• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis data sekunder

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.6. Analisis data sekunder

puskesmas) dimana kunjungan dilakukan sebulan sekali. Program garam beryodium (GAKI) dalam mendukung pencegahan stunting juga digencarkan.

Untuk program lain, pemberian obat cacing meskipun tidak ada gejala, diberikan di sekolah-sekolah meskipun status gizi sudah bagus. Pemberian makanan tambahan (PMT) untuk ibu hamil dan balita, untuk ibu hamil KEK dan anemia berupa makaann siap saji (kerjasama dengan catering) sehingga gizi lebih lengkap, setiap tahun di evaluasi untuk pelaksanaannya, dimana setiap tahun unit cost meningkat (15.000/SSH).

Pemberdayaan masyarakat juga berjalan dengan adanya kelompok pendukung ibu, mendukung ibu memberikan ASI ekslusif pada bayi, yang dimulai sejak hamil, dukungan suami dan keluarga. Kebanyakan ibu hamil adalah pekerja, sehingga bagaimana hamil tetap bisa memberikan ASI ekslusif.

Ada upaya mensukseskan progam nasional yaitu Manajemen Terpadu Berbasis Masyarakat MTBSM untuk petugas puskesmas, manajemen terpadu balita sakit dan manejemen terpadu balita muda berjalan di puskesmas, menangani keluhan penyakit balita secara keseluruhan, termasuk status gizinya.

MTBSM juga dilakukan berbasis masyarakat, dimana bisa mendeteksi dini bayi yang sakit, melatih kader mendeteksi dini bayi dan balita yang sakit. Adanya inovasi untuk gizi kurang, membentuk forum komunikasi di tingkat kelurahan untuk mengelola masalah balita. Dilancarkan pula gerakan Bapak sadar gizi, mengalihkan kebiasaan merokok untuk gizi rumah tangga.

Dari aspek sinergi kebijakan, koordinasi lintas sektoral di tingkat Kecamatan sangat membantu, dimulai dari PKK, lurah, LPMK. Serta adanya pelaksanaan lokakarya lintas sektoral di puskesmas (Lokakarya Mini) yang sudah berjalan baik.

4.6. ANALISIS DATA SEKUNDER 4.6.1. Status Gizi Balita

Sebaran kasus balita gizi buruk di kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2017, terdapat kabupaten dengan kasus balita gizi buruk yang masih tinggi yaitu Brebes, Banyumas, Tegal, Pekalongan dan Cilacap. Kondisi prevalensi menurut

47 data RPJMD 2018-2023 di Kabupaten Brebes mulai tahun 2013-2017 berturut-turut adalah 101 di tahun 2013, 47 di tahun 2014, 82 di tahun 2015, 92 di tahun 2016 dan kemudian naik lagi menjadi 140 balita gizi buruk di tahun 2017.

Sedangkan Kabupaten Cilacap dalam kurun waktu 2013-2018 menunjukkan data 112 di tahun 2013, 116 di tahun 2014, 76 di tahun 2015, 47 di tahun 2016, dan terakhir turun menjadi 48 di tahun 2017. Artinya bahwa kasus gizi buruk pada balita di Kabupaten Brebes selama lima tahun terakhir sempat turun namun naik kembali. Sedangkan di Kabupaten Cilacap mengalami perubahan penurunan secara konsisten.

Kondisi stunting di Jawa Tengah pada tahun 2017 mengalami kondisi fluktuatif dibandingkan tahun 2015. Hal ini dilihat dari pemantauan kondisi gizi pada balita usia 0-59 bulan dan baduta usia 0-23 bulan. Kondisi tersebut dikarenakan minimnya pengetahuan tentang pola pangan beragam, bergizi, berimbang sehat dan aman yang antara lain ditunjukkan rendahnya angka rata-rata konsumsi energi serta pola asuh orang tua terhadap balita, kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, risiko akibat pernikahan anak serta kurangnya ketersediaan akses air minum layak, air bersih dan sanitasi.

Berbeda dengan indikator yang lain seperti balita BB kurang, pendek dan kurus yang menunjukan hasil yang konsisten antara Riskesdas 2013 dan PSG 2015-2017, Prevalensi gemuk pada balita menunjukan hasil yang sedikit berbeda.

