• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Teknis Penelitian

65 Evaluasi Awal Uji Coba Penanaman Jenis Tanaman Lokal pada

C. Prosedur Penelitian

1. Pelaksanaan Teknis Penelitian

Penelitian dilakukan dengan membangun plot uji coba penanaman seluas ± 0,7 ha. Jumlah tanaman yang digunakan pada setiap unit

68

percobaan adalah sebanyak 16 tanaman dengan jarak tanam yang digunakan adalah 5 m x 2,5 m. Sebelum kegiatan penanaman pada setiap lubang tanam diberikan pupuk kandang sebanyak 0,5 kg. Kegiatan pemeliharaan dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dengan sistem tebas total plus penyemprotan herbisida. Pengukuran tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 6 (enam) bulan. Parameter yang diukur adalah persen hidup tanaman, serta pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman. Pertumbuhan tinggi dan diamter tanaman diperoleh dari selisih tinggi dan diameter tanaman umur 6 (enam) bulan dengan tinggi dan diameter awal. 2. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan split plot dengan plot utama adalah ukuran lubang tanam (A), yang terdiri dari tiga tingkatan (30 cm x 30 cm x 30 cm, 40 cm x 40 cm x 40 cm dan 50 cm x 50 cm x 50 cm), sebagai sub plotnya adalah jenis tanaman

(B) yang terdiri dari 4 (empat) jenis tanaman yaitu M. elegans, P. obtusifolium, P. indicus, dan C. soulattri. Penelitian disusun dalam pola

acak kelompok, dengan tiga buah kelompok sebagai ulangan.

D. Analisis Data

Uji F dilakukan untuk mengetahui perbedaan pemberian perlakuan terhadap persen hidup tanaman. Apabila diperoleh perbedaan nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Uji Jarak Berganda Duncan atau uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) untuk mengetahui jenis terbaik berdasarkan rankingnya (Siagian, 2011).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis ragam (Tabel 1) dapat diketahui bahwa terdapat pengaruh yang nyata (selang kepercayaan 5 %) akibat perlakuan ukuran lubang tanam dan jenis tanaman terhadap persen hidup tanaman umur 6 (enam) bulan, sedangkan perlakuan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata.

Tabel 1. Hasil analisis ragam perlakuan ukuran lubang tanam dan jenis tanaman

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Petak utama

Kelompok 2 288,63 144,31 tn

Ukuran lubang 2 913,63 456,81 *

69

Sumber Keragaman Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Anak Petak

Jenis tanaman 3 4248,05 1416,02*

Ukuran lubang*Jenis 6 1438,80 239,80 tn

Galat 18 2037,76 113,21

Total 35 9178,60

Keterangan: * = berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 5 %

tn = tidak berpengaruh nyata

Jenis tanaman merupakan salah satu faktor yang mepengaruhi variasi pertumbuhan (Kramer and Kozlowski, 1960). Pemilihan jenis tanaman merupakan hal yang sangat penting dalam usaha rehabilitasi hutan alam produksi di Indonesia. Jenis tanaman yang tepat diperlukan untuk menunjang keberhasilan kegiatan penanaman pada tipe dan kondisi tapak yang berbeda-beda. Uji lanjut untuk persen hidup tanaman serta rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman akibat pengaruh perlakuan jenis tanaman ini ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata persen hidup serta pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman

No Jenis Persen Hidup

(%) Tinggi (cm) Diameter (cm) 1. P. obtusifolium 95,14 a 61,28 0,64 2. P. indicus 93,06 a 47,43 0,59 3. C. soulattri 80,56 b 31,33 0,33 4. M. elegans 68,06 c 49,57 0,81

Keterangan: Nilai-nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbedanyata pada taraf 95 %

Berdasarkan hasil uji coba dapat diketahui bahwa jenis tanaman memiliki pengaruh yang nyata terhadap persen hidup tanaman umur 6 (enam) bulan. Nilai persen hidup sangat erat kaitannya dengan kemampuan setiap jenis tanaman untuk berinteraksi dan beradaptasi dengan kondisi tempat tumbuh. Soerianegara dan Indrawan (2002) menyatakan bahwa faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Pengetahuan mengenai persyaratan tempat tumbuh bagi suatu jenis tanaman sangat diperlukan untuk menjamin keberhasilan pengusahaan hutan.

