• Tidak ada hasil yang ditemukan

di Sulawesi Utara 1

I. PENDA HULUA N

Panel Antar Pemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change, IPCC) seperti dikutip oleh Bappenas (2013) dalam laporannya pada tahun 2007 menegaskan peran kontribusi kegiatan manusia dalam meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca. Kondisi inilah yang mempercepat laju peningkatan temperatur global dan diyakini telah mengakibatkan perubahan iklim. Perubahan iklim di Indonesia ditandai dengan kenaikan suhu yang meningkat setelah tahun 1960, kenaikan muka air laut 0,8 mm/tahun periode 1960 hingga 2008, penurunan curah hujan yang signifikan di hampir seluruh wilayah Indonesia pada bulan Juni, Juli

1 Makalah ini disampaikan dalam Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan

Perubahan Iklim, diselenggarakan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado, Manado 28 Mei 2015

2

Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado; Jln. Raya Adipura, Kel. Kima Atas, Kec. Mapanget, Manado; Email: nurlita.indah@gmail.com

14

dan Agustus, serta peningkatan peluang curah hujan ekstrim harian di sebagian wilayah Indonesia dalam kurun waktu 1998-2008 (Bappenas, 2013).

Mitigasi dan adaptasi dilakukan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.46 Tahun 2008 menyebutkan mitigasi perubahan iklim adalah usaha pengendalian untuk mencegah terjadinya perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi atau meningkatkan penyerapan gas rumah kaca dari berbagai sumber emisi. Kemudian Perpres No. 61 Tahun 2011 menyebutkan sektor berbasis lahan secara historis tercatat sebagai penyumbang emisi nasional terbesar sehingga penurunan emisi terbesar (87 %) ditargetkan berasal dari penggunaan dan pengelolaan hutan dan lahan gambut. Tingkat ketergantungan terhadap sektor berbasis lahan termasuk lahan hutan di Indonesia cukup tinggi, hal ini menyebabkan deforestasi dan degradasi menjadi isu penting di Indonesia (Suryanto, 2012).

Deforestasi dan degradasi meningkatkan emisi, sedangkan aforestasi, reforestasi dan kegiatan pertanaman lainnya meningkatkan serapan. Emisi gas rumah kaca yang terjadi di sektor kehutanan Indonesia bersumber dari deforestasi (konversi hutan untuk penggunaan lain seperti pertanian, perkebunan, pemukiman, pertambangan, prasarana wilayah) dan degradasi (penurunan kualitas hutan akibat illegal logging, kebakaran, over cutting, perladangan berpindah (slash and burn), serta perambahan (Masripatin, 2007). Ketersediaan data perubahan penggunaan lahan dan faktor emisi dan serapan lokal mempengaruhi tingkat akurasi dan kerincian hasil inventarisasi. Sehingga penyediaan data cadangan karbon dan perubahannya diperlukan agar pengurangan emisi dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi.

Masripatin dkk (2010) merangkum hasil penelitian cadangan karbon hutan pada berbagai kelas penutupan lahan di Indonesia. Cadangan karbon di hutan alam berkisar antara 7,5 - 264,70 ton C/ha dan pada kawasan non hutan pada berbagai jenis tanaman dan umur berkisar antara 0,7-932,96 ton C/ha. Kementerian Kehutanan (2013) mencatat luas kawasan hutan di Sulawesi Utara mencapai 76 % wilayah provinsi, dengan penutupan lahan berupa hutan sebesar 40,9 %. Hutan merupakan salah satu penampung karbon terbesar yang dapat menjaga daur karbon dengan menyerap dan menyimpan, namun di lain pihak hutan juga sumber emisi, salah satunya dari deforestasi (Masripatin, 2007). Penanganan perubahan iklim di Indonesia telah dilaksanakan sampai tingkat sub nasional, di Sulawesi Utara

15

Rencana Aksi Daerah untuk penurunan emisi ditetapkan dalam Peraturan Gubernur No.323 Tahun 2012. Penghitungan emisi pada bidang kehutanan memerlukan informasi faktor emisi yang diperoleh dari nilai cadangan karbon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cadangan karbon hutan pada beberapa tipe vegetasi hutan di Sulawesi Utara.

II. METODE PENELITIA N A. Waktu dan Lokasi

Pengambilan data dilaksanakan pada tahun 2012, 2013 dan 2014 di empat lokasi yaitu Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW), Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar, Taman Nasional Bunaken (TNB) dan bekas pengusahaan hutan Wana Saklar, Bolaang Mongondow Utara.

