• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.7. Konfirmasi Lapangan

Konfirmasi lapangan dilakukan dengan cara FGD dan wawancara dengan Kepala dan pelaksana gizi puskesmas; pelaksana program gizi Dinas Kesehatan dan pejabat struktural dari Dinas Kesehatan, Bappeda Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap, sebagai contoh lokus stunting, serta Kabupaten Tegal dan Kota Surakarta. Kota Surakarta dan Kabupaten Tegal sebagai pembanding.

Konfirmasi lapangan dilakukan pada bulan Oktober-Nopember 2019 hasilnya sebagai berikut:

Kegiatan yang telah dan akan dilakukan oleh Dinas Kesehatan di Kabupaten Brebes dan Cilacap terkait penanganan stunting adalah: (1) advokasi ke pimpinan daerah dan sektor terkait; (2) Lokakarya mini lintas sektor pada lingkup puskesmas (belum dilakukan); (3) penyusunan rencana aksi daerah (belum).

Kegiatan yang telah dilakukan oleh puskesmas di lokus desa/kelurahan stunting adalah pengumpulan sampel urine pada seluruh ibu hamil untuk pemeriksaan iodium. Kegiatan monitoring terkait MP-ASI dilakukan oleh Bappeda dan lintas sektor di lokus desa stunting. Kegiatan integrasi lintas sektor di tingkat kecamatan telah dibentuk tim STBM-Stunting dan telah mendapatkan pelatihan di provinsi.

Program lain terkait penanganan stunting adalah sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) merupakan program seribu jamban dari koramil.

Kota Surakarta tidak menjadi lokus percepatan stunting, tetapi hasil pemantauan status gizi (PSG) 2017 menunjukkan menduduki peringkat 1 tertinggi di Provinsi Jawa Tengah dalam hal keberhasilan mengendalikan stunting.

Program yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan adalah program yang selama ini rutin dikerjakan, disamping terdapat kegiatan-kegiatan kreativitas sebagai kepedulian pimpinan daerah seperti Juse (Jumat Sehat), kunjungan periodik

52 dokter spesialis kandungan dan anak, kegiatan lomba administrasi dan kegiatan posyandu, untuk memantau kegiatan di wilayah 2. Integrasi lintas sektor sudah berjalan dengan baik. Hasil konfirmasi lapangan yang telah dilakukan memberikan informasi yang mendalam meliputi stunting.

Tabel 4.4.

Hasil diskusi di Kabupaten prioritas penanganan stunting dan Kota terbaik meminimalkan stunting dikelompokkan dalam 5 pilar

PILAR 1 PILAR 2 PILAR 3 PILAR 4 PILAR 5 asuh orang tua dan lingkungan yang

53 pada tidak datang.

Puskesmas

54

55 dan gizi buruk: ODF (open devecation

56 keada-an normal dkeada-an jika HB kurang, sesuai

57 berat bayi lahir tidak rendah

58 untuk ibu hamil dan balita untuk ibu

59 dini bayi dab balita yang sakit.

60

61 diklasifikasi berdasarkan pilar penanganan stunting sebgaaimana ditetapkan WHO, yaitu 1) komitmen pimpinan tertinggi; 2) kampanye pemahaman, perubahan perilaku dan omitmen politik serta akuntabilitas; 3) konvergensi, koordinsi dan konsolidasi program; 4) mendorong kebijakan keamanan pangan;

dan 5) pemantauan dan evaluasi. Sebagian matrik sudah terpenuhi, namun sebagian lagi masih belum terpenuhi. Pilar yang paling banyak dilaksanakan adalah komitmen pimpinan tetrtinggi yang tertuang dalam regulasi daerah. Hal ini menunjukkan bahwa banyak regulasi telah dibuat, namun di sisi lain implementasi masih kurang atau lemah.

62 4.8. EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

Berdaasrkan hasil FGD dan observasi, ditemukan konfirmasi lapangan memberikan informasi yang mendalam meliputi stunting. Hasil FGD, wawancara dan observasi yang ditabelkan kedalam matriks dan dianalisisis garis besar jawaban-jawaban yang berhasil digali dapat diidentifikasi ke dalam faktor faktor Internal dan eksternal. Identifikasi selanjutnya dari faktor internal dan ekternal di klasifikasikan menjadi faktor kekuatan dan kelemahan tersebut.

