• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intensitas Serangan Ektoparasit

di Sekitar Kandang Anoa ( Bubalus spp.) Balai Penelitian Kehutanan Manado1

B. Intensitas Serangan Ektoparasit

Intensitas serangan terhadap ektoparasit yang dijumpai di kandang anoa dijelaskan dalam Tabel 2 yang menunjukkan intensitas serangan tinggi yaitu dari jenis S. calsitrans, dan spesies lainnya menunjukkan intensitas serangan ringan.

Tabel 2. Intensitas serangan ektoprasit di lingkungan kandang anoa

Ordo Famili Spesies Intensitas serangan Indikator

Diptera

Calliphoridae Chrysomia sp. + Ringan

Lucillia kuprina + Ringan

Muscidae

Musca sp. + Ringan

Musca domestica + Ringan

Musca conducens + Ringan

Musca crasstirostris + Ringan Stomoxys calsitrans ++++ Tinggi

Mitroplatia sp. + Ringan

Drossophila sp. + Ringan

Culicidae Aedes albopictus + Ringan

Sarcophagidae Sarcophaga sp. + Ringan

Tabanidae Tabanus striatus + Ringan

Blatodea Blattidae Periplaneta americana + Ringan

Jumlah

Keberadaan ektoparasit menimbulkan dampak pada satwa dan manusia. Jannah et al. (2011) menjelaskan bahwa S. calsitrans dapat

47

bertindak sebagai vektor dari penyakit kaskado yaitu penyakit kulit/dermatits akibat cacing Stephanofilaria sp. Penyakit kaskado dapat menular dari satu hewan ke hewan lain melalui perantara lalat rumah, lalat kandang dan jenis lalat lainnya. Anoa yang dipelihara di penangkaran BPK Manado menunjukkan gejala penyakit kaskado yang menyerang di beberapa bagian tubuh Anoa, memunculkan beberapa luka hingga menimbulkan nodul (dermatitits) di sekitar leher seperti yang terlihat dalam Gambar 3. Estuningsih, (2007) menjelasakan infeksi ringan pada penyakit kaskado menunjukkan luka yang tertutup oleh kerak atau keropeng kering yang umumnya terdapat di sudut mata, pundak, bahu, leher, dada, punggung dan gelambir. Infeksi penyakit kaskado berkorelasi dengan jumlah populasi lalat yang ditemukan dalam kandang. Cheng (1986) menyebutkan gigitan S. calsitrans dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan kehilangan darah yang signifikan serta menyebabkan kehilangan berat badan. Infestasi lalat kandang di kandang anoa BPK Manado dapat dikategorikan dalam intensitas serangan sangat tinggi, karena jumlahnya yang ditemukan sangat banyak.

Gambar 3. Penyakit kaskado yang menyerang pada anoa di penangkaran M. domestica dan C. megacephala. umumnya berkembang biak pada habitat di tumpukan kotoran, sampah yang telah membusuk dan penuh dengan bakteri dan organisme patogen lainnya. Populasi lalat yang tinggi atau melimpah akan mengganggu ketentraman hewan dan manusia karena ketidaknyamanan yang ditimbulkan serta dapat menularkan berbagai jenis penyakit berupa gangguan pencernaan dan sebagainya. Gangguan M. domesticum tidak hanya dijumpai di kandang penangkaran anoa namun juga di beberapa lembaga konservasi orang utan. Perbandingan jenis ektoparasit dan intensitas serangan antara penangkaran anoa di Manado dan orang utan disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan jenis dan intensitas serangan ektoparasit di kandang anoa dan orang utan

48

Spesies Kandang Anoa Orang utan (Andini, 2011) TMR PPSC KBD TSI Chrysomia sp. + - + + - Lucillia kuprina + - - - - Musca sp. + - - + - Musca domestica + +++ +++ +++ - Musca conducens + - - - - Musca crasstirostris + - - - - Stomoxys calsitrans ++++ - - - - Mitroplatia sp. + - - - - Drossophila sp. + ++ ++ ++ ++ Aedes albopictus + - - - - Sarcophaga sp. + - - - - Culicoides sp. - - + ++ - Keterangan:

TMR : Taman Margasatwa Ragunan

PPSC : Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga

KBD : Kebun Binatang Bandung

TSI : Taman Safari Indonesia

Kotoran anoa yang masih segar merupakan media yang sangat disenangi. Larva menjadi dewasa antara empat hingga tujuh hari. Perkembangannya akan mengalami hambatan jika cuaca dingin, lingkungan kering atau persediaan makanan tidak cukup. lalat hijau juga dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (Hadi dan Soviana, 2000). Kebanyakan lalat hijau adalah pemakan zat organik membusuk dan berkembangbiak pada bangkai, bersifat kosmopolit, lalat ini meletakkan telurnya pada bangkai kemudian larva akan memakan jaringan yang telah membusuk. Lalat ini dapat menyebabkan disentri apabila sangat banyak (Borror et al., 1996).

