• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODOLOGI

3.6 Metodologi Penelitian Prioritas Kebijakan Makro Pengembangan

3.6.3 Analisis hierarki

Analisis penentuan prioritas kebijakan pengembangan perikanan tangkap ini dilakukan menggunakan Analitycal Hierarchy Process (AHP). Kebijakan pengembangan tersebut bersifat makro atau lintas kluster dengan mengakomodir hasil-hasil analisis sebelumnya. Kebijakan pengembangan ini akan menjadi langkah implementatif dari model yang dikembangkan pada bagian sebelumnya dan juga harapan atau persepsi pemangku kepentingan. Supaya kebijakan tersebut sesuai dan bermanfaat luas nantinya dalam mendukung pengembangan usaha perikanan tangkap berbasis desa kluster, maka analisis ini dilakukan secara bertingkat menggunakan data yang berasal dari semua stakeholders/komponen berkepentingan di lokasi.

Mengacu kepada konsep Analytical Hierachy Process (AHP) dan Wilson et al. (2002), maka berbagai komponen yang berinteraksi/terkait dengan kegiatan perikanan tangkap di Kota Ambon akan dikelompokkan ke dalam beberapa level, misalnya level goal (tujuan), level 2 (kriteria), level 3 (sub kriteria), dan level 4 (alternatif strategi). Hal ini dimaksudkan supaya prioritas kebijakan yang dipilih merupakan kebijakan terbaik yang mengakomodir semua kepentingan stakeholders dan komponen pengelolaan.

Supaya analisis ini dapat mengetahui dampak pengembangan usaha perikanan tangkap secara kluster terutama terhadap ekonomi daerah dan masyarakat, maka pada kriteria level 2 dikembangkan berdasarkan skala usaha usaha, yaitu skala perikanan rakyat dan skala perikanan industri. Dalam analisis AHP, dampak tersebut akan ditunjukkan oleh tingkat kestabilan/sensitivitas dari kebijakan pengembangan terpilih terhadap perubahan orientasi pengelolaan pada perikanan rakyat ke perikanan industri atau sebaliknya.

Adapun tahapan AHP dalam analisis kebijakan pengembangan perikanan tangkap mengacu kepada Maarif (2004) yaitu :

Pendefinisian sistem

Semua komponen yang terkait dengan sistem pengembangan kebijakan perikanan tangkap yang tepat dengan berbasis desa kluster (clustered villages) ditetapkan

45

dan didefinisikan. Lingkup komponen yang didefinisikan mencakup tujuan pengembangan, kriteria pengembangan (berdasarkan kluster desa pesisir), sub kriteria (beberapa syarat penting dalam pengembangan), dan alternatif kebijakan pengembangan (hasil analisis Porter Diamond).

Penyusunan struktur hierarki

Semua interaksi komponen yang telah didefinisikan secara sistemik akan disusun secara bertingkat dalam bentuk struktur hierarki AHP. Struktur hierarki ini disusun mulai dari tingkat paling atas berupa tujuan (level 1), dilanjutkan dengan kriteria (level 2), sub kriteria (level 3) dan alternatif strategi pada tingkatan paling bawah hierarki (level 4). Penyusunan hieraki yang terintegrasi dengan data dilakukan menggunakan Program Expert Choice 9.5. Rancangan awal struktur hierarki perumusan kebijakan pengembangan pada penelitian ini disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Rancangan struktur hierarki penentuan prioritas kebijakan

Penetapan skala banding dan pembobotan

Untuk menganalisis kepentingan setiap jenis kluster desa bagi pengembangan perikanan tangkap berdasarkan desa kluster (setiap kompenen di level 2), maka perlu ditetapkan skala banding satu sama lain di antara komponen penyusun hierarki tersebut. Skala banding ini juga digunakan untuk menganalisis kepentingan setiap sub kriteria pengembangan untuk setiap jenis kluster desa. Dalam kaitan dengan pilihan kebijakan yang tepat, maka skala banding selanjutnya juga digunakan untuk memilih alternatif kebijakan pengembangan

terbaik yang dapat mengakomodir kepentingan stakeholders dan komponen terkait serta pemenuhan semua sub kriteria pengembangan (level 3) .