16

Tabel 1. Deskripsi lokasi plot pengukuran

Tahun Lokasi Deskripsi Jumlah

plot 2012 TN Bogani Nani

Wartabone Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Doloduo dan SPTN III Maelang 426 -1015 m dpl 60 2013 KPHP Poigar (HL Tanjung Walintau)

Hutan mangrove Desa Blongko 15

TN Bunaken (HL Tanjung Pisok)

Zona perlindungan bahari Seksi I Meras Desa Tiwoho

15 2014 KPHP Poigar

(HP Inobonto) Hutan produksi Inobonto Poigar I, Blok pemberdayaan elevasi 159 m dpl – 437 m dpl

31 Eks HPH Wanasaklar

(Nunuka)

Hutan bekas tebangan dan hutan yang telah dirambah masyarakat kemudian ditinggalkan

(HPH Wanasaklar, berhenti beroperasi tahun 1980-an)

elevasi 480 m dpl

30

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dan menjadi obyek dalam kegiatan penelitian ini terdiri dari ekosistem hutan dataran rendah dan hutan mangrove. Peralatan yang digunakan antara lain peta kerja, kamera, tali rafia, tali tambang plastik spesimen, gunting tanaman, parang, wadah contoh, timbangan digital, pita ukur, kaliper, GPS, tally sheet, alat tulis, komputer dan oven.

Prosedur penelitian

Pengumpulan data untuk mengetahui cadangan karbon dilakukan melalui pengukuran langsung di lapangan dengan pengambilan sampel acak. Metode yang digunakan mengacu pada Hairiah dan Rahayu (2007) serta SNI 7724:2011. Khusus untuk tingkat pohon, plot ukur pada tahun 2012 berukuran 5 x 40 m (pohon berdiameter 5 - 30 cm) dan 20 x 100 m (pohon berdiameter >30 cm). Plot berukuran 20 m x 20 m dengan interval 50 m, dan interval 25 m di hutan mangrove. Contoh serasah dan tumbuhan bawah dikumpulkan pada sub plot berukuran 1 m x 1 m, dan semua nekromasa yang ditemukan dalam plot diukur dimensi diameter dan panjang serta diambil contoh kayunya.

Terdapat tiga carbon pools yang diukur yaitu biomasa di atas permukaan tanah (above ground biomass) berupa pohon dan tumbuhan

17

bawah, serasah (litter) dan pohon mati atau kayu mati (necromass). Biomasa pohon dihitung menggunakan persamaan alometrik, sedangkan biomasa serasah dan nekromasa dihitung menggunakan pendekatan berat kering dan berat basah contoh. Vegetasi tingkat pohon, tiang dan pancang diukur diameter setinggi dada (dbh). Komponen biomasa lainnya yaitu tumbuhan bawah, serasah, semai dan nekromasa, diambil contohnya kemudian dilakukan penimbangan berat basah, pengeringan dan penimbangan berat kering. Proses pengeringan contoh dengan menggunakan oven pada suhu 85°C selama 24 jam.

Persamaan alometrik untuk menghitung biomasa pohon:

TDW = 0,11ρ(D)2,62 (Kettering et al., 2001) ... (1) Pohon mangrove secara umum:

TDW = 0,251ρDBH2,46 Komiyama et al. (2005) ... (2) Mangrove jenis Avicennia marina:

TDW = 0,2901(DBH)2,2605 Dharmawan dan Siregar (2009) ... (3) Mangrove jenis Rhizophora apiculata

TDW = 0,235(DBH)2,42 Imbert dan Rollet (1989) dalam Komiyama et al. (2008) ... (4) Keterangan:

TDW : total dry weight (kg)

D : diameter pohon setinggi dada (cm) ρ : berat jenis kayu (gr/cm3)

H : tinggi total pohon (m)

Persamaan untuk menghitung biomasa tumbuhan bawah dan serasah:

... (5) Keterangan:

Bo : berat bahan organik (kg) Bks : berat kering contoh (kg) Bbt : berat basah total (kg) Bbs : berat basah contoh (kg)

18

Persamaan untuk menghitung biomasa nekromasa:

... (6) Keterangan:

Bn : bahan organik pohon mati atau kayu mati (kg) Vn : volume pohon mati (m3)

BJn : berat jenis kayu pohon mati atau kayu mati (kg/m3)

Data berat jenis kayu diperoleh melalui penelusuran pustaka melalui PROSEA (Plant Resources of South East Asia), wood density database ICRAF (World Agroforestry Centre) dan Zanne et al. (2009). Nekromasa merupakan bagian pohon mati atau kayu mati yang sulit diketahui jenis pohonnya. Sehingga berat jenis nekromasa diperoleh dari pembagian volume dengan berat kering contoh nekromasa. Hasil perhitungan tiap komponen biomasa dikonversi dari satuan kg menjadi ton/ha. Kemudian cadangan karbon dihitung dengan cara mengalikan biomasa dengan konsentrasi karbon organik sebesar 0,47.

III. HASIL DAN PEMBAHASA N