• Tidak ada hasil yang ditemukan

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Teori Risiko Produks

Dalam teori risiko produksi terlebih dahulu dijelaskan mengenai dasar teori produksi. Menurut Lipsey et al. (1995) produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan disebut sebagai fungsi produksi. Keputusan dalam kegiatan proses produksi terbagi dalam tiga kategori, yaitu jangka pendek, jangka panjang, dan jangka sangat panjang. Jangka pendek dicirikan dengan semua inputnya adalah tetap, sementara jangka panjang semua input variabel. Input tetap adalah input yang tidak berubah atau tidak dapat ditambah, dinamakan sebagai faktor tetap. Sedangkan input variabel adalah input yang dapat berubah dalam jangka waktu tertentu, dinamakan sebagai faktor variabel.

Fungsi produksi terdiri dari produk total (TP), produk rata-rata (AP), dan produk marjinal (MP). Produk total adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Produk total akan berubah menurut banyak sedikitnya faktor variabel yang digunakan. Produk rata-rata adalah produk total dibagi jumlah unit faktor variabel yang digunakan untuk memproduksinya. Sementara produk marjinal atau produk fisik marjinal adalah perubahan dalam produk total sebagai akibat satu unit tambahan penggunaan variabel (Lipsey et al. 1995)

Dalam kaitannya antara produk marjinal dan proses produksi, seorang produsen dapat menambah hasil produksi dengan menambah semua input produksi atau menambah satu atau beberapa input produksi. Penambahan input produksi mengikuti hukum The law of diminishing marginal returns yang merupakan dasar dalam ekonomi produksi. The law of diminishing marginal returns terjadi jika jumlah input variabel ditambah penggunaannya, maka output yang dihasilkan meningkat, tapi setelah mencapai satu titik tertentu penambahan output semakin lama semakin berkurang (Debertin 1986).

Secara umum produksi dalam usahatani ditentukan oleh faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Hubungan teknis antara input dan output dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi produksi. Fungsi

produksi menerangkan hubungan teknis yang menstransformasikan input atau sumberdaya menjadi output atau komoditas (Debertin 1986).

Dalam suatu proses produksi khususnya usahatani tidak pernah terlepas dari risiko produksi termasuk dalam penggunaan input yang ada di dalam fungsi produksi. Menurut Debertin (1986) risiko adalah suatu kejadian yang kemungkinan muncul dan menyebabkan fluktuasi hasil dimana kemungkinan/probabilitas hasil yang diterima dapat diestimasi. Sedangkan apabila pelaku usaha tidak memiliki data yang bisa dikembangkan untuk menyusun distribusi probabilitas maka akan muncul suatu kejadian yang disebut ketidakpastian (uncertainty). Tidak jauh berbeda menurut Robison dan Barry (1987) risiko adalah peluang terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada umumnya pengambil keputusan mengalami suatu kerugian. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi kedua hal tersebut memiliki makna berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat diukur oleh pengambil keputusan. Adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko.

Menurut Ellis (1993), risiko dibatasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang dihubungkan dengan kejadian dari suatu peristiwa yang mempengaruhi suatu proses pengambilan keputusan. Sedangkan ketidakpastian mengacu pada situasi dimana tidak memungkinkan untuk mengetahui probabilitas kejadian dari suatu peristiwa. Terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam melihat mengenai peluang dengan risiko. Pada kegiatan produksi usahatani, risiko merupakan peluang terjadinya suatu peristiwa yang menghasilkan pendapatan di atas atau di bawah rata-rata dari pendapatan yang diharapkan dalam serangkaian musim panen.

Setiap pelaku usaha melakukan pengambilan keputusan dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya untuk menghasilkan output yang diharapkan. Namun, seringkali keputusan tersebut dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian. Risiko cenderung menurunkan hasil baik produksi maupun pendapatan usaha. Implikasi risiko terhadap variasi pendapatan dapat dilihat pada Gambar 2 yang merupakan fungsi produksi sederhana yang menunjukkan tiga respon yang berbeda dalam output dari penggunaan input.

Keterangan :

TVP1 = Total value product in ’good’ years TVP2 = Total value product in ’bad’ years E(TVP) = Expected total value product

Gambar 2. Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan Sumber : Ellis (1993)

Variasi pendapatan dipengaruhi oleh keputusan pengalokasian salah satu sumberdaya yang digunakan untuk produksi. Bentuk kurva dalam fungsi produksi tersebut mencerminkan dampak dari kondisi yang baik dan buruk terhadap respon output untuk berbagai tingkat penggunaan input. Total Value Product (TVP) menggambarkan penerimaan yang didapat dari hasil produksi. Kondisi TVP yang diperlihatkan berbeda-beda yang terdiri dari tiga kondisi, yaitu TVP pada penggunaan sejumlah input saat kondisi baik (TVP1), pada kondisi yang diharapkan (E(TVP)), dan pada kondisi buruk (TVP2). Penambahan kurva Total Cost (TC) bertujuan untuk memperlihatkan biaya pembelian input yang meningkat. Terdapat tiga alternatif penggunaan input yang ditunjukkan oleh X1, X2, XE yang terkait risiko :

1. Input yang digunakan sebanyak X1. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1 terjadi dimana pada saat tersebut dalam kondisi yang baik, maka keuntungan terbesar yaitu sebesar ab akan diperoleh. Di sisi lain, jika TVP2 terjadi maka

c f a g d h b e i j TVP1 E(TVP) TC TVP2 0 X2 XE X1 Input X

kerugian sebesar bj akan dialami petani. Dalam kondisi ini berarti seorang petani memilih berani terhadap risiko (risk-taking).

2. Input yang digunakan sebanyak X2. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1 terjadi maka keuntungan sebesar ce akan diperoleh dan jika TVP2 terjadi maka petani tidak akan mengalami kerugian dan tetap mendapatkan keuntungan yang kecil sebesar de. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut petani masih mampu membayar biaya pembelian input tersebut (TVP > TC). Dalam kondisi ini berarti seorang petani memilih takut terhadap risiko (risk- averse).

3. Input yang digunakan sebanyak XE. Nilai E(TVP) yang diperoleh merupakan hasil rata-rata pendapatan pada kondisi baik dan buruk. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1 terjadi maka keuntungan sebesar fh akan diperoleh, tetapi bukan merupakan kemungkinan keuntungan terbesar. Di sisi lain, jika TVP2 terjadi maka kerugian sebesar hi akan dialami petani dan bukan merupakan kemungkinan kerugian terkecil. Dalam kondisi ini berarti seorang petani memilih netral terhadap risiko (risk-neutral).

Dalam penentuan risiko produksi terdapat beberapa model yang menyangkut risiko, salah satunya adalah penentuan input yang optimal pada kondisi risiko dalam fungsi produksi. Robison dan Barry (1987) menyebutkan ada satu model yang dikembangkan untuk menganalisis dampak risiko terkait produksi dari penggunaan tingkat input terhadap output, yaitu model risiko fungsi produksi Just dan Pope. Dalam fungsi produksi Just dan Pope melibatkan masuknya kesalahan istilah (error) ke dalam fungsi produksi untuk menggambarkan pengaruh faktor tak terkendali seperti cuaca, inefisiensi teknis, dan lainnya dalam produksi. Kemudian, masuknya kesalahan istilah (error) ke dalam fungsi produksi akan menunjukkan variabilitas bahwa dalam output (hasil) juga dijelaskan oleh faktor endogen dan tingkat input yang digunakan.

Model risiko fungsi produksi Just dan Pope terdiri dari fungsi produksi rata-rata (mean production function) dan fungsi produksi variance (variance production function). Kedua fungsi tersebut dipengaruhi oleh penggunaan input dalam kegiatan produksi, sehingga dapat dilakukan evaluasi mengenai input-input yang bersifat pengurang risiko (risk reducing) atau peningkat risiko (risk

inducing). Secara matematis, persamaan model risiko fungsi produksi Just dan Pope dapat ditulis sebagai berikut (Robison dan Barry 1987) :

q = f(x) + h(x)ε dimana :

q = Hasil produksi yang dihasilkan (output) f(x) = Fungsi produksi rata-rata

h(x) = Fungsi varian (fungsi risiko)

x = Input atau faktor-faktor produksi yang digunakan ε = error term atau distribusi ε~(0,σ2e)

Menurut Just dan Pope pada penggunaan input produksi sebagai pengurang risiko (risk reducing factors), misalnya penggunaan sistim irigasi, penggunaan pestisida, biaya yang dikeluarkan untuk memprediksi kondisi pasar yang akan datang, menyewa jasa konsultan profesional dan pemakaian peralatan/mesin baru merupakan beberapa cara atau faktor dalam merespon adanya risiko yang dihadapi oleh pelaku produksi. Sedangkan faktor lain seperti benih dan pupuk sebagai faktor yang menyebabkan risiko (risk inducing factors) dalam produksi (Robison dan Barry 1987). Pestisida sebagai faktor pengurang risiko dapat diilustrasikan bahwa ketika tidak terdapat hama pada tanaman maka hasil produksi akan normal, sedangkan ketika terdapat hama pada tanaman kemudian diberikan pestisida maka hasil produksi akan normal. Berdasarkan dua kondisi tersebut menunjukkan tidak adanya gap atau penyimpangan untuk pembanding yang sama. Artinya, tidak ada variasi hasil produksi, sehingga bukan merupakan faktor yang dapat menimbulkan risiko. Risiko yang dihadapi petani akan berpengaruh pada pemilihan jenis input yang digunakan. Jika petani bersifat risk averter, maka input yang menyebabkan variasi hasil akan dihindari oleh petani dan petani akan memilih input lain yang diperkirakan tidak menimbulkan variasi hasil yang besar. Variasi hasil akan berakibat pada variasi pendapatan petani.

Risiko pada umumnya berhubungan dengan adanya perubahan dalam setiap periode atau waktu, sehingga risiko produksi menggambarkan fluktuasi pada produksi yang dihasilkan petani. Penilaian risiko karena adanya fluktuasi produksi tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan variance produksi periode tertentu. Salah satu model yang dapat menjelaskan mengenai variance

produksi tersebut, yaitu model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH) (Verbeek 2000). Model GARCH secara khusus di desain untuk model variance yang mana variance sebagai variabel dependent merupakan fungsi dari variabel dependent periode sebelumnya atau variabel independent atau eksogenus. Secara umum model GARCH dapat dirumuskan sebagai berikut (Verbeek 2000) :

e Y Yt t j p j q j j t j j t j t 1 1 2 2 2

Model GARCH yang umumnya digunakan adalah model GARCH (1,1) yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Verbeek 2000) :

1 2 1 2 2 t t t dimana : t

2 = variance error pada periode t 1

2

t = error kuadrat periode sebelumnya

1 2

t = variance error pada periode sebelumnya

,

, = parameter estimasi

Model GARCH (1,1) mempunyai arti bahwa variance error pada periode t ( 2t)

ditentukan oleh error kuadrat periode sebelumnya ( 2t 1) dan variance error

pada periode sebelumnya ( 2t 1). Variance error menunjukkan variance dari

produksi. Model GARCH (1,1) dapat menggunakan Maximum Likelihood Estimation (MLE) untuk estimasi parameter.

3.2 Teori Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan

Lipsey et.al. (1995) mendefinisikan biaya total (TC atau total cost) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua bagian, yaitu biaya tetap total (TFC atau total fixed cost) dan biaya variabel total (TVC atau total variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel. Menurut Debertin (1986)

biaya variabel adalah biaya produksi yang bervariasi dengan tingkat output yang dihasilkan oleh petani. Contoh biaya variabel termasuk biaya yang terkait dengan pembelian input seperti bibit, pupuk, herbisida, insektisida, dan sebagainya. Sedangkan biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh petani disaat sedang atau tidak berproduksi. Contoh biaya tetap termasuk pembayaran untuk pembelian tanah dan penyusutan mesin pertanian, bangunan, dan peralatan.

Secara matematis biaya total (TC) dapat dirumuskan sebagai berikut (Lipsey et.al. 1995) :

TC = TFC + TVC dimana :

TC = Total cost atau biaya total (Rp)

TFC = Total fixed cost atau biaya tetap total (Rp) TVC = Total variable cost atau biaya variabel total (Rp)

Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut dengan fungsi biaya. Grafik fungsi biaya dapat dilihat pada Gambar 3.

Keterangan :

TC = Total cost atau biaya total (Rp)

TFC = Total fixed cost atau biaya tetap total (Rp) TVC = Total variable cost atau biaya variabel total (Rp) Q = Quantity atau hasil produksi (satuan)

Gambar 3. Kurva Biaya Total Sumber : Lipsey et.al. (1995)

TC Q 0 TVC TC TFC

Bentuk kurva TFC adalah horizontal karena nilainya tidak berubah berapapun banyaknya barang yang diproduksi. Sedangkan TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa ketika tidak ada produksi TVC = 0, dan semakin besar produksi maka semakin besar nilai biaya variabel total (TVC). Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC. Oleh karena itu, kurva TC bermula dari pangkal TFC dan apabila ditarik garis tegak di antara TVC dan TC panjang garis itu adalah sama dengan jarak diantara TFC dengan sumbu datar.

Selanjutnya, menurut Debertin (1986) total penerimaan merupakan nilai produk total yang diterima petani atau pengusaha, dimana penerimaan diperoleh dari jumlah total produk yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual atau harga pasar yang konstan. Secara matematis, total penerimaan atau total pendapatan (total revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin 1986) :

TR = p x y dimana :

TR = Total pendapatan/penerimaan (Rp) p = Harga pasar (Rp)

y = Hasil produksi (satuan)

Total penerimaan atau total pendapatan yang dikurangi dengan biaya total yang dikeluarkan disebut sebagai pendapatan bersih atau keuntungan (profit) yang diterima petani atau pengusaha. Pendapatan bersih atau keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin 1986) :

π

= TR – TC dimana :

π

= Pendapatan bersih/keuntungan (Rp) TR = Total pendapatan/penerimaan (Rp) TC = Biaya total (Rp)

Untuk lebih menjelaskan mengenai pendapatan, berikut grafik yang menggambarkan biaya total dan hasil penjualan total yang dapat dilihat pada Gambar 4.

Keterangan :

CR = Cost dan revenue atau biaya dan pendapatan (Rp) TR = Total pendapatan/penerimaan (Rp)

TC = Biaya total (Rp)

Q = Quantity atau hasil produksi (satuan) BEP = Break event point atau titik impas

Gambar 4. Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total Sumber : Lipsey et.al. (1995)

Gambar 4 menunjukkan bahwa kurva TR diasumsikan berada di atas kurva TC. Hal ini menggambarkan bahwa usaha tersebut mengalami keuntungan. Perpotongan antara titik TR dan titik TC pada tingkat produksi statu komoditas merupakan titik impas atau Break Event Point (BEP), dimana produksi tidak mengalami keuntungan atau kerugian. Bila TR > TC (output yang dihasilkan lebih besar dari BEP) maka statu usaha dikatakan menguntungkan dan bila TR< TC maka usaha tersebut mengalami kerugian.

3.3 Kerangka Pemikiran Operasional

Perkembangan produktivitas hasil kegiatan usahatani caisin yang dilakukan para petani di Desa Citapen yang merupakan anggota Kelompok Tani Pondok Menteng mengalami fluktuasi atau hasil yang tidak menentu. Fluktuasi produktivitas merupakan indikasi risiko produksi, dimana risiko yang terjadi ini berkaitan dengan kegiatan produksi yang dilakukan para petani. Terjadinya fluktuasi produktivitas dan risiko produksi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik itu faktor yang tidak terkendali maupun faktor yang terkendali.

TC TR

BEP CR

Faktor yang tidak terkendali merupakan sumber utama risiko produksi yang umumnya terjadi pada usahatani caisin, yaitu serangan hama dan penyakit serta ketidakpastian cuaca. Ketidakpastian cuaca seperti perubahan antara kondisi hujan dan panas yang tidak menentu akan mempengaruhi pertumbuhan komoditas caisin. Selain itu, cuaca yang tidak menentu juga akan berpengaruh pada meningkatnya populasi hama dan tingkat kerentanan tanaman terhadap penyakit. Sementara itu, risiko produksi yang disebabkan oleh faktor yang terkendali, yaitu berdasarkan penggunaan input atau faktor-faktor produksi dalam menghasilkan output atau hasil produksi. Hasil produksi sangat tergantung dengan bagaimana input atau faktor-faktor produksi yang digunakan. Penggunaan input dalam jumlah dan waktu yang tidak tepat umumnya akan menurunkan hasil produksi. Risiko produksi yang terjadi dapat diperhitungkan melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi yang merupakan faktor yang terkendali. Faktor-faktor produksi yang digunakan, yaitu benih, pupuk kandang, kapur, pupuk urea, pupuk daun, pestisida cair, pestisida padat, dan tenaga kerja.

Penggunaan input dalam kegiatan produksi caisin akan dipengaruhi oleh harga input, sehingga besarnya kecilnya input yang digunakan akan berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan petani. Semakin besar biaya yang dikeluarkan petani maka pendapatan usahatani akan berkurang atau menurun. Sementara itu, besar kecilnya pendapatan usahatani caisin juga dipengaruhi oleh harga jual output dipasaran, semakin tinggi harga output maka pendapatan usahatani caisin akan semakin besar. Fluktuasi produktivitas dan risiko produksi yang terjadi pada akhirnya akan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani, dimana pendapatan usahatani umumnya menjadi tidak menentu seiring dengan jumlah produksi yang berfluktuatif.

Untuk itu perlu dilakukan analisis risiko produksi dan analisis pendapatan usahatani atas kondisi yang terjadi di lapangan terkait dengan adanya risiko produksi. Analisis risiko produksi dilakukan dengan menggunakan model GARCH (1,1) sehingga akan diketahui faktor yang bersifat pengurang risiko (risk reducing factor) atau faktor yang bersifat peningkat risiko (risk inducing factor). Sementara itu, untuk mengetahui gambaran pendapatan usahatani caisin dalam

kondisi risiko produksi maka digunakan analisis pendapatan usahatani. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Caisin (Brassica rapa cv. caisin) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor

Penggunaan Faktor-faktor Produksi (Faktor Terkendali) :

1. Benih 2. Pupuk kandang 3. Kapur 4. Pupuk urea 5. Pestisida cair 6. Pestisida padat 7. Pupuk daun 8. Tenaga kerja Risiko Produksi Caisin

Sumber Risiko Produksi (Faktor Tidak Terkendali) : 1. Hama dan Penyakit 2. Ketidakpastian cuaca

Terjadinya Fluktuasi Produktivitas Caisin di Kelompok Tani Pondok Menteng

Kegiatan Usahtani Caisin yang Dilakukan Para Petani di Kelompok Tani Pondok Menteng

Pendapatan Usahatani Caisin

Harga Input Harga Output

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dan pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2011. Penetapan Kecamatan Ciawi sebagai daerah penelitian karena kecamatan tersebut memiliki visi berbasis pertanian yang ditujukan sebagai penopang utama peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam rangka memperkuat pembangunan berbasis perdesaan9. Selain itu, berdasarkan data UPT Pengembangan Teknologi Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, dan Kehutanan (PTTPHPK) VII Wilayah Ciawi, diantara tiga wilayah kerjanya, yaitu Kecamatan Ciawi, Kecamatan Megamendung, dan Kecamatan Cisarua, kecamatan yang memiliki lahan sawah dan lahan tegalan terluas adalah Kecamatan Ciawi dengan luas total 1.634 Hektar, sedangkan Kecamatan Megamendung seluas 1.193 Hektar dan Kecamatan Cisarua seluas 952 Hektar.

Pemilihan lokasi Desa Citapen sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yang didasarkan pada pertimbangan lokasi tersebut merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciawi yang mendominasi usaha dibidang hortikultura khususnya sayuran dibanding 12 desa lainnya, dimana komoditas caisin termasuk komoditas unggulan dan salah satu komoditas yang selalu diproduksi setiap waktu. Desa citapen merupakan desa kedua tertinggi dengan jumlah petani hortikultura dan tanaman pangan sebanyak 535 orang. Salah satu jenis sayuran yang banyak diproduksi petani di Desa Citapen adalah caisin dengan luasan panen tertinggi, yakni seluas 21 hektar. Selain itu, kegiatan pertanian di Desa Citapen termasuk kegiatan yang telah maju dan berjalan secara teratur karena didukung oleh lembaga Gapoktan Rukun Tani sebagai wadah pengembangan pertanian yang sudah dikenal maju dan terus berkembang hingga saat ini.

4.2 Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancar a langsung

9

dengan responden yang dipilih, yaitu petani caisin di Poktan Pondok Menteng dan juga pihak yang berkepentingan di Poktan Pondok Menteng serta Gapoktan Rukun Tani. Untuk responden petani, wawancara dilakukan dengan panduan kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan sebelumnya. Adapun daftar pertanyaan yang dipersiapkan antara lain mengenai identitas dan karakteristik petani, seperti nama, umur, pendidikan, dan gambaran umum usahatani yang, gambaran umum kegiatan usahatani caisin dari berbagai tahap kegiatan budidaya hingga penggunaan input atau faktor-faktor produksi dalam memproduksi caisin, jumlah produksi caisin, dan pertanyaan lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung penelitian.

Data mengenai penggunaan input atau faktor-faktor produksi dan data output atau hasil produksi yang diambil adalah data dari dua musim tanam pada tahun 2010/2011, yaitu musim kemarau tahun 2010 dan musim hujan tahun 2011. Data yang digunakan adalah data panel, yaitu yang pertama data cross section selama satu periode tanam, yaitu petani yang menanam caisin pada musim hujan antara bulan Januari hingga April 2011, sedangkan data time series merupakan data deret waktu tanam antara musim kemarau dan musim hujan.

Data sekunder diperoleh dari instansi dan dinas terkait, seperti Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Gapoktan Rukun Tani, Kelompok Tani Pondok Menteng, Perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, Perpustakaan Pertanian Kota Bogor, penelitian terdahulu (skripsi), buku, literatur internet, dan berbagai sumber lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

4.3 Metode Penentuan Sampel

Kecamatan Ciawi memiliki tiga Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) aktif yang sudah menerima Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (BLM PUAP). Salah satu Gapoktan yang mendominasi usaha di bidang hortikultura khususnya usahatani sayuran adalah Gapoktan Rukun Tani. Gapoktan Rukun Tani memiliki tujuh Kelompok Tani (Poktan), yaitu Poktan Pondok Menteng, Poktan Silih Asih, Poktan Suka Maju, Poktan Bina Mandiri, Poktan Jaya, Poktan Sawah Lega, dan Kelompok Wanita Tani Citapen Berkarya.

Pemilihan Poktan Pondok Menteng dilakukan dengan menggunakan sampel tidak acak (nonrandom sampling), yaitu teknik purposive karena Poktan Pondok Menteng dianggap sebagai tempat yang paling cocok untuk tempat penelitian. Selain itu, Poktan Pondok Menteng dipilih karena memiliki jumlah anggota terbanyak dibandingkan dengan Poktan lainnya. Anggota Poktan Pondok Menteng sebanyak 104 anggota dari total 232 anggota, sedangkan sisanya sebanyak 128 anggota tersebar di enam poktan lainnya yang bertani di bidang sayuran, ternak, dan juga usaha dagang. Sebanyak 50 persen dari 104 anggota tersebut merupakan petani sayur-sayuran dan tanaman pangan, sehingga akan mudah mendapatkan responden petani sayuran.

Responden dalam penelitian yang akan digunakan adalah para petani yang mengusahakan caisin di Poktan Pondok Menteng. Pengambilan sampel dilakukan dengan sampel tidak acak (nonrandom sampling), yaitu teknik purposive karena adanya keterbatasan kondisi di lapangan sehingga penulis dengan dibantu