• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Kerangka Konsep

Gambar 2.2.

Kerangka konsep Kebijakan

20

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. JENIS DAN PENDEKATAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Menurut Suharsini Arikunto (2002:30), penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui keadaan sesuatu mengenai apa dan bagaimana, berapa banyak, sejauh mana dan sebagainya.

Penelitian ini bersifat deskriptif karena bermaksud membuat pemeriaan (penyandaraan) secara sistimatis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu (Usman Husaini, 2009).

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah mixed method, yaitu kombinasi penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif. Menurut Bungin (2008:6) penelitian kualitatif melampaui berbagai tahapan berpikir kritis ilmiah yaitu seorang peneliti memulai berpikir induktif, menangkap berbagai fakta dan fenomena-fenomena sosial melalui pengamatan lapangan, kemudian menganalisis dan melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah (lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti merupakan instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Afifuddin, dkk, 2009). Menurut Sugiyono (2009: 7-9), metode penelitian kualitatif adalah penelitian dimana data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif, sedangkan penelitian kuantitaif adalah penelitian yang data dan analisisnya bersifat kuantitatif.

Tipe penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus yang digali adalah entitas tunggal atau fenomena (kasus) dari suatu masa tertentu dan aktivitas (bisa berupa program) kejadian, proses, institusi atau kelompok sosial), serta mengumpulkan detail informasi dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data selama kasus itu terjadi. Dalam penelitian studi kasus terdapat dua pendapat yang dapat dipergunakan untuk memahami kasus sebagai masalah yang penting untuk diteliti. Pertama, kasus sebagai kejadian tunggal yang berpisah atau berbeda

21 secara diskriminatif dengan tingkah laku dan tradisi pada umumnya, sehingga kasus tersebut dipandang sebagai penyimpangan atau deviasi sosial. Kedua, kasus yang merupakan tradisi normatif yang bukan sekedar gejala melainkan sebagai trade mark dari keadaan masyarakat tertentu yang dikategorikan sebagai kebu dayaan (Afifuddin, dkk, 2009).

3.2. RUANG LINGKUP 3.2.1. Fokus

Fokus penelitian ini ialah mengkaji secara substansial faktor gizi buruk dan stunting meliputi kondisi ekonomi, pola asuh, asupan gizi, bentuk intervensi, layanan kesehatan, komitmen pemerintah, akses kesehatan, peran puskesmas, logistik, tenaga kesehatan, program kesehatan, dan keterlibatan lintas sektor dalam penanggulangan gizi buruk dan stunting. Faktor tersebut terbagi ke dalam 2 (dua) ranah yaitu gizi spesifik dan gizi sensitif. Selanjutnya penelitian ini fokus pada kebijakan dan program intervensi meliputi kedua jenis tersebut, yaitu:

1. Intervensi Gizi Spesifik

a. Pemberian Makanan Tambahan untuk mengatasi Kekurangan Eenegri Kronis pada ibu hamil

b. Tablet Tambah Darah untuk anemia ibu hamil c. Konsumsi Garam Beriodium

d. ASI Ekslusif (6 bulan)

e. Pemberian ASI sampai usia 2 tahun didampingi dengan Makanan Pendamping ASI adekuat

f. Imunisasi

g. Suplementasi Zink.

h. Fortifikasi zat besi ke dalam makanan.

i. Obat Cacing j. Vitamin A

k. Tata Laksana Gizi Buruk l. Penanggulangan Malaria

m. Pencegahan dan Pengobatan diare

22 n. Cuci tangan dengan benar

2. Intervensi Gizi Sensitif a. Air Bersih dan Sanitasi.

b. Fortifikasi-Ketahanan Pangan.

c. Akses kepada Layanan Kesehatan dan KB d. JKN, Jampersal, Jamsos lain

e. Pendidikan Pola Asuh Ortu.

f. PAUD HI- SDIDTK

g. Pendidikan Gizi Masyarakat.

h. Edukasi Kesehatan Seksual dan i. Reproduksi, serta Gizi pada Remaja.

j. Program Padat Karya Tunai

3.2.2. Lokus

Spasial yaitu Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Brebes, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Tegal yang termasuk lima kabupaten dengan gizi buruk dan stunting tinggi. Sebagai pembanding wilayah dengan gizi dan stunting rendah yaitu Kota Surakarta tidak tercatat adanya kasus gizi buruk dan stunting pada tahun 2018.

3.3. POPULASI DAN INFORMAN KUNCI (RESPONDEN) PENELITIAN 1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh tenaga kesehatan tingkat Kabupaten, Puskesmas, Posyandu, Kader dan Penerima program di lokasi penelitian.

