• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

V. ANALISIS SITUASI PARIWISATA KAWASAN PUNCAK

5.1.3 Analisis Biaya Perjalanan (Travel Cost Method /TCM)

Nilai ekonomi kawasan Puncak diduga dengan menggunakan metode biaya perjalanan wisata (travel cost method). Secara prinsip metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan dan waktu yang digunakan orang untuk mencapai tempat rekreasi guna mengestimasi besarnya nilai benefit dari upaya perubahan kualitas lingkungan. Berdasarkan pola pengeluaran konsumen, dapat dikaji berapa nilai (value) yang diberikan konsumen kepada sumber daya alam dan lingkungan.

Perbandingan biaya yang dikeluarkan pengunjung pada kawasan wisata puncak Bogor digambarkan sebagai berikut:

Gambar 17. Prosentase biaya yang dikeluarkan pengunjung pada kawasan wisata puncak Bogor.

Prosentase terbesar yang dikeluarkan oleh pengunjung pada kawasan wisata Puncak Bogor yakni biaya penginapan sebesar 34,93%, disusul biaya transportasi sebesar 16,53%, biaya makanan/minuman sebesar 16,22% dan biaya untuk belanja sebesar 15,48%. Sedangkan biaya yang relatif kecil dikeluarkan yakni untuk biaya lainnya sebesar 8,22%, aktivitas wisata sebesar 7,87% dan biaya parkir sebesar 0,74% . Rata-rata biaya yang dikeluarkan pengunjung pada berbagai objek wisata di Kawasan Puncak ditampilkan pada tabel 38 sebagai berikut:

Tabel 38. Rata-rata biaya yang dikeluarkan pengunjung pada kawasan wisata Puncak Bogor (BPTi)

Lokasi

Biaya yang dikeluarkan pengunjung pada kawasan wisata Puncak Bogor

BPTi Mkn/Mnm Aktivitas Belanja Transpor Penginapan Parkir

Lain-lain T. Safari 132.863 102.059 354.816 240.698 662.500 15.833 156.556 1.665.325 T. Warna 40.000 8.500 70.000 86.667 150.000 2.000 70.000 427.167 G. Mas 171.471 140.714 184.250 141.538 394.000 5.500 79.000 1.116.473 C. Cilember 77.500 35.450 94.250 63.250 103.000 8.308 14.250 396.008 T. Melrimba 400.000 116.667 260.000 177.143 150.000 4.000 60.000 1.167.810 C. Panjang 50.000 15.000 17000 150.000 100.000 5.000 10.000 347.000 T. Matahari 81.944 54.091 76.667 112.692 493.750 3.000 10.000 832.144

Perbandingan alokasi biaya yang dikeluarkan pengunjung pada kawasan wisata Puncak Bogor sebagaimana tertera pada gambar 18.

Gambar 18. Perbandingan biaya yang dikeluarkan pengunjung pada kawasan wisata Puncak Bogor.

Biaya perjalanan yang dikeluarkan oleh pengunjung berdasarkan tempat wisata, menunjukkan biaya tertinggi pengeluaran di lokasi Taman Safari, Taman Melrimba, Agrowisata Gunung Mas dan Taman Wisata Matahari, sedangkan pengeluaran terkecil adalah di lokasi Curug Panjang, Curug Cilember dan Telaga Warna. Hal ini menunjukkan bahwa pengunjung bersedia membayar atau mengeluarkan biaya lebih tinggi pada lokasi-lokasi objek wisata yang sudah dikelola dengan baik dengan sarana dan prasarana yang memadai disertai aktivitas wisata yang beragam seperti Taman Safari, Taman Melrimba, Gunung Mas dan Taman Matahari.

Perbandingan biaya yang dikeluarkan oleh pengunjung pada kawasan wisata Puncak Bogor menunjukkan bahwa, pengeluaran terbesar pada biaya penginapan yakni pada lokasi Wisata Taman Safari, Telaga Warna, Agrowisata Gunung Mas, Curug Cilember dan Taman Matahari.

Pengeluaran terbesar di lokasi Wisata Taman Melrimba yakni pada makanan dan minuman karena pada lokasi tersebut merupakan pusat restoran yang menyediakan wisata alam bagi para pengunjungnya, sedangkan pada Wisata Curug Cilember karena lokasinya yang agak jauh dari jalan poros dan medannya yang cukup berat menyebabkan biaya pengeluaran terbesar yang disiapkan oleh pengunjung adalah biaya transportasi.

