• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEMINAR BENA NG MERAH KONSERVASI DAN REHABILITASI DENGA N PERUBAHA N IKLIM

Pipin Permadi

SEMINAR BENA NG MERAH KONSERVASI DAN REHABILITASI DENGA N PERUBAHA N IKLIM

Pembukaan dan keynote speech

Tema seminar ini relevan dengan Rapat Kerja Komisi 4 dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc pada tanggal 25 Mei 2015. Rapat Kerja membahas tentang perburuan dan perdagangan ilegal satwa langka yang dilindungi. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan terdapat 50.000 jenis spesies yang ada di Indonesia. 236 jenis diantaranya dilindungi dan 86 spesies lainnya hampir punah. Spesies yang paling terancam punah, diantaranya badak jawa, badak sumatera, orang utan, dan orang utan sumatera.

Tahun 2010 kementerian kehutanan telah menetapkan 14 spesies terancam punah sebagai spesies prioritas konservasi. Keempat belas spesies tersebut antara lain harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), badak jawa (Rhinoceros sondaicus), Banteng (Bos javanicus), elang jawa (Spizaetus bartelsi), orang utan kalimantan (Pongo Pygmaeus), jalak bali (Leucopsar rothschildi), kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea), anoa (Bubalus quarlessi), babi rusa (Babyrousa babirussa), komodo (Varanus komodoensis), maleo (Macrocephalon maleo), owa jawa (Hylobates moloch), dan bekantan (Nasalis larvatus).

Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (KSDAE) merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat. Salah satu kegiatan KSDAE adalah melalui pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilaksanakan di dalam (in situ) dan di luar kawasan suaka alam (ex situ). Setiap unit pelaksana teknis (UPT) sebenarnya dapat mendukung program ini setidaknya dengan mengembangkan kawasan hutan (KHDTK) dengan tujuan khusus sekitar 3 ha dengan menanam jenis-jenis endemik dan langka agar materi genetik tetap terjaga.

Penelitian harus bisa menjawab kebutuhan indikator kinerja program dan indikator kinerja kegiatan, sehingga tidak muncul pertanyaan untuk apa hasil penelitian dan pengembangan. Kegitan seminar seperti ini merupakan

176 |

Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

menindaklanjuti hasil pertemuan. Maka output yang harus dihasilkan adalah roadmap pengembangan penelitian berdasarkan kebutuhan.

Satu hal yang belum terjawab oleh Badan penelitian, Pengembangan dan Inovasi. Sebagai pembanding, ketika pertanian menghasilkan bibit unggul padi, langsung diperbanyak dan dilepaskan ke petani. Langsung dihitung peningkatan produktivitas dari bibit unggul ini. Data sawah juga dimiliki. Misal 40 % sawah diganti bibit unggul, akan terjadi kenaikan produksi sekian ton, setara keuntungan sekian rupiah. Dan dapat dibandingkan berapa anggaran yang disediakan, dengan hasil yang diperoleh.

Dampak perubahan iklim sudah nyata dan kita harus mampu menyikapinya. Konservasi dan rehabilitasi lahan merupakan sebuah upaya nyata untuk mengurangi dampak perubahan iklim tersebut.

Testimoni Budidaya Jamur Tiram Putih

Sudah mencoba budidaya jamur tiram putih menggunakan media serbuk gergaji pada tahun 2007 namun tidak berhasil. Awal tahun 2015, ada saudara buka informasi dari internet, dapat info budidaya jamur tiram menggunakan sabut kelapa oleh BPK Manado. Langsung datang berkunjung ke kantor. Diperlihatkan jamur tiram yang sudah tumbuh. Kemudian praktek langsung mulai dari penyiapan media hingga penanaman. Dengan membawa beberapa baglog (pertengahan April) ternyata bisa tumbuh dengan baik. Tahap 2 diberikan bantuan bibit, ditanam tanggal 15 Mei 2015. Kemungkinan tumbuh pertengahan atau akhir bulan juni. Proses sekitar 3 minggu diperoleh 50 baglog. Menurut kami, pengembangan budidaya jamur tiram putih sangat mudah, hanya memanfaatkan limbah yang mudah didapat dan ada di sekitar kita.

SESI 1

Pengantar dari moderator (Ir. Martina Langi, M.Sc, Ph.D)

 kayu eboni memiliki nilai ekonomis tinggi, namun belum diketahui potensi di alam.

 Anoa merupakan satwa liar endemik yang terancam punah baik karena diburu maupun perubahan tutupan lahan pada habitatnya, ada upaya konservasi insitu dan eksitu. Ada masalah kesehatan yang diduga disebabkan oleh ekto parasite.

177

 Burung nuri talaud termasuk jenis paling terancam keberadaannya, populasinya terus menurun, upaya konservasi untuk mendorong perilaku reproduksi.

