• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arahan Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Padang Pariaman

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.5 Arahan Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di Kabupaten Padang Pariaman

Penyusunan arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat ditinjau dari aspek biofisik dimaksudkan agar lokasi yang akan dijadikan pengembangan perkebunan kakao tidak bertentangan dengan arahan pola ruang yang tertuang dalam RTRWK yang telah ditetapkan dan lokasi tersebut merupakan lahan yang sesuai untuk tanaman kakao. Penyusunan lokasi yang menjadi arahan pengembangan dengan mempertimbangkan penggunaan lahan eksisting dikaitkan dengan kemudahan dan biaya pengolahan lahan tersebut apabila dijadikan perkebunan kakao. Disamping itu, lahan yang menjadi arahan diasumsikan lahan yang diprioritaskan untuk pengembangan perkebunan kakao oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Pariaman. Hal ini sesuai dengan Baktiawan (2008), lokasi yang menjadi arahan pengembangan kebun kakao di Lampung Timur mempertimbangkan aspek kesesuaian lahan dan penggunaan lahan. Lokasi arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman dibagi menjadi tiga prioritas. Kriteria pembagian prioritas lokasi yang menjadi arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat tertera pada Tabel 17.

Tabel 17 Pembagian prioritas lokasi yang menjadi arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman.

Lokasi Arahan RTRW Kawasan Hutan Penggunaan Lahan Kelas kesesuaian lahan Prioritas I KP APL Alang-alang, semak/belukar dan tanah kosong S2/S3

Prioritas II KP APL Kebun campuran dan

perkebunan rakyat S2/S3

Prioritas III KP APL Hutan belukar S2/S3

Keterangan: KP = Kawasan Perkebunan, APL = Areal Penggunaan Lain

Berdasarkan Tabel 17. yang menjadi prioritas pertama adalah lahan yang berupa alang-alang, semak belukar dan tanah kosong pada kawasan perkebunan dalam RTRW dan areal penggunaan lain pada kawasan hutan. Lahan ini menjadi prioritas pertama dengan pertimbangan ingin memanfaatkan lahan kosong (tidur) dan lahan tidak produktif. Dengan diusahakan tanaman kakao maka lahan ini diharapkan dapat memberikan manfaat/pendapatan kepada petani. Disamping itu, lahan ini dipandang tidak memerlukan biaya yang besar untuk mengembangkannya menjadi kebun kakao.

Prioritas kedua merupakan lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi belum memberikan keuntungan yang optimal kepada petani, seperti memanfaatkan ruang/lahan yang kosong diantara tanaman lain seperti kelapa, pinang, pisang dan sebagainya. Selain itu, melalui rehabilitasi atau peremajaan tanaman kakao yang sudah tua dan tanaman yang tidak produktif, dengan cara mengganti dengan bibit yang lebih unggul. Rehabilitasi dapat dilakukan oleh petani dengan cara sambung samping atau sambung pucuk tanaman kakao. Menurut Goenadi et al. (2005)

arahan pengembangan kakao di Indonesia kedepannya yaitu melalui perluasan areal pada lahan-lahan yang potensial, rehabilitasi dan peremajaan tanaman kakao tua/tidak produktif lagi. Febryano (2008) menyatakan bahwa, tiga pola tanam tanaman kakao yaitu: (1) tanaman kakao ditanam secara tumpang sari (dikombinasikan) dengan pisang; (2) tanaman kakao dikombinasikan dengan petai; (3) tanaman kakao dikombinasikan dengan durian, ketiga pola tanam tersebut layak diusahakan secara finansial.

Lahan berupa hutan belukar dijadikan prioritas terakhir (ketiga) karena untuk mengusahakan lahan ini menjadi kebun kakao akan membutuhkan biaya yang cukup besar untuk land clearing seperti penebangan pohon, pembongkaran akar-akar pohon dan sebagainya. Rincian luas lokasi prioritas arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman tertera pada Tabel 18.

Tabel 18 Lokasi prioritas dan luas arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman

No. Kecamatan Luas Lahan Arahan (ha) Jumlah

(ha) Luas (%) Prioritas I Prioritas II Prioritas III

1 2 x 11 Enam Lingkung 124 1.916 602 2.642 5,15

2 2 x 11 Kayu Tanam 209 2.608 1.233 4.050 7,89

3 Batang Anai 668 1.797 257 2.722 5,30

4 Batang Gasan 133 4.062 1.266 5.461 10,64

5 Enam Lingkung - 1.170 - 1.170 2,28

6 IV Koto Aur Malintang 169 3.341 965 4.475 8,72

7 Lubuk Alung 343 2.471 407 3.221 6,27

8 Nan Sabaris 98 1.563 - 1.661 3,24

9 Padang Sago - 1.837 - 1.837 3,58

10 Patamuan - 1.785 131 1.916 3,73

11 Sintuk Toboh Gadang 66 1.298 - 1.364 2,66

12 Sungai Geringging 98 5.711 172 5.981 11,65

13 Sungai Limau 173 3.992 977 5.142 10,02

14 Ulakan Tapakis 95 247 - 342 0,67

15 V Koto Kapung Dalam - 3.198 92 3.290 6,41

16 V Koto Timur - 3.672 47 3.719 7,24

17 VII Koto Sungai Sarik - 2.349 - 2.349 4,58

Jumlah 2.176 43.017 6.149 51.342 100,00

Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa lahan yang menjadi prioritas dua merupakan lahan paling luas yaitu 43.017 ha (83,78%) yang tersebar disetiap kecamatan. Sebaran terluas terdapat di Sungai Geringging (5.711 ha) dan paling sedikit terdapat di Kecamatan Ulakan Tapakis (247 ha). Selanjutnya lahan yang menjadi prioritas tiga merupakan lahan terluas kedua yaitu sebesar 6.149 ha (11,98%) tersebar di 11 kecamatan, paling luas terdapat di Kecamatan Batang Gasan (1.266 ha). Lahan prioritas satu yang paling sedikit yaitu seluas 2.176 ha (4,24%) yang juga tersebar di 11 kecamatan, paling luas terdapat di Kecamatan Batang Anai (668 ha). Secara spasial arahan lokasi pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman disajikan pada Gambar 11.

Lokasi arahan pengembangan kakao di Kabupaten Padang Pariaman secara aspek biofisik kedepannya perlu disempurnakan/disusun dengan rencana

operasional paling detil. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan skala peta yang digunakan, dimana dalam penelitian ini hanya mengacu pada sakala peta satuan lahan (land unit) dengan skala 1:250.000.

Gambar 11 Peta arahan lokasi pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman

Arahan pengembangan kebun kakao rakyat kedepannya juga harus memperhatikan aspek pemasaran dari komoditas kakao, sumberdaya manusia (SDM) dan teknologi yang mendukung dalam budidaya tanaman kakao. Aspek pemasaran mencakup ketersediaan pasar yang akan menampung hasil panen petani dan rantai pemasaran dari komoditas kakao. Menurut pihak-pihak yang terlibat dalam pengembangan perkebunan kakao rakyat (stakeholders), tersedianya pasar dengan harga yang layak dan relatif stabil akan memotivasi petani dalam pengusahaan kebun kakao mereka.

Rantai pemasaran komoditas kakao juga akan menentukan kesuksesan petani dalam kegiatan usahatani mereka. Walaupun secara finansial kelayakan pengusahaan kebun kebun kakao rakyat menguntungkan, namun dilihat dari segi tataniaga biji kakao yang ada di Kabupaten Padang Pariaman relatif belum efisien. Hal ini dapat terlihat dari besarnya margin pemasaran, masih kecilnya bagian harga yang diterima oleh petani dan belum terintegrasinya pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat pedagang kabupaten. Ketidak efisienan rantai pemasaran ini dapat diatasi salah satunya dengan membentuk lembaga pemasaran bersama para petani melalui wadah kelompok tani, sehingga rantai pemasaran dapat diperpendek. Kemudian dibutuhkan peran aktif instansi terkait untuk melakukan pembinaan dan penyaluran informasi kepada petani, sehingga petani mempunyai informasi terbaru tentang perkembangan harga komoditas kakao.

Selain aspek pemasaran komoditas kakao, ketersediaan sumberdaya manusia juga perlu menjadi fokus perhatian dalam pengembangan perkebunan kakao rakyat kedepannya. Adanya dukungan sumberdaya manusia yang handal akan dapat meningkatkan produktivitas tanaman kakao, baik sumberdaya manusia penyuluh pertanian maupun sumberdaya manusia petani itu sendiri. Faktor teknologi juga harus diperhatikan dalam mengusahakan kebun kakao, dengan tersedianya teknologi akan sangat membantu petani dalam pengusahaan kebun kakao mereka. Teknologi dalam budidaya kakao sangat diperlukan, seperti tersedianya peralatan untuk pemeliharaan tanaman kakao serta tersedianya sarana produksi seperti pupuk dan obat-obatan.

6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Wilayah yang berpotensi untuk pengembangan perkebunan kakao rakyat

berdasarkan aspek biofisik dan ketersediaan lahan di Kabupaten Padang Pariaman seluas 51.342 ha, sedangkan lahan yang tidak berpotensi seluas 2.754 ha. Lokasi wilayah yang berpotensi disajikan dalam bentuk peta.

2. Pengusahaan kebun kakao rakyat pada lahan kelas kesesuaian lahan S2 dan S3 di Kabupaten Padang Pariaman layak secara finansial. Hal ini dapat terlihat dari nilai NPV, Net BCR dan IRR berada pada kriteria layak.

3. Terdapat tiga bentuk rantai pemasaran komoditas kakao di Kabupaten Padang Pariaman yaitu: (1) rantai pemasaran 1: petani – pedagang nagari – pedagang kecamatan – pedagang kabupaten; (2) rantai pemasaran 2: petani – pedagang kecamatan – pedagang kabupaten; (3) rantai pemasaran 3: petani – pedagang nagari – pedagang kabupaten. Dari ketiga rantai pemasaran tersebut dilihat dari nilai margin pemasaran, maka rantai pemasaran 2 yang memberikan bagian harga lebih tinggi kepada petani.

4. Pasar komoditas kakao di Kabupaten Padang Pariaman belum terintegrasi antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat pedagang kabupaten. 5. Faktor yang sangat mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao di

Kabupaten Padang Pariaman adalah faktor pasar terutama terkait dengan kelayakan harga dan kestabilan harga jual komoditas kakao. Faktor-faktor lain yang juga berpengaruh secara berurutan berdasarkan besar tingkat pengaruhnya adalah faktor sumberdaya manusia (SDM) meliputi keterampilan teknis budidaya petani serta ketersediaan tenaga kerja dan tenaga penyuluh, faktor teknologi dalam budidaya kakao, faktor luas pengusahaan lahan dan faktor modal.

6. Arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman meliputi area seluas 51.342 ha yang terbagi kedalam tiga prioritas yaitu: prioritas 1 dengan luas 2.176 ha tersebar di 11 kecamatan, prioritas 2 dengan luas 43.017 ha tersebar diseluruh kecamatan dan prioritas 3 seluas

6.149 ha tersebar di 11 kecamatan. Distribusi spasial lokasi pengembangan perkebunan kakao rakyat disajikan dalam bentuk peta.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Padang Pariaman melalui instansi terkait agar menganjurkan petani untuk mengusahakan kebun kakao pada lahan yang menjadi arahan pengembangan (prioritas 1, 2 dan 3). Arahan pengembangan kebun kakao rakyat kedepannya perlu memperhatikan faktor pasar komoditas kakao, terutama terkait dengan kelayakan dan kestabilan harga jual komoditas kakao di tingkat petani. Disamping itu, yang juga perlu mendapat perhatian adalah faktor sumberdaya manusia (SDM) terkait dengan keterampilan teknis budidaya petani, ketersediaan tenaga kerja dan tenaga penyuluh pertanian serta faktor teknologi yang mendukung petani dalam budidaya tanaman kakao.

Lokasi yang menjadi arahan untuk pengembangan perkebunan kakao rakyat perlu ditindaklajuti dengan perencanaan yang lebih detil dalam implementasinya kedepan, setidaknya dengan skala peta 1:50.000 untuk perencanaan kabupaten. Hal ini dilakukan mengingat keterbatasan data yang digunakan, dimana dalam penelitian ini hanya mengacu pada skala peta satuan lahan (land unit) dengan skala 1:250.000.