• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

8. Tenaga kerja (X 8 )

6.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Variance Produktivitas Caisin

Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi variance produktivitas caisin dapat dijelaskan berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi (variance production function). Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance Produksi pada Usahatani Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng Desa Citapen Tahun 2011 Variabel Koefisien Std. Error z-Statistic Peluang

Konstanta 0,126633 0,249383 0,507786 0,6116

Error kuadrat musim

sebelumnya (ε2t-1) 0,024194 0,117357 0,206157 0,8367 Variance error musim

sebelumnya (σ2t-1) 0,661408 0,376663 1,755968 0,0791 Benih (X1) 0,052855 0,052575 1,005332 0,3147 Pupuk Kandang (X2) 0,000228 0,021248 0,010717 0,9914 Kapur (X3) -0,004680 0,029584 -0,158203 0,8743 Pupuk Urea (X4) -0,004024 0,028420 -0,141609 0,8874 Pestisida Cair (X5) 0,017458 0,043315 0,403058 0,6869 Pestisida Padat (X6) -0,005802 0,022820 -0,254260 0,7993 Pupuk Daun (X7) -0,052801 0,032238 -1,637883 0,1014 Tenaga Kerja (X8) -0,006754 0,057128 -0,118221 0,9059

Tabel 20 menunjukkan bahwa masing-masing variabel atau faktor produksi memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap variance produktivitas caisin. Pengaruh tersebut dapat dilihat berdasarkan peluang dan tanda parameter koefisien hasil pendugaan persamaan variance produksi. Secara rinci, pengaruh masing-masing variabel atau faktor produksi terhadap variance produksi caisin adalah sebagai berikut :

1. Benih (X1)

Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi caisin menunjukkan bahwa variabel benih mempunyai tanda parameter positif. Artinya, semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat, sehingga variabel benih merupakan faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Nilai koefisien parameter penggunaan benih bernilai positif sebesar 0,052855. Artinya, jika terjadi penambahan benih sebesar satu persen maka akan meningkatkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,052855 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel benih tidak berpengaruh nyata

terhadap variasi produktivitas caisin, dimana variabel benih mempunyai nilai peluang sebesar 0,3147.

Pada penelitian ini variabel benih sebagai faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Hasil ini konsisten dengan temuan Just dan Pope dimana faktor produksi selain pestisida merupakan faktor yang menimbulkan risiko produksi. Selain itu, sesuai dengan hasil penelitian Hutabarat (1985), diacu dalam Fariyanti (2008), dimana benih menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi. Jika dikaitkan dengan hasil pendugaan persamaan fungsi produksi bahwa semakin banyak penggunaan benih akan semakin meningkatkan rata-rata produktivitas caisin, maka ketika rata-rata produktivitas caisin meningkat, variasi produktivitas caisin tersebut juga akan semakin meningkat. Dengan demikian, variabel benih menjadi faktor yang dapat menimbulkan risiko produksi. Kondisi yang terjadi dilapangan ketika penggunaan varietas benih berkualitas baik ditingkatkan maka akan dapat meningkatkan rata-rata produktivitas caisin. Namun, ketika varietas benih yang digunakan berkualitas buruk maka jika penggunaan ditingkatkan petani akan mengalami kegagalan karena hasil produksi tersebut menurun yang disebabkan varietas yang buruk. Kondisi yang terjadi di lapangan bahwa varietas benih lokal yang digunakan petani tidak memiliki standar kualitas, sehingga benih yang digunakan terkadang berkualitas baik, tak jarang pula berkualitas buruk.

Penggunaan benih dalam jumlah yang berlebih dengan jarak tanam yang rapat, misalnya penggunaan 2 kilogram benih untuk jarak tanam 10 x 10 centimeter kelak akan menghasilkan jumlah produksi yang tinggi. Namun, ketika penggunaan benih yang banyak diikuti serangan hama dan penyakit yang tinggi maka hasil produksi akan semakin bervariasi dan petani cenderung mengalami kerugian karena jumlah produksi yang menurun.