Guna mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah kunjungan individu di kawasan puncak digunakan analisis regresi linier berganda dengan

enam variabel utama yaitu variabel jumlah kunjungan (Y), biaya perjalanan (TC), waktu tempuh (H), pendapatan individu (I), umur (A) dan kondisi objek wisata (F). Pengujian ini menggunakan t-test dan F-test dengan taraf α = 5 %. Uji t (Uji individu) adalah pengujian koefisien regresi masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dengan hipotesa sebagai berikut:

H0 : β1 = 0 (masing-masing variabel X (Ln TC, Ln H, Ln I, Ln A, Ln F) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y)

H1 : β1 ≠ 0 (Masing-masing variabel X (Ln TC, Ln H, Ln I, Ln A, Ln F) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y)

Jika p-value > 0,05 dan t-hitung < t-tabel Maka H0 diterima dan H1 ditolak, berarti variabel yang diuji tidak berpengaruh pada frekuensi kunjungan.

Uji F merupakan pengujian hubungan regresi secara simultan dari variabel-variabel dependent yang bertujuan apakah secara bersama-sama ada minimal satu variabel independent mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependent. Adapun hipotesa yang diajukan adalah:

H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = 0, diduga secara simultan Ln TC, Ln H, Ln I, Ln A, Ln F tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y.

H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ β5 ≠ 0, diduga secara simultan Ln TC, Ln H, Ln I, Ln A, Ln F mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel Y.

Jika F statistik < 0,05 atau F hitung > F tabel maka H0 ditolak, yang berarti minimal ada satu variabel independent yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependent.

Berdasarkan hasil pengujian regresi berganda, didapat hasil uji t untuk frekuensi kunjungan ditampilkan pada tabel 39 sebagai berikut:

Tabel 39. Hasil uji parsial (Uji t) frekuensi kunjungan

Model

Frekuensi Kunjungan

t-hit Sig. Ket

Konstanta -3,093 0,002 Signifikan

Biaya perjalanan (TC) 2,778 0,006 Signifikan

Waktu tempuh (H) -3,685 0,000 Signifikan

Pendapatan Individu (I) 1,539 0,126 Tidak Signifikan

Umur (A) -0,832 0,407 Tidak Signifikan

Kondisi objek wisata ( F) 2,579 0,011 Signifikan

R2 0,145

N 168

Berdasarkan tabel 39, dapat dijelaskan bahwa biaya perjalanan hasil uji t menunjukkan p-value 0,006 lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak, yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara biaya perjalanan terhadap frekuensi kunjungan, hubungan antar keduanya adalah positif, artinya walaupun biaya perjalanan meningkat, hal ini tidak menimbulkan penurunan frekuensi kunjungan ke objek wisata di Kawasan Puncak.

Variabel waktu tempuh hasil uji t diketahui bahwa p-value 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak, yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara waktu tempuh terhadap frekuensi kunjungan. Waktu tempuh memiliki hubungan yang negatif dengan frekuensi kunjungan, artinya jika waktu tempuh menuju objek wisata bertambah, hal ini akan menurunkan frekuensi kunjungan ke objek wisata tersebut.

Sedangkan untuk variabel pendapatan hasil uji t menunjukkan bahwa

p-value 0,126 lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat

pengaruh antara pendapatan dengan frekuensi kunjungan. Kemudian untuk variabel umur hasil uji t menunjukkan bahwa p-value 0,407 lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima, yang artinya tidak terdapat pengaruh antara umur dengan frekuensi kunjungan. Pada variabel kondisi wisata hasil uji t diketahui bahwa

p-value 0,011 lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak, yang berarti terdapat pengaruh

yang signifikan antara kondisi objek wisata terhadap frekuensi kunjungan. Artinya semakin baik kondisi objek wisata di Kawasan Puncak, maka akan meningkatkan frekuensi kunjungan para wisatawan.

