• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biaya Operasional Usaha Perikanan Tangkap

5 KELAYAKAN USAHA PERIKANAN TANGKAP

5.2 Biaya Operasional Usaha Perikanan Tangkap

Biaya operasional merupakan komponen penting lainnya dalam menilai kelayakan suatu usaha perikanan tangkap. Pada kondisi tertentu seperti pada kondisi hasil tangkapan kurang baik, biaya operasional dapat menjadi komponen paling penting dalam usaha perikanan tangkap. Biaya operasional usaha perikanan tangkap masyarakat pesisir di Kota Ambon, yang menjadi obyek penelitian ini, meliputi; minyak tanah/bensin/solar, pelumas/olie, es balok, dan ransum/bekal. Biaya operasional ini menjadi komponen utama untuk mempertahankan kontinyuitas usaha perikanan tangkap. Bila ada kesesuaian dengan hasil yang didapat, maka operasi penangkapan ikan dapat terus dilakukan, sedangkan bila sebaliknya, operasi penangkapan bisa dihentikan. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pertimbangan terhadap biaya operasional dalam menilai kelayakan operasi suatu usaha perikanan tangkap. Tabel 27 menyajikan biaya operasional usaha perikanan tangkap pada desa pesisir di Kecamatan Leitimur Selatan.

Tabel 27 Biaya operasional usaha per tahun perikanan tangkap di Kecamatan Leitimur Selatan

No Nama

Desa

Biaya Operasional (Rp/tahun) Bagan Gillnet Hanyut Gillnet Dasar Handline Pancing Tonda Pole and Line Purse Seine UP Tuna 1 Naku - 10.026.000 - 9.180.000 62.508.000 - - 2 Kilang - 87.360.000 - 2.400.000 - - - 150.000.000 3 Hukurila - 15.321.600 1.296.000 4.195.200 20.563.200 - - 4 Hutumury 56.040.000 20.175.000 20.175.000 5.335.200 33.350.400 486.600.000 - 5 Rutong - 2.016.000 2.808.000 1.920.000 24.825.600 - - 6 Leahari - 7.020.000 5.184.000 1.512.000 9.136.800 - 204.960.000

Berdasarkan Tabel 27, usaha pole and line, purse seine, dan usaha penangkapan tuna membutuhkan biaya operasional yang besar untuk penangkapan ikan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh skala usaha ketiga usaha perikanan tangkap ini besar (seperti dijelaskan pada Bagian 5.1), dimana tenaga kerja/ABK yang terlibat, dan BBM serta perbekalan yang harus disiapkan juga banyak. Menurut Musich, et.al (2008), sumberdaya ikan yang berlimpah dan hasil tangkapan yang banyak selalu dikejar oleh nelayan dan pelaku usaha perikanan tangkap lainnya untuk menutupi biaya operasional yang digunakan. Namun upaya untuk mendapatkan hasil tangkapan yang banyak ini hendaknya memperhatikan kelestarian stok ikan, sehingga pemanfaatan dapat berkelanjutan. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi pelaku usaha perikanan tangkap, dan pengembangan usaha perikanan tangkap dengan biaya operasional lebih murah perlu menjadi arahan pengembangan berikutnya. Secara sepintas, bagan dapat menjadi pilihan karena dapat dioperasikan secara pasif (tidak mobile), sehingga lebih dapat menghemat biaya operasional terutama bahan bakar. Meskipun diusahakan dalam skala besar, biaya operasional penangkapan ikan per tahun di Kecamatan Leitimur Selatan rendah.

Tabel 28 Biaya operasional usaha perikanan tangkap per tahun di Kecamatan Teluk Ambon

No Nama Desa

Biaya Operasional (Rp/tahun) Gillnet

Hanyut Handline Ketinting

Pancing

Tonda Purse Seine

1 Laha - 1.680.000 27.806.400 117.642.000 220.584.000 2 Tawiri - 4.110.000 - - - 3 Hatiwe Besar - 33.432.000 - - 286.681.200 4 Wayame - - - 14.400.000 - 5 Rumah Tiga - 5.130.000 - - - 6 Waeheru - 4.560.000 - - - 7 Poka 16.634.400 - - - - 8 Hunut - 21.900.000 - - -

Biaya operasional per tahun yang cukup besar juga terjadi pada usaha perikanan pancing tonda di Desa Laha Kecamatan Teluk Ambon Dalam (Tabel 28). Dari jumlah yang dikeluarkan untuk pancing tonda tersebut, sekitar 64,5% digunakan untuk BBM dan oli. Hal ini menunjukkan bahwa BBM menjadi faktor penting dalam operasi usaha perikanan pancing tonda di Desa Laha Kecamatan Teluk Ambon Dalam. Karena itu, pengusahaan pancing tonda ini perlu dilakukan

89

dengan kemandirian modal agar tetap bertahan. Secara sepintas kebutuhan biaya operasional yang besar itu telah menunjukkan ketergantungan tinggi terhadap komponen produksi, dan hal ini menjadi pertimbangan penting bagi penilaian kelayakan pengusahaan pancing skala besar. Tingkat keseimbangan biaya operasional ini dengan penerimaan yang dijelaskan pada Bagian 5.3 akan menentukan nilai pasti dari kelayakan usaha pancing tonda tersebut.

Tabel 29 Biaya operasional usaha perikanan tangkap di Kecamatan Baguala

No Nama Desa

Biaya Operasional (Rp/tahun) Bagan Gillnet

Hanyut Handline Payang

Pole and Line Redi 1 Nania - - - 196.705.200 - - 2 Negeri Lama - 18.000.000 - - - 39.168.000 3 Passo - 30.211.200 - - - - 4 Lateri 40.698.000 7.728.000 3.240.000 - 598.080.000 298.350.000 5 Halong - 18.000.000 - - 152.160.000 40.800.000 6 Latta - 3.924.000 66.744.000 - - -

Selanjutnya, bila mengacu kepada Tabel 29, maka handline di Desa Latta membutuhkan biaya operasional yang tinggi untuk ukuran usaha perikanan tangkap yang biasa diusahakan skala kecil. Sebaliknya, biaya operasional gillnet hanyut yang ada, termasuk wajar untuk usaha perikanan tangkap yang biasa diusahakan dengan skala sedang. Hal cukup wajar juga terjadi pada payang, pole and line, redi yang biasa diusahakan dengan skala besar. Biaya operasional yang tinggi pada handline di Desa Latta terjadi karena intensitas operasi penangkapannya lebih sering dan tidak tergantung pada musim ikan. Hasil survai lapang menunjukkan bahwa kelompok nelayan yang mengoperasikan 16 unit handline di desa pesisir tersebut sangat terampil dalam menentukan lokasi penangkapan dan memilih mata pancing yang digunakan. Nelayan juga menggunakan umpan buatan yang kemudian dimodifikasi berdasarkan pengalamannya. Pomeroy (1998) menyatakan bahwa ketrampilan lokal yang diasah terus-menerus dapat menjadi kekuatan penting bagi kemajuan pesisir di suatu kawasan. Masyarakat nelayan timur Thailand telah menunjukkan hal ini, dimana mereka tidak menganggap keganasan Laut Cina Selatan sebagai hambatan untuk melaut, tetapi menjadi pemacu untuk memodifikasi alat tangkap jaring yang biasa digunakan untuk menangkap ikan yang berimigrasi jauh mengikuti kondisi iklim perairan.

Tabel 30 Biaya operasional usaha perikanan tangkap di Kecamatan Sirimau

No Nama Desa

Biaya Operasional (Rp/tahun) Gillnet Hanyut Gillnet Dasar Handline Pole and Line Purse Seine 1 Batu Merah 2.550.000 1.200.000 3.600.000 - 26.700.000 2 Pandan Kasturi 3.480.000 - - - - 3 Hatiwe Kecil - - - 512.740.000 - 4 Galala 6.732.000 - - 1.313.988.000 -

Bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya, usaha perikanan pole and line yang dikembangkan di Kecamatan Sirimau (Desa Hatiwe kecil dan Galala) termasuk lebih besar dan modern. Pole and line tersebut dikelola oleh perusahaan swasta dan nelayan besar, dimana teknologi penangkapan ikan seperti GPS dan fish finder menjadi pendukung penting dalam kegiatan melaut yang dilakukan. Intensitas penangkapan cukup tinggi untuk ukuran usaha perikanan pole and line, yaitu mencapai rata-rata 8-9 trip per bulan. Kondisi inilah yang menjadi penyebab tingginya biaya operasional pole and line di kecamatan ini, terutama di Desa Hatiwe Kecil dan Desa Galala dibandingkan dengan kecamatan lainnya. Hamdan, et.al (2006) menyatakan bahwa kelengkapan peralatan pendukung sangat mempengaruhi intensitas penangkapan ikan yang dilakukan nelayan. Namun hal ini, belum tentu memberikan keuntungan yang lebih baik, karena peralatan yang lebih lengkap cenderung menambah biaya operasional melaut. Untuk kepentingan ini, maka pengecekan silang terhadap penerimaan juga perlu, untuk menentukan pola penangkapan yang lebih baik termasuk dalam pengembangan strategi pengelolaan perikanan tangkap. Bila penerimaan tidak memperlihatkan peningkatan signfikan seperti halnya biaya operasioanal, maka kelayakan pengembangan usaha perikanan tangkap (dinyatakan dengan BCR) ini perlu dipertimbangkan.

Di Kecamatan Nusaniwe, usaha perikanan pancing tonda ada juga yang dikembangkan cukup besar seeprti halnya di Kecamatan Teluk Ambon, sehingga membutuhkan biaya operasional besar. Berdasarkan Tabel 31, usaha pancing tonda di Desa Latuhalat membutuhkan biaya operasional per tahun lebih kecil dibandingkan dengan di Kelurahan Urimessing. Biaya operasional untuk gillnet, handline, dan purse seine termasuk cukup wajar untuk setiap jenis usaha perikanan tangkap tersebut. Menurut Hanley and Spash (1993), kewajaran biaya operasional/ produksi perlu pengecekan silang dengan penerimaan, sehingga dapat diketahui

91

peluang pengembangan kegiatan produksi tersebut. Biaya produksi tidak akan menjamin keberlanjutan kegiatan produksi selama hasil produksi yang dihasilkan tidak membaik sesuai standar yang ditetapkan. Karena itu, kelayakan usaha perikanan tangkap ini, juga tetap perlu melihat kondisi penerimaan yang bisa diperoleh nelayan dan pelaku perikanan dari usaha perikanan tangkap yang dikembangkannya.

Tabel 31 Biaya operasional usaha perikanan tangkap di Kecamatan Nusaniwe

No Nama Desa

Biaya Operasional (Rp/tahun) Gillnet Hanyut Gillnet Dasar Handline Pancing Tonda Purse Seine 1 Latuhalat - - 11.340.000 119.952.000 192.000.000 2 Seilale 3.702.816 2.880.000 2.466.000 - - 3 Amahusu - - 22.464.000 - 4 Nusaniwe 10.800.000 - - 23.220.000 - 5 Benteng 5.760.000 23.904.000 3.600.000 - - 6 Urimesing - - - 174.420.000 180.144.000 7 Waihaong 2.622.828 4.050.000 - 32.130.000 168.300.000 8 Silale 5.760.000 - 3.600.000 - 131.400.000