• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.3 Teknik Analisis Data

3.3.2 Analisis Kelayakan Finansial

Untuk mengevaluasi kelayakan pengusahaan kebun kakao rakyat pada tiap tingkat kesesuaian lahan yang ada di Kabupaten Padang Pariaman maka dilakukan analisis kelayakan finansial. Untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial, dapat digunakan beberapa kriteria (alat analisis) yaitu:

3.3.2.1 Net Present Value (NPV)

Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara yang praktis untuk mengetahui apakah pengusahaan kebun kakao menguntungkan atau tidak. NPV adalah selisih antara present value dari arus benefit dikurangi present value dari arus cost (Soekartawi, 1996). Suatu kegiatan pengusahaan kebun kakao yang memberikan keuntungan adalah kegiatan yang memberikan nilai positif atau NPV>0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua biaya total yang dikeluarkan. Jika NPV=0, berarti manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya total yang dikeluarkan (keadaan BEP atau TC=TB). Nilai NPV<0, berarti pengusahaan kebun kakao akan mengalami kerugian, biaya total yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Secara matematis NPV dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Analisis pendapat stakeholders

melalui teknik Analytical Hierarchy Process (AHP) Analisis rantai dan margin pemasaran serta integrasi pasar

Analisis kelayakan finansial (NPV, Net BCR, IRR) dan uji

sensitivitas

Peta satuan lahan (land unit) dan karakteristiknya

Kriteria kesesuaian lahan

tanaman kakao Peta kelas kesesuaian

lahan aktual tanaman kakao

Peta wilayah yang berpotensi pengembangan (sesuai dan tersedia)

Peta lokasi arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat

Arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman

Overlay

Peta wilayah yang tersedia untuk pengembangan kakao

Overlay

Peta RTRWK Padang Pariaman

Peta penggunaan lahan (land use)

Peta administrasi Pdg Pariaman

Dimana :

Bt = Benefit pada tahun ke-t t = Lamanya waktu investasi

Ct = Biaya pada tahun ke-t i = Tingkat suku bunga 3.3.2.2 Net Benefit Cost Ratio (Net BCR)

Net Benefit Cost Ratio adalah perbandingan antara nilai manfaat dengan biaya yang diperhitungkan saat ini (Soekartawi, 1996). Suatu pengusahaan kebun kakao layak dan efisien untuk dilaksanakan jika nilai Net BCR>1, yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dan berlaku sebaliknya. Nilai Net BCR = 1 (satu) berarti cash in flow = cash out flows (BEP) atau TR=TC. Secara matematis Net BCR dapat dihitung dengan rumus :

∑ ∑

... (2) Dimana :

Bt = Benefit pada tahun ke-t t = Jangka waktu proyek/usahatani

Ct = Biaya pada tahun ke-t i = Tingkat bunga yang berlaku n = umur proyek/usahatani

3.3.2.3Internal Rate of Return (IRR)

Untuk mengetahui sejauh mana pengusahaan kebun kakao memberikan keuntungan, digunakan analisis IRR. IRR dinyatakan dengan persen (%) yang merupakan tolok ukur dari keberhasilan pengusahaan kebun kakao (Soekartawi, 1996). Penggunaan investasi akan layak jika diperoleh IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan, karena kegiatan usaha berada dalam keadaan yang menguntungkan. Demikian juga sebaliknya, jika IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan, berarti pengusahaan kebun kakao merugi dan tidak layak untuk dilaksanakan.

... (3)

Dimana :

i

1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1

i

2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2

Kelayakan usaha ditentukan dengan mempertimbangkan ketiga alat analisis tersebut, dimana usaha tersebut layak apabila :

NPV>0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua biaya total yang dikeluarkan.

Net BCR>1, yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.

IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan.

Pada penelitian ini juga akan dihitung seberapa cepat waktu yang dibutuhkan proyek untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam dengan rumus :

∑ ∑ ... (4) Dimana :

Tp-1 = jumlah tahun pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif TCicp-1 = jumlah total biaya pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif Bicp-1 = jumlah total benefit pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif BP = jumlah benefit pada tahun awal nilai Net Benefit Kumulatif positif

Analisis sensitivitas (sensitivity analysis) dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis kelayakan pengusahaan kebun kakao, agar dapat mengetahui pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah atau ada suatu kesalahan dalam dasar perhitungan biaya dan manfaat. Analisis kepekaan (sensitivitas) adalah suatu teknik analisis yang menguji secara sistematis apa yang terjadi pada pada kapasitas penerimaan suatu kegiatan usaha apabila terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Hal ini dibutuhkan dalam analisis pengusahaan kebun kakao, biasanya didasarkan pada proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi dimasa yang akan datang, pengusahaan kebun kakao dapat berubah-ubah sebagai akibat empat permasalahan yaitu :

1. Perubahan harga jual biji kakao

2. Terlambatnya tanaman kakao berproduksi

3. Kenaikan biaya input untuk pemeliharaan kebun kakao 4. Perubahan volume produksi tanaman kakao

Analisis kepekaan dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa besar penurunan atau peningkatan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi, dari layak menjadi tidak layak dilaksanakan (Gittinger, 1986). Analisis sensitivitas pada penelitian ini dihitung dengan skenario :

1. Meningkatkan biaya-biaya Input

2. Menghitung Break Event Point (BEP) harga jual biji kakao petani 3. Menghitung Break Event Point (BEP) volume produksi biji kakao petani

Analisis Break Event Point (BEP) digunakan untuk mengetahui jangka waktu pengembalian modal atau investasi dalam pengusahaan kebun kakao. Produksi minimal biji kakao kegiatan usaha harus menghasilkan atau menjual biji kakao agar tidak mengalami kerugian. BEP adalah suatu keadaan dimana pengusahaan kebun kakao tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian, dapat dilihat pada Gambar 4. Titik BEP dicapai pada saat total penerimaan sama dengan total biaya, yaitu TP=TB, karena TP=TBT + (BC.Q) (Rustiadi et al. 2009).

Break Event Point (BEP) harga jual dihitung untuk mengetahui sampai seberapa besar (batas) rata-rata harga jual biji kakao petani selama periode analisis pengusahaan (20 tahun) yang masih menguntungkan petani dengan asumsi ceteris paribus, dimana apabila harga rata-rata penjualan biji kakao petani selama periode pengusahaan (20 tahun) dibawah harga tersebut maka petani akan rugi. Break Event Point (BEP) volume produksi dihitung untuk mengetahui sampai seberapa

besar (batas) rata-rata volume produksi biji kakao yang dihasilkan petani selama periode analisis pengusahaan (20 tahun) yang masih menguntungkan petani dengan asumsi ceteris paribus, dimana apabila rata-rata volume produksi penjualan biji kakao petani selama periode pengusahaan (20 tahun) dibawah nilai tersebut maka petani akan rugi.

Gambar 4 Grafik Break Event Point (BEP)

Skenario meningkatkan biaya-biaya input dihitung dengan mencari sampai seberapa persen peningkatan biaya-biaya input dalam kegiatan pengusahaan kebun kakao tersebut yang menyebabkan kegiatan tersebut menjadi tidak layak dengan asumsi ceteris paribus. Perhitungan Break Event Point (BEP) dapat dilakukan dengan cara Trial and Error yaitu dengan menghitung keuntungan operasi suatu volume produksi/penjualan tertentu. Apabila perhitungan tersebut menghasilkan keuntungan maka diambil volume penjualan/produksi yang lebih rendah, dan sebaliknya. Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan produksi dimana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total (TR=TC).

3.3.3 Analisis Rantai dan Margin Pemasaran serta Integrasi Pasar