• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Rantai dan Margin Pemasaran serta Integrasi Pasar Komoditas Kakao

3.3 Teknik Analisis Data

3.3.3 Analisis Rantai dan Margin Pemasaran serta Integrasi Pasar Komoditas Kakao

3.3.3.1 Analisis Rantai dan Margin Pemasaran

Margin tata niaga digunakan untuk mengetahui dimana terletak keuntungan terbesar dari rantai pemasaran biji kakao di Kabupaten Padang Pariaman. Semakin besar bagian harga yang diterima petani, berarti bargaining position

petani lebih menguntungkan, demikian pula sebaliknya. Dari rantai-rantai pemasaran yang terbentuk di masyarakat, dengan analisis margin pemasaran maka rantai pemasaran yang terefisien akan diketahui. Masukan tersebut merupakan hal yang terpenting dalam pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman. Secara matematis persamaan margin tata niaga dapat dirumuskan sebagai berikut :

...(5) Keterangan : TP : Total Penerimaan TB : Total Biaya BT : Biaya Tetap BV : Biaya Variabel Harga Volume BEP TP TB = BT+BV BV BT

Dimana :

M = Margin tataniaga (Rp/kg)

Mj = Margin tataniaga (Rp/kg) lembaga tataniaga ke-j (j=1,2,..,m) dan m adalah jumlah lembaga tataniaga yang terlibat

Cij = Biaya tataniaga ke-i (Rp/kg) pada lembaga tataniaga ke-j (i=1,2,..,n) dan n

adalah jumlah jenis pembiayaan

Pj = Margin keuntungan lembaga tataniaga ke-j (Rp/kg) 3.3.3.2 Analisis Integrasi Pasar Komoditas Kakao

Analisis keterpaduan pasar pada penelitian ini mengacu pada model yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan Heytens (1986). Harga pasar setempat diidentifikasi sebagai harga kakao yang dihasilkan petani (Pf), sedangkan harga pasar acuan adalah harga kakao yang berlaku di tingkat pedagang pengumpul kabupaten (Pe), hubungan kedua harga tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : (Pft - Pft-1) = b1(Pft-1- Pet-1) + b2 (Pet-1-Pet-1) + b3 Pet-1 + b4X + µt... (6)

Dan dapat disusun kembali menjadi persamaan :

Pft = (1 + b1) Pft-1 + b2 (Pet – Pet-1) + (b3-b1)Pet-1 + b4X + µt... (7)

Dimana :

Pft = Harga kakao tingkat petani pada bulan t

Pft-1 = Harga kakao tingkat petani pada bulan sebelumnya

Pet = Harga kakao tingkat pedagang kabupaten pada bulan t

Pet-1 = Harga kakao tingkat pedagang kabupaten pada bulan sebelumnya

X = Vektor musiman (peubah lain) yang relevan dipasar setempat (waktu t) t = Periode waktu

µt = Galat

Koefisien b2 pada persamaan (7) di atas menunujukkan seberapa jauh

perubahan harga di tingkat pedagang kabupaten ditransmisikan ke tingkat petani. Koefisien b2 disebut juga sebagai parameter keterpaduan jangka pendek antara

pasar yang diamati. Keterpaduan pasar jangka pendek tercapai bila koefisien b2=1.

Apabila nilai parameter dugaan koefisien b2 bernilai 1, maka perubahan harga 1

persen pada suatu tingkat pasar akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat pasar yang lainnya dalam persentase yang sama. Oleh karena itu, semakin dekat nilai parameter b2 dengan satu angka akan semakin baik keterpaduan pasarnya.

Koefisien (1 + b1) dan (b3-b1) masing-masing mencerminkan seberapa jauh

kontribusi relatif harga periode sebelumnya baik di tingkat petani maupun pedagang kabupaten terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang di tingkat petani. Rasio antara kedua koefisien tersebut menunjukkan indeks hubungan pasar (Index of Market Connection) yang menunjukkan tinggi rendahnya keterpaduan antara kedua pasar yang bersangkutan. Indeks hubungan pasar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

... (8) Dimana :

IMC = Indeks hubungan pasar (Index of Market Connection) b1 = Koefisien harga di tingkat petani

Nilai IMC semakin mendekati nol menunjukkan adanya keterpaduan pasar jangka panjang yang cukup kuat antara harga pasar di tingkat petani dengan harga di tingkat pedagang pengumpul kabupaten.