Materi 1

Evaluasi Pertumbuhan Tanaman Konservasi Eksitu Diospyros

Umur 1,5 Tahun di Hutan Penelitian Batuangus Julianus Kinho

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman tiga jenis Diospyros (D. pilosanthera, D. rumphii dan D. minahassae) terhadap kombinasi perlakuan antara naungan dan aplikasi mulsa organik. Kombinasi perlakuan mulsa dengan radius 100 cm dan naungan 75 % (A2B3) memberikan respon pertumbuhan yang terbaik pada ketiga jenis Diospyros dengan rata-rata tinggi dan diameter secara berturut-turut yaitu D. pilosanthera (1,40 m; 1,67 cm), D. rumphii (1,26 m; 1,30 cm) dan D. minahassae (1,10 m; 1,36 cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar radius penggunaan mulsa organik (Ф 100 cm) dan semakin tinggi intensitas naungan yang diberikan (75 %), semakin baik untuk pertumbuhan tanaman muda tiga jenis Diospyros pada fase awal pertumbuhan di lapangan, karena dapat meningkatkan kesuburan tanah dan menghasilkan kondisi lingkungan mikro yang mendukung pertumbuhannya.

Materi 2

Ragam dan Intensitas Serangan Ektoparasit di Sekitar Kandang Anoa (Bubalus spp.) Balai Penelitian Kehutanan Manado Diah I.D Arini, M. S. Diwi, A. Mayasari dan Nur Asmadi

Pengumpulan ektoparasit di penangkaran anoa dilakukan pada pagi hari mulai pukul 07.00 – 10.00. Ektoparasit yang terjaring dimasukkan dalam tabung sampel yang berisi alkohol 70 %. Ektoparasit yang telah mati kemudian diangin-anginkan dan di pinning kemudian di simpan dalam kotak serangga. Identifikasi jenis ektoparasit dilakukan di Laboratorium Entomologi dan Parasit Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis ektoparasit yang banyak dijumpai di kandang anoa adalah jenis dari ordo Diptera (lalat) sebanyak 7 jenis dan jenis Stomoxys calsitrans atau lalat kandang memiliki persentase jumlah individu 71,1 %. Besarnya jumlah individu yang dijumpai sebanding dengan infestasi ektoparasit. Intensitas serangan tinggi adalah jenis S. calsitrans. Tingginya infestasi serangan dari jenis S. calsitrans membawa dampak terhadap munculnya berbagai penyakit pada anoa salah satunya adalah penyakit kulit (kaskado) yang ditandai

178 |

Seminar Hasil-Hasil Penelitian Tahun 2015

kotoran maupun tumpukan rumput/jerami bekas pakan harus dikelola dengan sebaik mungkin untuk mengurangi serangan ektoparasit yang dapat merugikan.

Materi 3

Pelestarian Biodiversitas dan Perubahan Iklim Johny S. Tasirin

Sinar ultra violet menembus molekul gas rumah kaca, menjadi infra merah dan memanaskan molekul-molekul yang terkena. Menjadi albedo yang dipancarkan kembali dari permukaan bumi menuju atmosfer. Gelombang matahari yang diserap dan menjadi penyebab pemanasan berbeda lokasinya. Isu yang dibahas pada konferensi internasional dengan APIKI adalah kekhawatiran adanya metana (GWP). Dua hal yang bisa menjadi obyek penelitian, menjaga dan mencegah serta menyesuaikan. Semakin tinggi biodiversitas dan semakin kompleks jaringan makanan, tapi peningkatan itu tidak akan melebihi daya dukung ekosistem, dan korelai dengan kapasitas per unit luasan.

Penghijauan dan penanaman pohon akan sampai pada batas maksimum, yang menentukan adalah energi matahari yang sampai di bumi. Serapan karbon bukan tidak terbatas (ada batasnya).

Adaptasi berbasis ekosistem, otomatis memberikan kontribusi pada konservasi keanekaragaman hayati.

Materi 4

Perilaku Harian Sepasang Burung Nuri Talaud (Eos histrio) di Kandang Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manado

Anita Mayasari, Diah I. D. Arini, Ady Suryawan, Melkianus S. Diwi, dan Nur Asmadi

Burung nuri talaud memiliki 14 macam aktivitas harian yang digolongkan menjadi 4 perilaku utama yaitu perilaku bergerak (terbang, menggelantung, berjalan, berkelahi dan melompat), perilaku diam (bertengger, beristirahat dan berjemur), perilaku ingestive (makan, minum dan membersihkan paruh) dan perilaku kawin (mendekati betina/jantan, menyelisik dan bercumbu). Perilaku bergerak pada betina dan jantan didominasi oleh aktivitas melompat 78 kali/hari dan 82 kali/hari, frekuensi relatif sama besar yaitu 14 %. Perilaku diam didominasi aktivitas bertengger, namun berbeda antara

179

betina dan jantan yaitu 129 kali/hari dan 43 kali/hari, frekuensi relatif 23 % dan 7 %. Perilaku ingestive didominasi aktivitas makan dengan nilai yang sama yaitu 54 kali/hari dan rekuensi relatif 10 % (betina) dan 9 % (jantan). Perilaku kawin didominasi aktivitas bercumbu dan jantan nampak lebih agresif, ditunjukan dengan aktivitas harian dan fekuensi relatif yang lebih besar (43 kali/hari dan frekuensi 8 % pada betina, sedangkan 55 kali/hari dan 10 % pada jantan). Perbedaan jenis kelamin hanya berpengaruh nyata pada perilaku diam.