2. Responden Penelitian

Responden penelitian ini ditentukan secara purposive yaitu berasal dari tenaga Petugas Kesehatan (dinas Kesehatan) Kabupaten/Kota, Petugas Puskesmas, Petugas posyandu, Kader desa, Bidan Desa, pejabat BAPPEDA, Kabupaten Brebes, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Tegal, dan Kota Surakarta.

23 3.4. JENIS DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA

1. Jenis Data

a. Data Primer, diperoleh melalui wawancara mendalam dengan informan terpilih, yaitu: Petugas Dinas Kesehatan, Petugas BAPPEDA, Petugas Puskesmas, Kader Kesehatan dan bidan.

b. Data Sekunder, diperoleh dari buku-buku, laporan, dokumen-dokumen, jurnal, koran, majalah, dan internet.

2. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian kualitatif dikumpulkan secara langsung dari alam nyata, seperti apa adanya, di mana masyarakat berperilaku setiap harinya.

Untuk itu sedapat mungkin peneliti berusaha membuat dirinya bersatu dengan obyek penelitiannya. Dengan kata lain berusaha untuk melakukan penghayatan terhadap masyarakat yang diteliti yaitu masyarakat di lokasi penelitian. Sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif maka teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara ini mempunyai sifat open ended atau berujung terbuka, yaitu jawabannya tidak terbatas hanya pada satu tanggapan, sehingga peneliti dapat bertanya kepada responden utama tidak hanya tentang hakekat suatu peristiwa, tetapi juga pendapatnya tentang peristiwa itu. Juga kadang-kadang peneliti meminta kepada responden supaya mengemukakan pengertiannya sendiri tentang suatu peristiwa, yang kemudian dapat dipakai sebagai batu loncatan untuk mendapatkan keterangan lebih lanjut. Dalam pelaksanaan penelitian ternyata apabila banyak responden yang mematuhi keinginan peneliti maka responden itu telah berperan sebagai informan. Disamping wawancara dilakukan FGD untuk menjaring informasi para pengambil kebijakan terkait gizi buruk dan stunting di wilayah tersebut. Dengan dmeikian, teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dapat disederhanakan menjadi:

a. Wawancara. Wawancara dilakukan secara mendalam dengan informan yang meliputi: Petugas Kesehatan dari Kabupaten Brebes,

24 Kabupaten Cilacap, Kabupaten Tegal, dan Kota Surakarta sebagai salah satu wilayah yang memiliki prevalensi stunting rendah.

b. FGD dengan para pengambil kebijakan melibatkan Bappeda, Dinas Kesehatan, angota DPRD, Kecamatan, dan Puskesmas, Bidan, Polindes, dan Kader Desa.

c. Dokumentasi; dilakukan dengan cara mengumpulkan data tertulis, terutama yang berupa arsip-arsip, dukomen resmi, buku-buku, maupun data statistik yang berhubungan dengan penelitian.

3.5. TEKNIK PEMERIKSAAN KEABSAHAN DATA

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan Triangulasi. Triangulasi, adalah upaya memeriksa validitas data dengan memanfaatkan hal lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding.

Triangulasi dapat dilakukan atas dasar sumber data, teknik pengambilan data, waktu, dan teori. Dalam penelitian ini trianggulasi akan dilakukan atas dasar sumber data yaitu dengan memeriksa kembali data yang telah diperoleh pada kesempatan lain, membandingkan data hasil observasi dengan data hasil wawancara, dan membandingkan data hasil wawancara dengan dokumen yang terkait, serta membandingkan data dari narasumber tertentu dengan nara sumber lain (Moleong, 2000: 178).

3.6. ANALISIS DATA

Analisis data ialah kegiatan mengategorikan data untuk mendapatkan pola hubungan, tema, menaksirkan apa yang bermakna, serta menyampaikan atau melaporkannya kepada orang lain yang berminat. Ada beberapa cara untuk menganalisis data dengan model penelitian kualitatif versi Miles dan Huberman, analisis data terdiri dari tiga alur kegiatan yang secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan atau verifikasi:

1. Reduksi data, reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Reduksi dilakukan

25 sejak pengumpulan data, dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, menulis memo, dan lain sebagainya, dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengategorisasikan data sedemikian rupa sehingga akhirnya data yang terkumpul dapat diverifikasi.

2. Display data (penyajian data), adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajian juga dapat berbentuk matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk yang padu dan mudah dipahami oleh para pengambil kebijakan untuk membuat perencanaan, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait dengan layanan kesehatan utamanya gizi buruk dan stunting.