Berdasarkan hasil pengolahan regresi berganda pada frekuensi kunjungan diketahui bahwa koefisien determinasi R2 = 0,145. Artinya seluruh

variabel independent, yaitu: Total Biaya (TC), Waktu Tempuh (H), Pendapatan (I), Umur (A), dan Kondisi Wisata (F), yang mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen (Frekuensi Kunjungan) sebesar 14,5% sedangkan sisanya (85,5%) dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam model. Hasil pengujian serentak ditampilkan pada tabel 40 berikut.

Tabel 40. Hasil Pengujian Serentak (Uji-F) pada Frekuensi Kunjungan

Variabel F Sig Keterangan

Frekuensi Kunjungan 5,478 0,000 Signifikan

Berdasarkan tabel 40, diketahui bahwa p-value sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak, yang berarti secara bersama-sama terdapat minimal satu variabel yang berpengaruh signifikan diantara seluruh variabel independen (Total Biaya (TC), Waktu Tempuh (H), Pendapatan (I), Umur (A), dan Kondisi Wisata (F)) terhadap variabel dependen (Frekuensi Kunjungan). Hasil pengujian statistik dapat dilihat pada tabel 41 berikut.

Tabel 41. Hasil pengujian statistik deskriptif

Variabel N Satuan Min Max Mean Std. Deviation

Kunjungan (V) 168 Frek 1 5 2.3333 1.36538

Biaya Rekreasi (TC) 168 Rp 80.00 41.000.000 945625.0000 3.76266

Waktu Tempuh (H) 168 Jam 1 50 3.4345 4.29822

Pendapatan (I) 168 Rp 500.000 30.000.000 2.6544 3.60806

Umur (A) 168 Tahun 16 57 30.0774 11.27235

Kondisi Wisata (F) 168 Skala Likert 17 55 35.9048 7.12022 Sumber : Data kuesioner diolah dengan SPSS 17

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel terikat dan variabel bebas mempunyai distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan p-plot test. Pengujian normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik normal. Dasar pengambilan keputusannya jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonalnya, maka model regresi

memenuhi asumsi normalitas dan sebaliknya jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Gambar 19. Grafik uji normalitas untuk model frekuensi kunjungan.

Dilihat dari grafik normalitas diatas (normal p-plot of regression

standardized residual) terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal,

serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi sudah memenuhi asumsi normalitas.

Multikolinearitas menunjukkan bahwa antar variabel independen mempunyai hubungan langsung. Multikolinearitas terjadi jika nilai variance

inflation factor (VIF) melebihi 10. Variance inflation factor (VIF) merupakan

indikator yang menunjukkan bahwa variabel independen lain masih dalam standar error dengan koefisien regresi. Perumusan hipotesisnya adalah:

H0 : Tidak ada multikolinearitas; H1 : Ada multikolinearitas.

Dasar pengambilan keputusan, yaitu jika VIF < 10, maka H0 diterima (tidak ada multikolinearitas) dan sebaliknya. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil seperti tercantum pada tabel 42 sebagai berikut:

Tabel 42. Hasil uji multikolinearitas

Variabel VIF Kesimpulan

Ln TC 1.209 Tidak ada Multikolinearitas

Ln H 1.170 Tidak ada Multikolinearitas

Ln I 1.340 Tidak ada Multikolinearitas

Ln A 1.303 Tidak ada Multikolinearitas

Berdasarkan tabel 42, diketahui bahwa seluruh variabel independen mempunyai nilai VIF < 10, yang berarti tidak ada multikolinearitas sehingga model regresi untuk frekuensi kunjungan yang digunakan dalam penelitian dapat dilanjutkan.

Autokorelasi menunjukkan bahwa ada korelasi antara error dengan error periode sebelumnya dimana pada asumsi klasik hal ini tidak boleh terjadi. Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan durbin watson seperti tercantum pada tabel 43. Perumusan hipotesis adalah:

H0 : tidak ada autokorelasi; H1 : ada autokorelasi.

Tabel 43. Keputusan uji autokorelasi

Hipotesa Nol (H0) Keputusan Kriteria Keterangan Tdk ada autokorelasi positif H0 ditolak 0 < DW <dL autokorelasi positif Tdk ada autokorelasi positif tdk ada keputusan dL ≤ DW ≤ dU tdk dapat disimpulkan Tdk ada autokorelasi negatif H0 ditolak 4-dL < DW < 4 autokorelasi negative Tdk ada autokorelasi negatif tdk ada keputusan 4-dU ≤ DW ≤ 4-dL tdk dapat disimpulkan Tdk ada autokorelasi H0 diterima dU < DW < 4-dU Tidak ada autokorelasi

Gambar 20. Bagan keputusan uji autokorelasi.

