Pelajaran kedua, adalah tentang bagaimana caranya memulai persahabatan itu. Sebagai sebuah lembaga yang memiliki kompetensi utama untuk memberikan bantuan hukum, maka cara memulai persahabatan yang kami lakukan adalah dengan melakukan penanganan kasus. Seiap kasus yang ditangani, sedapat mungkin harus menemukan potensi pemberdayaan di dalamnya. Penanganan kasus adalah pintu gerbang utama untuk membangun kepercayaan dengan masyarakat, guna membangun persahabatan yang lebih intens. Persahabatan dengan paralegal-paralegal di Depok diawali keika ada salah seorang anggota masyarakat yang mengkonsultasikan kasusnya. Dari pembicaraan tentang kasus, kemudian jadi melebar pada perkenalan yang lebih dalam. Apa yang dilakukan oleh LBH Masyarakat dan apa yang menjadi visi misinya. Pembicaraan ini, kemudian bersambut keika si calon klien ini mengatakan bahwa ia sebenarnya juga merupakan pekerja sosial dari sebuah yayasan yang menampung anak-anak jalanan dan anak-anak putus sekolah di sekitar Terminal Depok. Ia berharap kalau LBH Masyarakat bisa memberikan penyuluhan hukum kepada anak- anak. Kesempatan ini kemudian berlanjut dengan berbagai penyuluhan dan kemudian menghasilkan paralegal di Depok.
Hakikat dari pendekatan ini, sebenarnya bukan pada penanganan kasus tetapi pada sebuah kesadaran bahwasanya seiap yang kita lakukan memiliki potensi untuk melakukan pemberdayaan. Apapun lembaganya, siapapun orangnya, dan apapun akivitasnya, pasi memiliki potensi untuk melakukan pemberdayaan. Pasi memiliki kesempatan untuk melakukan persahabatan dengan masyarakat lain. Kuncinya hanya satu yaitu bagaimana kita menjadikan pekerjaan kita idak hanya berheni pada si penerima manfaat saja. Jika LBH Masyarakat, hanya fokus untuk menangani kasus dengan sebaik-baiknya saja, maka kita idak akan pernah mampu memberdayakan komunitasnya. Demikian juga halnya dengan lembaga-lembaga lain yang bergerak dalam isu yang berbeda. Kita akan mampu melakukan pemberdayaan masyarakat, apabila kita
Pelajaran 2: Pelajaran kedua, adalah
tentang bagaimana caranya memulai persahabatan itu. Sebagai sebuah lembaga yang memiliki kompetensi utama untuk memberikan bantuan hukum, maka cara memulai persahabatan yang kami lakukan adalah dengan melakukan penanganan kasus.
mau menanamkan benih-benih persahabatan dalam seiap pekerjaan kita.
Dalam menjalankan pemberdayaan di empat komunitas ini, idak semuanya menggunakan pendekatan penanganan kasus. Di beberapa komunitas lainnya, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan jejaring yang sudah ada. Misalkan untuk komunitas Forum Korban Napza (FORKON). Terhadap komunitas ini, LBH Masyarakat idak membangun jejaring yang mampu menghimpun seluruh korban napza. Korban- korban Napza ini sejainya sudah terjaring dalam program pengurangan dampak buruk (harm reducion) yang sudah ada, khususnya untuk menanggulangi penyebarluasan virus HIV/AIDS akibat penggunaan jarum sunik. Melalui rangkaian pertemuan-pertemuan memperingai Hari Ani Penyiksaan Sedunia, 26 Juni 2008, jejaring dan LBH Masyarakat menyadari bahwa perlu ada bantuan hukum untuk komunitas pemakai narkoika mengingat mereka rawan mengalami penyiksaan dan indak kekerasan lainnya dari aparat negara. Kesadaran bersama itu, yang membuat teman-teman pemakai narkoika mampu membuka diri dan merespon tawaran penyuluhan (pemberdayaan) hukum yang dilakukan oleh LBH Masyarakat.
Penyuluhan yang satu berlanjut ke penyuluhan lainnya, dan selanjutnya menemukan beberapa orang yang memiliki antusiasme untuk turut terlibat dalam pemberian bantuan hukum bagi pemakai narkoika. Dari sinilah kemudian ditemukan paralegal-paralegal komunitas yang terlibat dalam akivitas gerakan bantuan hukum mandiri.