Pengendalian terhadap ektoparasit tidaklah mungkin dapat dilakukan dengan menghilangkan semua ektoparasit. Pengendalian hanya bertujuan untuk mengurangi ektoparasit sampai pada tingkat yang tidak menganggu. Karena pada kenyataannya, ektoparasit yang ditemukan saat ini cukup menganggu anoa di kandang penangkaran.

Penanganan untuk ektoparasit pada anoa dapat dilakukan melalui dua cara. Yang pertama melalui pengobatan secara kimiawi. Di Indonesia telah tersedia obat-obatan ternak yang dapat mengurangi maupun mengobati ternak atau hewan yang telah terserang ektoparasit, misalnya doramectin

49

yang merupakan analog dari Avermectin yang merupakan kelompok senyawa lakton makrosiklik yang telah diteliti lama. Doramectin dikenal memiliki spektrum luas dalam memberantas ektoparasit dan endoparasit (Tjahjati, 2002). Selain secara kimiawi, pengendalian ektoprasit pada ternak juga dapat dilakukan dengan menggunakan agen-agen pengendali hayati seperti hasil penelitian Ahmad (2004) yaitu dengan cendawan M. Anisopliae untuk ternak ruminansia yang tidak menimbulkan efek residu pada produk maupun efek resistensi pada ektoparasit. Meminimalkan parasit juga dapat dilakukan dengan menjaga dengan benar dan tepat sanitasi kandang. Pembersihan kandang secara periodik dan menyeluruh terutama pada pembuangan kotoran yang terlihat hanya menumpuk di salah satu sisi kandang adalah salah satu cara yang dapat ditempuh. Selain itu, dibutuhkan juga pengawasan supaya ternak di luar yang dipelihara di sekitar kandang penangkaran tidak menularkan ektoparasitnya pada anoa.

IV. KESIMPULA N DAN SARAN A. Kesimpulan

Hasil pengamatan terhadap keberadaan ektoprasit di lingkungan kandang anoa menunjukkan terdapat tiga belas spesies yang dapat digolongkan ke dalam enam famili. Jenis S. calsitrans diketahui memiliki jumlah kehadiran yang paling tinggi rata-rata 19,2 ind/hari, jenis ini juga mendominasi kehadiran sebesar 71,14 %. Terdapat dua intensitas serangan ektoparasit yaitu intensitas tinggi untuk S. calsitrans dan intensitas ringan untuk dua belas jenis lainnya.

B. Saran

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui keberadaan ektoparasit di kandang anoa pada musim yang berbeda yaitu musim kering. Selain itu, penanganan dan pengendalian ektoparasit dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan kandang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih diucapkan kepada Balai Penelitian Kehutanan Manado atas kesempatan penelitian yang telah diberikan. Kepada rekan-rekan teknisi dan peneliti yang telah membantu selama proses penelitian dan Ibu Upik Kesumawati dan kawan-kawan dari Laboratorium Entomologi dan Parasit FKH-IPB dalam membantu mengidentifikasi jenis ektoparasit.

50

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. Z. (2004). Cendawan Metarhizium anisopliae sebagai pengendali hayati ektoparasit caplak dan tungau pada ternak. Jurnal Wartazoa, 14(2), 73-78.

Andini, W. R. (2011). Ektoparasit Penganggu pada Orangutan (Pongo pygmaeus) di Habitat Ex-Situ. Skripsi tidak dipublikasikan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Borror, D. J., Trihelorn, C. A. dan Jhonson, N. F. (1996). Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi 6. Terjemahan: Soetiono Partosoedjono. Yogyakarta: UGM.

Byford, R.L., Craig, M. E. and Crosby, B. L. (1992). A Review of on ectoparasites and their cattle production. Journal Animal Science 70, 597-602.

Cheng, T. C. 1986. General Parasitology Second Edition. Orlando Florida: Academic Perss College Division.

Estuaningsih, S. E. (2007). Stephanofiliarisis: Kaskado pada sapi. Jurnal Wartazoa, 17(4), 172-177.

Hadi, U. K. dan Soviana, S. (2000). Entomologi: Pengenalan, Diagnosis dan Pengendaliannya. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Jannah, N., Hadi, S., Hadi, U. K, D.W. Gunandini, D. W., Soviana, S., Anggana, R. D., dan Suwandi. (2011). Hasil surevilans penyakit parasit di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan. Jurnal Dilavet 21(2), 1-6.

Ramadan, R. R. (2011). Ragam Jenis Ektoparasit dan Manajemen Penangkaran Biawak. Skripsi tidak dipublikasikan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Satria, I. (2001). Beberapa Penyakit Utama dalam Budidaya Rusa (Cervus spp.). Skripsi tidak dipublikasikan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutikno. (1986). Ektoparasit pada Kuda dan Masalah yang Ditimbulkannya.

Skripsi tidak dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tjahjati, I. (2002). Efektivitas doramectin untuk pengobatan skabies pada kucing. Jurnal Sain Veteriner, 20(1), 38-42.

Wijaya, S. K. (2008). Masalah Infestasi Ektoparasit pada Beberapa Jenis Burung Elang di Habitat Ex-Situ. Skripsi tidak dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

51