Hal-hal yang teridentifikasi faktor internal adalah, sumber daya dalam hal ini merupakan faktor modal pada keberhasilan upaya percepatan penurunan stunting. Faktor Internal seperti, sumberdaya yang merupakan modal keberlangsungan upaya percepatan penurunan stunting, pendanaan, baik pendanaan dari pemerintah daerah maupun pusat, organisasi atau sektor yang berkaitan dengan program stunting, pengalaman pelaksanaan program meliputi pelaksananan kegiatan yang terkait dengan program pengentasan stunting. Faktor internal sumberdaya tersebut meliputi, Jumlah SDM, Kapasitas SDM, Sistem Pelaporan Posbindu, Kader posyandu.

Oleh sebab itu, dalam penelitian ini teridentifikasi faktor internal terdiri atas 4 isu, yaitu sumberdaya, keuangan, organisasi dan pengalaman. Faktor internal ini merupakan sumberdaya dan upaya yang dilakukan oleh seluruh pihak guna melakukan percepatan penurunan stunting. Sumberdaya antara lain terdiri atas personil, fasilitas maupun program tersedia. Keuangan antara lain terdiri atas sumber pembiayaan yang tersedia dan pemanfaatannya. Faktor kepemimpinan dan koordinasi sangat berpengaruh dalam organisasi percepatan penurunan stunting. Selengkapnya faktor internal upaya pencegahan stunting di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat pada tabel 4.5.

63 Tabel 4.5.

Analisis Kuantitatif SWOT Faktor Internal Upaya Percepatan Pencegahan Stunting

Internal Skor Kekuatan Kelemahan Total

Kekuatan Kelemahan

S4. Sumber anggaran Pusat, Daerah dan sumber lain yang

tidak mengikat 2 0,09 0,18 0 anggaran daerah untuk non

kesehatan 3 0,04 0 0,12 (akar masalah, suspek dan

program) 4 0,08 0 0,32

+ S6. Intitusi yang terlibat 3 0,08 0,24 0

+

S7. Pemilihan program yang

tepat 4 0,18 0,72 0

-

S8. Koordinasi dengan tingkat desa (OPD & Lembaga

lainnya) 4 0,19 0,76 0

64

Internal Skor Kekuatan Kelemahan Total

Kekuatan Kelemahan

+ S11. Prestasi program 3 0,07 0,21 0

FAKTOR INTERNAL 1 1 3,04 3,46

-0,42

Faktor eksternal merupakan faktor dari luar kontens upaya percepatan penurunan stunting. Terdapat 7 faktor, meliputi pertama, issue yang sedang terjadi yang dapat mempengaruhi program percepatan penurunan stunting. Faktor ekternal lainnya adalah, Budaya, Sosial Politik, Ideologi, Perekonomian, Sumber permodalan, Peraturan Perundangan, Perkembangan Teknologi, Partisipasi masyarakat/keluarga, dan Lingkungan.

Tabel 4.6.

Analisis Kuantitatif SWOT Faktor Eksternal Upaya Percepatan pencegahan Stunting

Eksternal Skor Peluang Ancaman Total

Peluang Ancaman

Tren

+ O1. Program aksi dunia

menurunkan jumlah stunting 4 0,07 0,28 0

Budaya, Sosial Politik, Ideologi,

Perekonomian

- T1. Penolakan imunisasi oleh

warga 3 0,07 0 0,21

- T2. Pernikahan dini 3 0,09 0 0,27

- T3. ODF 3 0,08 0 0,24

+ O2. Gotong royong 4 0,09 0,36 0

Sumber permodalan

+ O3. Peran Posyandu 4 0,12 0,48 0

+ O4. Swadaya Jamban 2 0,05 0,1 0

+ O5. Swadaya rutin PMT balita

penimbangan 3 0,07 0,21 0

+ O6. Peran kader 4 0,11 0,44 0

Peraturan Perundangan

- T4. Kecepatan adanya payung

hukum di bawah 4 0,14 0 0,56

+ O7. Minimal 10% APBD untuk kesehatan dan penggunaan dana

desa 4 0,08 0,32 0

+ O8. Komitmen nasional 4 0,11 0,44 0

+ T5. Komitmen daerah 4 0,09 0,36

+ O9. Jumlah dan kelengkapan

peraturan dan kebijakan program 3 0,08 0,24 0

Perkembangan Teknologi

- T6. Kurang optimal peman-faatan teknologi untuk tepat

sasaran (lokus dan fokus) 4 0,08 0,32

65

Eksternal Skor Peluang Ancaman Total

Peluang Ancaman

Peristiwa yg terjadi

- T7. Informasi status gizi untuk

tingkat desa 3 0,08 0 0,24

- T8. Peran orang tua terhadap

pertumbuhan gizi anak 4 0,12 0 0,48

Lingkungan

- T9. Akses air bersih dan sanitasi 4 0,08 0 0,32

+ O10. Akses layanan kesehatan

dan KB 4 0,08 0,32 0

+ O11. Jaminan Kesehatan

Nasional dan Jampersal 4 0,08 0,32 0

+ T10. Pendidikan gizi masyarakat 3 0,06 0,18

+ O12. Jaminan sosial bagi

keluarga miskin 4 0,06 0,24 0

- T11. Ketahanan pangan dan gizi 4 0,11 0,44

FAKTOR EKSTERNAL 1 1 3,19 3

0,19

Faktor internal dan ekternal yang telah di identifikasi kemudian diberikan bobot penilaian berdasarkan seberapa besar pengaruhnya terhadap usaha percepatan penurunan stunting. Bobot berkisar antar 2-4 point, kemudian diberikan penilaian maksimal 1, sehingga diperoleh angka yang menentukan posisi upaya/kegiatan percepatan penurunan stunting yang telah dilakukan. Hasil perhitungan cukup menarik karena menunujukkan bahwa upaya penurunan angka stunting belum maksimal. Posisi hasil penilaian menunjukkan upaya yang telah dilakukan berada pada posisi kuadran III (-0,42; 0,19). Dapat dikatakan jika diasumsikan upaya penurunan stunting dikatakan sebagai suatu organisasi, maka organisasi mengalami kelemahan dalam berbagai hal (internal). Keadaan tersebut mengindikasikan peluang yang menguntungkan sulit dicapai. Untuk itu strategi yang tepat digunakan adalah alternatif strategi 3 yakni

1. Konsolidasi, 2. Perbaikan,

3. Mengubah cara pandang serta

4. Menghilangkan penyebab masalah agar ancaman dapat dihindari.

66 Gambar 4.6.

Posisi Upaya Penurunan Stunting di Provinsi Jawa Tengah

4.9. STRATEGI PERCEPATAN PENURUNAN STUNTING

Berdasarkan analisis faktor internal dan ekternal, dan penilaiannya diperoleh angka yang menentukan posisi upaya penurunan stunting yang telah dilakukan.

Selanjutnya gap yang dipertemukan antara kelemahan dan kekuatan, ancaman dan peluang baik dari pertemuan faktor ekternal maupun internal, maka diperoleh alternatif strategi yang jelas. Seperti tertera pada Tabel 4.7.

Strategi yang dapat di kembangkan dari kekuatan faktor internal dan peluang faktor ekternal antara lain, memaksimalkan sumber daya (kader, sumber dana yang tersedia dan berkelanjutan, institusi yang terlibat) dan mempertahankan serta meningkatkan keberhasilan program yang telah dilakukan serta pengalaman meraih prestasi untuk menentukan sasaran intervensi tepat sasaran guna mendukung turunnya angka stunting di Jawa Tengah.

Institusi yang terlibat diharapkan dapat memanfaatkan dana secara efektif dan efisien guna memupuk sifat gotong royong warga, revitalisasi peran posyandu, semakin meningkatnya peran swadaya masyarakat dan kapasitas kader.

Berdasarkan kelemahan faktor internal dan ancaman dari faktor luar, maka diberikan alternatif strategi sebagai berikut: Institusi yang terlibat diharapkan dapat memanfaatkan dana secara efektif dan efisien guna meningkatkan kesadaran terhadap peran sumber daya manusia, menurunkan tingkat penolakan imunisasi,

67 mencegah terjadinya pernikahan dini, menghilangkan budaya BAB sembarangan, serta meningkatkan pengetahuan dan kepedulian orang tua tentang gizi anak melalui KIE yang dikemas secara menarik dan atraktif. Institusi yang terlibat dapat memanfaatkan dana secara maksimal untuk pengembangan teknologi guna pencegahan dan mempercepat penurunan angka stunting yang dapat diaplikasikan secara sederhana dan mudah oleh pelaku di lapangan.

Tabel 4.7.

Analisis SWOT Strategi Percepatan Stunting

Opportunities (O1-O12) Threats (T1-T11)

Eksternal

Internal

O1. Program aksi dunia menurunkan jumlah stunting O2. Gotong royong

O3. Peran Posyandu O4. Swadaya Jamban

O5. Swadaya rutin PMT balita penimbangan

O6. Peran kader

O7. Minimal 10% APBD untuk kesehatan dan penggunaan dana desa

O8. Komitmen nasional O9. Jumlah dan kelengkapan peraturan dan kebijakan program O10. Akses layanan kesehatan dan KB

O11. Jaminan Kesehatan Nasional dan Jampersal

O12. Jaminan sosial bagi keluarga miskin

T1. Penolakan imunisasi oleh warga

T2. Pernikahan dini T3. ODF

T4. Kecepatan adanya payung hukum di bawah

T5. Komitmen daerah

T6. Kurang optimal pemanfaatan teknologi untuk tepat sasaran (lokus dan fokus)

T7. Informasi status gizi untuk tingkat desa

T8. Peran orang tua terhadap pertumbuhan gizi anak

T9. Akses air bersih dan sanitasi T10. Pendidikan gizi masyarakat T11. Ketahanan pangan dan gizi

Strategi SO Strategi ST

Strengths ( S1-S11) sumber lain yang tidak mengikat

S5. Keberlanjutan anggaran

S6. Intitusi yang terlibat S7. Pemilihan program yang tepat

S8. Koordinasi dengan tingkat desa (OPD &

Lembaga lainnya) S9. Akses Data

1. Memaksimalkan sumber daya (kader, sumber dana yang tersedia dan berkelanjutan, institusi yang terlibat) dan mempertahankan serta meningkatkan keberhasilan program yang telah dilakukan serta pengalaman meraih prestasi untuk menentukan sasaran intervensi tepat sasaran (by name, by

address/penggunaan ID NIK) guna mendukung turunnya angka stunting di Indonesia.

(S1, S2, S3, S4, S5, S6, S8, O1)

1. Institusi yang terlibat diharapkan dapat

memanfaatkan dana secara efektif dan efisien guna meningkatkan kesadaran terhadap peran sumber daya pakan ternak, menurunkan dan kepedulian orang tua tentang gizi anak melalui KIE yang dikemas secara menarik dan atrakltif. (S2, S3, S4, S5, T1, T2, T3, T4, T6, T7, T8).

68

S10. Indikator tumbuh positif

S11. Prestasi program

2. Institusi yang terlibat diharapkan dapat

memanfaatkan dana secara efektif dan efisien guna memupuk sifat gotong royong warga, revitalisasi peran

2. Institusi yang terlibat dapat memanfaatkan dana secara maksimal untuk

pengembangan teknologi guna pencegahan dan mempercepat penurunan angka stunting yang dapat diaplikasikan secara sederhana dan mudah oleh pelaku di lapangan. (SS1, S2, S3, S5. S6, S7, T6)

Strategi WO Strategi WT

Weaknesses (W1-W15)

1. SDM yang terlibat harus memiliki arah dan tujuan yang lebih fokus (Specific,

Measurable, Achievable, Relevant, Timely) terhadap akar masalah, suspek dan ketepatan pemilihan program yang digunakan guna

membuktikan negara Indonesia berhasil dalam program aksi dunia menurunkan jumlah stunting. (W7, W8, O7) 2. Peran kader dan keberadaan

posyandu serta masih

tumbuhnya sifat sosial gotong royong dan swadaya harus dimaksimalkan dengan peningkatan kapasitas, sikap dapat dipercaya dan melayani, koordinasi yang rapi dari aparatur yang terlibat serta kejelasan tugas dan peran dari masing-masing pihak yang terlihat.

3. Memberikan kepercayaan lebih besar kepada pihak Desa terkait data dalam bekerjasama dalam menurunkan angka stunting warganya. (W1, W2, W3, W4, W6, W9, O3, O4, O5, O6)

4. Memperkecil timbulnya nomenklatur baru terhadap

1. Koordinasi antar lembaga guna mempercepat keluarnya payung hukum di daerah, menurunkan angka penolakan imunisasi, pernikahan dini dan BAB tidak sehat mendorong peningkatan peran serta

69

BAB V PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis di atas, maka hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa:

1. Implementasi kebijakan program percepatan penurunan gizi buruk dan stunting di Jawa Tengah mulai berjalan sesuai harapan. Kebijakan yang sudah ada mulai memiliki komitmen dilaksanakan oleh semua sektor terkait terutama di lini bawah (kecamatan, desa). Diharapkan ada kebijakan di lini bawah seperti muatan status gizi balita menjadi SPM di setiap sektor di tingkat desa, dituangkan pada perda atau perbup. Selain itu meskipun beberapa kebijakan telah dikeluarkan, akan tetapi implementasi di tingkat lapangan masih belum sesuai dengan arahan kebijakan dimaksud. Masih terdapat bias komitmen melalui kebijakan dan implementasi di lapangan oleh perangkat daerah dan pengampu kepentingan yang terkait.

2. Implementasi kebijakan dan program penanganan gizi buruk dan stunting di Jawa Tengah masih belum terintegrasi dengan baik. Sebagaimana diketahui bahwa stunting disebabkan oleh faktor multidimensi maka penanganannya perlu dilakukan oleh multisektor. Intervensi multisektor memiliki potensi untuk menurunkan angka prevalensi stunting, maka penanggulangan dan pencegahan stunting menunjukan perlunya program lintas sektor yang terintegrasi atas hasil komitmen dan kepemimpinan yang kuat. Kondisi ini belum terjadi di Jawa tengah, dimana masing-masing sektor melaksanakan kegiatannya sendiri sendiri, antar perangkat daerah belum ada kesepahaman sebagai contoh program jambanisasi, RTLH atau bantuan sanitasi lainnya belum diarahkan ke lokasi prioritas stunting. Selain itu dana desa alokasinya juga belum optimal diarahkan ke penanganan gizi buruk dan stunting.

70 3. Pola intervensi penanganan gizi buruk dan stunting yang ideal di Jawa Tengah adalah yang menerapkan sinergi dengan fokus sesuai komposisi faktor gizi buruk dan stunting. Kerangka intervensi stunting terdiri atas intervensi gizi spesifik yang memberikan kontribusi pada 30% penurunan stunting dan intervensi gizi sensitif yang memberikan kontribusi pada 70% penurunan stunting. Intervensi gizi spesifik ditujukan kepada anak dalam 1000 HPK, dilaksanakan oleh sektor kesehatan melalui intervensi program kesehatan mulai dari remaja putri, wanita usia subur, ibu hamil, bayi, dan ibu menyusui. Intervensi gizi sensitif melibatkan sektor-sektor di luar kesehatan. Selain itu bisa mensinergikan dengan Gernas PPG yang merupakan kebijakan terintegrasi dalam rangka perbaikan gizi dengan fokus pada kelompok 1000 HPK. Kebijakan ini merupakan peningkatan efektivitas dari berbagai inisiatif dan program/kegiatan yang sudah ada melalui dukungan dari kepemimpinan nasional, penetapan prioritas, harmonisasi dan integrasi program. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi dan dukungan teknis, advokasi, dan kemitraan lintas sektor untuk mempercepat sasaran perbaikan gizi masyarakat. Peta jalan implementasi Gernas PPG menjadi arah kegiatan teknis percepatan perbaikan gizi dengan stunting sebagai entry point, berisikan analisis situasi, isu strategis, dan rencana kerja sekretariat Gernas PPG. Program ini diharapkan mampu mengintegrasikan seluruh program baik gizi spesifik maupun sensitif yang dilakukan oleh berbagai sektor pemangku kebijakan.

5.2. REKOMENDASI

1. Komitmen politis harus kuat, ada payung hukum (Pergub, Perbup,dll) yang menaungi di tingkat propinsi dan kabupaten, terintegrasi.

2. Pergub Jateng No. 34 Tahun 2019 perlu lebih gencar disosialisasi kepada daerah bahkan sampai tingkat desa dan kelurahan karena dipastikan masyarakat yang menjadi sasaran berada di tingkat tersebut.

71 3. Peran daerah di era desentralisasi sangat menentukan keberhasilan program, maka keberadaan peta jalan gerakan nasional percepatan perbaikan gizi perlu ada di daerah sampai level desa/kel; diadvokasikan dan disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan.

4. Program penanganan gizi buruk dan anak stunting agar menjadi bagian dari SPM (standar pelayanan minimal) pemerintah daerah di semua sektor dan sampai pada level desa.

5. Ada pendampingan di tingkat desa (instansi yang diberi kewenangan monev) program-program terkait penurunan stunting.

72

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2017. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta.

Bappenas. 2018. Rencana Aksi Nasional Dalam Rangka Penurunan Stunting.

Rembuk Stunting: Jakarta.

Fuada, N, Sri Mujiati dan Tjetjep Hidayat. Karakteristik anak balita dengan status gizi akut dan kronis di perkotaan dan perdesaan, di Indonesia (RISKESDAS 2010). Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol. 10, No. 3 September 2011

International Food Policy Research Institute. (2016). From Promise to Impact.

J. Moleong, Lexy. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya;

Bandung. 167 hlm.

Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1995/Menkes/SK/XII/ 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi.

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2015. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Jakarta.

Tim Timnas Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2017. 100 Kabupaten Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting) Volume 1. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2017. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2016. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2018. Jakarta.

73 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Children’s Fund. 2017. Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di Indonesia. Jakarta: BAPPENAS dan UNICEF.

Kusumawati, Erna, Setiyowati Rahardjo. 2012. Pengaruh Pelayanan Kesehatan terhadap Gizi Buruk Anak Usia 6-24 Bulan. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 4.

Kementerian Kesehatan (2007, 2011, 2013). Riset Kesehatan Dasar. Kemenkes:

Jakarta.

Mitra. 2105. Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk MencegahTerjadinya Stunting (Suatu Penelitian Kepustakaan). Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 2, No. 6.

Mugianti, Sri, Arif Mulyadi, Agus Khoirul Anam, Zian Lukluin Najah. 2018.

Faktor penyebab anak Stunting usia 25-60 bulan di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 3, Desember 2018, hlm. 268-278

Nations Children’s Fund, World Health Organization, World Bank Group. 2018.

Levels and Trends in Child Malnutrition: Key Findings of The 2018 Edition of The Joint Child Malnutrition Estimates. WHO. 2014. WHO Global Nutrition Target: Stunting Policy Brief. Geneva. WHO. 2017.

Ni’mah, Khoirun, Siti Rahayu Nadhiroh. 2015. Faktor yang Berhuungan dengan Kejadian Stunting pada Balita. Media Gizi Indonesia, Vol. 10, No. 1 Januari-Juni 2015: hlm. 13-19

Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 34 Tahun 2019 Percepatan Pencegahan Stunting di Provinsi Jawa Tengah

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018-2023

Salimar, Djoko Kartono, Noviati Fuada, Budi Setyawati. 2013. Stunting Anak Usia Sekolah Di Indonesia menurut Karakteristik Keluarga. Penelitian Gizi dan Makanan, Desember 2013 Vol. 36 (2): 121-126

Sihadi, Sri Poedji Hastoety, Peran Kontekstual Terhadap Kejadian Balita Pendek Di Indonesia (the Contextual Role of Occurrence Stunted on Children Under Five in Indonesia). Penelitian Gizi dan Makanan, Desember 2013 Vol. 36 (2): 121-126

Setiawan, Eko, Rizanda Machmud, Masrul. 2018. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di

74 Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(2)

Sholikah, Anik, Eunike Raffy Rustiana, Ari Yuniastuti. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Pedesaan dan Perkotaan.

Public Health Perspective Journal 2 (1) (2017) 9-18

Stunted Growth and Development. Geneva. WHO. Child Malnutrition.

http://www.who.int/gho/child-malnutrition/en/ WHO. Child Stunting Data Visualizations Dashboard. http://apps.who.int/gho/data/node.sdg WHO. 2013. Global nutrition policy review: What does it take to scale up

nutrition action. Geneva, Switzerland: WHO Press

Yuli Astuti. Pusat Penelitian Kependudukan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).Hari Gizi dengan topik “Penurunan Prevelensi Stunting dan Diabetes melalui Nutrisi dari Pangan Lokal” di Jakarta pada Kamis (28/2/2018) http://technology-indonesia.com/kesehatan/gizi/intervensi-gizi-sensitif-berkontribusi-70-dalam-pencegahan-stunting/