3. Verifikasi data (Penarikan kesimpulan), merupakan kegiatan di akhir penelitian kualitatif. Peneliti harus sampai pada kesimpulan dan melakukan verifikasi, baik dari segi makna maupun kebenaran kesimpulan yang disepakati oleh subyek tempat penelitian itu dilaksanakan. Makna yang dirumuskan peneliti dari data harus diuji kebenaran, kecocokan, dan kekokohannya. Peneliti harus menyadari bahwa dalam mencari makna, ia harus mengunakan pendekatan emik, yaitu dari kacamata key informan, dan bukan penafsiran makna menurut pengamatan serta pandangan peneliti yang terjadi dilapangan didalam kesimpulan (Usman Husaini, 2009).

Selain itu untuk analsisis kuantitatif digunakan SWOT yaitu metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam sutau program.

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. IDENTIFIKASI KEBIJAKAN 4.1.1. Kebijakan Global dan Nasional

Upaya percepatan perbaikan gizi ‘scaling up nutrition’ (SUN) ditetapkan tahun 2013 oleh PBB melalui World Health Assembly, antara lain: menurunkan prevalensi stunting, wasting dan dan mencegah terjadinya overweight pada balita, menurunkan prevalensi anemia pada wanita usia subur, menurunkan prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR), meningkatkan cakupan ASI eksklusif. Indonesia menindaklanjuti dengan mengeluarkan Peraturan Presiden No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. Selanjutnya melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-2019 disusun target penurunan prevalensi stunting menjadi 28% pada tahun 2019. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi stunting menunjukkan angka 30,8%. Di tahun 2019 berdasarkan Survei Status Gizi Balita di Indonesia (SSGBI) yang dilaksanakan terintegrasi dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) angka tersebut turun 3.1%

menjadi 27,67%. Namun angka ini masih dibawah target WHO, yaitu di bawah 20%.

Berbagai kebijakan dan program yang lama maupun baru disusun untuk mendukung penyelesaian masalah. Sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) tahun 2015-2030, yaitu tujuan nomor 2 berupa “Tanpa Kelaparan”; menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan. Berbagai kebijakan dan program telah dikeluarkan dalam mencapai tujuan ini. Kebijakan ini juga telah diimplementasikan baik ditingkat Pusat, dapat dilihat pada Tabel 4.1.

27 Tabel 4.1.

Kebijakan Peraturan Perundangan Tingkat Pusat yang mendukung Penanganan Gizi Buruk Dan Stunting PERATURAN

PERUNDANGAN URAIAN

1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025

Pembangunan pangan dan perbaikan gizi dilaksanakan secara lintas sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi pangan dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya.

2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Arah perbaikan gizi adalah meningkatnya mutu gizi perorangan dan masyarakat melalui, perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi seimbang; perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan; peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.

3 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

Kebijakan di bidang pangan untuk perbaikan status gizi masyarakat. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi setiap 5 (lima) tahun.

4 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif

Pengaturan pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk: a. menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya; b.

memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya; dan c. meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.

5 Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2013 Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi

Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi adalah upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat melalui penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi untuk percepatan perbaikan gizi masyarakat prioritas pada seribu hari pertama kehidupan.

Tujuan: a. meningkatkan komitmen para pemangku kepentingan untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan gizi masyarakat;

b. meningkatkan kemampuan pengelolaan program gizi, khususnya koordinasi antar sektor untuk mempercepat sasaran perbaikan gizi;

dan c. memperkuat implementasi konsep program gizi yang bersifat langsung dan tidak langsung.

Dalam rangka pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi dibentuk Gugus Tugas Gerakan Nasional Percepatan

Perbaikan Gizi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden

6 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

7 Peraturan Pemerintah Nomor 166 Tahun 2014tentang Program Percepatan

Penanggulangan Kemiskinan

Penanggulangan Kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana, dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat.

Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

28

PERATURAN

PERUNDANGAN URAIAN

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan merupakan tim lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat pusat untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pemerintah menetapkan program perlindungan sosial untuk percepatan penanggulangan kemiskinan,, meliputi : a. Program Simpanan Keluarga Sejahtera; b. Program Indonesia Pintar; c.

Program Indonesia Sehat.

8 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal

Ketentuan mengenai Jenis dan Mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap Warga Negara secara minimal.

Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar terdiri atas: a. Pendidikan; b. Kesehatan; c. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang; d. Perumahan Rakyat dan Kawasan

permukiman; e. Ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan masyarkat, dan f. Sosial

9 Perpres No. 83 tahun 2017 tentang KSRANPG

Rencana Aksi Nasional TPB 2017-2019

10 Inpres No. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat

 Menteri Kesehatan : Meningkatkan pendidikan mengenai gizi seimbang dan pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif

 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan: Meningkatkan pendidikan keluarga untuk hidup sehat.

