raja Grafindo Persada, Jakrata, 2004, hlm. 9.

28 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Ed. Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 119.

29 Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban pembayaran utang.

Berdasarkan hal tersebut maka PT. GSG dapat mengajukan pailit terhadap PT.

MAJU dalam putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 34/PDT.SUS-Pailit/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst karena:

1. Bahwa pada tanggal 23 Mei 2011, Pemohon Pailit dengan Termohon Pailit telah saling sepakat untuk menandatangani Perjanjian Penyelesaian Hutang Piutang Usaha Batu Besi Musi Rawas, (“Perjanjian”);

2. Berdasarkan Perjanjian tersebut, Termohon Pailit mengakui telah menerima dana dari Pemohon Pailit sejumlah Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah;

3. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 Perjanjian tersebut, Termohon Pailit telah sepakat untuk mengembalikan dana Pemohon Pailit menjadi sejumlah Rp17.800.000.000,00 (tujuh belas miliar delapan ratus juta Rupiah) dan dana tersebut akan dibayarkan oleh Termohon Pailit kepada Pemohon Pailit dengan cara mengangsur, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Angsuran Pertama sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) akan dibayarkan paling lambat tanggal 30 Mei 2011;

b. Angsuran Kedua sebesar Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) akan dibayarkan paling lambat tanggal 30 Juni 2011;

c. Cicilan selanjutnya akan dibayarkan sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) perbulan terhitung sejak bulan September 2011 sampai dengan Desember 2012;

4. Berdasarkan Perjanjian tersebut di atas, terbukti secara sah bahwa Pemohon Pailit mempunyai piutang kepada Termohon Pailit dan sebaliknya, Termohon Pailit mempunyai utang kepadai Pemohon Pailit dan oleh karenanya Pemohon Pailit adalah Kreditor dari Termohon Pailit;

Duduk perkara:

Bahwa Pemohon Kasasi pailit adalah PT. MAJU (dahulu Termohon Pailit) dan Termohon Kasasi Pailit adalah PT. GSG (dahulu Pemohon Pailit) yang pada tanggal 23 Mei 2011 telah saling sepakat untuk menandatangani Perjanjian Penyelesaian Hutang Piutang sejumlah Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) dan akan dikembalikan oleh pemohon kasasi Pailit (PT. MAJU) sebesar Rp.17.800.000.000,00 (tujuh belas miliar delapan ratus juta rupiah). Angsuran pertama sebesar Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) telah jatuh tempo pada tanggal 30 Mei 2011, angsuran kedua sebesar Rp.2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) telah jatuh tempo pada tanggal 30 Juni 2011, serta angsuran ketiga sebesar Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) telah jatuh tempo terhitung sejak bulan September 2011 sampai dengan Desember 2012. Sehingga total utang yang harus dibayarkan oleh pemohon kasasi pailit adalah sebesar Rp. 23.245.900.000,00 (dua puluh tiga miliar dua ratus empat puluh lima juta Sembilan ratus ribu rupiah).

Bahwa Pemohon Kasasi Pailit (PT. MAJU) juga mempunyai utang kepada PT.

Indomineral Makmur sebesar Rp.2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Bahwa dalam putusannya Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 34/PDT.SUS-Pailit/2013/PN.Niaga.Jkt.Pst telah menyatakan Termohon pailit (yang sekarang sebagai pemohon kasasi pailit) yakni PT. MAJU dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya. Kemudian Termohon pailit (PT. MAJU) telah mengajukan kontra memori kasasi karena dengan menyatakan keberatan dan penolakan terhadap putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena hakim telah keliru dalam memahami dan menerapkan hukum (khususnya syarat-syarat kepailitan) yang berlaku, dimana Pemohon Kasasi Pailit (PT. MAJU) dalam hal ini:

1. Pada kenyataannya, Pemohon Kasasi tidak pernah menerima “pinjaman” dari Termohon Kasasi;

2. Sejak perusahaan Pemohon Kasasi berdiri hingga saat ini tidak pernah ada catatan di dalam pembukuan Pemohon Kasasi mengenai adanya “utang”

Pemohon Kasasi kepada Termohon Kasasi;

3. Pemohon Kasasi juga telah meminta agar Laporan Keuangan Pemohon Kasasi diperiksa/diaudit oleh Auditor professional yang independen, dan berdasarkan Pendapat/Laporan Auditor tersebut Pemohon Kasasi tidak tercatat mempunyai utang kepada Termohon Kasasi;

4. Bahkan, Pemohon Kasasi juga telah meminta keterangan dari Bank Pemohon Kasasi dan mendapat konfirmasi bahwa Pemohon Kasasi tidak pernah menerima

“pinjaman” ataupun kiriman uang sepeser pun dari Termohon Kasasi;

5. Pemohon Kasasi Tidak Pernah Membuat Kesepakatan “Pinjam Meminjam”

dengan Termohon Kasasi

Putusan Hakim:

- Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. MANDIRI AGUNG JAYA UTAMA (Selanjutnya disebut PT. MAJU) tersebut;

- Menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);

Dapat disimpulkan bahwa menurut penulis, hakim dalam hal ini telah keliru dalam memahami dan menerapkan hukum (khususnya syarat-syarat kepailitan) yang berlaku, dengan dasar:

1. Bahwa perkara sebagaimana yang dimohonkan pailit oleh Pemohon Pailit (PT.

GSG) tidak dapat diajukan kepada Termohon (PT. MAJU), dikarenakan H.

Muhammad Toyib Saman SH. (Direksi PT. MAJU) dalam melaksanakan perjanjian di atas tidak menjalankan kapasitasnya sebagai Direktur Termohon melainkan bertindak dan untuk atas nama pribadi;

2. Bahwa tindakan H. Muhammad Toyib Saman SH. dalam perjanjian penyelesaian hutang piutang Usaha Batu Besi Musi Rawas tersebut tidak dapat diklasifikasi sebagai tindakan untuk mewakili Termohon dikarenakan pada saat penandatanganan perjanjian ini tidak dilengkapi dengan persetujuan dari Dewan

Komisaris sebagaimana disyaratkan Pasal 12 (ayat 1 point a) Persetujuan Akta Perubahan Anggaran Dasar PT. Maju Nomor Akta AHU-12413.AH.01.02.Tahun 2010 tanggal 27 Januari 2010 yang dibuat oleh Notaris Desman, SH. M.Hum berkedudukan di Kotamadya Jakarta Utara;

3. Bahwa hal ini sebagaimana serta diperkuat dalam Yurisprudensi MA Nomor 601 K/Sip/1975 tentang seorang pengurus yayasan yang digugat secara pribadi untuk mempertanggungjawabkan sengketa yang berkaitan dengan yayasan dalam kasus demikian, orang yang ditarik sebagai Tergugat tidak tepat, karena yang semestinya ditarik sebagai Tergugat adalah Yayasan. Maka berdasarkan ketentuan tersebut H. Muhammad Toyib Saman SH. harus masuk sebagai pihak dalam permohonan aquo; Bahwa berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, maka dengan itu permohon pailit tidak dapat diterima;

Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka permohonan kasasi yang diajukan oleh pemohon kasasi pailit (PT. MAJU) seharusnya diterima oleh hakim dan menyatakan bahwa PT. MAJU tidak dinyatakan pailit dan tanggungjawab harus ditanggung secara pribadi oleh H. Muhammad Toyib Saman SH. (Direksi PT.

MAJU) karena pemohon kasasi pailit dalam memori kasasinya bahwa:

1. Termohon Kasasi mengakui bahwa Termohon Kasasi pernah mentransfer sejumlah uang kepada H. Muhammad Toyib secara pribadi, dan bukan ke perusahaan;

2. Pemohon Kasasi tidak pernah menerima uang tersebut, apalagi mendapatkan manfaat dari uang tersebut;

3. Seandainyapun (quod non) ada “pinjaman”/”utang” yang pernah diberikan Termohon Kasasi kepada H. Muhammad Toyib Saman (selaku Pemilik Perusahaan yang lama) secara pribadi, maka jelas “pinjaman”/”utang” itu tidak boleh dianggap sebagai tanggung jawab perusahaan. Sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), maka

“pinjaman”/”utang” H. Muhammad Toyib Saman tersebut harus dipertanggungjawabkan yang bersangkutan secara pribadi;

4. H. Muhammad Toyib Saman saat ini bukan Pemilik atau Direktur Pemohon Kasasi H. Muhammad Toyib Saman dan keluarganya telah menjual seluruh saham mereka di Pemohon Kasasi kepada Pemegang Saham yang baru;

5. Mengingat Pemegang Saham yang baru sampai sekarang tidak menemukan kebenaran adanya “pinjaman”/”utang” yang dituduhkan Termohon Kasasi tersebut, maka Termohon Kasasi tetap menyatakan menolak semua tuduhan Termohon Kasasi ini;

6. Termohon Kasasi sedang menyiapkan laporan tindak pidana kepada pihak Kepolisian maupun gugatan perdata terhadap Termohon Kasasi maupun H.

Muhammad Toyib Saman sehubungan dengan hal ini;

7. Pada waktu dilakukannya pengambil alihan perseroan Pemohon Kasasi oleh Pemilik baru (Bapak Mayananda dan Ibu Marini Gustiana) dari Pemilik lama

(Bapak H. Muhammad Thoyib Saman, Ibu Hj. Sri Noviawati dan Bapak Muhammad Suryana Arisandi) yang terhitung efektif sekitar Juli 2012,

“pinjaman”/”utang” yang dimaksud pun tidak tercatat di dalam Laporan Keuangan dan Laporan Auditor Independen Kantor Akuntan Publik Terdaftar Abdul Aziz tertanggal 30 Maret 2012, salah satu dokumen rujukan utama dalam proses pengambil alihan Pemohon Kasasi oleh Pemegang Saham baru;

8. Bahwa sehubungan dengan Laporan Keuangan dan Laporan Auditor Independen Kantor Akuntan Publik Terdaftar Abdul Aziz tertanggal 30 Maret 2012 tersebut, H. Muhammad Toyib saman (Pemilik serta Direktur Utama lama Pemohon Kasasi) mengeluarkan surat pernyataan dan jaminan, masing-masing tertanggal 30 Maret 2012 serta 30 Juli 2012 yang intinya menjamin bahwa tidak ada informasi yang tidak diungkapkan serta menjamin kebenaran Laporan Keuangan dan Laporan auditor.

D. Penutup

Dokumen terkait