2. Pupuk kandang (X2)

Pada usahatani caisin di Desa Citapen, semakin banyak penggunaan pupuk kandang dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dari tanda koefisien variabel pupuk kandang yang bertanda positif. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk kandang bernilai positif sebesar 0,000228, artinya jika terjadi penambahan pupuk kandang

sebesar satu persen maka akan meningkatkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,000228 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel pupuk kandang mempunyai nilai peluang sebesar 0,9914. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin.

Pupuk kandang yang banyak digunakan oleh para petani responden di Desa Citapen merupakan pupuk kandang yang masih basah dan belum melalui proses pengolahan limbah terlebih dahulu. Sehingga kandungan urine pada kotoran hewan tersebut masih tinggi, dimana dalam urine tersebut terdapat gas amoniak yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Sehingga semakin banyak pupuk kandang yang digunakan pada produksi caisin di Desa Citapen maka variasi produktivitas caisin akan semakin meningkat. Pupuk kandang yang baik merupakan pupuk kandang yang telah diolah atau melalui tahap fermentasi terlebih dahulu.

Selain itu, penggunaan pupuk kandang tersebut sudah overdosis, yaitu sebanyak 6.662,2 kilogram per hektar. Volume penggunaan pupuk kandang tersebut tergolong tinggi. Hal ini diduga karena penggunaan yang berlebih dan pupuk kandang yang memiliki bobot tinggi karena masih mengandung urine yang tinggi. Sedangkan menurut Wahyudi (2010), kebutuhan pupuk kandang per hektar cukup sebanyak 3.000 kilogram. Dengan adanya kondisi di atas menunjukkan bahwa dalam usahatani caisin, variabel pupuk kandang merupakan faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Hasil ini konsisten dengan temuan Just dan Pope dimana faktor produksi selain pestisida merupakan faktor yang menimbulkan risiko produksi.

3. Kapur (X3)

Penggunaan kapur umumnya dilakukan jika pH tanah dibawah standar yang seharusnya, sehingga kapur wajib diberikan untuk menetralkan atau meningkatkan pH tanah agar layak digunakan untuk kegiatan usahatani. Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel kapur mempunyai tanda parameter positif. Artinya, semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas

caisin semakin menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan kapur bernilai negatif sebesar -0,004680, artinya jika terjadi penambahan kapur sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,004680 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Dalam usahatani caisin di Desa Citapen, jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel kapur tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin, dimana nilai peluang variabel kapur sebesar 0,8743.

Petani responden di Desa citapen menggunakan kapur dalam setiap periode tanam dikarenakan tingkat kesuburan tanah yang semakin menurun. Menurunnya tingkat kesuburan tanah ini disebabkan karena intensitas penggunaan lahan yang tinggi atau lahan yang tidak henti-hentinya digunakan untuk bertani, sehingga membutuhkan kapur sebagai penetral pH tanah, meningkatkan unsur hara tanah selain dari penggunaan pupuk kandang, dan meremajakan tanah sehingga siap untuk digunakan kembali.

Dengan adanya kondisi diatas maka semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Jika variasi produktivitas semakin menurun, artinya variabel kapur merupakan faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Hasil ini tidak sesuai dengan temuan Just dan Pope dimana faktor pengurang risiko produksi hanya pestisida. Belum ada penelitian lain yang menggunakan faktor produksi kapur sehingga tidak ada tolak ukur atau perbandingan untuk mengetahui pengaruh kapur terhadap produktivitas suatu komoditas.

4. Pupuk urea (X4)

Hasil pendugaan parameter persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel pupuk urea memiliki tanda negatif. Artinya, semakin banyak pupuk urea yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Jika dilihat dari nilai koefisien parameter penggunaan pupuk urea bernilai negatif sebesar -0,004024, artinya jika terjadi penambahan pupuk urea sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,004024 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk urea tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Berdasarkan

hasil pendugaan persamaan variance produksi tersebut menunjukkan bahwa variabel pupuk urea mempunyai peluang sebesar 0,8874.

