• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

8. Social Development Indicator (SDI): indikator ini menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis untuk berwisata di daerah destinasi. Ukuran SDI adalah

2.7 Dampak Kegiatan Pariwisata

Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi delapan kelompok besar yaitu: (1) dampak terhadap penerimaan devisa; (2) dampak terhadap pendapatan masyarakat; (3) dampak terhadap kesempatan kerja; (4) dampak terhadap harga-harga; (5) dampak terhadap distribusi manfaat/keuntungan; (6) dampak terhadap kepemilikan dan kontrol; (7) dampak terhadap pembangunan pada umumnya; dan (8) dampak terhadap pendapatan pemerintah (Pitana dan Diarta 2009).

Pitana dan Gayatri (2005), melakukan inventarisasi pendapat para ahli berkaitan dengan dampak sosial budaya karena aktivitas pariwisata sebagai berikut:

1. Cohen (1984), mengelompokkan dampak sosial budaya pariwisata ke dalam sepuluh kelompok besar yaitu: (1) dampak terhadap hubungan interpersonal antara anggota masyarakat; (2) dampak terhadap dasar-dasar organisasi/ kelembagaan sosial; (3) dampak terhadap migrasi dari dan ke daerah pariwisata; (4) dampak terhadap ritme kehidupan sosial masyarakat; (5) dampak terhadap pola pembagian kerja; (6) dampak terhadap stratifikasi dan mobilitas sosial, (7) dampak terhadap distribusi pengaruh dan kekuasaan, (8) dampak terhadap meningkatnya penyimpangan-penyimpangan sosial; dan (9) dampak terhadap bidang kesenian dan adat istiadat; serta (10) dampak terhadap keterkaitan dan keterlibatan antara masyarakat setempat dengan masyarakat yang lebih luas, termasuk tingkat otonomi dan ketergantungannya;

2. Figuerola dalam Pearce (1989), mengidentifikasi ada enam kategori dampak sosial budaya akibat aktivitas pariwisata, yaitu: (1) dampak terhadap struktur

demografi; (2) dampak terhadap bentuk dan tipe mata pencaharian; (3) dampak terhadap transformasi nilai; (4) dampak terhadap gaya hidup tradisional; (5) dampak terhadap pola konsumsi; dan (6) dampak terhadap pembangunan masyarakat yang merupakan manfaat sosial-budaya pariwisata.

Sifat dan bentuk dampak sosial budaya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu: (1) jumlah wisatawan, baik absolut maupun relatif terhadap jumlah penduduk lokal; (2) objek dominan yang menjadi sajian wisata dan kebutuhan wisatawan terkait dengan sajian tersebut; (3) sifat-sifat atraksi wisata yang disajikan apakah alam, situs, arkeologi, budaya atau kemasyarakatan; (4) struktur dan fungsi dari organisasi kepariwisataan di DTW; (5) perbedaan tingkat ekonomi dan perbedaan kebudayaan antara wisatawan dengan masyarakat lokal; (6) perbedaan kebudayaan wisatawan dengan masyarakat lokal; (7) tingkat otonomi (baik politik, geografis dan sumberdaya) dari DTW; (8) laju/kecepatan pertumbuhan pariwisata; (9) tingkat perkembangan pariwisata; (10) tingkat pembangunan ekonomi DTW; (11) struktur sosial masyarakat lokal; (12) tipe

resort yang dikembangkan (open atau enclave resort); (13) peranan pariwisata

dalam ekonomi DTW (Pitana dan Gayatri 2005).

Selain itu Ryan (1991), mengidentifikasi terdapat 16 faktor yang mempengaruhi dampak sosial-budaya yaitu: (1) jumlah wisatawan; (2) tipe wisatawan; (3) tahap perkembangan pariwisata; (4) perbedaan tingkat perkembangan ekonomi antara negara asal wisatawan dengan negara penerima; (5) perbedaan norma budaya antara negara asal wisatawan dengan negara penerima; (6) ukuran fisik wilayah DTW yang mempengaruhi kepadatan wisatawan; (7) jumlah penduduk luar daerah (migran) yang melayani kebutuhan pariwisata; (8) besar kecilnya pembelian barang-barang properti oleh wisatawan; (9) tingkat penguasaan atau kepemilikan properti dan fasilitas pariwisata oleh masyarakat lokal; (10) perilaku lembaga pemerintah terhadap pariwisata; (11) kepercayaan masyarakat lokal dan kekuatan dari kepercayaan tersebut; (12) keterbukaan terhadap berbagai kekuatan yang mempengaruhi perubahan teknologi, sosial dan budaya; (13) pemasaran dan citra yang dibentuk lewat pemasaran terhadap DTW; (14) homogenitas masyarakat penerima; (15) aksesibilitas DTW; dan (16) kekuatan awal dari tradisi berkesenian, cerita rakyat, legenda dan sifat-sifat tradisi lainnya.