3.3.4 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengembang Perkebunan

Kakao menurut Stakeholders

Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao menurut pendapat stakeholders dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan suatu analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem dimana analisis ini dapat digunakan untuk memahami suatu sistem dan membantu dalam melakukan prediksi dan pengambilan keputusan. Menurut Marimin (2008), prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberikan nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari bebagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tertinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

Pendapat stakeholders sangat menentukan arahan terkait pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman, maka perlu diketahui faktor- faktor apa saja yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao menurut

stakeholders di Kabupaten Padang Pariaman. Menurut Saaty (1980), langkah- langkah yang dilakukan dalam metode AHP sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi atau menetapkan masalah-masalah yang muncul 2. Menetapkan tujuan, kriteria dan hasil yang ingin dicapai

3. Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang mempunyai pengaruh terhadap masalah yang ditetapkan

4. Menetapkan struktur hierarki

5. Menentukan hubungan antara masalah dengan tujuan, hasil yang diharapkan, pelaku/obyek yang berkaitan dengan masalah, dan nilai masing-masing faktor 6. Membandingkan alternatif-alternatif (comparative judgement)

7. Menentukan faktor-faktor yang menjadi prioritas

8. Menentukan urutan alternatif-alternatif dengan memperhatikan logical consistency.

Menurut Marimin (2008), beberapa prinsip dasar kerja AHP dapat dijabarkan sebagai berikut :

1. Penyusunan Hierarki

Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, dan setiap unsur kemudian diuraikan menjadi beberapa kriteria dari unsur yang bersangkutan untuk selanjutnya disusun menjadi struktur hierarki.

2. Penilaian Kriteria

Kriteria dinilai melalui perbandingan berpasangan. Dalam menentukan tingkat kepentingan (bobot) dari elemen keputusan, penilaian pendapat (judment) dilakukan dengan menggunakan fungsi berpikir dan dikombinasi dengan intuisi, perasaan, penginderaan dan pengetahuan. Penilaian pendapat ini dilakukan

dengan perbandingan berpasangan yaitu membandingkan setiap elemen dengan elemen lainnya pada setiap tingkatan kepentingan elemen dalam pendapat yang bersifat kualitatif.

Untuk mengkuantifikasi pendapat tersebut, digunakan skala penilaian sehingga diperoleh nilai pendapat dalam bentuk angka (kuantitatif). Hasil penilaian disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison. Menurut Saaty (1980), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat seperti Tabel 4.

Tabel 4 Skala dasar ranking Analytical Hierarchy Process (AHP)

Nilai Keterangan

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain 5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain 7 Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain 9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan 3. Penentuan Prioritas

Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan, kemudian dicari nilai eigen valuenya untuk mendapatkan prioritas lokal. Nilai-nilai perbandingan relatif tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan peringkat relatif dari keseluruhan kriteria. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik.

4. Konsistensi logis

Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang logis. Jika penilaian tidak konsisten, maka proses harus diulang untuk memperoleh nilai yang lebih tepat.

Dalam penelitian ini teknik AHP digunakan untuk mengetahui pendapat

stakeholders terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman. Adapun beberapa faktor-faktor yang disajikan dalam kuesioner merupakan hasil penggalian kuesioner pendahuluan yang diperkuat dengan referensi tertulis mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam pengembangan perkebunan kakao. Berbagai faktor-faktor yang terjaring dari pendapat responden pada kuesioner pendahuluan kemudian diranking berdasarkan jumlah/frekuensi faktor yang terbanyak dipilih oleh responden. Kemudian dipilih 5 (lima) faktor teratas/tertinggi yang disesuaikan dengan referensi tertulis mengenai pengembangan tanaman kakao. Dengan menggunakan Teknik AHP dapat diketahui kriteria yang paling berpengaruh dari masing-masing faktor yang ditentukan.