 Menteri Agama: Melaksanakan bimbingan kesehatan pranikah untuk mendorong perilaku hidup sehat dan peningkatan status gizi calon pengantin

 Menteri Pertanian: 1. Meningkatkan produksi buah dan sayur dalam negeri; 2. Mengawasi keamanan dan mutu pangan

 Menteri Kelautan dan Perikanan: 1. Meningkatkan dan memperluas pelaksanaan Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan); 2. Mengawasi mutu dan keamanan hasil perikanan

 Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat:

Memfasilitasi penyediaan air bersih dan sanitasi dasar pada fasilitas umum

 Menteri Ketenagakerjaan: Mendorong dan memfasilitasi perusahaan untuk menyediakan sarana ruang menyusui

 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi: Mendorong instansi pemerintah pusat dan daerah untuk menyediakan sarana ruang menyusui

11 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15/2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu.

Pengurus Tempat Kerja dan Penyelenggara Tempat Sarana Umum harus mendukung program ASI Eksklusif melalui: a. penyediaan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI; b.

pemberian kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di Tempat Kerja; c. pembuatan peraturan internal yang mendukung keberhasilan program pemberian ASI Eksklusif; dan d. penyediaan Tenaga Terlatih Pemberian ASI.

12 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3/2014 tentang Sanitasi Total Berbasis

Masyarakat (STBM)

Pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan bertujuan untuk mewujudkan perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

29

PERATURAN

PERUNDANGAN URAIAN

Pilar STBM terdiri atas perilaku: a.Stop Buang Air Besar Sembarangan; b.Cuci Tangan Pakai Sabun; c.Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga;d.Pengamanan Sampah Rumah Tangga; dan e.Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga.

13 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi.

Pelayanan gizi dilakukan untuk mewujudkan perbaikan gizi pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan sampai dengan lanjut usia dengan prioritas kepada kelompok rawan gizi.

Kelompok rawan gizi antara lain meliputi: a. bayi dan balita; b.

anak usia sekolah dan remaja perempuan; c. ibu hamil, nifas dan menyusui; d. pekerja wanita; dan e. usia lanjut.

Pelayanan gizi dilakukan di: a. fasilitas pelayanan kesehatan; b.

institusi/fasilitas lainnya; c. masyarakat; dan d. lokasi dengan situasi darurat.

Pelayanan gizi dapat dilakukan melalui pendidikan gizi, suplementasi gizi, tata laksana gizi, dan surveilans gizi.

14 Peraturan Menteri Kesehatan No. 39

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga terdiri atas 4 (empat) area prioritas yang meliputi: a. penurunan angka kematian ibu dan bayi; b. penurunan prevalensi balita pendek (stunting); c. penanggulangan penyakit menular; dan d.

penanggulangan penyakit tidak menular.

Indikator utama sebagai penanda status kesehatan sebuah keluarga sebagai berikut: 1. keluarga mengikuti program Keluarga

Berencana (KB); 2. Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan;

3. bayi mendapat imunisasi dasar lengkap; 4. bayi mendapat Air Susu Ibu (ASI) eksklusif; 5. Balita mendapatkan pemantauan pertumbuhan; 6. penderita tuberkulosis paru mendapatkan pengobatan sesuai standar; 7. penderita hipertensi melakukan pengobatan secara teratur; 8. penderita gangguan jiwa mendapatkan pengobatan dan tidak ditelantarkan; 9. anggota keluarga tidak ada yang merokok; 10. keluarga sudah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional (JKN); 11. keluarga

mempunyai akses sarana air bersih; dan 12. keluarga mempunyai akses atau menggunakanjamban sehat.

Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga dilaksanakan oleh Puskesmas. untuk memperkuat fungsi Puskesmas dalam penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) di tingkat pertama di wilayah kerjanya.

15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanaan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

 Pemerintah Provinsi :

a. pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi (MP ASI, MP ibu Hamil, Pemberian Makanan untuk Bayi dan anak)

b. pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi.

 Pemerintah Kabupaten/Kota :

a. pelayanan kesehatan ibu hamil (TTD, tes kehamilan, pemeriksaan golongan darah, Vaksin Tetanus Difteri (Td), pemeriksaan Hb dan glukoprotein, Kunjungan kehamilan/ K4 dan memenuhi 10 T )

b. pelayanan kesehatan ibu bersalin (persalinan normal dan komplikasi)

30

PERATURAN

PERUNDANGAN URAIAN

c. pelayanan kesehatan bayi baru lahir (standar kuantitas dan kualitas pada usia 0-28 hari) al. Vaksin Hepatitis B0, Vitamin K1 Injeksi, Salep/tetes mata antibiotik.

d. pelayanan kesehatan balita (balita sehat dan balita sakit) al.