Berdasarkan hasil regresi, diketahui pada frekuensi kunjungan memiliki nilai DW = 1,562 terletak diantara (0 < DW <dL), sehingga data dalam penelitian berada pada daerah ada autokorelasi positif, sehingga model regresi yang digunakan masih belum memenuhi uji asumsi klasik, untuk uji autokorelasi. Namun demikian pengaruhnya terhadap hasil regresi tidak terlalu besar sehingga

model regresi yang digunakan masih layak untuk dilanjutkan. Hasil uji autokorelasi tercantum pada tabel 44 berikut:

Tabel 44. Hasil uji autokorelasi (n=168, k=5, α=0.05)

Model dL dU 4-dU 4-dL DW Kesimpulan

Frekuensi Kunjungan 1.592 1.758 2.242 2.408 1.562 Ada autokorelasi positif

Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa varian dari setiap error bersifat heterogen yang berarti melanggar asumsi klasik yang mensyaratkan bahwa varian dari error harus bersifat homogen. Pengujian dilakukan dengan uji glejser, dengan cara meregresikan seluruh variabel independen dengan nilai absolute

residual sebagai dependennya. Perumusan hipotesisnya adalah:

H0 : tidak ada heteroskedastisitas, H1 : ada heteroskedastisitas.

Jika signifikan < 0,05, maka H0 ditolak (ada heteroskedastisitas) dan sebaliknya. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel 45 berikut.

Tabel 45. Hasil uji heteroskedastisitas

Variabel Residual Frekuensi Kunjungan Kesimpulan

Ln TC 1,000 Tidak ada Heteroskedastisitas

Ln H 1,000 Tidak ada Heteroskedastisitas

Ln I 1,000 Tidak ada Heteroskedastisitas

Ln A 1,000 Tidak ada Heteroskedastisitas

Ln F 1,000 Tidak ada Heteroskedastisitas

Berdasarkan tabel 45, dapat diketahui bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas pada frekuensi kunjungan, karena semua variabel independennya tidak ada yang memiliki nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 terhadap residualnya.

Hasil regresi antara Frekuensi Kunjungan (Y) dengan variabel-variabel bebas Total Biaya (TC), Waktu Tempuh (H), Pendapatan (I), Umur (A), dan Kondisi Wisata (F) dapat dilihat sebagai berikut:

Ln Y = -3,090+ 0,093 Ln TC – 0,283 Ln H + 0,101 Ln I – 0,110 Ln A + 0,503 Ln F Sig = (0,002) (0,006) (0,000) (0,126) (0,407) (0,011)

Berdasarkan persamaan diatas dapat disimpulkan bahwa dari enam variabel yang digunakan terdapat tiga variabel bebas yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel terikat (frekuensi kunjungan) yaitu variabel biaya perjalanan, waktu tempuh dan kondisi objek wisata. Sedangkan dari pengujian secara simultan diperoleh hasil bahwa semua variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikatnya (jumlah kunjungan individu).

Hasil regresi menunjukkan terdapat tiga faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan, yaitu: total biaya, waktu tempuh dan kondisi wisata. Faktor total biaya berpengaruh positif terhadap frekuensi kunjungan wisatawan dengan nilai signifikansi sebesar 0,006 (P = 0,006 < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan total biaya akan meningkatkan frekuensi berkunjung sebesar exp (0,093) atau 1,10 kali kunjungan.

Faktor waktu tempuh berpengaruh negatif terhadap frekuensi kunjungan wisatawan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (P = 0,000 < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan waktu tempuh akan mengurangi frekuensi berkunjung sebesar exp (0,283) atau 0,75 kali kunjungan.

Faktor kondisi wisata berpengaruh positif terhadap frekuensi kunjungan wisatawan dengan nilai signifikansi sebesar 0,011 (P = 0,011< 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan satu satuan kondisi wisata akan meningkatkan frekuensi berkunjung sebesar exp (0,503) atau 1,65 kali kunjungan.