Sesuai kondisi di lapangan bahwa pupuk urea sebagai satu-satunya jenis pupuk kimia paling digunakan dan dibutuhkan untuk pertumbuhan caisin di Desa Citapen. Dalam pertanian, penggunaan pupuk urea seperti halnya nasi yang merupakan makanan pokok manusia. Artinya, pupuk urea memiliki peran besar bagi pertumbuhan caisin, dimana kandungan Nitrogen yang paling tinggi terdapat pada pupuk urea yang berfungsi untuk memacu pertumbuhan daun, batang, dan membantu proses fotosintesis pada tanaman caisin. Jadi, unsur N yang sangat dibutuhkan tanaman caisin hanya diperoleh dari pupuk urea sehingga tidak menggunakan jenis pupuk kimia yang lain, seperti pupuk KCL dan pupuk TSP. Oleh karena itu, penggunaan pupuk urea dalam usahatani caisin di Desa Citapen berperan cukup besar dalam menurukan variasi produktivitas caisin.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel pupuk urea merupakan faktor pengurang risiko (risk reducing factors). Hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan, dimana tanda parameter yang diharapkan adalah positif, sehingga hasil yang diperoleh ini tidak sesuai dengan temuan Just dan Pope dimana faktor pengurang risiko produksi hanya pestisida. Namun, hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian Fariyanti et.al (2007) dimana pupuk urea sebagai faktor pengurang risiko produksi kubis.

5. Pestisida cair (X5)

Berdasarkan temuan Just dan Pope bahwa pestisida sebagai faktor pengurang risiko produksi. Namun, temuan ini tidak sejalan dengan hasil penelitian penulis bahwa ternyata variabel pestisida cair merupakan faktor yang menimbulkan risiko (risk inducing factors). Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel pestisida cair mempunyai tanda parameter positif. Artinya, Semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin meningkat. Nilai koefisien parameter penggunaan pestisida cair bernilai positif sebesar 0,017458, artinya jika terjadi penambahan pestisida cair sebesar satu persen maka akan meningkatkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,017458 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Sementara itu, nilai peluang

variabel pestisida cair yakni sebesar 0,6869. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pestisida cair tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin.

Kondisi yang terjadi di lapangan bahwa petani responden menggunakan pestisida cair dalam jumlah yang berlebih (overdosis), yakni sebanyak 3,66 liter saat musim hujan dan sebanyak 4,64 liter saat musim kemarau. Jumlah penggunaan ini jauh lebih tinggi dibandingkan penggunaan insektisida menurut Wahyudi (2010) dimana kebutuhan akan insektisida pada tanaman caisin hanya sebanyak dua liter per hektar. Penggunaan pestisida cair yang berlebihan juga akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani, dimana biaya yang dikeluarkan untuk pestisida cair akan lebih tinggi khususnya pada musim kemarau. Sementara itu, jumlah produksi yang diperoleh akan menurun karena penggunaan bahan- bahan kimia yang berlebihan dan aplikasi pestisida tidak tepat pada waktunya. Selain itu, aplikasi penggunaan pestisida cair di Desa Citapen tidak tepat pada waktunya, dimana penyemprotan terhadap pestisida cair dilakukan setiap waktu atau dalam kondisi apapun, baik itu ketika tanaman dalam kondisi terserang hama ataupun tidak terserang hama. Penggunaan pestisida berjenis insektisida yang berlebihan dan pemberian dalam waktu yang tidak tepat justru akan menyebabkan risiko produksi.

Oleh karena itu, dalam usahatani caisin penggunaan variabel pestisida caisin sebagai faktor yang menimbulkan risiko. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian Hutabarat (1985), diacu dalam Fariyanti (2008) dimana pestisida cair yang berjenis insektisida sebagai faktor yang menimbulkan risiko produksi. Dengan demikian, variabel pestisida cair memiliki ilustrasi yang berbeda dari ilustrasi teori Just dan Pope. Pada penelitian ini, ketika tidak terdapat hama pada tanaman, petani respoden tetap memberikan pestisida cair secara kontinyu, dimulai saat tanaman baru berumur lima hari setelah tanam. Tanaman caisin yang berumur muda akan lebih rentan terhadap penggunaan bahan kimia yang berlebihan sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Saat tanaman caisin sudah tumbuh besar, daun tanaman akan berwarna kekuningan dan hasil penyemprotan pestisida akan melekat pada daun. Kondisi ini menyebabkan hasil produksi menjadi tidak normal. Sementara itu, ketika terdapat hama pada