Penimbangan, Pengukuran panjang/tinggi badan,

Pemantauan perkembangan, Pemberian kapsul vitamin A, Pemberian imunisasi dasar lengkap.

16 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2019 tentang Pedoman Penggunaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa untuk Mendukung Pelaksanaan Kegiatan Intervensi Pencegahan Stunting Terintegrasi.

Pedoman bagi kementerian/lembaga nonkementerian teknis, pemerintah daerah, dan pemerintah desa dalam penggunaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) untuk mendukung pelaksanaan Kegiatan Intervensi Pencegahan Stunting Terintegrasi.

TKDD untuk mendukung pelaksanaan Kegiatan Intervensi Pencegahan Stunting Terintegrasi terdiri atas : Dana Alokasi Khusus Fisik (kesehatan, air minum dan sanitasi), Dana Alokasi Khusus Nonfisik (BO Kesehatan dan BO KB), Dana Desa (mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

17 Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 440/1959/SJ Tahun 2018 tentang Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi.

Mengintegrasikan kegiatan lintas program dan lintas perangkat daerah ke dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah dan anggaran daerah.

Intervensi penurunan stunting terintegrasi sampai tingkat desa terutama pada desa prioritas dan menggerakkan seluruh stake holder untuk melakukan percepatan penurunan stunting

melakukan pemantauan secara rutin kegiatan intervensi penurunan stunting terintegrasi untuk memastikan kegiatan berjalan

sebagaimana mestinya

4.1.2. Kebijakan Pemerintah Daerah di Jawa Tengah

Di tingkat daerah, sudah disusun berbagai kebijakan yang mendukung penanganan gizi buruk dan stunting, bahkan sampai dengan tingkat Desa. Pada prinsipnya regulasi tersebut menunjukkan komitmen pada tingkat kebijakan di level pimpinan daerah yang perlu diikuti dengan kinerja dari perangkatd aerah terkait. Berbagai peraturan perundangan yang mendukung penanganan gizi buruk dan stunting di Jawa Tengah sebagaiman terliat dalam tabel 4.2.

31 Tabel 4.2.

Kebijakan daerah yang mendukung penanganan gizi buruk dan stunting di Jawa Tengah

PERATURAN

PERUNDANGAN URAIAN

1 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana

Peningkatan upaya penerapan paradigma sehat melalui optimalisasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat/GERMAS dan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS); intervensi pencegahan dan penanganan stunting; peningkatan peran posyandu dalam peningkatan kesehatan ibu dan anak; pelaksanaan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) kesehatan di lingkungan masyarakat; dan mendorong pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) termasuk penuntasan Open Defacation Free (ODF); serta peningkatan peran dan keaktifan Tri Bina (Bina Keluarga Balita, Bina Keluarga Remaja, Bina Keluarga Lansia);

2 Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 34 Tahun 2019 Tentang Percepatan Pencegahan Stunting Di Provinsi Jawa Tengah

Bertujuan untuk menurunkan prevalensi stunting pada anak usia bawah dua tahun (baduta) dan anak usia bawah lima tahun (balita) di Daerah hingga di bawah 20% pada tahun 2023 melalui

pelaksanaan 8 (delapan) aksi konvergensi pencegahan stunting, yaitu: 1. analisis situasi program penurunan stunting; 2. penyusunan rencana kegiatan; 3. rembuk stunting; 4. penyusunan Peraturan Bupati/Walikota; 5. pembinaan kader pembangunan manusia; 6.

sistem manajemen data stunting; 7. pengukuran dan publikasi stunting; 8. review kinerja tahunan;

Bupati/Walikota selaku penanggung jawab pelaksanaan intervensi gizi terintegrasi di Kabupaten/Kota

Guna melaksanakan percepatan pencegahan stunting di Daerah dibentuk Tim Koordinasi dan Tim Kelompok Kerja Percepatan Pencegahan Stunting.

3 Peraturan Daerah Kabupaten Brebes No. 2 Tahun 2018 Tentang Penanggulangan Kemiskinan.

Penanggulangan Kemiskinan bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan penduduk miskin dalam rangka memenuhi kebutuhan

Penanggulangan Kemiskinan bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan penduduk miskin dalam rangka memenuhi kebutuhan