Riskesdas 2013 mencatat angka gemuk pada balita 12,4% sementara hasil PSG 2015-2017 menunjukan bahwa prevalensi gemuk pada balita < = 5%.

48 Gambar 4.1.

Status Gizi Balita Indonesia Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2017 (Riset Kesehatan dasar dan Pemantauan Status Gizi)

Hasil PSG menunjukkan bahwa di tahun 2016 terjadi peningkatan baik gizi sangat kurang maupun kurang, anak snagat pendek dan pendek, serta sangat kurus dan kurus. Artinya perlu diwaspadai penurunan atau stagnasi pertumbuhan anak dari normal menjadi pendek, kurus dan gizi kurang. Meskipun terjadi perbaikan di tahun 2017 namun masih sangat minim.

Gambar 4.2.

Status Gizi Balita Indonesia PSG Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2017

Berdasarkan teori, stunting juga dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Ibu yang kekurangan nutrisi atau energi dalam jangka waktu lama, menderita kekurangan

49 energi kronis (KEK) yang akan sangat mempengaruhi kesehatan bayi.

Berdasarkan perhitungan Riskesdas dan pemantauan gizi tahun 2016 menunjukkan bahwa sesuai Riskesdas 2013 angka ibu hamil menderita KEK sebesar 26.6%, dan berdasarkan angka PSG tahun 2016 menunjukan angka ibu hamil menderita KEK sebesar 18.8%.

Gambar 4.3.

Prevalensi Ibu Hamil KEK di Indonesia Tahun 2013 dan 2016 (Riskesdas 2013 dan Pemantauan Status Gizi 2016)

4.6.2. Indikator Gizi Spesifik

Gambar 4.4.

Indikator Gizi Spesifik di Indonesia Tahun 2016 dan 2017

Hasil pemantauan status gizi 2016 dan 2017 menunjukan capaian indikator kinerja yang terkait dengan intervensi gizi spesifik stunting. Inisiasi menyusui dini

50 (baik < 1jam >= 1 jam) mengalami penurunan cukup banyak dari 76,9% menjadi 49%, selain IMD penurunan cukup tinggi pada capaian kinerja yakni pada indikator Bumil KEK mendapat PMT yang semula 86,7% menjadi 55,1%.

Indikator lain yang mengalami penurunan adalah cakupan ASI eklusif, timbang 4 kali, TTD >= 90 butir pada bumil dan Garam iodium dalam rumah tangga.

Sedangkan indikator yang mengalami kenaikan adalah Cakupan vitamin A dan Balita kurus yang mendapatkan PMT.

Terkait dengan konsisi kesehatan lingkungan, data profil kesehatan 2016 menunjukan bahwa proporsi rumah sehat sebesar 28,05%, akses air minum 83,23%, air minum memenuhi syarat 61,95%, jamban sehat 40,88%, PHBS 57,53%. Adapun berdasarkan hasil riskesdas 2013 yang memuat Indikator gizi sensistif yang terkait dengan sanitasi masyarakat, masih terdapat kurang lebih 25% masyarakat yang belum memiliki sarana sanitasi memadai.

Sumber : Riskesdas 2013

Gambar 4.5.

Fasilitas sanitasi dan perilaku hygiene personal di Indonesia Tahun 2013

Kedua data tersebut menunjukan hasil terkait dengan indikator gizi sensitif terkait kesehatan lingkungan masih perlu perhatian. Proporsi rumah sehat mesih perlu ditingkatkan, akses air bersih sebanyak 100-300 liter per orang perhari dimiliki < 50% penduduk, sedangkan air besih yang memunhi syarat masih sekitar 62%. Perilaku hygiene personal PHBS masyarakat masih perlu ditingkatkan

51 karena kedua data menunjukan bahwa cuci tangan yang benar masih dibawah 60 persen penduduk dan perilaku benar dalam BAB masih 75,9%. Data Riskesdas 2013 menunjukkan kepemilikan jamban milik sendiri sebesat 75,3%, namun ternyata dalam Profil Kesehatan Brebes 2016 menunjukan bahwa data jamban sehat sebesar masih dibawah 45%.