Dampak negatif pariwisata atas lingkungan fisik ada yang dapat diperbaiki, namun pada umumnya sudah tidak dapat diperbaiki lagi dan bila itu menyangkut potensi alam yang justru menjadi daya tarik wisata, dapat dikatakan bahwa pariwisata telah “membunuh” dirinya sendiri karena kualitas daya tarik wisata menurun justru diakibatkan oleh perkembangan pariwisata itu sendiri (Warpani dan Warpani 2007). Oleh karenanya dampak positif pariwisata patut dikembangkan, sedangkan dampak negatifnya harus dicegah atau ditekan sampai pada batas minimum. Warpani dan Warpani (2007), mengulas tentang dampak positif dan negatif pariwisata terhadap sektor ekonomi, fisik/ruang dan sosial budaya seperti dijelaskan pada tabel 2.

Tabel 2. Dampak positif dan negatif pariwisata

Sektor Dampak Positif Dampak Negatif

EKONOMI • Peningkatan arus barang

(ekspor-impor).

• Perluasan hubungan ekonomi antar negara dan/atau antar daerah. • Pertumbuhan ekonomi lokal. • Perluasan peluang kerja.

• Peningkatan peran industri kecil dan industri rumahan.

• Percepatan arus peredaran modal.

• Ketergantungan pada

pasokan barang tertentu dari luar.

• Masyarakat setempat

tersisihkan dalam

percaturan ekonomi. • Produk setempat tidak

mampu turut berperan

dalam kepariwisataan.

RUANG WILAYAH

• Penyebaran pembangunan ke

berbagai wilayah potensial.

• Percepatan pembangunan (fisik)

daerah dengan memanfaatkan

modal swasta dan/atau luar negeri. • Pemanfaatan daerah tidak produktif

dengan memasukkan elemen

wisata.

• Ancaman terhadap

kelestarian lingkungan

alam.

• Pencurian plasma nutfah. • Kerusakan situs sejarah.

• Pembangunan tak

terkendali . SOSIAL

BUDAYA

• Peningkatan hubungan budaya antar bangsa.

• Perubahan pola pikir ke arah modern (rasional).

• Perubahan citra kedaerahan yang sempit.

• Rusaknya tata nilai dan norma budaya bangsa. • Menurunnya kepribadian

nasional.

• Meningkatnya gaya

pergaulan bebas yang

melanggar norma-norma

agama dan budaya

setempat. Sumber : Warpani dan Warpani , 2007

Selain dampak terhadap sosial, budaya, ekonomi dan ruang, kegiatan pariwisata menimbulkan resiko terhadap kelestarian lingkungan, seperti yang diuraikan oleh Eagles et al. (2002) dalam Warpani dan Warpani (2007) pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Resiko akibat kegiatan kepariwisataan

Elemen Contoh Resiko Akibat Kegiatan Kepariwisataan

Ekosistem Konstruksi akomodasi, graha wisata, prasarana dan layanan lain

secara langsung berdampak atas lingkungan, akibat penebangan pepohonan, gangguan pada atau penggusuran habitat satwa, dampak atas drainase. Habitat kehidupan liar barangkali lenyap (jalur migrasi, padang perburuhan, padang penangkaran dan sebagainya) tergusur oleh segala kegiatan pariwisata.

Tanah Tanah yang ‘kompak’ terjadi pada tempat tertentu yang

digunakan secara benar. Tanah longsor dan erosi dapat terjadi justru setelah ‘gangguan’ berlalu.

Vegetasi Penggunaan yang terpusat di sekitar fasilitas berdampak negatif

atas vegetasi. Perangkutan dapat berdampak negatif langsung atas lingkungan (misal: penebangan pohon, gangguan pada satwa dan sebagainya). Kebakaran sering terjadi akibat keteledoran wisatawan dan pengelolaan di DTW.

Air Peningkatan kebutuhan akan air baku. Pembuangan sampah

dan limbah ke badan sungai, danau dan laut. Tumpahan minyak dan oli dari kapal dan perahu. Putaran baling-baling kendaraan air dapat merusak kehidupan tumbuhan air dan spesies air lainnya.

Udara Emisi kendaraan bermotor menyebabkan pencemaran udara

(dari pesawat terbang, kereta api, kapal, mobil dan motor).

Kehidupan liar Perburuan dan penangkapan ikan yang dapat merubah populasi.

Pemburu dan nelayan dapat mendatangkan spesies asing dan meningkatkan populasi satwa yang tidak dikehendaki. Dampak muncul atas serangga dan binatang melata, akibat dampak perangkutan dari spesies yang didatangkan dam sebagainya. Gangguan oleh para pengunjung dapat terjadi atas segala spesies, termasuk spesies yang tak menarik bagi pengunjung. Gangguan dapat berupa berbagai jenis suara tampakan (visual) atau kebiasaan/kesukaan mengusik. Mamalia air dapat cedera atau binasa karena putaran baling-baling. Ketergantungan pada manusia dapat mengubah kebiasaan hidup liar, misalnya mendatangi pengunjung untuk mendapatkan makanan.

Sumber : Eagles et al. (2002) dalam Warpani dan Warpani (2007)