Tidak selamanya menggunakan jejaring komunitas yang sudah ada, menjadi jalan untuk melaukan pemberdayaan hukum. Demikian yang kami bukikan di Depok dan Klender. Di Depok kami berencana menggunakan jejaring ibu-ibu PKK yang selalu melakukan akivitas mingguan. Sayangnya, padatnya akivitas ibu-ibu ini idak memungkinkan untuk dilakukan penyuluhan lebih jauh. Untungnya kemudian kami mendapatkan pengaduan dari masyarakat yang mengkonsultasikan kasusnya dan dari sini, kita dapat melakukan pemberdayaan sesungguhnya.
Di Klender, kami tadinya berharap pada jejaring ibu-ibu keluarga korban pelanggaran HAM. Mereka adalah keluarga dari korban Tragedi Mei 1998, yang selama ini telah didampingi oleh IKOHI (Ikatan Keluarga
Orang Hilang Indonesia), salah satu LSM yang bergerak di bidang Hak Asasi Manusia di Indonesia. Terhadap komunitas ibu-ibu korban ini, gagasan yang kami tawarkan mendapatkan antusiasme yang idak terlalu inggi. Kemudian, atas rekomendasi salah satu ibu korban, kami disarankan untuk melakukan penyuluhan kepada kelompok perempuan yang seiap minggunya melakukan pengajian. Ternyata di komunitas inipun idak mendapatkan respon yang memuaskan.
Menghadapi situasi seperi ini, kami idak memiliki pilihan lain selain menggunakan takik memulai persahabatan secara konvensional. Kita mengasumsikan idak memiliki kontak/ kenalan di antara masyarakat yang akan diberdayakan. Sehingga kita harus benar-benar berkenalan dengan masyarakat. Bagaimana caranya?
Kita mendatangi pemerintahan lokal setempat. Waktu di Klender, kami melapor kepada Ketua RW setempat dan memperkenalkan diri. Selanjutnya kita minta izin kepada ketua RW untuk melakukan penyuluhan hukum kepada masyarakatnya. Karena telah gagal terhadap kelompok ibu-ibu, dan kelompok ibu justru merekomendasikan kelompok anak muda, maka kami meminta izin kepada Ketua RW untuk diizinkan melakukan penyuluhan kepada anak-anak. “Karena kami idak kenal dengan anak-anak muda yang potensial di sini, kami berharap bisa dibantu oleh masing-masing Ketua RT di wilayah Bapak agar bisa merekomendasikan lima orang nama untuk mengikui penyuluhan,” awal perkenalan kami kepada Ketua RW.
Di hari berikutnya, kami mengirimkan surat kepada masing-masing ketua RT yang menceritakan pertemuan kami dengan ketua RW dan meminta kepada Ketua RT untuk menunjuk lima orang anak-anak muda di wilayahnya untuk mengikui penyuluhan. Di minggu berikutnya, kami mengambil nama-nama yang direkomendasikan tersebut. Dari nama- nama ini, kami kemudian mendatangi rumah anak-anak ini satu per satu, berkenalan dengan anak yang bersangkutan ataupun dengan orang tua dari anak tersebut. Beruntung, karena sebelumnya kami telah melakukan penyuluhan kepada ibu-ibu, walau tak berhasil. Banyak ibu yang sudah mengenal keberadaan kami. “Oh, ini LBH yang tempo hari memberi penyuluhan pas pengajian ibu-ibu ya. Bagus itu kalau dilakukan ke anak- anak. Anak-anak di sini, gak ada kerjaannya. Kalau ibu-ibu susah, sudah banyak yang dikerjakan,” ujar salah seorang ibu.
Komunitas Klender
Singkat kata, dari proses menyisir satu demi satu ini, kami kemudian bisa berkenalan dan mendapatkan anak-anak yang akan menjadi peserta penyuluhan. Dari penyuluhan ini, kemudian kita mendapatkan paralegal yang dilanik dan siap membantu LBH Masyarakat mewujudkan Gerakan Bantuan Hukum Mandiri.