• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Percepatan Penurunan Stunting

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.9. Strategi Percepatan Penurunan Stunting

Berdasarkan analisis faktor internal dan ekternal, dan penilaiannya diperoleh angka yang menentukan posisi upaya penurunan stunting yang telah dilakukan.

Selanjutnya gap yang dipertemukan antara kelemahan dan kekuatan, ancaman dan peluang baik dari pertemuan faktor ekternal maupun internal, maka diperoleh alternatif strategi yang jelas. Seperti tertera pada Tabel 4.7.

Strategi yang dapat di kembangkan dari kekuatan faktor internal dan peluang faktor ekternal antara lain, memaksimalkan sumber daya (kader, sumber dana yang tersedia dan berkelanjutan, institusi yang terlibat) dan mempertahankan serta meningkatkan keberhasilan program yang telah dilakukan serta pengalaman meraih prestasi untuk menentukan sasaran intervensi tepat sasaran guna mendukung turunnya angka stunting di Jawa Tengah.

Institusi yang terlibat diharapkan dapat memanfaatkan dana secara efektif dan efisien guna memupuk sifat gotong royong warga, revitalisasi peran posyandu, semakin meningkatnya peran swadaya masyarakat dan kapasitas kader.

Berdasarkan kelemahan faktor internal dan ancaman dari faktor luar, maka diberikan alternatif strategi sebagai berikut: Institusi yang terlibat diharapkan dapat memanfaatkan dana secara efektif dan efisien guna meningkatkan kesadaran terhadap peran sumber daya manusia, menurunkan tingkat penolakan imunisasi,

67 mencegah terjadinya pernikahan dini, menghilangkan budaya BAB sembarangan, serta meningkatkan pengetahuan dan kepedulian orang tua tentang gizi anak melalui KIE yang dikemas secara menarik dan atraktif. Institusi yang terlibat dapat memanfaatkan dana secara maksimal untuk pengembangan teknologi guna pencegahan dan mempercepat penurunan angka stunting yang dapat diaplikasikan secara sederhana dan mudah oleh pelaku di lapangan.

Tabel 4.7.

Analisis SWOT Strategi Percepatan Stunting

Opportunities (O1-O12) Threats (T1-T11)

Eksternal

Internal

O1. Program aksi dunia menurunkan jumlah stunting O2. Gotong royong

O3. Peran Posyandu O4. Swadaya Jamban

O5. Swadaya rutin PMT balita penimbangan

O6. Peran kader

O7. Minimal 10% APBD untuk kesehatan dan penggunaan dana desa

O8. Komitmen nasional O9. Jumlah dan kelengkapan peraturan dan kebijakan program O10. Akses layanan kesehatan dan KB

O11. Jaminan Kesehatan Nasional dan Jampersal

O12. Jaminan sosial bagi keluarga miskin

T1. Penolakan imunisasi oleh warga

T2. Pernikahan dini T3. ODF

T4. Kecepatan adanya payung hukum di bawah

T5. Komitmen daerah

T6. Kurang optimal pemanfaatan teknologi untuk tepat sasaran (lokus dan fokus)

T7. Informasi status gizi untuk tingkat desa

T8. Peran orang tua terhadap pertumbuhan gizi anak

T9. Akses air bersih dan sanitasi T10. Pendidikan gizi masyarakat T11. Ketahanan pangan dan gizi

Strategi SO Strategi ST

Strengths ( S1-S11) sumber lain yang tidak mengikat

S5. Keberlanjutan anggaran

S6. Intitusi yang terlibat S7. Pemilihan program yang tepat

S8. Koordinasi dengan tingkat desa (OPD &

Lembaga lainnya) S9. Akses Data

1. Memaksimalkan sumber daya (kader, sumber dana yang tersedia dan berkelanjutan, institusi yang terlibat) dan mempertahankan serta meningkatkan keberhasilan program yang telah dilakukan serta pengalaman meraih prestasi untuk menentukan sasaran intervensi tepat sasaran (by name, by

address/penggunaan ID NIK) guna mendukung turunnya angka stunting di Indonesia.

(S1, S2, S3, S4, S5, S6, S8, O1)

1. Institusi yang terlibat diharapkan dapat

memanfaatkan dana secara efektif dan efisien guna meningkatkan kesadaran terhadap peran sumber daya pakan ternak, menurunkan dan kepedulian orang tua tentang gizi anak melalui KIE yang dikemas secara menarik dan atrakltif. (S2, S3, S4, S5, T1, T2, T3, T4, T6, T7, T8).

68

S10. Indikator tumbuh positif

S11. Prestasi program

2. Institusi yang terlibat diharapkan dapat

memanfaatkan dana secara efektif dan efisien guna memupuk sifat gotong royong warga, revitalisasi peran

2. Institusi yang terlibat dapat memanfaatkan dana secara maksimal untuk

pengembangan teknologi guna pencegahan dan mempercepat penurunan angka stunting yang dapat diaplikasikan secara sederhana dan mudah oleh pelaku di lapangan. (SS1, S2, S3, S5. S6, S7, T6)

Strategi WO Strategi WT

Weaknesses (W1-W15)

1. SDM yang terlibat harus memiliki arah dan tujuan yang lebih fokus (Specific,

Measurable, Achievable, Relevant, Timely) terhadap akar masalah, suspek dan ketepatan pemilihan program yang digunakan guna

membuktikan negara Indonesia berhasil dalam program aksi dunia menurunkan jumlah stunting. (W7, W8, O7) 2. Peran kader dan keberadaan

posyandu serta masih

tumbuhnya sifat sosial gotong royong dan swadaya harus dimaksimalkan dengan peningkatan kapasitas, sikap dapat dipercaya dan melayani, koordinasi yang rapi dari aparatur yang terlibat serta kejelasan tugas dan peran dari masing-masing pihak yang terlihat.

3. Memberikan kepercayaan lebih besar kepada pihak Desa terkait data dalam bekerjasama dalam menurunkan angka stunting warganya. (W1, W2, W3, W4, W6, W9, O3, O4, O5, O6)

4. Memperkecil timbulnya nomenklatur baru terhadap

1. Koordinasi antar lembaga guna mempercepat keluarnya payung hukum di daerah, menurunkan angka penolakan imunisasi, pernikahan dini dan BAB tidak sehat mendorong peningkatan peran serta

69

BAB V PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis di atas, maka hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa:

1. Implementasi kebijakan program percepatan penurunan gizi buruk dan stunting di Jawa Tengah mulai berjalan sesuai harapan. Kebijakan yang sudah ada mulai memiliki komitmen dilaksanakan oleh semua sektor terkait terutama di lini bawah (kecamatan, desa). Diharapkan ada kebijakan di lini bawah seperti muatan status gizi balita menjadi SPM di setiap sektor di tingkat desa, dituangkan pada perda atau perbup. Selain itu meskipun beberapa kebijakan telah dikeluarkan, akan tetapi implementasi di tingkat lapangan masih belum sesuai dengan arahan kebijakan dimaksud. Masih terdapat bias komitmen melalui kebijakan dan implementasi di lapangan oleh perangkat daerah dan pengampu kepentingan yang terkait.

2. Implementasi kebijakan dan program penanganan gizi buruk dan stunting di Jawa Tengah masih belum terintegrasi dengan baik. Sebagaimana diketahui bahwa stunting disebabkan oleh faktor multidimensi maka penanganannya perlu dilakukan oleh multisektor. Intervensi multisektor memiliki potensi untuk menurunkan angka prevalensi stunting, maka penanggulangan dan pencegahan stunting menunjukan perlunya program lintas sektor yang terintegrasi atas hasil komitmen dan kepemimpinan yang kuat. Kondisi ini belum terjadi di Jawa tengah, dimana masing-masing sektor melaksanakan kegiatannya sendiri sendiri, antar perangkat daerah belum ada kesepahaman sebagai contoh program jambanisasi, RTLH atau bantuan sanitasi lainnya belum diarahkan ke lokasi prioritas stunting. Selain itu dana desa alokasinya juga belum optimal diarahkan ke penanganan gizi buruk dan stunting.

70 3. Pola intervensi penanganan gizi buruk dan stunting yang ideal di Jawa Tengah adalah yang menerapkan sinergi dengan fokus sesuai komposisi faktor gizi buruk dan stunting. Kerangka intervensi stunting terdiri atas intervensi gizi spesifik yang memberikan kontribusi pada 30% penurunan stunting dan intervensi gizi sensitif yang memberikan kontribusi pada 70% penurunan stunting. Intervensi gizi spesifik ditujukan kepada anak dalam 1000 HPK, dilaksanakan oleh sektor kesehatan melalui intervensi program kesehatan mulai dari remaja putri, wanita usia subur, ibu hamil, bayi, dan ibu menyusui. Intervensi gizi sensitif melibatkan sektor-sektor di luar kesehatan. Selain itu bisa mensinergikan dengan Gernas PPG yang merupakan kebijakan terintegrasi dalam rangka perbaikan gizi dengan fokus pada kelompok 1000 HPK. Kebijakan ini merupakan peningkatan efektivitas dari berbagai inisiatif dan program/kegiatan yang sudah ada melalui dukungan dari kepemimpinan nasional, penetapan prioritas, harmonisasi dan integrasi program. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi dan dukungan teknis, advokasi, dan kemitraan lintas sektor untuk mempercepat sasaran perbaikan gizi masyarakat. Peta jalan implementasi Gernas PPG menjadi arah kegiatan teknis percepatan perbaikan gizi dengan stunting sebagai entry point, berisikan analisis situasi, isu strategis, dan rencana kerja sekretariat Gernas PPG. Program ini diharapkan mampu mengintegrasikan seluruh program baik gizi spesifik maupun sensitif yang dilakukan oleh berbagai sektor pemangku kebijakan.

5.2. REKOMENDASI

1. Komitmen politis harus kuat, ada payung hukum (Pergub, Perbup,dll) yang menaungi di tingkat propinsi dan kabupaten, terintegrasi.

2. Pergub Jateng No. 34 Tahun 2019 perlu lebih gencar disosialisasi kepada daerah bahkan sampai tingkat desa dan kelurahan karena dipastikan masyarakat yang menjadi sasaran berada di tingkat tersebut.

71 3. Peran daerah di era desentralisasi sangat menentukan keberhasilan program, maka keberadaan peta jalan gerakan nasional percepatan perbaikan gizi perlu ada di daerah sampai level desa/kel; diadvokasikan dan disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan.

4. Program penanganan gizi buruk dan anak stunting agar menjadi bagian dari SPM (standar pelayanan minimal) pemerintah daerah di semua sektor dan sampai pada level desa.

5. Ada pendampingan di tingkat desa (instansi yang diberi kewenangan monev) program-program terkait penurunan stunting.

72

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Kesejahteraan Rakyat Tahun 2017. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta.

Bappenas. 2018. Rencana Aksi Nasional Dalam Rangka Penurunan Stunting.

Rembuk Stunting: Jakarta.

Fuada, N, Sri Mujiati dan Tjetjep Hidayat. Karakteristik anak balita dengan status gizi akut dan kronis di perkotaan dan perdesaan, di Indonesia (RISKESDAS 2010). Jurnal Ekologi Kesehatan, Vol. 10, No. 3 September 2011

International Food Policy Research Institute. (2016). From Promise to Impact.

J. Moleong, Lexy. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya;

Bandung. 167 hlm.

Kementerian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1995/Menkes/SK/XII/ 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi.

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2015. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga. Jakarta.

Tim Timnas Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2017. 100 Kabupaten Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting) Volume 1. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2017. Buku Saku Pemantauan Status Gizi Tahun 2016. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI. 2018. Jakarta.

73 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan United Nations Children’s Fund. 2017. Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di Indonesia. Jakarta: BAPPENAS dan UNICEF.

Kusumawati, Erna, Setiyowati Rahardjo. 2012. Pengaruh Pelayanan Kesehatan terhadap Gizi Buruk Anak Usia 6-24 Bulan. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 6, No. 4.

Kementerian Kesehatan (2007, 2011, 2013). Riset Kesehatan Dasar. Kemenkes:

Jakarta.

Mitra. 2105. Permasalahan Anak Pendek (Stunting) dan Intervensi untuk MencegahTerjadinya Stunting (Suatu Penelitian Kepustakaan). Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 2, No. 6.

Mugianti, Sri, Arif Mulyadi, Agus Khoirul Anam, Zian Lukluin Najah. 2018.

Faktor penyebab anak Stunting usia 25-60 bulan di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 3, Desember 2018, hlm. 268-278

Nations Children’s Fund, World Health Organization, World Bank Group. 2018.

Levels and Trends in Child Malnutrition: Key Findings of The 2018 Edition of The Joint Child Malnutrition Estimates. WHO. 2014. WHO Global Nutrition Target: Stunting Policy Brief. Geneva. WHO. 2017.

Ni’mah, Khoirun, Siti Rahayu Nadhiroh. 2015. Faktor yang Berhuungan dengan Kejadian Stunting pada Balita. Media Gizi Indonesia, Vol. 10, No. 1 Januari-Juni 2015: hlm. 13-19

Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 34 Tahun 2019 Percepatan Pencegahan Stunting di Provinsi Jawa Tengah

Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018-2023

Salimar, Djoko Kartono, Noviati Fuada, Budi Setyawati. 2013. Stunting Anak Usia Sekolah Di Indonesia menurut Karakteristik Keluarga. Penelitian Gizi dan Makanan, Desember 2013 Vol. 36 (2): 121-126

Sihadi, Sri Poedji Hastoety, Peran Kontekstual Terhadap Kejadian Balita Pendek Di Indonesia (the Contextual Role of Occurrence Stunted on Children Under Five in Indonesia). Penelitian Gizi dan Makanan, Desember 2013 Vol. 36 (2): 121-126

Setiawan, Eko, Rizanda Machmud, Masrul. 2018. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di

74 Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang Tahun 2018. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(2)

Sholikah, Anik, Eunike Raffy Rustiana, Ari Yuniastuti. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita di Pedesaan dan Perkotaan.

Public Health Perspective Journal 2 (1) (2017) 9-18

Stunted Growth and Development. Geneva. WHO. Child Malnutrition.

http://www.who.int/gho/child-malnutrition/en/ WHO. Child Stunting Data Visualizations Dashboard. http://apps.who.int/gho/data/node.sdg WHO. 2013. Global nutrition policy review: What does it take to scale up

nutrition action. Geneva, Switzerland: WHO Press

Yuli Astuti. Pusat Penelitian Kependudukan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).Hari Gizi dengan topik “Penurunan Prevelensi Stunting dan Diabetes melalui Nutrisi dari Pangan Lokal” di Jakarta pada Kamis (28/2/2018) http://technology-indonesia.com/kesehatan/gizi/intervensi-gizi-sensitif-berkontribusi-70-dalam-pencegahan-stunting/