• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi yang Berpotensi untuk Pengembangan Perkebunan Kakao Berdasarkan Aspek Biofisik dan Ketersediaan Lahan

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Lokasi yang Berpotensi untuk Pengembangan Perkebunan Kakao Berdasarkan Aspek Biofisik dan Ketersediaan Lahan

Analisis untuk menentukan wilayah yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan kakao berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan dilakukan dengan menggunakan metode Sistem Informasi Geografis dengan memadukan berbagai peta tematik. Peta tematik yang digunakan adalah peta RTRW Kabupaten Padang Pariaman tahun 2010-2030, peta penggunaan lahan (land use)

eksisting, peta penunjukan kawasan hutan, peta administrasi dan peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kakao.

Penentuan wilayah yang berpotensi berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan diawali dengan menentukan kawasan yang diperuntukan untuk perkebunan dalam arahan pola ruang atau tata guna lahan yang tertuang dalam RTRW kabupaten, kemudian dipadukan dengan kawasan atau area penggunaan lain pada kawasan hutan. Selanjutnya dipadukan dengan area yang memungkinkan untuk pengembangan tanaman kakao yang ada pada peta penggunaan lahan di Kabupaten Padang Pariaman, sehingga akan diperoleh wilayah yang tersedia untuk pengembangan kebun kakao rakyat.

Wilayah yang tersedia untuk pengembangan kakao, selanjutnya akan dipadukan dengan peta kesesuaian lahan aktual untuk tanaman kakao, sehingga dapat diketahui apakah wilayah tersebut sesuai untuk pengembangan kakao secara biofisik. Peta kesesuaian lahan aktual dalam penelitian ini diperoleh dengan menganalisis peta satuan lahan (land unit) Kabupaten Padang Pariaman yang dipadukan dengan kriteria persyaratan lahan untuk tanaman kakao yang dikeluarkan oleh Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP) Kementerian Pertanian RI. Kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman kakao (Theobroma cacao L) dapat dilihat pada Lampiran 1.

Peta satuan lahan (land unit) yang digunakan merupakan Peta Satuan Lahan Lembar Padang (0751) Sumatera yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun 1990 dengan skala 1:250.000. Peta satuan lahan ini memberikan beberapa informasi terkait karakteristik fisik lingkungan serta fisik dan kimia tanah dari tiap satuan lahan di Kabupaten Padang Pariman meliputi kondisi lereng, bahaya erosi, drainase, tekstur tanah, kedalaman tanah, kejenuhan basa, KTK liat, pH H2O, C-Organik dan salinitas. Satuan lahan (land unit) dan

penilaian kelas kesesuaian lahan pada wilayah yang tersedia untuk pengembangan kakao di Kabupaten Padang Pariaman disajikan pada Lampiran 2.

Menurut Sitorus (2004), analisis kesesuaian lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk menduga potensi sumber daya lahan untuk berbagai penggunaannya. Kerangka dasar dari analisis kesesuaian lahan adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut. Dasar pemikiran utama dalam prosedur analisis kesesuaian lahan adalah kenyataan bahwa berbagai penggunaan lahan membutuhkan persyaratan yang berbeda-beda. Hasil analisis kesesuaian lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk

perencanaan tata guna lahan yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Hasil analisis kesesuaian lahan pada wilayah/lokasi yang tersedia untuk pengembangan kakao di Kabupaten Padang Pariaman diperoleh informasi bahwa sebagian besar lahan sesuai untuk budi daya tanaman kakao, yaitu seluas 51.342 ha dari 54.096 ha lahan yang tersedia. Lahan cukup sesuai (S2) seluas 32.636 ha (60,33%), lahan sesuai marjinal (S3) seluas 18.706 ha (34,58%) sedangkan lahan yang tidak sesuai (N) seluas 2.754 ha (5,09%). Kelas kesesuaian lahan sangat sesuai (S1) tidak ditemukan karena faktor pembatas ketersediaan air (curah hujan yang tinggi).

Kelas kesesuaian lahan S2 paling luas terdapat di Kecamatan Sungai Limau yaitu 4.635 ha dan lahan S3 paling luas di Kecamatan Sungai Geringging. Hal ini sejalan dengan penelitian Yosfirman (2009), bahwa terdapat lahan yang berpotensi untuk pengembangan kebun kakao di Kecamatan Sungai Geringging, terlihat dari peningkatan luas areal kebun kakao masyarakat. Disamping itu, adanya usaha penangkar benih, tersedianya sarana dan prasarana serta adanya dukungan dari program pemerintah. Secara spasial wilayah yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan kakao rakyat berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan beserta faktor pembatasnya disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Peta wilayah yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan kakao rakyat

Masing-masing kesesuaian lahan aktual dibatasi berbagai faktor pembatas, diantaranya ketersediaan air (w), media perakaran (r), retensi hara (f) serta tingkat bahaya erosi (e). Luas dan sebaran kelas kesesuaian lahan aktual pada masing- masing kecamatan menurut faktor pembatasnya tertera pada Tabel 11.

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui kelas kesesuaian lahan aktual S2 (cukup sesuai) dengan faktor pembatas ketersediaan air dan bahaya erosi (S2ew)

merupakan yang paling dominan yaitu seluas 15.022 ha, dengan sebaran paling luas terdapat pada Kecamatan Sungai Limau seluas 3.551 ha (23,64%) disusul Kecamatan Batang Gasan seluas 3.337 ha (22,21%). Kesesuaian lahan S2 dengan faktor pembatas retensi hara, media perakaran dan ketersediaan air (S2frw) merupakan yang paling kecil yaitu seluas 3.332 ha.

Tabel 11 Luas dan sebaran kelas kesesuaian lahan aktual pada masing-masing kecamatan menurut faktor pembatasnya.

Kecamatan

Kesesuaian Lahan Aktual (ha)

S2fw S2w S2ew S2frw Jumlah S2 S3fr S3e S3r Jumlah S3 N 2 x 11 Enam Lingkung 418 895 - - 1.313 9 1.026 294 1.329 - 2 x 11 Kayu Tanam 26 2.561 69 - 2.656 204 1.154 36 1.394 - Batang Anai - - - 1.693 1.693 - 453 576 1.029 1.021 Batang Gasan - 337 3.337 - 3.674 86 1.600 101 1.787 320 Enam Lingkung 506 470 - - 976 - - 194 194 -

IV Koto Aur Malintang 47 1.371 - - 1.418 146 2.884 27 3.057 316

Lubuk Alung 328 156 - 775 1.259 28 1.375 559 1.962 -

Nan Sabaris 92 837 - 251 1.180 - - 481 481 209

Padang Sago 134 - 1.613 - 1.747 - 3 87 90 -

Patamuan 873 116 744 - 1.733 - 167 16 183 -

Sintuk Toboh Gadang 189 703 - 278 1.170 - - 194 194 -

Sungai Geringging - - 2.006 - 2.006 2 3.973 - 3.975 -

Sungai Limau - 1.084 3.551 - 4.635 121 30 356 507 617

Ulakan Tapakis - - - 334 334 - - 8 8 236

V Koto Kampung Dalam 791 - 1.391 1 2.183 - 1.025 82 1.107 7

V Koto Timur 777 - 1.948 - 2.725 - 928 66 994 28

VII Koto Sungai Sarik 970 601 363 - 1.934 - 33 382 415 -

Jumlah 5.151 9.131 15.022 3.332 32.636 596 14.651 3.459 18.706 2.754

Keterangan: S2fw = faktor pembatas retensi hara dan ketersediaan air; S2w = faktor pembatas ketersediaan air; S2ew = faktor pembatas tingkat bahaya erosi dan ketersediaan air; S2frw = faktor pembatas rentensi hara, media perakaran dan ketersediaan air; S3fr = faktor pembatas retensi hara dan media perakaran; S3e = faktor pembatas tingkat bahaya erosi; dan S3r = faktor pembatas retensi hara.

Kelas kesesuaian lahan aktual S3 (sesuai marjinal) dengan faktor pembatas bahaya erosi (S3e) merupakan yang paling luas yaitu sebesar 14.651 ha. Sebaran yang paling luas terdapat di Kecamatan Sungai Geringging seluas 3.973 ha (27,12%), disusul Kecamatan IV Koto Aur Malintang seluas 2.884 ha (19,68%). Faktor pembatas pada S3 yang paling kecil ditemukan pada faktor pembatas retensi hara dan media perakaran (S3fr) yaitu seluas 596 ha.

Faktor-faktor pembatas tersebut dapat diperbaiki dengan memberikan masukan/input yang diperlukan, sehingga lahan tersebut dapat ditingkatkan produktivitasnya. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), usaha perbaikan yang dilakukan harus memperhatikan aspek ekonomisnya. Artinya, apabila lahan tersebut diatasi kendalanya, harus diperhitungkan apakah secara ekonomis masih dapat memberikan keuntungan terhadap pengusahaan kebun kakao tersebut.

5.2 Kelayakan Finansial Pengusahaan Kebun Kakao Rakyat di Kabupaten