Seiap kali masyarakat menyerahkan uang untuk ditabung, selalu ada dua kali pencatatan. Pertama dicatat di buku besar yang dipegang oleh pengurus, sedangkan satu kali dipegang di buku kecil atau kartu yang dipegang oleh masing-masing anggota. Setelah itu uang yang terkumpul akan disetorkan ke bank, dan tentunya akan buku tabungan yang diberikan oleh bank.
Seiap minggunya pengurus melakukan pemeriksaan tabungan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memasikan agar pengurus yang mengelola tabungan, menjalankan tugasnya dengan benar, idak sembarangan, dan bertanggung jawab. Pengurus Musika melakukan pengecekan dengan cara merekap seluruh tabungan yang didapatkan berdasarkan buku besar tabungan yang dimiliki oleh pengurus. Dari hasil rekap ini, diketahui berapa seharusnya jumlah uang yang berhasil terhimpun. Jumlah uang ini kemudian dibandingkan dengan jumlah uang yang ada di tabungan.
Proses memeriksa semacam ini memang idak sempurna, karena idak ada mekanisme klariikasi apakah data yang tergambar dalam buku besar yang dipegang oleh pengurus sudah benar atau idak. Proses pemeriksaan seharusnya dilakukan dengan menghimpun semua buku kecil tabungan yang dipegang oleh warga. Atau seidaknya sebelumnya ada proses veriikasi sehingga buku besar tabungan bisa digunakan sebagai data valid. Proses validitas buku besar ini sengaja dilonggarkan. Kalau buku besar ini diveriikasi juga akan membutuhkan waktu dan energi yang lebih besar lagi. Bisa jadi inisiaif warga yang terbangun justru akan hancur karena melihat proses pemeriksaan yang terlalu ribet. Demi menjaga inisiaif warga, aspek reliabilitas data di buku besar sedikit diabaikan.
Keika pertama kali melakukan pemeriksaan, suasana balai warga yang semula penuh dengan cada riang berubah menjadi tegang. Keika
109
satu demi satu nama disebutkan dari buku besar, dan disalin dalam kertas kerja pemeriksa, semua orang mendengarkan dengan was-was. Tak cukup satu orang yang membaca buku besar. Karena idak mau terjadi kesalahan, dua orang pengurus membaca buku besar itu.
Setelah seluruh nama dan jumlah setoran sudah terhitung, ibalah saat yang paling menegangkan yaitu membandingkan hasil perhitungan dengan jumlah uang tabungan. Seperi yang sudah diduga sebelumnya, pasi terjadi selisih. Jumlah uang yang tertabung ternyata lebih kecil dibandingkan dengan jumlah uang yang tercatat. Perbedaannya cukup besar, yaitu mencapai Rp. 300.000,00.
Menghadapi temuan baru ini, ketegangan yang menghampiri pengurus semakin menjadi-jadi. Masing-masing heran kenapa bisa terjadi kesalahan ini. “Seperinya kita telah bekerja dengan benar,” kata Abdul Rojak seorang bapak yang selalu rajin berada di balai warga melayani proses tabungan. “Ini pasi semerawut karena terlalu banyak orang yang terlibat. Semua orang merasa punya hak untuk mengisi buku ini. Makanya jadi acak-acakan,” ungkap Asindo yang merupakan Bendahara Musika. “Kalau begini caranya, saya idak sanggup untuk bertanggung jawab. Saya idak ikutan,” lanjut Asindo dengan marah-marah dan kemudian meninggalkan ruangan. “Bagaimana ini kok bisa acak-acakan, selisihnya kok besar ini. Pengurus harus terib idak boleh semua orang bisa menulis di buku besar,” ujar Naling dengan lebih tenang. Dari raut wajahnya, terlihat bahwa Naling juga sangat idak mentolerir pengurus yang bekerja dengan bercanda dan idak serius keika menerima tabungan dari warga. “Pengurus idak boleh bercanda lagi,” tambah Naling.
Situasi yang tergambar menunjukkan kalau orang-orang kurang mampu dan terpinggirkan ini memiliki semangat untuk bertanggung jawab, mereka yang bekerja dengan sungguh-
sungguh mau bertanggung jawab. Mereka juga heran bahwa kejujuran saja ternyata tak cukup untuk mengelola dana masyarakat. Masalahnya sebenarnya terletak pada kapasitas pengurus. Ada banyak hal yang harus diketahui dan dilakukan oleh para pengurus ini supaya mereka bisa mengelola dengan baik. Kenyataan bahwa ada perbedaan
Situasi yang tergambar menunjukkan kalau orang- orang kurang mampu dan terpinggirkan ini memiliki semangat untuk bertanggung jawab, mereka yang bekerja dengan sungguh-sungguh mau bertanggung jawab.
antara pencatatan dan jumlah yang sebenarnya memicu mereka untuk memperbaiki diri.
“Saya menduga permasalahan ini karena kita salah dalam pencatatan. Bukan karena ada yang berperilaku idak jujur,” ucap Dhoho membuka pengarahannya dan disambut dengan anggukan beberapa orang. “Jadi kita harus belajar bagaimana cara mencatat yang lebih baik, supaya kita bisa menghindari selisih yang lebih besar lagi, syukur-syukur kita bisa menemukan letak perbedaan ini ada di mana. Sekarang untuk mengatasi perbedaan ini, besok kalau warga menabung tolong diperiksa apakah jumlah yang kita catat sama dengan jumlah yang ada di buku mereka. Seharusnya akan ada beberapa orang yang di buku besar dicatat lebih banyak. Nah tolong yang lebih besar ini ditandai, dan langsung diperbaiki.” Jelas Dhoho.
“Nah, selanjutnya kita harus cek seiap hari apakah uang yang kita terima memang benar dengan uang yang dicatat. Kalau kita selama ini terima 300 ribu, ya sudah kita pasrah saja. Kita gak tahu apakah uangnya kurang atau lebih. Bukan begitu?” tanya Dhoho. “Iya memang begitu, kalau malam setelah menerima tabungan, kita memang hitung. Kita gak tahu uang yang diterima memang sudah benar atau idak,” jawab Abdul Rajak yang sering dipercaya untuk melakukan pencatatan. “Nah supaya besok-besok bisa melakukan kontrol. Selain mencatat di buku besar seperi biasa, harus ada satu orang yang mendampingi petugas pencatat. Tugasnya adalah mencatat di hari itu, nomor anggota berapa saja yang membayar dan membayarnya berapa banyak. Jadi pas malam, kita cocokkan catatan dengan uangnya. Kalau yang tertulis di datar itu ada 100 orang, berari kita harusnya terima 300 ribu. Tapi kalau ternyata kita cuma ada 294 ribu, berari ada uang yang kurang. Itu harus segera diatasi,” papar Dhoho.
Pengalaman dari prakik membuat masyarakat ini lebih mudah diajak belajar. Memang ada resiko dari metode ini, yaitu harus ada proses yang dikorbankan. Seperi tagline sebuah produk detergen, gak ada noda yang ga belajar. Memang harus ada yang dijadikan noda. Untuk itu proses belajar ini harus senaniasa diawasi agar noda yang terjadi idak terlalu banyak dan menimbulkan kerugian yang terlampau besar.