• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anak Muda yang Asik

Dalam dokumen LBH Masyarakat Jejak Langkah Menciptak (Halaman 77-81)

Oleh: Patrick Teubo, Ajeng Larasati

Semua perlengkapan yang dibutuhkan untuk melakukan penyuluhan telah disiapkan hari itu. Mulai dari infocus, sejumlah brosur berjudul Upaya Paksa, datar hadir, beberapa kertas plano, kamera sebagai media untuk mendokumentasikan hari bersejarah ini, serta mental dari para

penyuluh yang kali ini mendapat mandat untuk mengawal penyuluhan di komunitas ini. Hari itu, untuk pertama kalinya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat akan memberikan penyuluhan di komunitas Gas Oil. Nama yang cukup unik dibandingkan dengan komunitas- komunitas narkoika lainnya yang selama ini berada dalam jangkauan LBH Masyarakat dan Forum Korban NAPZA (Forkon). Umumnya, hampir semua komunitas narkoika ini memasukkan kata ‘metadon’ sebagai idenitas komunitas mereka. Tentu ada cerita dibalik idak adanya kata ‘metadon’ dalam nama komunitas ini.

Jam di atas pintu masuk kantor LBH Masyarakat tepat menunjukkan pukul 12.00 saat kedua orang penyuluh LBH Masyarakat mulai beranjak menuju komunitas Gas Oil di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Penyuluhan akan dilakukan tepat pukul 13.00. Komunitas ini memang bukan komunitas narkoika pertama yang kami kunjungi. Sebelumnya, berbagai komunitas seperi komunitas metadon yang bermarkas di Tebet dan komunitas Sanggar DPR di daerah Tugu Proklamasi telah kami datangi untuk memberikan penyuluhan. Tujuan utama dari rangkaian penyuluhan ini bukan hanya untuk memberikan pengetahuan seputar materi yang akan diberikan, tetapi juga untuk mengenal mereka, masyarakat yang selama ini terpinggirkan. Kumpulan orang-orang yang selama ini selalu mendapatkan sigma sebagai sampah masyarakat dan dijadikan masyarakat kelas dua.

Tak jarang, di dalam hai mereka, mereka pun muak dengan status ‘sampah’ itu dan menginginkan perubahan. Namun, apa yang berkembang dalam masyarakat membuat mereka sulit bergerak, mereka idak mendapatkan dukungan untuk berubah. Alih-alih mendapatkan dukungan, mereka malah mendapatkan hujatan dan pesimisme. Hal itu tak hanya datang dari orang luar, tetapi juga dari orang terdekat mereka. Mereka seringkali dianggap tak akan pernah bisa berubah, tak berguna, dan hal-hal negaif lainnya.

Kami datang pada mereka dengan sebuah semangat, untuk menunjukkan pada mereka bahwa mereka memiliki suara dari kami dalam mendukung perubahan yang selama ini mereka inginkan. Kami akan membantu mereka mengubah sigma yang telah bertahun-tahun melekat. Dukungan ini kami bukikan melalui pemberian penyuluhan kepada mereka atas permintaan mereka. Mereka tak perlu lagi menjadi

orang-orang yang buta hukum. Naninya mereka akan tahu apa yang harus mereka lakukan jika berhadapan dengan dunia hukum.

Jarak yang cukup jauh bukan halangan bagi kami. Pun hari pelaksanaan penyuluhan ini yang dilakukan pada hari libur juga tak menjadi penghalang. Satu jam yang kami habiskan di perjalanan sambil berharap-harap cemas menanikan perwujudan dari bayangan kami akan komunitas ini. Seiap komunitas menyajikan cerita yang berbeda, hal inilah yang membuat kami begitu penasaran mendatangi seiap komunitas. Ada makna yang tak bisa dikecap hanya dengan satu kali pertemuan di kantor, untuk itu kami harus mendatangi mereka. Mendatangi mereka juga merupakan sebuah kehormatan bagi kami. Sebuah kehormatan karena kami bisa melihat langsung kehidupan mereka di sana. Sebuah kehidupan yang seringkali ditutupi dan disembunyikan dari orang-orang asing yang baru dikenalnya. Tak heran mereka terkadang dianggap sebagai hidden populaion.

Akhirnya kami iba di kawasan Slipi. Berhubung kami idak tahu letak persisnya komunitas ini, kami bertanya kepada penjaga warung yang kami temui. Jl. Anggrek Neli Murni, alamat yang kami tanyakan pada beberapa penjaga warung. Berbekal petunjuk arah dari mereka, sampailah kami di sebuah daerah perumahan yang idak dapat dikatakan elit. Rumah yang satu dengan rumah yang lain idak berjauhan jaraknya. Dalam seiap gang, pasi ada rumah yang berfungsi sebagai warung. Paling idak ada

satu warung di seiap gang.