waktu-waktu tertentu kemudian diberikan pestisida cair maka hasil produksi akan normal. Berdasarkan dua kondisi tersebut menunjukkan adanya gap atau penyimpangan untuk pembanding yang sama. Artinya, ada variasi hasil produksi, sehingga pestisida cair merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko.

6. Pestisida padat (X6)

Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel pestisida padat mempunyai tanda parameter negatif. Artinya, semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan pestisida padat bernilai negatif sebesar -0,005802, artinya jika terjadi penambahan pestisida padat sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,005802 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin, dimana nilai peluang variabel pestisida padat yakni sebesar 0,7993.

Pestisida padat yang digunakan petani responden terdiri dari jenis fungisida dan insektisida. Jenis fungisida selain sebagai pencegah hama penyakit, fungisida juga banyak mengandung vitamin dan zat-zat yang dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan caisin. Pada usahatani caisin di Desa Citapen menunjukkan bahwa semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin akan semakin menurun. Hal ini dikarenakan jenis pestisida padat yang digunakan petani responden mengandung zat-zat yang berfungsi untuk mencegah hama atau bersifat fungi. Bagi pestisida yang mengandung fungi maka akan ada kandungan vitamin yang berfungsi untuk memperkuat tanaman sebagai usaha pencegahan munculnya hama, sehingga penggunaan pestisida padat tidak mengganggu pertumbuhan tanaman.

Oleh karena itu, penggunaan pestisida padat dapat dikatakan sebagai faktor pengurang risiko produksi (risk reducing factors). Hasil analisis ini konsisten dengan temuan Just dan Pope dimana pestisida merupakan faktor pengurang risiko. Selain itu, hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian Fariyanti et.al (2007) dimana pestisida sebagai faktor pengurang risiko produksi kentang.

Berkaitan dengan analisis pendapatan usahatani, penggunaan pestisida padat pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan musim hujan, yakni sebesar 8,33 kilogram. Hal ini dikarenakan pada musim kemarau populasi hama dan penyakit meningkat sehingga penggunaan pestisida padat akan sangat membantu dalam mencegah dan menjaga ketahan tumbuh tanaman. Besarnya penggunaan pestisida padat pada musim kemarau ini menyebabkan biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar, namun petani akan mendapatkan imbalan berupa manfaat yang besar dari penggunaan pestisida padat untuk mengurangi risiko produksi yang terjadi.

7. Pupuk daun (X7)

Pada usahatani caisin di Desa Citapen, semakin banyak pupuk daun yang digunakan dalam proses produksi maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Hal tersebut ditunjukkan dari parameter variabel pupuk daun yang bertanda negatif. Nilai koefisien parameter penggunaan pupuk daun bernilai negatif sebesar -0,052801, artinya jika terjadi penambahan pupuk daun sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,052801 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi caisin menunjukkan bahwa variabel pupuk daun mempunyai peluang bernilai 0,1014. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel pupuk daun berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin.

Penggunaan pupuk daun berfungsi sebagai penambah warna hijau daun dan mengandung zat-zat yang dibutuhkan bagi pertumbuhan caisin sehingga dapat disebut juga sebagai vitamin daun. Jika penggunaan pupuk daun digunakan dalam jumlah dan waktu yang tepat maka pupuk daun tersebut dapat menurunkan variasi produktivitas caisin sehingga pupuk daun sebagai faktor pengurang risiko produksi. Tanpa bantuan pupuk daun, warna daun yang dihasilkan akan kurang menarik dan perkembangan daun cenderung tidak mudah berkembang. Petani responden yang menggunakan pupuk daun hanya pada waktu-waktu tertentu, yakni pada akhir-akhir panen sekitar 20 persen dari total seluruh responden.

