• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alternatif Arahan Penanggulangan

Hyetograph dan Hidrograph Debit Total tahun 2009-2012

D. Alternatif Arahan Penanggulangan

Mengingat sedimentasi pada wilayah Sub DAS Alo cukup tinggi sehingga perlu penanganan secara komprehensif untuk mengendalikannya. Jika tidak tertangani dengan baik maka dikhawatirkan bahwa bahaya sedimentasi ini akan terakumulasi menjadi bencana. Bencana sedimen merupakan fenomena yang menyebabkan kerusakan baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kehidupan manusia dan harta benda, ketidaknyamanan bagi kehidupan masyarakat dan atau kerusakan lingkungan, melalui suatu skala besar pergerakan tanah dan batuan (Hasnawir, 2012).

Sehingga upaya untuk mencegah menjamurnya lahan kritis pada Sub DAS Alo dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan yaitu hukum dan fisik. Pendekatan hukum berupa pemberian sangsi pada pelaku perambahan hutan dan perladangan berpindah. Sedangkan pendekatan fisik dapat dilakukan dengan melakukan prioritas penanganan untuk mengembalikan produktifitas lahan, melalui program percepatan rehabilitasi. termasuk menghutankan kembali lahan-lahan gundul dan gersang yang dianggap sebagai faktor penyebab terjadinya kerusakan DAS (Tabba, 2013).

Hutan pada Sub DAS Alo sangat rentan terdegradasi, beberapa faktor yang teridentifikasi yaitu jenis tanah termasuk ketegori mudah tererosi dan terdapat pada kemiringan lereng curam hingga sangat curam. Ketika hutan dibuka akan terjadi erosi dan pada akhirnya akan berimplikasi pada cepatnya laju degradasi lahan. Sehingga direkomendasikan agar hutan tidak dibuka dan senantiasa dalam pengawasan. Sedangkan pertanian lahan kering pada hulu Sub DAS sebaiknya menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air berupa teras untuk meminimalkan aliran permukaan/erosi khusunya diwilayah Sub DAS. Menurut Kartasapoetra et al. (2000) tindakan KTA diarahkan pada empat perlakuan pokok yaitu (1) Memperbesar resistensi permukaan tanah sehingga lapisan permukaan tanah tahan terhadap pengaruh tumbukan butiran air hujan (2) Memperbesar kapasitas infiltrasi tanah, sehingga laju limpasan dapat dikurangi (3) Mengurangi laju permukaan agar daya kikisnya terhadap tanah dapat diperkecil (4)

94

Memperbesar resistensi tanah sehingga daya rusak dan daya hanyut limpasan terhadap partikel-partikel tanah dapat diperkecil.

Lahan pertanian masyarakat perlu mengembangkan konsep budidaya ramah lingkungan dengan pendekatan teknik-teknik agroforestri baik metode vegetatif maupun teknik sipil. Agroforestri memberikan hasil yang lebih efektif dalam mengendalikan laju erosi yang pada akhirnya berujung pada sedimentasi dalam hal penyediaan serasah diatas permukaan tanah jika dibandingkan dengan pengaruh tajuk tanaman saja (Pramono dan Wahyuningrum, 2010). Perkebunan dan sawah pada bagian hilir disarankan tetap karena kemiringan lereng relatif datar sehingga tidak berpotensi mengakibatkan sedimentasi yang berimplikasi pada kekritisan lahan.

Selain penerapan sistem agroforestri pada lahan-lahan pertanian masyarakat, penting juga memberikan sosialisasi mengenai pengembangan hutan rakyat. Sebab pola ini mampu memberikan manfaat jangka panjang, menengah dan jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hutan rakyat merupakan pola penggunaan lahan yang mengembangkan jenis-jenis tanaman kehutanan dan tidak saja untuk menghasilkan produk tunggal namun dikembangkan untuk tujuan-tujuan yang multi produk, bukan hanya menghasilkan kayu melainkan juga produk non kayu (Suharjito et al., 2000).

IV. KESIMPULA N DAN SARAN A. Kesimpulan

Penggunaan lahan pada Sub DAS Alo terdiri dari enam tipe yaitu hutan lahan kering skunder, pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, sawah dan semak belukar. Pertanian lahan kering merupakan penggunaan lahan dominan. Jumlah debit rata-rata perbulan Sub DAS Alo antara 0,173-5,000 m3/ha yang terjadi di outlet. Jumlah debit tertinggi terjadi di wilayah outlet Sub DAS. Sedimentasi rata-rata bulanan tertinggi pada pada Sub DAS Alo sebesar 2,085-20,000 ton/ha, yang terjadi pada wilayah punggung bukit. Sedangkan sedimentasi rata-rata bulanan tertinggi pada Sub DAS Sawangan sebesar 17,70-22,13 m3/s, pada wilayah hulu sedimentasi rata-rata bulanan antara 4,42-8,85 m3/s.

B. Saran

Melakukan prioritas rehabilitasi pada lahan-lahan kritis untuk mengembalikan produktifitas lahan melalui pendekatan teknik-teknik Agroforestri. Termasuk menghutankan kembali lahan-lahan gundul dan gersang yang dianggap sebagai faktor penyebab terjadinya kerusakan DAS.

95

Hutan pada Sub DAS Alo sangat rentan terdegradasi, dengan jenis tanah termasuk ketegori mudah tererosi. Sehingga hutan harus dipertahankan dan senantiasa dalam pengawasan. Sedangkan pertanian lahan kering pada hulu Sub DAS sebaiknya menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air berupa teras untuk meminimalkan aliran permukaan/erosi khususnya di wilayah Sub DAS Alo. Sosialisasi mengenai pengembangan hutan rakyat, sebab pola ini mampu memberikan manfaat jangka panjang, menengah dan jangka pendek untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Arnold, J. G., Srinivasan, Mutiah, R. S., and William, J. R. (1998). Large-area Hidrologic Modeling and assesment. Part I, model development. Journal American Water Resources Assoc, 35(5), 1037-1052.

Arsyad. (1989). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.

Asdak, C. (2010). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan Kelima Edisi Revisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Asir, L. (2011). Strategi rehabilitasi lahan dan sistem kelembagaan dalam

pengendalian banjir dan longsor di daerah tangkapan air Limboto. dalam Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian. Manado: Balai Penelitian Kehutanan Manado.

Bosch J. M. and Hewlet, J. D. (1982). Review of catchment experiments to determine the effects of vegetation changes on water yield and evapotranspiration. Journal of Hidrology, 55, 3-23.

Departemen Kehutanan. (1992). Keputusan Menteri Kehutanan No. 431/Kpts/VII-4/1992 tanggal 5 Mei. Penetapan Kawasan Cagar Alam. Jakarta.

Departemen Kehutanan. (2009). Keputusan Menteri Kehutanan No SK. 328/Menhut-II/2009. Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas Dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2010-2014. Jakarta.

Foth, H. D. (1994). Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Edisi Keenam. Alih Bahasa oleh Soenartono Adisoemarto, Ph.D. Anggota IKAPI. Jakarta: Penerbit Erlangga

Gassman, P. W., Reyes, M. R., Green C. H., and Arnold J. G. (2007). The soil and water assesment tool: Historical development, application, and future research directions american society of agricultural and biological engineers. ISSN 0001-2351, 50(4), 1211-1250.

Hardjowigeno, S. (2007). Ilmu Tanah. Edisi Baru Cetakan Keenam. Anggota IKAPI. Jakarta: Akademika Pressindo

96

Hasnawir. (2012). Mitigasi bencana sedimen. dalam Prosiding Seminar dan Pemeran Hasil-Hasil Penelitian Prospek Pengembangan Hutan Tanaman (Rakyat) Konservasi dan Rehabilitasi Hutan, (hlm. 107-134). Manado: Balai Penelitian Kehutanan Manado.

Kartasapoetra, G., Kartasapoetra, A. G., Sutedjo, M. M. (2010). Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. Cetakan Keenam. Jakarta: Rineka Cipta

Lee, R. (1990). Hidrologi Hutan (terjemahan: Forest Hidrology). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Neitsch, S. R., Arnold, J. G., Kiniry, J. R., Srinivasan, R. and Williems, J. R., (2005). Soil and water assessment input/output file documentation version 2005. Agriculture Research Servic US. Texas. [terhubung berkala]. Diunduh tanggal 31 Oktober 2008, dari http://www. http.brc.tamus.edu/swat/document. Html [].

Notohadiprawira, Tejoyuwono, Sutanto, R., Maas, A. dan Yasni, S. (1999). Kebutuhan Riset, Inventarisasi dan Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Tanah di Indonesia. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi. Dewan Riset Nasional. Jakarta.

Paimin, Sukresno dan Purwanto. (2006). Selidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS). Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pramono, I. B. dan Wahyuningrum, N. (2010). Model pengendalian run off

dan erosi dengan metode vegetatif. dalam Prosiding Ekspose Hasil

Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS Dalam Upaya Pengendalian Banjir dan Erosi-Sedimentasi (hlm. 23-31). Surakarta: Pusat Litbang Konervasi dan Rehabilitasi.

Suharjito, D., Khan, A., Djatmiko, W. A., Sirait, M. T., dan Evelyna, S. (2000). Karakteristik pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat. Kerjasama antara FKM-Ford Foundation. Yogyakarta: Aditya Media. Tabba, S. (2013). Kontribusi faktor dan penyebab kekritisan Sub DAS

Biyonga sebagai hulu Danau Limboto. Info Balai Penelitian Kehutanan Manado, 3(1), 37-64.

Wibowo, M. (2005). Analisis pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit sungai (studi kasus Sub-DAS Cikapundung Gandok, Bandung). Jurnal Teknik Lingkungan, 6(1), 283-290.

97