Anak-anak kecil berlarian di sepanjang gang yang cukup sempit. Gang itu hanya dapat dilalui oleh dua buah motor. Walaupun demikian, daerah ini dapat dikatakan cukup bersih, karena sampah idak bertebaran di mana-mana dan air di dalam selokannya pun mengalir cukup lancar.Di salah satu rumah itu, kami mengenali seseorang yang sedang mencuci motor di depan rumahnya. Orang itu adalah Gembol, salah satu peserta penyuluhan yang sebelumnya telah dilakukan di LBH Masyarakat. Ternyata, alamat yang kami tuju adalah alamat rumah Gembol. Jadi penyuluhan akan dilakukan di Mendatangi mereka

juga merupakan sebuah kehormatan bagi kami. Sebuah kehormatan karena kami bisa melihat langsung kehidupan mereka di sana. Sebuah kehidupan yang seringkali ditutupi dan disembunyikan dari orang-orang asing yang baru dikenalnya. Tak heran mereka terkadang dianggap sebagai hidden

rumahnya. Kami pun dipersilahkan masuk kedalam. Rumah berlantai dua yang cukup sederhana ini dihuni olehnya bersama istri, ibu, dan seekor anjing kecil peliharaannya yang sangat lucu.

Melihat kedatangan kami, Gembol mulai memanggil para anggota komunitas Gas Oil. Mereka adalah remaja-remaja yang inggal di sekitar. Sejumlah 10 (sepuluh) orang remaja yang semuanya pria akhirnya berkumpul. Kami mengawali penyuluhan dengan perkenalan oleh masing-masing orang yang hadir. Penyuluhan kali ini berlangsung dengan santai. Mereka membuka penyuluhan dengan sharing pengalaman bersinggungan dengan dunia hukum. Mungkin karena kami adalah orang baru bagi mereka, jadi mereka masih malu-malu dan idak banyak bercerita. Mendapai situasi seperi itu kami memutuskan untuk langsung masuk pada materi penyuluhan.

Kami mempersilahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan apapun apabila ada hal yang mereka idak mengeri dan juga kesempatan kepada mereka yang ingin berbagi pengalaman. Penyuluhan yang berlangsung selama kurang lebih satu jam berjalan baik. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang terlontar seputar apa yang harus mereka lakukan saat mereka digerebek polisi, damai alias 86, dan pertanyaan lain yang sifatnya hal-hal teknis yang muncul di lapangan.

Dari deik-deik yang kami habiskan pada hari itu bersama mereka, kami cukup tercengang mengetahui betapa mudanya umur mereka. Rata-rata masih berusia di bawah 20 tahun, walaupun salah satu dedengkotnya berusia lebih tua. Kebanyakan dari mereka sudah idak lagi mengenyam pendidikan. Umumnya terheni sampai ingkatan SMP. Mereka semua adalah pemakai narkoika yang masih akif. Kami rasa karena hal itulah mereka idak mencantumkan kata ‘metadon’ di nama komunitas mereka, idak lebih karena mereka memang bukan pasien metadon. Komunitas ini terbentuk atas dasar kesamaan tempat inggal dan sama-sama pemakai narkoika.

Satu hal yang patut dibanggakan dari komunitas ini adalah mereka merupakan komunitas yang terorganisir dengan baik. Secara ruin mereka melakukan berbagai pertemuan-pertemuan yang dibimbing oleh ‘senior-senior’nya di sana. Pertemuan ini bukanlah pertemuan yang bersifat rahasia di mana mereka membicarakan ide-ide jahat dan licik, apalagi permufakatan jahat. Pertemuan ini yang kemudian membuat

mereka menjadi berbeda dengan ratusan pemuda pemakai narkoika lainnya. Pertemuan ini yang menunjukkan pada kami betapa mereka memiliki niat untuk idak menjadi sampah masyarakat, betapa mereka juga ingin unjuk gigi, betapa mereka juga ingin punya prestasi.

Penyuluhan di komunitas Gas Oil berjalan cukup mulus. Selain penyuluh dari LBH Masyarakat, peyuluhan ini sedianya juga melibatkan penyuluh dari Forkon, mereka yang selama ini sering ikut pelaihan bersama di kantor LBH Masyarakat. Penyuluh Forkon yang bertugas waktu itu adalah Yana dan Etok. Sayangnya, mereka kurang mempersiapkan diri untuk memberikan materi. Belum lagi waktu yang terbatas membuat kami idak sempat menyampaikan seluruh materi penyuluhan.

Di akhir penyuluhan, Yana tampil ke depan untuk mengajak kami semua merangkum materi yang telah disampaikan. Sekedar informasi, Yana sudah bergelar Sarjana Hukum dari salah satu universitas di Indonesia. Sambil merangkum, seiap orang ‘dipaksa’ untuk mengulang kembali materi yang telah diberikan. Apa yang menjadi hasil rangkuman kami berbuah juga beberapa pertanyaan yang bersifat sangat teknis dari teman-teman Gas Oil yang cukup membingungkan kami dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Akhirnya Yana ikut ‘turun tangan’ dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Beberapa pertanyaan kami tampung terlebih dahulu untuk kemudian kami matangkan lagi jawabannya. Akhirnya penyuluhan di komunitas Gas Oil selesai dengan meninggalkan kesan yang menyenangkan.

Dalam dokumen LBH Masyarakat Jejak Langkah Menciptak (Halaman 77-81)