Penyebaran kuesioner dilakukan untuk mengetahui pendapat responden terkait pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman, jawaban dari kuesioner tersebut diolah menggunakan program Microsoft Office Excel.

Dengan pengolahan data dari kuesioner tersebut, maka dapat diketahui pendapat keseluruhan responden mengenai bobot dan prioritas kepentingan dari tiap faktor

yang mempengaruhi pengembangan perkebunan kakao di Kabupaten Padang Pariaman.

3.3.5 Menyusun Arahan Pengembangan Perkebunan Kakao Rakyat di

Kabupaten Padang Pariaman

Arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman disusun dengan cara mensintesiskan hasil olahan dari empat tujuan penelitian sebelumnya. Pertimbangan dalam menyusun arahan pengembangan kebun kakao diantara menyangkut aspek biofisik, kelayakan pengusahaan kebun kakao secara finansial, pemasaran biji kakao serta pendapat stakeholders.

Menyusun arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat secara aspek biofisik mempertimbangkan pola ruang pada RTRWK Padang Pariaman, penunjukan kawasan hutan, penggunaan lahan saat ini dan kesesuaian lahan untuk tanaman kakao. Disamping itu, lahan yang menjadi arahan diasumsikan lahan yang diprioritaskan untuk perkebunan kakao oleh Pemerintah Daerah Padang Pariaman. Kriteria penentuan arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat secara aspek biofisik dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Penentuan arahan pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman secara aspek biofisik

RTRW No.35/Menhut/2013 SK Menhut Penggunaan lahan sekarang Kesesuaian Kelas

Lahan Kategori

KP

Areal Penggunaan Lain (APL)

Kebun kakao rakyat tua dan tidak produktif, alang-alang,

semak/belukar, kebun campuran, tanah kosong, hutan

S2, S3 Arahan

N Bukan arahan Pertanian lahan basah

(sawah), areal terbangun

(pemukiman) Bukan arahan

Diluar

KP KSA/KPA HL Apapun jenis penggunaan Bukan arahan Ket : KP = Kawasan Perkebunan, HL = Hutan Lindung, KSA = Kawasan Suaka Alam,

KPA = Kawasan Pelestarian Alam

Lokasi yang dijadikan arahan dalam RTRWK Padang Pariaman adalah wilayah yang ditetapkan menjadi kawasan perkebunan (KP). Pada penunjukan kawasan hutan adalah areal penggunaan lain (APL), hutan lindung dan hutan konservasi dan pelestarian alam (HL, KSA/APL) tidak diarahkan untuk pengembangan kakao. Penentuan kawasan hutan di Kabupaten Padang Pariaman berpedoman pada Peraturan Kementrian Kehutanan No. 35 tahun 2013. Sedangkan lokasi yang dijadikan arahan pada penggunaan lahan saat ini adalah lahan berupa alang-alang, semak/belukar, tanah kosong, perkebunan rakyat dan hutan diluar penunjukan kawasan hutan.

Arahan pengembangan tanaman kakao secara aspek biofisik dibagi menjadi tiga prioritas. Adapun prioritas penentuan lahan yang menjadi arahan tersebut sebagai berikut:

1. Prioritas 1, berupa lahan yang belum termanfaatkan (semak/belukar, alang- alang, padang rumput).

2. Prioritas 2, berupa lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi belum memberikan manfaat yang optimal (kebun campuran dan kebun kakao rakyat di Kabupaten Padang Pariaman yang sudah tidak produktif lagi).

3. Prioritas 3, berupa lahan yang belum termanfaatkan yang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk pengolahan menjadi kebun kakao (hutan belukar).

Penggunaan lahan basah tidak diarahkan untuk pengembangan tanaman kakao karena lahan basah diprioritaskan untuk mendukung ketahanan pangan di Kabupaten Padang Pariaman. Lahan basah ditanami tanaman padi dan tanaman pangan lain seperti jagung, kedelai, dan tanaman sayur-sayuran.

4

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN