• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi di Kabupaten Cilacap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5. Implementasi di level desa dan gambaran masalahnya

4.5.2. Implementasi di Kabupaten Cilacap

Data Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap menunjukkan prevalensi balita gizi buruk Kabupaten Cilacap tahun 2017 sebesar 0,035% (48 kasus) dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 0,039% (51 kasus). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 37,2 dan Kabupaten Cilacap 36,1% tahun 2016 serta 32,1% tahun 2017 (Rikesdas 2018).

Data lain hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) prevalensi stunting Kabupaten Cilacap Tahun 2016, mencapai 27,5% dan Tahun 2017 sebesar 22,8%, cukup tinggi yaitu > 20% standar WHO.

Kasus gizi buruk di Kabupaten Cilacap adanya penyebab langsung yaitu faktor infeksi dan penyakit kelainan bawaan, seperti hidrocephalus, kelainan jantung, kelainan tumbuh kembang, Cerebral Palsi/Kelainan otak dan lain sebagainya, kasus yang demikian biasanya mempunyai risiko kematian yang cukup besar. Sedangkan penyebab tidak langsung antara lain lingkungan yang kurang, kesadaran perilaku terhadap pola konsumsi gizi & PHBS serta keluarga miskin.

Stunting juga menjadi masalah di Kabupaten Cilacap. Faktor dominan stunting adalah masalah gizi buruk, sanitasi, ASI eksklusif masih rendah. Ibu-ibu muda banyak mengalami problem menyusui, tidak keluar. Penyebab lain yang tidak kalah penting adalah kekurangan zat gizi kronik pada masa kehamilan, pola asuh orang tua (contoh Masih banyak bayi dibawah 6 bulan dikasih pisang) dan lingkungan yang kurang sehat. Faktor lain karena masalah perilaku dimana tingkat pendidikan rendah, pengetahuan kurang, meskipun di posyandu sudah ada penyuluhan, pendampingan BOK Puskesmas. Rata-rata stunting karena kurang gizi disebabkan karena kemiskinan sehingga pada saat hamil kurang gizi, makanan kurang gizi, faktor infeksi, penyakit penyerta. Selain itu, faktor yang sangat berpengaruh adalah lingkungan yang buruk, terutama sanitasi dimana ODF

41 baru 28%, dari 269 dan 15 kelurahan. Faktor lain faktor karena kebiasaan, budaya, dll, terutama di wilayah barat, faktor pernikahan dini tinggi, banyak kasus perceraian.

Menurut Dwi Hartati (Bappeda Kabupaten Cilacap) bahwa berbagai upaya telah dilakukan sampai tingkat desa. Telah dilakukan pemantauan dan pendampingan di 10 desa berupa monitoring GAKI, bantuan 1.000 jamban- sanitasi. Kegiatan GAKI berupa monitoring ke toko dan warung di lokus stunting.

Pendampingan dilakukan melalui tes kuantitatif dan kualitatif, sosialisasi cara memasak, menyimpan, dampak-dampak kelebihan dan kekurangan iodium.

Intervensi.

Selain itu sudah ada bantuan 1.000 jamban, penanganan gizi buruk, pemeriksaan kasus dengan DSA. Untuk ibu hamil KEK (kurang gizi kronik) ditambah program PMT, juga untuk balita gizi buruk dan kurus ditambah PMT.

Kendala saat ini pengadaan PMT baru bisa dilakukan pemerintah kabupaten, karena penyediaan PMT lokal mengalami kesulitan karena kasusnya jauh untuk memesan dan susah untuk dibelikan makanan pabrikan. Di tingkat Posyandu kegiatan PMT hanya berupa penyuluhan saja. PMT untuk pemulihan untuk kasus tertentu minimal 90 hari melalui bidan desa - kader - sasaran. Selain itu ada program pemberian zat besi untuk anak sekolah SMP-SMA untuk mencegah anemia.

Peran Puskesmas juga sudah dioptimalkan untuk penyuluhan. Puskesmas melaukan pelacakan/surveilence, tetapi data belum lengkap sehingga belum bisa menganalisis faktor utamanya. Pendampingan terhadap Berat bayi lahir rendah, dll. Terhadap ditemukannya kasus kekurangan energi kronis (KEK) maka dilakukan pendampingan, konsultasi ahli gizi di setiap puskesmas. Selain itu dilakukan juga pengawasan kehamilan berisiko; ibu hamil resiko tinggi, dilakukan pendampingan oleh bidan sampai melahirkan, kunjungan neonatal 0-28 hari, sampai masa nifas.

Posyandu juga diberi fasilitasi untuk meningkatkan perannya. Dinas Kesehatan memberikan pelatihan keterampilan kader, karena masih banyak kader yang salah cara mengukur dan menimbang. Ada 2000 lebih posyandu, pelatihan

42 kader hanya perwakilan. Selain itu diberikan pelatihan motivator ASI, pelatihan pemberian makan bayi dan anak. Peralatan di Posyandu juga dipenuhi antara lain antropometri KIT berisi: pengukur berat badan, pengukur lingkar kepala, lingkar lengan atas, timbangan.

Pemerintah daerah sudah memberikan bantuan makanan pendamping ASI untuk masyarakat miskin. Problem pemberian MPASI berbahan lokal, tidak ada yang masak, lokasi penerima bantuan jauh-jauh sehingga sulit mengantar ke lokasi, maka dipakai bahan pabrikan.

Problemnya adalah perilaku masyarakat. Masyaakat malas membawa anak ke Posyandu, karena umur 2 tahun ke PAUD, sehingga anak sekolah, tidak ke Posyandu dan tidak terkontrol perkembangannya. Seharusnya anak dibawa ke posyandu umur 0-5 tahun.

Hal-hal yang sedang dilakukan pemerintah daerah kedepan adalah mulai penataan kebijakan sampai program dan implementasi di lapangan. Saat ini sedang menyusun RAD stunting. Pemerintah Kabupaten Cilacap juga sedang mengupayakan integrasi dengan PAUD, tetapi guru PAUD belum bisa membaca hasil pengukuran, apakah ada resikonya, dan tidak ada tindaklanjutnya.

Mengembangkan Posyandu terintegarsi dengan PAUD, pada saat penimbangan anka PAUD dibawa ke Posyandu tetapi masih banyak petugas yg tidak paham interpretasi hasil, dan tidak ada tindak lanjut. Pada saat pelatihan guru PAUD ada materi tentang tumbuh kembang anak, tetapi belum diimplementasikan di lapangan. Pola intervensi terhadap kasus yaitu swadaya dari orang tua, dan masyarakat melalui iuran sukarela pemberian PMT.

Dalam hal pendanaan, dda dana PMTAS dari Kemendiknas yang dialokasikan untuk lokus stunting. Stakeholder terkait seperti Bappeda, Permasdes, Kesehatan, Pendidikan terus berkoordinasi. CSR dari Pertamina dan Holcim langsung ke puskesmas di sekitar wilayah mereka untuk sarpras fisik, Bank Sayur untuk penanganan gizi buruk dan stunting. CSR ARAMCO untuk anak sekolah dan kesehatan lingkungan; tanam sayur di sekolah, cuci tangan, kantin sehat. Akan tetapi di desa-desa, pemerintah desa belum mengalokasikan

43 PMT. Oleh sebab itu, sudah dimulai peran stakeholder, KPM dari permasdes, sudah diarahkan untuk mendukung.

Di tingkat lapangan, menurut Slamet Kades Karangasem Sampang, masalah dalam penanganan stunting dan gizi buruk adalah kurangnya keterlibatan bapak-bapak, sehingga bapak-bapak diundang dalam penyuluhan. Dalam penangannan stunting dan gizi buruk juga perlu peningkatan ekonomi keluarga, karena masalah tersebut terkait dengan kurangnya kemampuan ekonomi, seperti penyediaan jamban dan air bersih. Perlu diutamakan bantuan peningkatan kemampuan ekonomi. Namun menurut Bu Endah Dinkes Kabupaten Cilacap bahwa bapak-bapak sudah diundang tetapi mereka tidak datang dalam penyuluhan ibu hamil.

Menurut Ari Puskesmas Karangtengah, program penanganan anemia pada remaja putri dengan pemberian pil tambah darah banyak yang belum berjalan karena minimnya peran guru untuk memfasilitasinya, guru belum siap mendukung program tersebut. Sesuai dengan pendapat Adiran Kades Bojonglor, bahwa program intervensi belum sesuai dengan sasaran yang tepat. Penganggaran pemda belum tepat sasaran dan belum memadai, maka jika perlu diberikan anggaran khusus untuk stunting.

Menurut Heni dari Desa Karangmangu Kroya, bahwa diperlukan fokus program OPD ke lokus stunting. Dana Desa sebagian sudah diarahkan ke stunting namun belum diikuti oleh program dan anggaran dari OPD. Perlunya sinergi antara OPD dan desa dengan OPD agar program terfokus. Program bantuan seperti PKH juga sasarannya kurang tepat. Desa tidak mengetahui data-data penerima PKH dan ketika mengusulkan perubahan juga tidak ada perubahan, di sisi lain menjadi sasaran protes warga.

Beberapa langkah usulan kedepan disampaikan oleh para informan, antara lain terkait dengan gizi sepsifik dan sensitif, kebijakan dan anggaran serta koordinasi. Menurut Sri wahyuni Dinkes Cilacap, Purula dari BPPT bisa menjadi salahsatu alternatif penambahan nutrisi bagi remaja putri dan ibu hamil. Usulan dari Puskesmas Kroya I bahwa perlu kebijakan pemerataan SDM kesehatan, terutama dokter spesialis kandungan dan spesialis anak harus ada di setiap puskesmas. Perlu ada kebijakan penyediaan tenaga dokter spesialis anak dan

44 spesialis kandungan melalui APBD. Menurut Endah Dinkes Kabuapten Cilacap untuk mengoptimalkan tenaga kesehatan di bawah yaitu bidan sebaiknya jangan dibebani pekerjaan lain di luar kewenangannya. Saat ini bidan banyak mengerjakan pekerjaan administrasi di luar tugasnya sehingga menghambat pelaksanaan tugas utama. Sebaiknya bidan dikembalikan pada tugas utamanya saja, yaitu kebidanan mengurus ibu hamil dan anak. Catatan Purwati DPRD Kab Cilacap kedepan akan ditetapkan perda stunting. Terkait dengan penganggaran dalam perencanaan penganggaran perlu dimasukkan anggaran khusus stunting, DPRD akan menyetujui. Untuk pelibatan bapak-bapak sebaiknya di hari jumat, selesai jumatan.