Skala banding tersebut direalisasikan dalam bentuk pemberian bobot terhadap setiap pasangan komponen yang diperbandingkan dalam hierarki. Skala banding dan bobot yang diberikan dalam analisis AHP penelitian ini mengacu Tabel 9. Lebar dan jumlah skala yang dibuat disesuaikan dengan kemampuan untuk membedakan dari setiap komponen yang disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapang. Pembobotan diberikan berdasarkan taraf relatif pentingnya suatu komponen dibandingkan dengan komponen lainnya di level yang sama. Dalam pembobotan, diusahakan agar setiap komponen mempunyai skala banding yang sama sehingga antara komponen satu dengan komponen lainnya dapat diperbandingkan. Skala banding tersebut diberikan antara nilai 9 – 1/9.

Tabel 9 Ketentuan skala banding berpasangan

Intensitas

pentingnya Definisi Penjelasan

1 3 5 7 9 2,4,6,8 Kebalikan

Kedua komponen pentingnya sifat Komponen yang satu sedikit lebih penting dibandingkan komponen yang lainnya.

Komponen yang satu esensial atau sangat penting dibanding komponen yang lainnya.

Suatu komponen jelas lebih penting dari komponen lainnya.

Satu komponen mutlak lebih penting ketimbang komponen yang lain.

Nilai-nilai antara dua pertimbangan dua yang berdekatan.

Jika suatu aktivitas mendapat satu angka dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila di bandingkan dengan j.

Dua komponen menyumbangkan sama besar pada sifat itu.

Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu komponen atas lainnya. Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu komponen atas komponen lainnya.

Suatu komponen dengan kuat di sokong, dan dominannya telah terlihat dalam praktek. Bukti yang menyokong komponen yang satu atas yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan. Kompromi diperlukan antara pertimbangan.

Sumber : Saaty (1993)

Proses input data dan evaluasi

Input data merupakan kegiatan mengintegrasikan data hasil banding berpasangan di antara komponen dalam hierarki (jawaban responden) ke dalam Program

47

Expert Choice 9.5. Data yang diinput tersebut sebelumnya dipersiapkan menggunakan program Microsoft Excell.

Evaluasi merupakan kegiatan menganalisis data hasil banding berpasangan di antara komponen dalam hierarki sehingga didapat nilai yang mencerminkan kepentingan setiap komponen penyusun hierarki. Oleh karena alternatif kebijakan berada pada level yang paling bawah, maka kebijakan pengembangan yang terpilih telah melewati pertimbangan semua level heraki dan dapat mengakomodir kepentingan stakeholders dan komponen terkait serta pemenuhan semua subkriteria pengembangan yang menjadi syarat atau limit factor dalam pengembangan.

Pengujian konsistensi dan sensitivitas

Kegiatan ini bertujuan untuk menguji konsistensi dan sentivitas dari hasil analisis yang telah dilakukan. Bila dari hasil analisis diperoleh rasio inconsistency 0,1 atau lebih berarti data yang digunakan tidak konsistensi dan harus dilakukan pengambilan data ulang (Tabel 10).

Tabel 10 Kriteria uji konsistensi dan uji sentivitas AHP

No. Jenis Pengujian Kriteria

1 Rasio inconsistency < 0,1

2 Sensitivity test Diharapkan tidak terlalu sensitif Sumber : Saaty (1993)

Bila hasil analisis terlalu sensitif berarti kebijakan pengembangan yang dipilih terlalu labil terhadap perubahan potensi dan kluster desa yang ada. Hal ini tentu kurang disukai.

Interpretasi hasil

Interpretasi merupakan kegiatan menggunakan hasil analisis AHP untuk menjelaskan prioritas kebijakan pengembangan perikanan tangkap yang berbasis desa kluster. Hasil analisis AHP yang berkaitan dengan sensitivitas dapat memberikan arahan antisipasi dari penerapan prioritas kebijakan tersebut terhadap trend perubahan usaha atau industri perikanan berbasis desa kluster di Kota Ambon.-