Lingkungan uji coba dalam penelitian ini didominasi oleh kondisi intensitas cahaya yang cukup tinggi. Cahaya memiliki pengaruh secara langsung terhadap pertumbuhan tanaman melalui intensitas, kualitas dan

70

lama penyinaran (Baker et al., 1987). Cahaya merupakan faktor penting terhadap berlangsungnya fotosintesis, sementara fotosintesis merupakan proses yang menjadi kunci dapat berlangsungnya proses metabolisme yang lain di dalam tanaman (Kramer dan Kozlowski, 1960).

Jenis tanaman yang dipilih dalam uji coba memberikan respon persen hidup yang berbeda akibat intensitas cahaya yang tinggi (kondisi terbuka). Pada dasarnya lokasi penanaman merupakan tempat habitat dari keempat jenis tanaman yang diuji. Perbedaan persen hidup yang dihasilkan lebih disebabkan oleh karakteristik tiap jenis tanaman untuk merespon kondisi hutan terdegradasi dengan intensitas pencahayaan yang tinggi. Dalam uji coba yang dilakukan, terdapat 2 (dua) jenis tanaman yang memiliki nilai persen hidup tinggi, yaitu jenis P. obtusifolium (95,14 %) dan P. indicus (93,06 %), sedangkan jenis semai C. soulattri (80,5 6%) dan M. elegans (68,06 %) memiliki nilai persen hidup yang lebih rendah dan secara statistik memiliki nilai yang berbeda dengan jenis semai P. obtusifolium dan P. indicus. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa jenis tanaman P. obtusifolium dan P. indicus dapat dikategorikan dalam kelompok tanaman yang dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan lingkungan (khususnya intensitas cahaya tinggi), sedangkan C. soulattri dan M. elegans merupakan jenis semai yang memiliki sifat lebih peka terhadap lingkungan baru. Berdasarkan hasil ini direkomendasikan untuk pelaksanaan kegiatan penanaman menggunakan jenis C. soulattri dan M. elegans pada lokasi yang terbuka dapat disiasati dengan menambah jenis pohon naungan. Adinugraha (2013) menyatakan beberapa jenis pohon naungan yang dapat digunakan antara lain Gliricidia sepium, Sesbania grandiflor, dan Sesbania sesba.

Pada dasarnya, setiap tanaman memiliki kemampuan toleransi yang berlainan terhadap keberadaan cahaya. Cahaya sebagai sumber energi mempunyai tiga faktor penting, yaitu: intensitasnya, kualitasnya dan foto periodesitasnya. Hani dan Rachman (2007) menyatakan bahwa jenis permudaan Dipterocarpaceae khususnya pada tingkat semai, sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Semai Dipterocarpaceae dapat tumbuh dengan baik apabila semai tersebut tidak menerima sinar matahari secara langsung dalam intensitas yang tinggi.

Selanjutnya berdasarkan nilai rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman (Tabel 2) dapat diketahui bahwa jenis P. obtusifolium merupakan jenis yang memiliki nilai pertumbuhan tinggi terbaik dibandingkan jenis lainnya. Sedangkan jenis M. elegans memiliki nilai berbanding terbalik dengan nilai persen hidupnya, dimana pertumbuhan

71

diameter untuk jenis ini memberikan nilai pertumbuhan dimater tertinggi yaitu sebesar 0,81 cm. Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa pada dasarnya jenis M. elegans memiliki respon yang baik terhadap kondisi terbuka, namun yang perlu diperhatikan adalah sifat kesensitifan jenis ini terhadap adaptasi awal bibit setelah ditanam di lapangan. Jenis M. elegans merupakan jenis yang sangat sensitif bahkan terhadap sedikit pergerakan media tanam dalam polybag saat proses distribusi bibit dalam kegiatan penanaman. Kesensitifan jenis M. elegans sebenarnya sudah dapat diketahui saat bibit berada di persemaian. Jika dibandingkan dengan jenis lainnya, saat kegiatan pemindahan bibit antar bedeng, jenis M. elegans adalah jenis bibit yang memiliki tingkat stres paling tinggi dengan ditandai dengan keringnya daun pada bibit.

Sedangkan uji lanjut untuk persen hidup tanaman akibat pengaruh perlakuan lubang tanam serta rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata persen hidup serta pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman

No Ukuran Lubang Tanam Persen Hidup

(%) Tinggi (cm) Diameter (cm) 1. 40cmx40cmx40cm 88,02 a 50,75 0,63 2. 50cmx50cmx50cm 87,50 a 47,45 0,60 3. 30cmx30cmx30cm 77,08 b 44,31 0,54

Keterangan: Nilai-nilai yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 95%

Kesesuaian tapak jenis tanaman pada suatu lahan dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah tingkat kepadatan tanah. Jenis tanah padat akan membatasi pertumbuhan akar dengan menghalangi penetrasi akar yang dapat mengakibatkan akar berkembang di atas rintangan (Baker et al., 1987). Selanjutnya perintangan pertumbuhan akar akan menyebabkan sistem perakaran dangkal dengan konsekuensi pohon sangat berpotensi untuk ditumbangkan oleh angin.

Struktur tanah tapak lokasi penanaman uji coba adalah tanah berstruktur padat dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah. Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa perlakuan lubang tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap persen hidup tanaman umur 6 (enam) bulan. Hal ini juga didukung oleh nilai pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman yang diuji. Kemampuan pertumbuhan panjang dan diameter akar tanaman umumnya berkorelasi dengan pertumbuhan panjang

72

dan diameter bagian pucuk tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tanaman yang diujikan diketahui bahwa pertumbuhan bagian pucuk tanaman sudah mulai terlihat secara signifikan, sehingga diduga pertumbuhan akarnya pun mengalami perubahan yang berarti. Ukuran lubang tanam yang lebih besar dapat memberikan ruang yang lebih bagi pergerakan akar dalam memperoleh nutrisi makanan dan menyesuaikan dengan lingkungan barunya. Russel (1977) dalam Rusdiana et al. (2000) berpendapat bahwa jika kepadatan tanah meningkat akan menyebabkan ruang pori makro menurun dan penetrasi akar dihambat. Perlakuan ukuran lubang tanam 40 cm x 40 cm x 40 cm memberikan hasil terbaik (88,02 %) dari uji coba yang diberikan, namun memiliki nilai tidak berbeda dengan ukuran lubang tanam 50 cm x 50 cm x 50 cm (87,50 %). Tinggi dan diameter tanaman untuk perlakuan ukuran lubang tanam 40 cm x 40 cm x 40 cm adalah 50,75 cm dan 0,63 cm. Prameswari et al. (2010) dalam hasil penelitiannya mengenai uji coba teknik pengayaan intensif di Kalimantan Timur, menyatakan bahwa perlakuan ukuran lubang tanam (40 cm x 40 cm x 30 cm, 50 cm x 50 cm x 30 cm dan 60 cm x 60 cm x 30 cm) memberikan pengaruh yang nyata terhadap persen tumbuh tanaman jenis Shorea parvifolia dan Shorea johorensis. Selanjutnya Pinard et al. (1998) juga menyatakan bahwa terjadi pengaruh nyata dari bibit yang ditanam pada lubang tanam yang digali dalam bentuk parit dibandingkan dengan kontrol, hal ini dijelaskan karena lubang tanam yang digali dalam bentuk parit ukurannya lebih besar dan luas sehingga menguntungkan pertumbuhan bibit terutama untuk mengurangi kompetisi akar tanaman liar (bukan akar tanaman pokok) pada awal penanaman.

Secara umum keberhasilan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi perlu didukung oleh faktor teknis dan non teknis. Hidayatullah (2008) menyatakan bahwa untuk mendukung kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan diperlukan informasi teknis yang komprehensif mengenai aspek karakteristik faktor lingkungan dan permasalahannya serta pemilihan jenis yang tepat sesuai kondisi tapak setempat. Sedangkan faktor non teknis adalah faktor partisipasi masyarakat melalui pembentukan lembaga formal maupun non formal.

Berdasarkan hasil uji coba yang telah dilakukan maka aspek teknis yang bisa dirujuk pada kegiatan penanaman pada hutan terdegradasi di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara adalah penggunaan ukuran lubang tanam dan pemilihan jenis yang tepat akan mempengaruhi tingkat keberhasilan kegiatan penanaman di lokasi ini. Lubang tanam 40 cm x 40

73

cm x 40 cm adalah ukuran yang paling ideal dapat digunakan, karena akan memudahkan dalam pekerjaan dan menghasilkan persen hidup yang tidak berbeda jika dibandingkan dengan penggunaan ukuran lubang tanam dengan ukuran lebih besar. Sedangkan jenis tanaman yang tepat digunakan pada kondisi intensitas cahaya yang tinggi (terbuka) adalah jenis P. obtusifolium dan P. indicus.

IV. KESIMPULA N DAN SARAN