Jika penggunaan pupuk daun dapat menurunkan variasi produktivitas caisin maka variabel pupuk daun merupakan faktor pengurang risiko (risk

reducing factors). Hasil ini tidak sesuai dengan yang diharapkan, dimana tanda parameter yang diharapkan adalah positif, sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan temuan Just dan Pope dimana hanya pestisida yang merupakan faktor pengurang risiko. Namun, hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian Fariyanti et.al (2007) dimana pupuk daun yang termasuk jenis pupuk kimia sebagai faktor pengurang risiko produksi.

8. Tenaga kerja (X8)

Tenaga kerja pada usahatani caisin dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak khususnya pada saat kegiatan penyulaman, penyiangan, dan panen, karena pada kegiatan tersebut pekerjaan lebih banyak dan harus dilakukan dengan lebih teliti. Jika terjadi kekurangan tenaga kerja khususnya pada kegiatan-kegiatan tersebut akan mengganggu kegiatan usahatani caisin.

Berdasarkan hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja mempunyai tanda paramater negatif. Artinya, semakin banyak penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi caisin maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Nilai koefisien parameter penggunaan tenaga kerja bernilai negatif sebesar -0,006754, artinya jika terjadi penambahan tenaga kerja sebesar satu persen maka akan menurunkan variasi produktivitas caisin sebesar 0,006754 persen, dengan asumsi semua variabel lain tetap (cateris paribus). Sementara itu, jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variabel tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap variasi produktivitas caisin. Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja mempunyai peluang sebesar 0,9059.

Fakta yang terjadi di lapangan mengenai penggunaan tenaga kerja bahwa tenaga kerja yang dibutuhkan pada saat kegiatan penyulaman dan penyiangan di lahan seluas satu hektar, yakni beberapa petani responden menggunakan sebanyak 10 – 15 tenaga kerja wanita yang dikerjakan selama dua hari, sehingga kebutuhan tenaga kerja tersebut sebanyak 20 – 30 HKW (Hari Kerja Wanita) atau setara dengan 15 – 22,5 HKP (Hari Kerja Pria). Sama halnya menurut Wahyudi (2010) dimana jumlah kebutuhan tenaga kerja pada saat penyiangan adalah sebesar 20 HKW. Kebutuhan tenaga kerja tersebut juga harus disesuaikan dengan luasan

lahan garapan, jika lahan garapan usahatani luas sementara tenaga kerja yang digunakan terbatas maka akan mempengaruhi kegiatan usahatani caisin.

Kondisi di atas mengambarkan bahwa semakin banyak penggunaan tenaga kerja dalam proses produksi caisin maka variasi produktivitas caisin semakin menurun. Artinya, variabel tenaga kerja sebagai faktor pengurang risiko produksi (risk reducing factors). Jika dilihat dari kondisi di lapangan yang telah digambarkan di atas maka tenaga kerja memang menjadi faktor yang dapat mengurangi risiko produksi. Hasil yang diperoleh ini sesuai dengan hasil penelitian Fariyanti (2008) dan Hutabarat (1985), diacu dalam Fariyanti et.al (2007) dimana tenaga kerja sebagai faktor pengurang risiko produksi. Namun, hasil tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan, dimana tanda parameter yang diharapkan adalah positif, sehingga hasil analisis ini tidak sesuai dengan temuan Just dan Pope dimana hanya pestisida yang merupakan faktor pengurang risiko.

Hasil pendugaan parameter variance error produksi periode tertentu pada persamaan variance produksi caisin menunjukkan bahwa error kuadrat musim sebelumnya mempunyai nilai peluang sebesar 0,8367. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka error kuadrat musim sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap variance produksi caisin. Sedangkan variance error musim sebelumnya mempunyai nilai peluang sebesar 0,0791. Jika taraf nyata sebesar 20 persen maka variance error musim sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap variance produksi caisin. Oleh karena kedua parameter error kuadrat musim sebelumnya dan variance error musim sebelumnya bertanda positif, maka hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi risiko produksi caisin pada musim sebelumnya, maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya.